Anda di halaman 1dari 11

Ulasan Ilmiah

PENGERINGAN DAN MUTU IKAN KERING

THE DRYING AND THE QUALITY OF DRIED FISH

Jantri Sirait
Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda
Jl. MT.Haryono/Banggeris No.1 Samarinda
Alamat Email : jans_baristand@yahoo.co.id

Diterima :12-11-2019 Direvisi : 26-11-2019 Disetujui : 23-12-2019

ABSTRAK
Ikan kering adalah salah satu bentuk makanan olahan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia karena rasanya yang renyah juga mudah didapat. Ikan mudah mengalami proses
kemunduran mutu dan pembusukan, sehingga perlu dilakukan pengawetan dengan cara penggaraman
dan pengeringan.Proses pengeringan ikan yang ideal adalah 12 jam dengan suhu rata-rata 700C. Bahan
bakar yang dipergunakan adalah gas agar lebih efektif dan efisien pada saat proses pengeringan ikan
dantemperature suhu pada ruang pengering mudah terkontrol serta ikan kering yang dhasilkan
lebih bersih tidak berjelaga. Mutu ikan kering diuji sesuai dengan SNI 01-2721-1992 dengan
parameter uji kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kenampakan, aroma,
rasa dan tekstur.

Kata Kunci : pengaruh waktu, suhu pengering, mutu ikan kering

ABSTRACT

Dried fish is one form of fish processed foods that are consumed by the Indonesian people because of
the crispy taste is also easy to get. Fish is easy to experience the process of deterioration of quality and
decay, so it needs to be done preserving by means of flushing and drying. The ideal fish drying process
is 12 hours with an average temperature of 700C. The fuel used is gas to be more effective and efficient
during the process of fish drying and temperature temperatures in the drying room is easy to control
and dry fish that are made cleaner is not soot. The quality of dried fish is tested in accordance with SNI
01-2721-1992 with parameters of water content test, ash content, protein levels, fat content,
carbohydrate levels, efficacy, aroma, flavor and texture.

Key words: effect of time, temperature of dryer, quality of dried fish

PENDAHULUAN

I
kan kering adalah salah satu bentuk makanan olahan ikan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia karena rasanya yang renyah dan mudah didapat. Ikan merupakan
komoditas yang mudah mengalami proses kemunduran mutu dan pembusukan selama
pasca tangkap. Pengolahan dan pengawetan ikanmerupakan salah satu bagian penting bagi
industri perikanan. Salah satu produk ikan yang banyak di awetkan di Indonesia adalah ikan
asin, hampir 65% produk perikanan diolah dan diawetkan dengan cara
penggaraman.Pengaruh konsentrasi dan waktu perendaman ikan sangat berpengaruh
terhadap cita rasa ikan asin kering. Hasil uji kenampakan ikan asin kawali dengan konsentrasi

JRTI 303
Vol.13 No.2 Desember 2019
garam 20% dengan waktu perendaman selama 4 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 61,
kemudian waktu perendaman selama 6 jam rat-rata nilai kesukaan adalah 75 dan perendaman
selama 8 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 48. Pada perendaman ikan dengan konsentrasi
40% dengan waktu perendaman selama 4 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 75, kemudian
waktu perendaman selama 6 jam rat-rata nilai kesukaan adalah 75 dan perendaman selama
8 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 45. Pada konsentrasi garam 60% dan waktu perendaman
4 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 75, kemudian perendaman 6 jam rata-rata nilai kesukaan
adalah 75 dan perendaman 8 jam rata-rata nilai kesukaan adalah 45 (Tahitu, 2014).
Agar memiliki mutu yang baik maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut seperti :
proses pengawetan seperti menjaga kebersihan bahan dan alat, kebersihan ikan yang
diawetkan dan garam yang digunakan adalah garam yang bersih.Pengeringan ikan yang
dilakukan para nelayan masih bersifat tradisonal yaitu menggunakan penjemuran diatas
anyaman bambu atau jaring netdan memanfaatkan panas sinar matahari.Keuntungan yang
didapat dengan memanfaatkan panas matahari adalah sinar ultra violet dari panas sinar
matahari berfungsi sebagai desinfektan terhadap ikan asin yang di kerinqkan, sedangkan
kelemahan yang didapat pada proses pengeringan ini adalah intensitas sinar matahari yang
tidak konstan mengakibatkan kering ikan tidak merata serta bila dlihat dari sisi higenis ikan
yang dikeringkan terkontaminasi dengan debu yang berterbangan disekitar pengeringan juga
butuh lahan yang luas untuk mengeringkan ikan dan butuh waktu yang cukup lama (Imbir et
al.,2015).
Pengeringan dengan metode hybridadalah sistem pengeringan yang menggunakan
dua atau lebih sumber energi untuk proses penguapan air. Pengering hybrid menggunakan
sumber energi matahari dengan bantuan solar kolektor dan energi bahan bakar gas. Pengering
hybridsalah satu teknologi alternative untuk pengeringan ikan. Panas ruang pengering
menggunakan kolektor surya 43oC dengan intensitas cahaya matahari tertinggi 915 W/m2.
Dengan menggunakan energi hybrid temperature ruangan meningkat sampai 67oCintensitas
cahaya matahari tertinggi 908 W/m2 (Hattaet al., 2019). Olahan produk ikan asin kering
dengan menggunakan konsep pengeringan PEHI LING (Praktis Ekonomis dan Higienis yang
berwawasan Lingkungan) diharapkan menjadi salah satu solusi olahan ikan asin yang lebih
terjamin kualitasnya (Suryanti et al., 2017).
Proses pengeringan ikan kering rata-rata dilakukan para nelayan tradisional adalah
dengancara memanfaatkan sinar matahari dan proses pembuatan ikan kering dilakukan
dengan cara memanggang dengan menggunkan kayu bakar atau tempurung kelapa dan
dilakukan di tempat terbuka sehingga higenitas ikan yang dihasilkan kurang terjaga sehingga
dapat menimbulkan tumbuhnya mikroba pada ikan yang dikeringkan serta mengakibatkan
daya simpan ikan kering tidak lama dan cita rasanya kurang enak untuk dikonsumsi (Yunus et
al.,2009). Untuk proses pengeringan ikan teri dengan proses pengeringan yang alamiah atau
secara tradisional memerlukan waktu dua hari saat cuaca cerah dengan suhu pengeringan
yaitu ±33,43oC. Akan tetapi proses pengeringan ini menimbulkan beban kerja tambahan serta
rendahnya produktivitas ikan teri. Untuk meningkatkan produktivitas ikanteri dianggap perlu
merubah proses pengeringan dari tradisional menjadi konveksional (Susana dan Santosa,
2015).Proses pengeringan terjadi karena adanya perbedaan panas antara permukaan dan
bagian dalam ikan yang dikeringkan sehingga uap air dalam ikan bergerak keluar karena
adanya perbedaan tekanan. Proses awal pengeringan ikan diperlukansuhu pengeringan yang
rendah dengan tujuan untuk pembuangan kadar air ikan, selanjutnya diperlukan suhu yang
tinggi untuk membuang jumlah mol air yang dibutuhkan ikan kering.Kendala – kendala pada
saat proses pengeringan ikan dengan menggunakan panas matahari dapat diatasi dengan
mengganti energi panas matahari dengan bahan bakar dari limbah hasil pertanian seperti
limbah tempurung kelapa, kulit kelapa, serbuk gergaji, sekam padi, jerami, potongan kayu dan
lain-lain, (Yunus et al., 2009 ; Basmal dan Utomo,2013).

304 Jantri Sirait


Pengeringan dan Mutu Ikan Kering
PENGERINGAN
Menurut Suriadi dan Murti(2011), ilmu pengetahuan dan teknologi tentang
pengeringan telah banyak mulai dari pengeringan tenaga surya, pengeringan dengan
pemanfaatan gas alam dan pengeringan dengan menggadalkan tenaga listrik. Proses
pengeringan terjadi dengan dua proses yaitu perpindahan panas dan perpindahan massa,
akan tetapi permasalahan utama dalam proses pengeringan adalah mengurangi kadar air dari
bahan yang dikeringkan sesuai dengan jumlah kadar air yang dapat dibuang dari bahan yang
dikeringkan.
Pengeringan ikan adalah proses penguapan air dari permukaan ikan yang dikeringkan
dengan tidak mengubah sifat kimia dari ikan tersebut. Proses pengeringan ikan terdiri dari dua
cara yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Kedua pengering ini memiliki
kelemahan dan kelebihan. Kelemahan dari pengering alami ialah waktu pengeringan
tergantung dengan kondisi cuaca dan butuh waktu yang lama untuk mengeringkan ikan.
Sedangkan pengering buatan dapat tidak ketergantungan dengan kondisi cuaca serta waktu
proses pengeringan tidak lama.Proses pengeringan ikan yang dilakukan para nelayan di NTT
dengan menggunakan panas matahari, dimana suhu udara pada siang hari rata-rata 30oc -
33,7oc. Sehingga energi panas matahari sangat potensial untuk dimanfaatkan untuk
memproduksi ikan kering. Kadar air ikan kering rata-rata 20% - 35 % dengan waktu
pengeringan 5 – 8 hari. Akan tetapi kendala yang timbul akibat lamanya pengeringan yaitu
terjadinya kerusakan ikan dan higenitas ikan kurang baik karena terkontaminasi dengan debu,
lalat dan kotoran lainnya. Untuk mengoptimalkan waktu dan suhu pengeringan, telah
dikembangkan alat pengering ikan dengan sistim adjustable reflector yaitu dengan cara
memanfaatkan energi panas matahari. Penggunaan reflector dengan sudut kemiringan 45oC
dapat meningkatkan suhu ruangan pengering hingga 63oC. Pengeringan ikan dengan
menggunakan reflector selama 8 jam dapat menurunkan kadar air ikan mencapai 45,29% dari
kadar air awal 57,31%, sehingga pengeringan ikan ini sangat ideal dan efektif serta dapat
menghasilkan ikan kering yang bermutu baik dan hygienis (Hore, 2014).
Menurut Firdaus (2017), proses pengeringan ikan terdiri dari proses perpindahan panas
dan proses perpindahan massa. Proses perpindahan panas adalah proses yang terjadi karena
perbedaan temperature, dimana panas yang dialirkan akan meningkatkan suhu bahan yang
dikeringkan sehingga menyebabkan tekanan uap air didalam bahan yang dikeringkan lebih
tinggi dari tekanan uap air di udara. Sedangkan proses perpindahan massa yaitu suatu proses
yang terjadi karena kelembapan relatif udara pengering lebih rendah dari kelembapan relatif
bahan, panas yang dialirkan di atas permukaan bahan akan meningkatkan tekanan uap air
bahan sehingga tekanan uap air bahan akan lebih tinggi dari tekanan uap air udara
pengering.Aryadillah (2016),telah merancang alat pengering dengan tipe pengering fire-tube,
air – Tubedan fire – tube dengan bevel.Adapun prinsip kerja pengeringan Tipe fire-tube dan
tipe fire-tube dengan bevel adalahapi dari sumber bahan bakar dialirkan melalui tube guna
memanaskan udara dalam ruang pengering. Sedangkan pengeringan dengan tipe air – tube
adalah udara panas dari ruang bakar dialirkan kedalam ruang pengering melalui tube dengan
menggunakan blower, seperti pada gambar 1, 2 dan 3.

JRTI 305
Vol.13 No.2 Desember 2019
Gambar 1. Hasil Gambar 2. Hasil Gambar 3. Hasil Simulasi
Simulasi Tipe fire-tube Simulasi Tipe Air-Tube Tipe Fire-Tube Dengan Bevel

Dari gambar menunjukkan bahwa pengeringan tipe fire – tube memiliki distribusi
panas dalam ruangan dengan rata-rata 46.74oc kemudian tipe pengeringan fire – tubedengan
bevel rata-rata 44.40oC dan pengeringan air – tuberata – rata 34.31oC. Jadi tipe fire-tube
dan fire-tube dengan bevel sangat baik dan ideal untuk mengeringkan. Temperatur sangat
berpengaruh terhadap mutu ikan kering, dengan kenaikan temperature pengurangan kadar
air jadi semakin rendah. Ikan asin lebih higroskopis disebabkan pengaruh dari garam, dimana
pengaruh garam lebih memudahkan ikan menyerap air dari udara sekitarnya pada
temperature yang lebih rendah.Perubahan temperatur berpengaruh terhadap perubahan
bentuk interaksi molekul air dalam bahan pangan.Ikatan hidrogen mempermudah
kemungkinan interaksi berantai di antara moeku-molekul air,sehingga membentuk semacam
polimer molekul air. Kecenderungan berpoimerisasi dapat menyebabkan molekul air
teradsorpsi dengan bahan pangan pada bagian yang paling jauh. Perbedaan histerisis di
perlihatkan oleh kadar air seimbang yang dapat diperolah dari proses adsorpsi dan desorpsi
untuk temperatur tertentu.Makin tinggi temperatur, histerisis makin rendah. Histerisis untuk
ikan asin kering terlihat jelas pada Aw 0,60 ke atas. Dengan adanya kenaikan temperatur
akan menyebabkan kadar air seimbang semakin berkurang Pada Aw yang sama, kadar air
seimbang pada proses desorpsi lebih besar dari pada proses adsorpsi(Reo, 2010).
Yuwana et al. (2014), telah mendesain tungku dan penukar panas berbahan bakar
cangkang sawit dapat menghasilkan suhu ruang pengering antara 40 – 50o C, dimana
pegeringan ini cocok untuk mengeringkan ikan.Rata-rata temperature pada ruang
pengering dengan bahan bakar 1 kg cangkang sawit adalah 38,9 oC dan rata-rata
temperature dengan menggunakan 2 kg cangkang sawit adalah 45oC. Kemudian
temperatur rata-rata pada ruang pengering sebesar 41,5o C dengan menggunakan 2 kg
cangkang sawit dan ditambah 1 kg dengan interval waktu 1 jam dengan durasi 6 jam.
Untuk pengeringan ikan dengan menggunakan tungku dan penukar panas berbahan
cangkang sawit ini sangat ideal digunakan untuk mengeringkan ikan karena suhu pada
ruang pengeringan dan distribusi panas pada setiap rak cukup stabil selama proses
pengeringan.
Proses pengeringan mengakibatkan penguapan air dari ikan yang dikeringkan. Dengan
berkurangnya kandungan air pada ikan menyebabkan penyusutan dan mempengaruhi bobot
ikan. Pengeringan ikan berdampak pada tekstur ikan yang dikeringkan, sehingga tekstur ikan
yang dihasilkan menjadi keras tetapi tidak rapuh. Pengaruh panas selama pengeringan
menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan pada ikan yang dikeringkan sehingga dapat
menurunkan nilai kenampakan ikan kering. Proses pencoklatan ikan disebabkan karena
terjadinya reaksi senyawa amino dan gula pereduksi yang membentuk melanoidin suatu
polimer berwana coklat, serta pengeringan dapat memicu terjadinya reaksi oksidasi lemak dan
ketengikan, sehingga dapat mempengaruhi aroma tambahan pada ikan yang dikeringkan. Dari

306 Jantri Sirait


Pengeringan dan Mutu Ikan Kering
hasil pengeringan ikan nike yang dilakukan selama 9 jam dan 11 jam diperoleh oksidasi lemak
sebesar 0,76% dan hasil uji lanjut ducan menunjukkan lama pengeringan 9 jam dengan 11
jam hasilnya tidak berbeda nyata, sedangkan waktu pengeringan 9 jam dengan 12 jam
hasilnya berbeda nyata (p<0,05) (Tuina et al.,2013).
Menurut Riansyah et al.,(2013),perbedaan suhu pengovenan dan waktu pengovenan
tidak berpengaruh nyata pada lemak ikan asin sepat siam yang dikeringkan, akan tetapi suhu
pengovenan dan perbedaan waktu pengovenan berpengaruh nyata pada kadar air, kadar abu,
kadar protein dan karbohidrat ikan asin sepat siam yang dikeringkan.Untuk uji mutu hedonik
kenampakan dan mutu organoleptik aroma hasil uji sesuai dengan SNI Ikan Teri Asin
Kering.SNI 01-2708-2009 (BSN, 2009).Harianto et al. (2008), melakukan pengeringan
gelatin ikan tuna dan ikan nila dengan pemanasan tingkat suhu naik bertahap pada 1
jam dan 2 jam dengan kenaikan suhu 2-4 0C. Pengeringan gelatin ikan tuna dan ikan nila
terbaik adalah waktu 2 jam dengan suhu RH 25 0C dengan kenaikan suhu diatur 5 0 C (pada
skala tombol putar thermostat) dengan mengalirkan udara terdehumidifikasi pada suhu
250 C dan peningkatan suhu secara bertahap dengan tingkat kenaikan 2 – 40C per jam
hingga tercapai kadar air sekitar 10%.

Mutu Ikan Kering


Proses pengeringan ikan yang dilakukandengan menggunakan pengeringan surya
tertutup mutunya lebih baik dari pada pengeringan secara tradisional. Jenis bahan bakar
sangat mempengaruhi mutu dan karakteristik ikan yang dikeringkan. Bila dibandingkan
penggunaan bahan bakar gas, minyak tanah dan kayu, maka penggunaan bahan bakar
gas lebih efektif dan efisien dari pada menggunakan bahan bakar kayu, hal ini disebabkan
karena energi/panas yang dihasilkan bahan bakar gas lebih tinggi dan temperature suhu
pada ruang pengering mudah terkontrol serta ikan kering yang dhasilkan lebih bersih dan
higenis tidak berjelaga (Savitri, 2018 ; Maulana, 2010). Untuk mengetahui mutu ikan kering
maka dilakukan pengujian kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat,
kenampakan, aroma, rasa dan tekstur.

Kadar Air
Variasi waktu dan suhu yang dilakukan untuk pengeringan ikan sepat siam dan ikan
nike adalah (6 dan 12 jam) pada suhu (50, 60 dan 700C) untuk ikan sepat siam. Kadar air
awal ikan sepat siam segar sebesar 75,4%. Hasil pengeringan menunjukkan waktu dan suhu
yang terbaik untuk mengeringkan ikan sepat siam adalah waktu 12 jam dengan suhu 700C
dan kadar air akhir adalah 39,05%.Untuk mutu dendeng ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
pengeringan dilakukan selama 8 jam dengan suhu (60, 65 dan 700C). kadar air terbaik adalah
pengeringan pada suhu 700C dengan kadar air akhir 10,05%. Kemudian untuk pengeringan
ikan nike dengan waktu (9, 11 dan 12 jam). Dari hasil uji Kadar air ikan nike waktu yang
terbaik untuk pengeringan ikan adalah 12 jam dengan kadar akhir ikan nike sebesar 10,59%
(Riansyah et al.,2013;Ikhsan, 2018 dan Tuina et al.,2013). Pengeringan ikan teri dengan
sistem tray drying (pengering tipe rak) konveksi paksa berbahan bakar batu bara dengan
menggunakan axhaust fan untuk sirkulasi udara panas dengan variasi kecepata axhaust van
adalah (0, 0,8, 1,4 dan 2,8 m/s) dan pengeringan ikan teri dengan sistem rotary. Pengeringan
ikan teri dengan kapasitas 5 kg dengan menggunakan fan dengan kecepatan 2,8 m/s
dibutuhkan waktu 2 jam 45 menit dengan kadar akhir ikan teri adalah 19,57%. Kemudian
dilakukan pengeringan ikan teri seberat 25 kg dengan waktu 12 jam menggunakan fan
berkecepatan 2,8 m/s dan kadar air akhir ikan teri yang dihasilkan adalah 18,46%. Selanjutnya
pengeringan ikan teri dengan sistem rotary dengan kapasitas ikan yang dikeringkan seberat 8
kg dengan waktu 3 jam 30 menit pada temperature rata-rata ruang pengering 66,03oc, dan

JRTI 307
Vol.13 No.2 Desember 2019
kadar air akhir ikan teri kering mencapai 10 – 20% (Setyoko dan Darmanto ,2012; Setyoko
dan Atmanto,2013).
Penelitian mutu ikan tandipang (Dussumieria acuta C.V) dengan lama penyimpanan
suhu kamar pada suhu 70–80oC selama 30 - 45 menit dan waktu pengeringan 20 jam pada
suhu 35 – 450C serta pengujian mutu ikan asin kering, ikan asin kering penambahan bumbu
dan ikan asin kering komersial sebagai uji pembanding. Uji mutu ikan tandipang (Dussumieria
acuta C.V)dilakukan pengeringan selama 20 jam pada suhu 35 - 45oC dengan kadar air akhir
sebesar 15,20 – 15,70%. Penentuan mutu ikan tandipang (Dussumieria acuta C.V) dilakukan
dengan masa penyimpanan selama (0, 20 dan 40 hari). Nilai kadar air ikan kering tandipang
(Dussumieria acuta C.V) dengan waktu penyimpanan sebesar 15,20%, kemudian selama
penyimpanan 20 hari nilai kadar airnya 15,35% dan selama penyimpanan 40 hari nilai kadar
airnya 15,70%. Nilai kadar air awal sebesar 22,98%. Kemudian mutu ikan asin kering, ikan
asin kering penambahan bumbu dan uji pembanding ikan asin komersial. Mutu ikan asin kering
diuji pada (0, 30dan 60 hari). Kadar air terbaik pada penyimpanan 0 hari adalah kadar air ikan
asin kering bumbu dengan kadar akhir sebesar 28,84%, sedangkan masa simpan 30 hari kadar
air yang terbaik adalah kadar air ikan asin kering bumbu sebesar 29,12% dan pada masa
simpan 60 hari kadar air ikan yang terbaik adalah kadar air ikan asin kering bumbu sebar
29,65%. Hal ini disebabkan karena pengaruh bumbu garam yang mencegah ikan asin kering
tidak mudah busuk (Kaparang, 2013 ;Kaimudin, 2014).
Ningrum (2019),mengatakan kadar air ikan asin kering meningkat dan menurun seiring
dengan pemberian konsentrasi garam dan lama penggaraman.Proses pengeringan di ruang
roomdrying dengan suhu 30oc – 55oc selama (3, 6 dan 24 jam) dengan konsentrasi garam
27%, 34% dan 41%. Pada penggaraman 3 jam kadar air terbaik ikan asin kering pada
konsentrasi garam sebesar 41% dengan kadar air akhir adalah 16,83%. Kemudian pada proses
penggaraman selama 6 jam kadar air terbaik adalah pada konsentrasi garam 27% dengan
kadar air akhir adalah 22,4% dan pada penggaraman selama 24 jam kadar air terbaik adalah
27,65% dengan konsentrasi garam 41%.

Kadar Abu
Riansyah et al.(2013),melakukan pengujian kadar abu ikan sepat siam. Pengujian
kadar abu diperlukan untuk suatu bahan pangan karena pengujian kadar abu dapat
menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Kadar abu awal ikan sepat siam adalah
2,39%, setelah dilakukan pengeringan selama 6 jam dan 12 jam dengan suhu (50, 60 dan
700C) maka kadar abu ikan sepat siam meningkat, hal ini terjadi karena semakin lamanya
waktu pengeringan semakin tinggi kadar abu. Pada waktu pengeringan selama 6 jam kadar
abu tertinggi adalah pada suhu 70oc sebesar 3,99% dan pada pengeringan selama 12 jam
kadar abu tertinggi pada suhu 70oc sebesar 6,65%.

Kadar Protein
Pengeringan ikan sepat siam dilakukan selama 6 jam dan 12 jam pada suhu (50,60
dan 700C), kemudian dilakukan pengujian kadar protein ikan sepat siam, dimana kadar protein
awal ikan sepat siam adalah 20,39. Setelah dilakukan pengeringan, kadar protein ikan sepat
siam semakin meningkat. Hal ini disebabkan semakin lama waktu pengeringan dan semakin
tinggi suhu pengering maka kadar protein ikan semakin meningkat. Pada pengeringan ikan
sepat siam selama 6 jam dan suhu 700C maka kadar protein tertinggi sebesar 24,12% dan
lama pengeringan 12 jam dan suhu 700C kadar protein tertinggi sebesar 42,41%. Kemudian
kadar proteinikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan waktu pengeringan 8 jam dan suhu
(60, 65, 700C) kadar protein tertinggi pada suhu 700Csebesar 13,44% (Riansyah et al.,2013 ;
Ikhsan, 2018).Ningrum et al.(2019),mengatakan,semakin lamanya waktu penggaraman ikan
dan semakin tinggin konsentrasi garam yang digunakan nilai kadar protein ikan semakin tinggi.

308 Jantri Sirait


Pengeringan dan Mutu Ikan Kering
Protein ikan dengan lama perendaman air garam 3, 6 dan 24 jam dengan konsentrasi garam
27%, 34% dan 41%. Pada perendaman 3 jam kadar protein ikan tertinggi 67,03% pada
konsentrasi garam 41%, kemudian pada perendaman 6 jam dengan konsentrasi garam 41%
kadar protein tertinggi 65,22% dan proses perendaman 24 jam kadar protein tertinggi 61,35%
dengan konsentrasi garam 27%.

Kadar Lemak
Riansyah et al.(2013),sudah melakukan nilai kadar lemak ikan asin sepat siam. Nilai
kadar lemak awal ikan asin sepat siam 1,58%. Setelah dilakukan proses pengeringan selama
6 jam dengan suhu 50oC nilai kadar lemak 1,98%, selanjutnya pada suhu 60oC nilai kadar
lemak sebesar 2,02% dan suhu 70oC nilai kadar lemak sebesar 2,19%.Setelah dilakukan
proses pengeringan selama 12 jam dengan suhu 50oC nilai kadar lemak 6,29%, selanjutnya
pada suhu 60oC nilai kadar lemak sebesar 6,62% dan suhu 70oC nilai kadar lemak sebesar
10,28%. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu pengeringan dan semakin tingginya
suhu pengeringan akan semakin menyebabkan peningkatan kadar lemak dan berbanding
terbalik dengan nilai kadar air.Ikhsan (2018),mengatakan kadar lemak dendeng ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu pengeringan 60oC
yaitu 47,44%, kemudian pada suhu 65oc sebesar 39,54% dan pada perlakuan suhu
pengeringan 70oC yaitu sebesar 48,94% dengan waktu pengeringan 8 jam.

Kadar Karbohidrat
Riansyah et al.(2013),melakukan pengujian nilai kadar karbohidrat ikan asin sepat
siam. Nilai kadar karbohidrat ikan asin sepat siam segar yaitu 0,23%. Setelah dilakukan proses
pengeringan selama 6 jam menujukkan nilai kadar karbohidrat pada suhu 50oC nilai kadar
karbohidrat sebesar 0,37%, kemudian pada suhu 60oC nilai kadar karbohidrat sebesar 0,88%
dan suhu 70oC nilai kadar karbohidrat sebesar 0,99%.kemudian dilakukan proses pengeringan
selama 12 jam menujukkan nilai kadar karbohidrat pada suhu 50oC nilai kadar karbohidrat
sebesar 044%, kemudian pada suhu 60oC nilai kadar karbohidrat sebesar 1,39% dan suhu
70oC nilai kadar karbohidrat sebesar 1,62%. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan nilai kadar
karbohidrat ini terus berlangsung dengan semakin lamanya waktu pegeringan yang
digunakan.

Kenampakan
Berdasarkan uji mutu hedonik nilai kenampakan ikan asin sepat siam pada pengeringan
6 jam dengan suhu 50oCyaitu 6,28, kemudian pada suhu 60oC sebesar 6,92 dan pada suhu
70oC sebesar 7,28. Sedangkan untuk pengeringan 12 jam nilai kenampakan ikan sepat siam
pada suhu 50oC sebesar 7,01 kemudian pada suhu 60oC sebesar 6,8 dan pada suhu 70oC
sebesar 7,8. kriteria uji mutu hedonic nilai kenampakan ikan asin sepat siam adalah SNI-01-
2721-1992(Riansyah et al., 2013 ; BSN, 1992).Tumbelaka et al.(2013),telah melakukan
penelitian pengeruh konsentrasi garam dan lama penggaraman terhadap nilai hedonik ikan
bandeng (Chanos chanos) ikan kering, dimana konsentrasi penggunaan garam adalah 15%,
25%, dan 35% dan lama penggaraman adalah 5 jam, 7 jam dan 9 jam. Dari perhitungan
Kruskal-Wallis uji hedonic untuk nilai kenampakan menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi
dan lama penggaraman tidak memberikan perbedaan nyata (P<0.05).Hasil penelitian
menunjukkan bahwa produk terbaik untuk pengolahan ikan bandeng asin kering yaitu
perlakuan konsentrasi garam 15 % dan lama penggaraman 7 jam.Kenampakan ikan bandeng
asin terlihat sama untuk semua perlakuan dan tidak terdapat kerusakan fisik serta tidak adanya
perubahan warna yang berarti.
Towadi et al. (2013), megatakan,pengaruh lama pengasapan yang berbeda
berpengaruh terhadap mutu organoleptik dan kadar air pada ikan tongkol (Euthynnus

JRTI 309
Vol.13 No.2 Desember 2019
affinis ) Asap. Dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan pengasapan 2 jam nilai
rata-rata6,40 kenampakan (utuh, bersih, warna coklat dan kusam), kemudian pengasapan
selama 3 jam nilai rata-ratanya sebesar 6,27 (utuh, bersih, warna coklat dan kusam),
selanjutnya pengasapan selama 3,5 jam nilai rata-rata sebesar 7,53 (utuh, bersih, warna
coklat, mengkilat spesifik jenis) dan pengasapan selama 4 jam nilai rata-ratanya 6,60 (utuh,
bersih, warna coklat, mengkilat spesifik jenis).

Aroma
Riansyah et al.(2013),telah melakukan uji mutu hedonik nilai aroma ikan asin sepat
siam. Berdasarkan uji mutu hedonik nilai aroma ikan asin sepat siam pada pengeringan 6 jam
dengan suhu 50oCyaitu 4,48, kemudian pada suhu 60oC sebesar 5,16 dan pada suhu 70oC
sebesar 6,8. Sedangkan untuk pengeringan 12 jam nilai kenampakan ikan sepat siam pada
suhu 50oC sebesar 6,48 kemudian pada suhu 60oC sebesar 6 dan pada suhu 70oC sebesar
7,08. kriteria uji mutu hedonic ikan asin sepat siam adalah SNI-01-2721-1992(BSN,
1992).Tuina et al.(2013),telah melakukan uji mutu hedonic ikan nike. Hasil uji mutu hedonik
aroma dengan lama pengeringan 9 jam nilai rata – rata mutu aroma 6,78, kemudian lama
pengeringan 11 jam nilai rata-rata mutu aroma 6,82 dan pada lama pengeringan 12 jam nilai
mutu aroma 7,18.
Ikhsan et al.(2018),mengatakan hasil uji hedonic aroma dendeng ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) dari 25 panelis tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur pada perlakuan
dengan suhu pengeringan 60oC yaitu sebesar 3,36, kemudian pada suhu 65oC sebesar 3,75
dan pada perlakuan suhu pengeringan 70oC yaitu sebesar 3,76 dengan waktu pengeringan 8
jam.Towadi et al.(2013),megatakan,pengaruh lama pengasapan yang berbeda berpengaruh
terhadap mutu aroma pada ikan tongkol (Euthynnus affinis ) Asap. Dari hasil uji menunjukkan
perlakuan pengasapan 2 jam nilai rata-ratanya 6,80 aroma (netral, sedikit bau tambahan),
kemudian pengasapan selama 3 jam nilai rata-rata 6,67 (netral, sedikit bau tambahan),
selanjutnya pengasapan selama 3,5 jam nilai rata-rata 7,73 (kurang harum, asap cukup, tanpa
bau tambahan) dan pengasapan selama 4 jam nilai rata-rata 6,27 (netral, sedikit bau
tambahan).

Rasa
Riansyah (2013),sudah melakukan uji mutu hedonik nilai rasa ikan asin sepat siam.
Berdasarkan uji mutu hedonik nilai rasa ikan asin sepat siam pada pengeringan 6 jam dengan
suhu 50oCyaitu 4,84, kemudian pada suhu 60oCdengan nilai 6 dan pada suhu 70oCnilai 6,8.
Sedangkan untuk pengeringan 12 jam nilai kenampakan ikan sepat siam pada suhu 50oC
sebesar 4,65 kemudian pada suhu 60oCnilai 6,36 dan pada suhu 70oCnilai 7,08. kriteria uji
mutu hedonic ikan asin sepat siam adalah SNI-01-2721-1992(BSN, 1992).Ikhsan et
al.(2018),mengatakan hasil uji hedonic rasa dendeng ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dari
25 panelis tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur pada perlakuan dengan suhu
pengeringan 60oC yaitu nilai ujinya 3,25, kemudian pada suhu 65oCnilai ujinya 3,80 dan pada
perlakuan suhu pengeringan 70oC yaitu sebesar 3,68 dengan waktu pengeringan 8 jam.Towadi
et al.(2013),megatakanpengaruh lama pengasapan yang berbeda berpengaruh terhadap
mutu rasa pada ikan tongkol (Euthynnus affinis ) Asap. Hasil uji menunjukkan perlakuan
pengasapan 2 jam nilai rata-rata 6,53rasa (tidak enak, kurang gurih), kemudian pengasapan
selama 3 jam nilai rata-rata 6,80 (tidak enak, kurang gurih), selanjutnya pengasapan selama
3,5 jam nilai rata-rata8,00 (enak, gurih) dan pengasapan selama 4 jam nilai rata-rata 6,87
(tidak enak, kurang gurih).

Tekstur
Tuina et al. (2013), telah melakukan uji mutu hedonik tekstur ikan nike. Hasil uji mutu

310 Jantri Sirait


Pengeringan dan Mutu Ikan Kering
hedonik tekstur lama pengeringan 9 jam nilai teksturnya 6,2, kemudian lama pengeringan 11
jam nilai teksturnya 6,74 dan pada pengeringan 12 jam nilai tekturnya 7,33.Ikhsan et
al.(2018),mengatakan hasil uji hedonic tekstur dendeng ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
dari 25 panelis tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur pada perlakuan dengan suhu
pengeringan 60oC nilai teksturnya 3,36, kemudian pada suhu 65oCnilai teksturnya 3,77 dan
pada perlakuan suhu pengeringan 70oC nilai teksturnya 3,76 dengan waktu pengeringan 8
jam.Towadi et al.(2013), megatakanpengaruh lama pengasapan yang berbeda berpengaruh
terhadap mutu hedonic tekstur ikan tongkol (Euthynnus affinis ) Asap. Perlakuan pengasapan
2 jam nilai rata-rata 6,40 kenampakan (kurang kering, antar jaringan longgar), kemudian
pengasapan selama 3 jam nilai rata-rata 6,33 (kurang kering, antar jaringan longgar),
selanjutnya pengasapan selama 3,5 jam nilai rata-rata 7,53 (padat, kompak, cukup kering,
antar jaringan erat) dan pengasapan selama 4 jam nilai rata-rata 6,60 (padat, kompak, cukup
kering, antar jaringan erat).Agus dan Malik (2018), tekstur ikan teri kering dapat dinilai dari
kepadatan,kekerasan, kekompakan, kelembutan, dan lembek atau tidaknya daging. Dari
Hasilsidik ragam memperlihatkan bahwa kadar garam dan lama penyimpanan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap tekstur ikan teri kering.Proses penguraian jaringan oleh
enzim serta aktivitas bakteri dapat menurunkan nilai organoleptik ikan teri kering, yang dapat
menyebabkan daging menjadi rusak, kehilangan teksturnya dan hancur dalam bentuk serbuk.
Kerusakan daging secara fisik disebabkan oleh komponen-komponen penyusun jaringan
pengikat dan benang-benang daging telah rusak sebagai akibat dari perubahan biokimiawi
dan kerja mikroba terutama bakteri. Kerusakan komponen-komponen daging, terutama
protein, dapat menyebabkan terlepasnya ikatan-ikatan air sehingga daging akan kehilangan
kemampuan untuk menahan air.
KESIMPULAN
Proses pengeringan ikan dengan variasi waktu dan suhu ruang pengering serta jenis
bahan bakar yang digunakan sangat berpengaruh terhadap mutu ikan kering.Pengeringan
dengan sistem tertutp mutunya lebih baik dari pada pengeringan secara tradisional atau
terbuka dari segi higienis. Waktu pengeringan yang ideal adalah 12 jam dengan suhu rata-
rata 700C dan jenis bahan bakar yang digunakan adalah gas karena energi/panas yang
dihasilkan bahan bakar gas lebih tinggi dan temperatur suhu pada ruang pengering
mudah terkontrol serta ikan kering yang dhasilkan lebih bersih tidak berjelaga.

DAFTAR PUSTAKA
Agus, A. dan Malik, F.R,2018, Pengujian Mutu Ikan Teri Kering (Stolephorus SPP) Dengan
Penggunakan Konsentrasi Garam yang Berbeda. Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan, 1(2),
30–46.
Aryadillah, A. dan Mursadin, A.,2016, Analisis perbandingan kinerja sistem distribusi panas
pada variasi ruang mesin pengering ikan. Sjme KINEMATIKA, 1(1), 27–36.
Basmal, J. S. B. B.dan Utomo, B.S.B.,2013,Kinerja Alat Pengering Mekanis Tipe Vertikal untuk
Ikan Petek Leiognathus sp.Jurnal Pascapanen Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan,
8(1), 35. https://doi.org/10.15578/jpbkp.v8i1.51
BSN.,1992, Badan Standardisasi Nasional, 1992, Cara Uji Ikan Asin Kering. SNI 01-2721- 1992.
Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Badan Standardisasi Nasional, (Id), 2721.
BSN.,2009, Badan Standarisasi (BSN), 2009, SNI Ikan Teri Asin Kering (SNI 01-2708-2009).
Badan Standarisasi Nasional.Jakarta. Badan Standardisasi Nasional, 2708.
Firdaus, A., 2017, Perancangan Dan Analisa Alat Pengering Ikan Dengan Memanfaatkan
Energi BriketBatubara.Jurnal Teknik Mesin, 5(4), 129–136. https://doi.org/10.22441/
jtm.v5i4. 1216
Harianto., Peranginangin, R dan Tazwir.,2008, Studi Teknik Pengeringan Gelatin Ikan Dengan
Alat Pengering Kabinet. Jurnal Pascapanen Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan,

JRTI 311
Vol.13 No.2 Desember 2019
3(1), 89–96.
Hatta, M., Syuhada, A dan Fuadi, Z.,2019, Sistim pengeringan ikan dengan metode hybrid.
Jurnal Polimesin, 17(1), 9–18.
Hore, D.,2014,Optimasi Suhu Ruang Alat Pengering Ikan Melalui Penentuan Sudut Ideal
Reflektor Cermin Datar. Jurnal Teknik Mesin, 1(1), 1–7.
Ikhsan, M., Muhsin dan Patang.,2018,Pengaruh Variasi Suhu Pengering Terhadap Mutu
Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian,
2(2), 114. https://doi.org/10.26858/jptp.v2i2.5166
Imbir, E., Onibala, H dan Pongoh, J.,2015,Studi pengeringan ikan layang (Decapterus sp) asin
Dengan Penggunaan Alat Pengering Surya.Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan, 3(1),
13–18.
Kaimudin, M.,2014,Pengaruh Penambahan Bumbu Terhadap Mutu Ikan Asin Kering.Majalah
BIAM, 10(2), 76–82.
Kaparang, R., Harikedua, S.D., dan Suwetja, I.K.,2013,Penentuan Mutu Ikan Tandipang
(dussumieria Acuta C.v.) Asap Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar. Jurnal Media
Teknologi Hasil Perikanan, 1(1), 1–6.
Maulana, M.I.,2010,Penggunaan Energi Bahan Bakar Untuk Pengeringan Ikan Asin /
Keumamah.Jurnal Mekanika, 8(Maret), 178–182.
Ningrum, R., Lahming dan Mustarin, A.,2019,Pengaruh Konsentrasi dan Lama Waktu
Penggaraman Terhadap Mutu Ikan Terbang (Hirundichthys Oxchepalus) Asin
Kering.Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 5(2), 55.
Reo, A.R.,2010,Efek Suhu Terhadap Moisture Sorption Isotherm Dari Ikan Kerapu (Epinephelus
merra) Asin Kering Dan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L) Asap. Jurnal Teknologi
Pertanian, 5, 39–47.
Riansyah, A. Supriadi, A dan Nopianti, R,.2013,Pengaruh Perbedaan Suhu dan Waktu
Pengeringan terhadap Karakteristik Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster pectoralis)
dengan Menggunakan Oven.Jurnal Fishtech, II(1), 53–68.
Savitri, I.K.E. Silaban, B dan Sormin, R.B.D.,2018,Mutu Produk Teri (Stolephorus sp.) Kering
Pulau Buru Dengan Metode Pengering Surya Tertutup.JPHPI, 21(3), 543–548.
Setyoko, B dan Atmanto, I.S.,2013,Modifikasi Mesin Pengering Ikan Dengan Menggunakan
Sistem Rotary. Seminar Nasional Ke 8, (Desember), 56–59.
Setyoko, B dan Darmanto, S.R.,2012,Peningkatan Kualitas Pengeringan Ikan Dengan Sistem
Tray Drying. Prosiding SNST Ke_3, 37–42.
Suriadi, I.G.A.K dan Murti, M.R.,2011,Keseimbangan Energi Termal Dan Efisiensi Transient
Pengering Aliran Alami Memanfaatkan Kombinasi Dua Energi.Jurnal Teknik Industri,
12(1), 34–40.
Suryanti, Riyadi, P.H dan A’in, C.,2017, Performa Ikan “Si Dulang” (Ikan Asin Khas Kedung
Malang Jepara) Pasca Penerapan Rak Pengering Ikan Pehi_Ling. Junal Info, 19(1), 1–12.
Susana, I.G.B dan Santosa, I.G.,2015,Peningkatan Produktivitas Perajin Ikan Teri Dengan
Konversi Energi Biomassa.Jurnal Logic, 15(1), 47–50.
Tahitu, J.M.,2014,Pengaruh Konsentrasi Garam Dan Waktu Perendaman Terhadap Cita Rasa
Ikan Kawalinya ( Selar Leptolepis ) Asin Kering.Biopendix, 1(1), 65–70.
Towadi, K. Harmain, R.M dan Dali, F.A.,2013,Pengaruh Lama Pengasapan Yang Berbeda
Terhadap Mutu Organoleptik dan Kadar Air pada Ikan Tongkol (Euthynnus affinis )
Asap.Jurnal Nike, 1(3), 177–185.
Tuina, F. Naiu, A.S dan Yusuf, N.S.,2013,Penentuan Lama Pengeringan dan Laju Perubahan
Mutu Nike (Awaous melanocephalus) Kering. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan,
1(September), 95–102.
Tumbelaka, R. A. Naiu, A.S dan Dali, F.A.,2013,Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama
Penggaraman terhadap Nilai Hedonik Ikan Bandeng (Chanos chanos) Asin Kering.Jurnal

312 Jantri Sirait


Pengeringan dan Mutu Ikan Kering
Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 1(1), 48–54.
Yunus, M. Danial, M dan Nurlaela.,2009,Pengembangan Paket Teknologi Pengolahan untuk
Menghasilkan Ikan Kering dan Ikan Asap yang Bermutu di Kabupaten Takalar. Jurnal
Chemica, 10(2), 66–76.
Yuwana. Sidebang, B dan Silvia E.,2014,Capaian Temperatur dan Kelemaban Relatif Ruang
Pengering Bangkitan Tungku dan Penukar Panas Pengering Hibrid Berenergi Surya dan
Panas Pembakaran Cangkang Sawit Untuk Pengeringan Ikan.Prosiding Seminar Nasional
BKS PTN Barat, (April 2016), 1266–1273.

JRTI 313
Vol.13 No.2 Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai