Anda di halaman 1dari 20

PAPER

TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE


(Drainase Permukaan dan Bawah Permukaan)

Oleh :

Nama : Mufti Ali 240110140096


Daffa Ammara Piero 240110140101

LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
1. Drainase
Drainase adalah suatu cara pembuang-an kelebihan air yang tidak
diinginkan pada suatu daerah, serta cara–cara penanggulangan akibat yang
ditimbulkan oleh kelebihan air. Maksud dan tujuan drainase adalah membuang air
di atas permukaan tanah yang berlebihan atau menurunkan atau menjaga muka air
tanah agar tidak terjadi genangan, sehingga akibat negatif dengan adanya genangan
dapat dihindari (Soehardjono, 1984).
Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal
(Suripin, 2004).
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari
prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini
berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan
dan bawah permkaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi
sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki
daerah becek, genangan air dan banjir.
Jenis drainase dapat dikelompokkan sebagai berikut (Hadi Hardjaja, dalam
Jurnal Kusumo, 2009):
a. Ditinjau dari segi sejarah.
Menurut sejarah, manajemen air untuk keperluan pertanian ditemukan di
Mesopotamia kirakira 9.000 tahun yang lalu. Drainase adalah usaha memindahkan
kelebihan air dari lahan pertanian, asalnya ditemukan pada 2.500 tahun yang lalu
ketika Herodotus menulis tentang pekerjaan drainase di kota dekat Memphis di
Mesir. Marcus Porcius Cato, 234 – 149 SM, telah menulis hal pertama tentang arah
drainase tanah. Drainase tanah untuk reklamasi daerah dekat Laut Utara di Inggris
dimulai pada abad 10. Belanda memulai pengolahan tanahnya dengan drainase dan
tanggul pada tahun 1550. Drainase, sementara sekarang ini dipandang sebagai
sebuah hasil pekerjaan pertanian, yang disempurnakan untuk berbagai keperluan
seperti pada manajemen air, konservasi dan perbaikan kondisi kesehatan manusia.
a) Drainase alamiah
Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan
bangunan penunjang, saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena
grafitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.
Daerah-daerah dengan drainase alamiah yang relatif bagus akan
membutuhkan perlindungan yang lebih sedikit daripada daerah-daerah rendah yang
tertindak sebagai kolam penampung bagi aliran dari daerah anak-anak sungai yang
luas.
b) Drainase buatan
Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga
memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu, gorong-
gorong dan lain-lain.

b. Ditinjau menurut letak bangunan


a) Drainase permukaan tanah
Saluran yang berada diatas permukaan tanah yang berfungsi untuk
mengalirkan air limpasan permukaan.
b) Drainase bawah permukaan
Saluran drainase yang bertujuan untuk mengalirkan air limpasan permukaan
melalui media di bawah permukaan tanah, dikarenakan alasan-alasan tertentu.

c. Ditinjau menurut fungsinya


a) Single purpose
Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya
air hujan saja, atau jenis air buangan lain seperti : limbah domestik, limbah industri
dan lain-lain.
b) Multi purpose
Yaitu saluran yang mengalirkan beberapa jenis air baik secara bercampur
maupun bergantian.
Sistem drainase yang ditinjau dari fungsi lainnya dibedakan menjadi 4
macam yaitu sebagai berikut :
a. Drainase pertanian
Yaitu sistem pembuangan kelebihan air dipermukaan tanah untuk mencegah
terjadinya genangan yang mengakibatkan kerusakan atau kematian tanaman.
b. Drainase perkotaan / pemukiman
Untuk mencegah terjadinya banjir dan genangan yang dapat menimbulkan
kerusakan, kerugian dan terganggunya aktivitas kehidupan.
c. Drainase pusat industri
Dititik beratkan pada usaha pencegahan terjadinya polusi atau pencemaran
air buangan.
d. Drainase jalan raya atau lapangan terbang
Direncanakan di sisi kiri atau kanan jalan raya dan landasan (Run Way) agar
tidak terjadi genangan yang mengganggu lalu lintas darat dan udara serta kerusakan
konstruksi.

Pada sistem pengumpulan air buangan sesuai dengan fungsinya maka


pemilihan sistem buangan dibedakan menjadi (Hadi Hardjaja, dalam jurnal
Kusumo 2009) :
1) Sistem terpisah (Separate System)
Dimana air kotor dan air hujan dilayani oleh sistem saluran masing-masing
secara terpisah.
2) Sistem Tercampur (Combined System)
Dimana air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama.
3) Sistem Kombinasi (Pscudo Separate System)
Merupakan perpaduan antara saluran air buangan dan saluran air hujan
dimana pada waktu musim hujan air buangan dan air hujan tercampur dalam saluran
air buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengenceran penggelontor.
Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan
interceptor.

2. Drainase Bawah Permukaan


2.1 Tipe Drainase Lapangan
Drainase lapang (field drainage) adalah suatu sistim yang menerima air lebih
langsung dari lahan pertanian dan menyalurkannya ke sistim drainase utama yang
membuang air dari areal lahan pertanian. Sistem drainase utama harus memberikan
suatu outlet yang bebas dan dapat diandalkan bagi pengeluaran air dari drainase
lapang. Dalam suatu sistim drainase bawah-tanah dapat dibedakan 3 kategori
drainase yakni lateral, kolektor, dan drainase utama. Lateral biasa disebut juga
drainase lapang (field drains), farm drains atau suction drains berfungsi selain
untuk mengendalikan fluktuasi kedalaman air tanah di lahan pertanian juga
berfungsi sebagai pengumpul aliran permukaan. Dari lateral air mengalir ke
kolektor yang mengangkutnya ke drainase utama. Sistem drainase lapang dapat
terdiri dari : (a) drainase terbuka dengan parit; (b) drainase mole, yakni lubang
bawah-tanah; (c) drainase pipa, terbuat dari tanah liat, beton, atau plastik yang
ditanam di bawah tanah. Apabila pipa-pipa lateral berakhir pada parit kolektor,
maka sistim tersebut disebut sebagai sistim drainase pipa singular. Apabila kolektor
juga terbuat dari pipa maka sistim tersebut disebut sistim drainase pipa komposit.
Gambar 1. Pipa Drainase Bawah Permukaan

Gambar 2. Drainase Bawah Permukaan


2.1 Drainase Parit
4.2.1. Prinsip dan Rancangan
Dibandingkan dengan drainase pipa, drainase parit mempunyai beberapa
keuntungan dan kerugian antara lain :
Keuntungan : (a) Selain untuk membuang air tanah juga dapat berfungsi untuk
membuang air permukaan; (b) Kemiringan saluran untuk mengalirkan air biasanya
lebih kecil daripada kemiringan yang diperlukan pada drainase pipa. Umumnya
untuk parit kemiringannya adalah sekitar 0,01 %, sedangkan untuk pipa sekitar 0,1
%.; (c) Memudahkan dalam pengawasan dan pemeliharaan.
Kerugian : (a) Akan terjadi lahan yang tidak dapat diusahakan untuk pertanian
karena adanya parit; (b) Pertumbuhan gulma dan pengendapan menyebabkan
mahalnya biaya pemeliharaan;(c) Lahan yang terpisah dengan adanya parit-parit,
menyebabkan sukarnya pengoperasian alat-alat mekanis. Umumnya di daerah datar
sistim drainase menggunakan pipa sebagai lateral dan parit sebagai kolektor.
Sedangkan di daerah berlereng seluruh sistim drainase lapang baik lateral maupun
kolektor terbuat dari pipa (sistim drainase pipa komposit). Akan tetapi dalam situasi
berikut ini biasanya parit lebih sesuai untuk digunakan sebagai lateral:
Apabila muka air tanah dapat dikendalikan dengan spasing lateral yang cukup lebar,
sehingga petakan lahan yang terbentuk cukup luas tidak mengurangi efisiensi
pemakaian alat mekanis. Situasi ini kemungkinan dapat terjadi pada tanah dengan
hantaran hidrolik tinggi, Apabila drainase harus juga mampu mengangkut air
permukaan, misalnya pada tanah dengan laju infiltrasi rendah atau di daerah dengan
intensitas hujan yang tinggi. Apabila diinginkan percepatan proses pematangan
pada tanah aluvial, yang baru direklamasi. Apabila hanya diinginkan muka air tanah
yang dangkal, misalnya untuk padang rumput atau tanah gambut.
4.2.2. Spasing dan kedalaman
Apabila parit digunakan sebagai lateral, maka perhitungan spasing dan kedalaman
telah diberikan pada bab terdahulu. Untuk kolektor, spasing ditentukan oleh ukuran
lahan atau panjang maksimum pipa drainase. Pada lahan datar dengan sistim pipa
drainase singular, spasing parit biasanya antara 200 - 500 m. Elevasi muka air di
parit kolektor harus dipertahankan pada suatu kedalaman di bawah outlet dari pipa
drainase (lateral).
4.2.3. Dimensi Parit
Perhitungan dimensi parit mengikuti rancangan saluran tidak berlapis dengan
mengetahui parameter seperti elevasi muka air yang diinginkan, kapasitas debit dan
tipe tanah2. Kadang-kadang perhitungan dimensi parit menghasilkan suatu dimensi
yang terlalu kecil sehingga dari segi konstruksi dan pemeliharaan sulit dikerjakan.
Oleh karena itu biasanya ada suatu dimensi minimum yang ditinjau dari segi
konstruksi dan pemeliharaan masih memungkinkan.
Keterangan :
b : lebar dasar 0.5 m; y : kedalaman; elevasi dasar saluran sekitar 0,4 – 0,5 m di
bawah pengeluaran pipa drainase, sehingga total kedalaman (Do) sekitar 1,40-1,80
m, kemiringan talud (vertikal : horizontal) biasanya 1 : ¾ untuk tanah liat sedang
untuk tanah berpasir 1 : 1 atau 1 : 1.5.; p : talud (vertikal : horizontal).

3. Drainase Permukaan
Drainase permukaan adalah membuang kelebihan air dari permukaan tanah dan
zona akar dengan cara menambah saluran atau parit, jika dibutuhkan, dengan
membentuk permukaan tanah dengan kemiringan agar air buangan mengalir
menuju saluran pembuangan. Drainase permukaan menitik beratkan pada
pengendalian genangan air di atas permukaan tanah. Sistem drainase ini dirancang
untuk membuang kelebihan air dengan tujuan mencegah lamanya air tergenang,
sehingga tanaman berada pada keadaan optimal. Kapasitas sistem drainase
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu curah hujan, karakteristik tanah dan
pertumbuhan tanaman.
Gambar 3. Drainase Permukaan
Berikut merupaka jenis-jenis saluran drainase permukaan:
1. Saluran Parit
Saluran parit yang dangkal biasanya memiliki sisi datar yang dapat
menampung air kemudian membuangnya ke saluran lateral. Saluran parit
mungkin memerlukan pembersihan gulma berkala dengan cara pemotongan
maupun penyemprotan.

Gambar 4. Saluran Parit


2. Saluran Lateral
Saluran parit membuang air ke saluran lateral. Saluran lateral menerima air
tersebut serta air yang ada di permukaan lalu membuangnya ke saluran
pembuangan utama. Saluran lateral membutuhkan perawatan berkala untuk
mengontrol vegetasi di bagian bawah dan sisi lereng.

Gambar 5. Saluran Lateral


3. Saluran Utama
Saluran utama merupakan saluran akhir pembuangan air yang diterima dari
saluran lateral serta air-air yang ada di sekitarnya.

Gambar 6. Saluran Utama


Berikut merupakan jenis-jenis sistem drainase permukaan:
1. Sistem Acak (Random Drain System)
Sistem acak cocok diterapkan pada lahan yang bertopografi tidak
beraturan tetapi cukup datar sehingga mempunyai lekukan-lekukan tanah
yang digenangi air di beberapa tempat. Saluran drainase ditempatkan
memotong lekukan-lekukan tersebut. Saluran drainase dipengaruhi oleh
keadaan topografinya.
Gambar 7. Saluran Acak
2. Sistem Alur
Sistem alur adalah sistem yang terdapat pada lahan yang diolah dengan
plow secara menyempit tetapi dalam, dimana dead-furrow (batas alur)
memanjang mengikuti kemiringan lahan. Sistem ini hanya cocok untuk
lahan dentgan kemiringan kurang dari 1,5% dengan kondisi permeabilitas
tanah yang lambat. Dalam perancangan tata-letak saluran sistem alur ini,
yang perlu diperhatikan adalah lebar alur yang juga merupakan jarak antar
saluran. Penentuan lebar alur dan kedalaman saluran tergantung dari
kemiringan lahan, karakteristik drainase tanah dan teknik penanaman yang
dilakukan.

Gambar 8. Sistem Alur


3. Sistem Paralel (Parallel Drain System)
Pada prinsipnya, sistem paralel ini sejenis dengan sistem alur, hanya saja
jarak antar saluran dan kapasitas saluran pada sistem paralel lebih besar
dengan jarak antar saluran yang tidak seragam. Jarak antar saluran dan
dimensi saluran tergantung pada kemiringan lahan, jenis tanah dan luas
daerah drainase.

Gambar 9. Sistem Paralel


4. Sistem Paralel Lateral
Perbedaan sistem ini dengan sistem paralel hanyalah pada kedalaman
salurannya. Untuk sistem ini, pada lahan yang datar kedalaman minimum
yang ditetapkan adalah 60 cm dengan kemiringan dinding saluran kurang
dari 4:1> dengan saluran yang dalam maka pada sistem paralel lateral ini
kelebihan air pada daerah perakaran dapat ikut disalurkan, ketinggian muka
air tanah yang dapat dibuang dapat mencapai kedalaman 120 cm.

Gambar 10. Sistem Paralel Lateral


5. Sistem Memotong Kemiringan
Sistem ini cocok diterapkan pada lahan yang miring dengan
permeabilitas tanah yang lambat. Sistem ini juga diterapkan untuk tujuan
mencegah genangan air pada lahan yang lebih tinggi atau untuk mencegah
pengumpulan air pada lekukan-lekukan di areal.

Gambar 11. Saluran Sistem Memotong Kemiringan

4. Contoh Perancangan Sistem Saluran Drainase


Secara umum dapat diterangkan bahwa ujicoba pembuatan saluran drainase
bawah tanah dilakukan pada lahan usahatani dengan lebar lahan 50 meter dan
ditanami tanaman. Lahan dikelilingi oleh saluran tersier dan saluran kuarter. Sejajar
dengan saluran kuarter ditanamkan 5 (lima) saluran bawah tanah yang terdiri dari 2
(dua) saluran terbuat dari tumpukan sabut kelapa dan ditempatkan pada bagian tepi
dari lahan (warna hijau) dan 3 (tiga) batang saluran dari pipa PVC berlubang dengan
diameter 4” (warna merah). Jarak antar saluran sejauh 10 meter dengan panjang
saluran 40 meter dan dalam 40 cm.
Mekanisme aliran bisa dilihat pada gambar dibawah ini. Kelebihan air yang ada
dalam saluran drainase bawah tanah ini disalurkan melalui saluran kolektor dari
pipa PVC dengan diameter 6” (warna merah) dan dikumpulkan di Box Control. Box
Control memiliki dimensi 40 x 40 x 100 cm. Ke Box Control bermuara 4 batang
saluran, yaitu 1 batang saluran drainase bawah tanah, 2 batang saluran kolektor dan
1 batang saluran pembuang (warna biru). Di Box Control ini juga dibuatkan
penahan air dari papan kayu (Stoplog) untuk mengatur kebutuhan air di lahan
usahatani. Kelebihan air yang terkumpul di Box Control dibuang melalui pipa PVC
dengan diameter 8” ke saluran tersier.

Gambar 12. Tata letak pemasangan pipa dan sistem


pengendalian
5. Jenis Air Buangan
Air buangan atau sering juga disebut air limbah adalah semua cairan yang
dibuang baik yang mengandung kotoran manusia, hewan, bekas tumbuh-tumbuhan
maupun yang mengandung sisa-sisa proses industri. Air buangan dapat dibedakan
atas (SNI,2000) Air kotor, Air buangan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet
dan air buangan mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat plambing
lainnya. Air bekas, Air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya,
seperti: bak mandi (bath tub), bak cuci tangan, bak dapur, dan lain-lain. Air hujan,
Air hujan yang jatuh pada atap bangunan. Air buangan khusus, Air buangan ini
mengandung gas, racun atau bahan-bahan berbahaya, seperti: yang berasal dari
pabrik, air buangan dari laboratorium, tempat pengobatan, rumah sakit, tempat
pemotongan hewan, air buangan yang bersifat radioaktif atau mengandung bahan
radioaktif, dan air buangan yang mengandung lemak.

6. Sistem Air Buangan


Sistem pembuangan air terdiri atas (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo
Morimura,2000):
5.1 Sistem pembuangan air kotor dan air bekas
Sistem ini terdiri atas 2 macam yaitu sistem tercampur, sistem pembuangan yang
mengumpulkan dan mengalirkan air kotor dan air bekas kedalam satu saluran;
Sistem terpisah: sistem pembuangan yang mengumpulkan dan mengalirkan air
kotor dan air bekas kedalam saluran yang berbeda.
5.2 Sistem penyaluran air hujan
Pada dasarnya air hujan harus disalurkan melalui sistem pembuangan yang terpisah
dari sistem pembuangan air bekas dan air kotor. Jika dicampurkan, maka apabila
saluran tersebut tersumbat, ada kemungkinan air hujan akan mengalir balik dan
masuk kedalam alat plambing terendah dalam sistem tersebut.

7. Pengaruh Drainase Terhadap Tanah Pertanian


Drainase secara umum dapat mempengaruhi kondisi tanah pertanian. Yaitu
pengaruhnya terhadap aerasi tanah, kelembaban tanah, transportasi dan keefektifan
nutrien dan pestisida, temperatur atau suhu tanah, bahan-bahan racun dan hama
penyakit, erosi tanah dan banjir, kesuburan tanaman dan hasil tanaman. Ke semua
pengaruh adalah positif dari perspektif pertanian dan menggambarkan nilai
teknologi drainase untuk produksi pertanian

8. Metode Pengembangan Sistem Drainase


8.1. Tahap Perencanaan dan Pemograman
Sistem drainase perkotaa melayani pembuangan kelebihan air dari suatu
kawasan kota dengan cara mengalirkan ke pembuangan akhir, seperti sungai,
danau, atau laut baikmelalui permukaan tanah (suface drainage) maupun bawah
permukaan tanah (subsurface drainage) untuk menghindari terjadinya genangan
air. Kelebihan air tersebut berasal tidak hanya dari buangan air hujan tetapi juga
dari air limbah domestic dan industry. Namun yang paling dominan adalah air
hujan.
Data kondisi lokasi system drainase yang ada saat ini harus dikatahui secara
detail untuk perencanaan system drainase yang meliputi :
a. Peta Topografi
b. Peta Iklim
c. Peta Hidrologi
d. Peta Daerah Genangan
e. Peta Tataguna Lahan dan Rencana Pengembangan masa mendatang
f. Peta Sistem Drainase yang ada

9. Sistem Tata Air


Sistem tata air pada umumnya bisa dibagi atas 3 bagian, yaitu:
a.Tata Air Makro (sungai), adalah tata air pada tingkat kawasan reklamasi dan
berperan menentukan apa yang dapat dicapai dan bagaimana caranya.
b.Tata Air Meso (prasarana hidraulik), adalah penghubung antara tata air mikro dan
makro. Prasarana hidraulik inilah yang harus menyediakan kondisi yang layak bagi
tata air mikro dan sekaligus juga berfungsi sebagai sarana transportasi dan pemasok
air domestik.
c.Tata Air Mikro (tingkat petak) adalah tata air pada lahan pertanian dan
bertanggung jawab langsung atas tumbuhnya tanaman. Menciptakan lingkungan
yang baik bagi tumbuhnya tanaman adalah tujuan utama dari sistem tata air ini.
Sistem tata air yang direncanakan harus mampu menjaga dan mengendalikan muka
air tanah agar sesuai dengan kebutuhan zona perakaran. Ini berarti bahwa muka air
tanah harus > 10 cm untuk tanaman padi dan > 60 cm untuk lahan perkebunan.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka di lahan diterapkan sistem tata air drainase
terkendali (drain system controlled). Jaringan saluran harus mampu mengalirkan
kelebihan air dan mengontrol tinggi muka air, sehingga muka air tanah di lahan
tetap terjaga pada elevasi yang diinginkan(Effendi, 2011).

10. Kelembaban Tanah


Drainase akan mempengaruhi kelembaban tanah, dimana tanah dengan tingkat
kelembaban yang cukup akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kelembaban tanah antara lain rendahnya
angka permeabilitas tanah, kemiringan topografi yang kecil, profil tanah bawah
permukaan serta waktu untuk peresapan air yang panjang. Faktor-faktor tersebut
membuat sistim drainase lahan dapat bermanfaat untuk menaikkan
produksi pertanian (Effendi, 2011).
11. Alerasi Tanah
Manfaat utama dari sistem perencanaan drainase lahan untuk produksi
pertanian di lahanbasah adalah untuk memperbaiki aerasi tanah. Air yang mengalir
didalam tanah akan menyebabkan berkurangnya pertukaran udara diantara butiran
tanah dan atmosfir yang menghasilkan penurunan kadar oksigen (O2) di zona
perakaran serta bertambahnya karbon dioksida (CO2). Hal ini telah ditemukan
bahwa pada konsentrasi oksigen (O2) yang rendah, maka terjadi pengurangan kadar
mineral di dalam tanaman. Konsentrasi oksigen (O2) yang rendah di dalam tanah
juga mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman. Kondisi aerasi di dalam tanah
mempunyai pengaruh yang besar pada ketersediaan nitrogen (Van Schilfgaarde,
1974). Aerasi tanah yang baik merupakan akibat dari sistim drainase yang baik.

12. Tahapan Perencanaan Sistem Drainase Bawah Permukaan.


12.1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi :
a) Melakukan studi literatur termasuk studi yang telah dilakukan untuk
memperoleh informasi secara lebih detail terhadap objek studi.
b) Mengetahui kondisi lapangan yang ada saat ini dengan jalan melakukan
survey lapangan, untuk memperkecil kesalahan analisa dan untuk
mendapatkan solusi yang tepat untuk permasalahan yang ada di wilayah
studi.
c) Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan perencanaan
drainase meliputi :
 Data Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan berupa curah hujan harian. Curah
hujan digunakan untuk menghitung tinggi hujan rencana dan
intensitas hujan dalam perhitungan analisa hidrologi dimana untuk
periode ulangnya digunakan periode ulang 10 tahunan.
 Data Lay-Out Stadion
Di dalam data lay-out terdiri dari data elevasi yang berfungsi untuk
mengetahui kemiringan saluran maka arah aliran air pun juga dapat
diketahui, selain itu juga mendapatkan existing dimensi penampang.
 Data Tanah
Data tanah ini didapat dari laboratorium mekanika teknik yang
berupa koefisien permeabilitas serta laju inflitrasi dimana yang
digunakan untuk mengetahui berapa lama air meresap kedalam
tanah. Selain itu, juga perlu diketahui letak lapisan kedap air,
dilakukan dengan melakukan pengeboran pada lokasi tertentu dan
melihat posisi lapisan tanah pada tempat pengamatan tadi yang
mempunyai koefisien permeabilitas yang termasuk dalam kategori
kedap air.
12.2. Tahap Analisa
Untuk mengetahui permasalahan dan perencanaan sistem drainase
perlu dilakukan analisa meliputi :
a) Analisa Tanah
 Menentukan laju inflitrasi tanah. Das mekanika tanah, digunakan
untuk mengetahui berapa lama air meresap ke dalam tanah.
 Menghitung koefisien permeabilitas tanah serta porositas tanah.
b) Analisa Hidrologi
 Menghitung debit banjir saluran dengan menggunakan data hujan
harian maksimum dari Dinas Pengairan (data sekunder).
 Menghitung intensitas hujan rencana berdasarkan curah hujan
maksimum (R24).
 Menghitung waktu konsentrasi yaitu ketika air meresap ke dalam
tanah dan ketika air mencapai pipa drainase.
 Menetapkan besarnya koefisien pengaliran.

c) Analisa Hidrolika
 Menghitung besarnya kapasitas pipa drain berdasarkan volume air
yang harus di drain serta kemampuan sistem drainase.
 Menentukan dimensi saluran dengan memperhatikan debit
maksimum yang terjadi.
 Menentukan Profil Muka Air (Backwater)
 Menentukan jarak pipa drain berdasarkan letak lapisan kedap air
(impervious layer) dan ketinggian maksimum water table di atas
lapisan kedap air (impervious layer) serta besarnya laju inflitrasi.
Menghitung lama pengeringan air dari curah hujan. Perhitungan dilakukan
dengan menganggap bahwa tidak ada air yang mengalir kesamping sehingga secara
keseluruhan semua air yang ada diatas permukaan tanah meresap kedalam tanah.
Kemudian dihitung lama waktu yang dibutuhkan untuk dalam kondisi permukaan
tanah menjadi kering, selanjutnya dapat dicari lama waktu yang dibutuhkan untuk
tanah menjadi kering semula.
12.3. Tahap Kesimpulan dan Saran
Menentukan solusi dari permasalahan-permasalahan yang terjadi dengan
hasil akhir berupa perencanaan system drainase dan dimensi saluran yang di
dapat dari hasil analisa.

12.4. Flowchart

Gambar 2. Flowchart Perencanaan Sistem Drainase


DAFTAR PUSTAKA

Aji, Nur Taufiq Budi, Bambang Istijono, Yervi Hesna. 2015. Pengelolaan
Lingkungan Rehabilitasi Drainase pada Irigasi Gunung Nago di Sepanjang
Jalan Alai-Bypass Kota Padang. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Andalas. Vol 12; No. 2.

Nurhamidin. 2015. Analisis Sistem Drainase Kota Tondano (Studi Kasus


Kompleks Kantor Bupati Minahasa). Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Hidayat. 2010. Tinjauan Perencanaan Saluran Drainase Jalan Jati Kelurahan


Tanggerang Utara Kota Pekanbaru – Riau. Universitasi Islam Riau,
Pekanbaru.

Effendy. 2011. Drainase Untuk Meningkatkan Kesuburan Lahan Rawa.


Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang.

Imanudin. 2014. Kajian Aplikasi Sistem Drainase Bawah Tanah Untuk Budidaya
Jagung di Lahan Pasang Surut Telang II Sumatera Selatan. Universitas
Sriwijaya, Palembang.

Lasminto. 2013. Perencanaan Drainase Kawasan Stadion Surajaya Kabupaten


Lamongan. Institut Teknologi Sepuluh Nopembe, Surabaya.

Suhardjono. 1994. Drainase Kota. Universitas Brawijaya, Malang.

Rachmawati, Azizah. 2010. Aplikasi Sig (Sistem Informasi Geografis) Untuk


Evaluasi Sistem Jaringan Drainase Di Sub Das Lowokwaru Kota Malang.
Universitas Islam Malang. Malang.

Bakri, Imanudin, dan Masreah. 2014. Kajian Aplikasi Sistem Drainase Bawah
Tanah Untuk Budidaya Jagung Di Lahan Pasang Surut Telang II Sumatera
Selatan. Universitas Sriwijaya. Palembang.

Kusumo, W. 2009. Penanganan Sistem Drainase Kecamatan Jati Kabupaten


Kudus. Universitas Diponegoro, Semarang.

Fairizi, Dimitri. 2015. Analisis Dan Evaluasi Saluran Drainase Pada Kawasan
Perumnas Talang Kelapa Di Subdas Lambidaro Kota Palembang. Universitas
Sriwijaya. Palembang.

Wismarini, dan Dewi. 2010. Analisis Sistem Drainase Kota Semarang Berbasis
Sistem Informasi Geografi dalam Membantu Pengambilan Keputusan bagi
Penanganan Banjir. Universitas STikubank Semarang. Semarang.

Danu, dan Mahendra. 2013. Perencanaan Ulang Sistem Drainase Subsurface


Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai