Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MESIN DAN PERALATAN INDUSTRI PANGAN II

FREEZING(PEMBEKUAN)

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Mesin dan Peralatan Industri Pangan
II
Teknologi Pangan

Disusun Oleh:
Naupal Hamdani : 173020153
Muhammad Trisnaldi Rosdiawan : 173020179
Bagas Tri Hadiprayitno : 173020194
Mochammad Fauzan S. : 173020195

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami

panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan

inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Mesin dan

Peralatan Industri Pangan II tentang materi Freezing.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan

bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami

tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami

terutama kepada Bapak Ir. Syarif Assalam, M.T. yang telah membimbing kami, orang tua yang

telah mendukung kami dalam pembuatan tugas, dan sumber-sumber yang dijadikan acuan dalam

penyusunan tugas ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari

segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat

sehingga dapat inspirasi terhadap pembaca.

Bandung, 25 Desember 2019


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang tidak asing lagi bagi masyarakat
Indonesia. Bahan makanan ini merupakan sumber protein yang relatif murah, tetapi
beberapa jenis di antaranya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk
diekspor(Murniyati dan Sunarman, 2000).
Untuk mempertahankan kesegaran dan mutu ikan sebaik dan selama mungkin,
maka dilakukanlah pengolahan dan pengawetan ikan. Pengawetan dan pengolahan ikan
bertujuan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan zatzat dan mikroorganisme
yang dapat menimbulkan pembusukan (kemunduran mutu) dan
kerusakan(Moeljanto,1992).
Penerapan teknologi refrigrasi bagi usahan perikanan, terbukti mampu
meningkatkan produksi perikanan. Pendapatan negara dan nelayan sekitar 90% dari nilai
produk perikanan yang diekspor adalah produk yang direfrigrasi (Ilyas, 1993).
Tetapi ikan juga memiliki kelemahan yaitu ikan merupakan bahan pangan yang
mudah busuk (perishable food) dan kesegarannya mulai hilang jika tidak ditangani dengan
cepat. Salah satu penanganannya yaitu dengan memanfaatkan teknik pembekuan ikan.
Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara
membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya
sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es (ketersediaan air menurun),
maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat
mempertahankan mutu bahan pangan. Mutu hasil pembekuan masih mendekati buah segar
walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil pendinginan.
Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih
baik daripada metoda lain, karena pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) dapat
menghambat aktivitas mikroba mencegah terjadinya reaksireaksi kimia dan aktivitas
enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan. Walaupun pembekuan dapat
mereduksi jumlah mikroba yang sangat nyata tetapi tidak dapat mensterilkan makanan
dari mikroba (Shawyer ,2003) Menurut Tambunan (1999), pembekuan berarti pemindahan
panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat, dan merupakan
salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan untuk penanganan bahan pangan.
Pada proses pembekuan, penurunan suhu akan menurunkan aktifitas mikroorganisma dan
sistem enzim, sehingga mencegah kerusakan bahan pangan. Selain itu, kristalisasi air
akibat pembekuan akan mengurangi kadar air bahan dalam fase cair di dalam bahan
pangan tersebut sehingga menghambat pertumbuhan mikroba atau aktivitas sekunder
enzim.
Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan.
Pada pemukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih
dalam, proses pembekuan berlangsung lambat (Brennan, 1981). Pada awal proses
pembekuan, terjadi fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu
titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada pada keadaan
cair(Holdworth, 1968). Setelah tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap
ini terjadi pembentukan kristal es (Heldman dan Singh, 1981).

1.1 Tujuan
a. Dapat mengidentifikasi alat pendinginan yang freezing dan menggunakannya
dengan tepat sesuai pengaturan suhu cooler.
b. Mengetahui mekanisme pengawetan pangan produk ikan dengan memanfaatkan
aplikasi pembekuan. Memahami faktor yang mempengaruhi efektivitas
pembekuan dan mengetahui peralatan untuk penyimpanan produk ikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembekuan
Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara
membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan
membekunya sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es (ketersediaan
air menurun), maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan
sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan. Mutu hasil pembekuan masih
mendekati buah segar walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil
pendinginan.
Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih
baik daripada metoda lain, karena pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) dapat
menghambat aktivitas mikroba mencegah terjadinya reaksireaksi kimia dan aktivitas
enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan.Walaupun pembekuan dapat
mereduksi jumlah mikroba yang sangat nyata tetapi tidak dapat mensterilkan makanan
dari mikroba (Shawyer, 2003)
Menurut Tambunan (1999), pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan
yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat, dan merupakan salah satu proses
pengawetan yang umum dilakukan untuk penanganan bahan pangan. Pada proses
pembekuan, penurunan suhu akan menurunkan aktifitas mikroorganisma dan sistem
enzim, sehingga mencegah kerusakan bahan pangan. Selain itu, kristalisasi air akibat
pembekuan akan mengurangi kadar air bahan dalam fase cair di dalam bahan pangan
tersebut sehingga menghambat pertumbuhan mikroba atau aktivitas sekunder enzim.
Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan.
Pada pemukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih
dalam, proses pembekuan berlangsung lambat (Brennan, 1981).
Pada awal proses pembekuan, terjadi fase precoolingdimana suhu bahan
diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan
berada pada keadaan cair (Holdworth, 1968). Setelah tahap precooling terjadi tahap
perubahan fase, pada tahap ini terjadi pembentukan kristal es (Heldman dan Singh,1981).
2.2 Proses Pembekuan Ikan
Ikan sebagian besar terdiri dari air yaitu sekitar 80%. Selama proses pembekuan
bagian terbesar (air) itu berubah dari fase cair menjadi fase padat atau es. Proses
pembekuan berarti pengenyahan panas dari ikan agar suhu ikan menurun melalui 00C
dan terus menurun melalui -200C, -300C dan boleh sampai -400C atau -500C
(Moeljanto, 1982).
Sedangkan menurut Adawyah (2007) menyatakan bahwa tubuh ikan mengandung
air sekitar 60%-80% yang terdiri atas cairan yang terdapat di dalam sel, jaringan, dan
ruangan-ruangan antar sel. Cairan itu berupa larutan koloid encer yang mengandung
berbagai macam garam (terutama kalium fosfat dasar) dan protein. Sebagian besar dari
cairan itu (±67%) berupa free water dan selebihnya (±5%) berupa bound water. Bound
watermerupaka air yang terikat kuat secara kimia dengan substansi lain dari tubuh ikan.
Ikan mulai membeku pada suhu antara -0,60C sampai -20C, atau rata-rata pada -10C.
Yang mula-mula membeku adalah free water, disusul oleh bound water. Pembekuan
dimulai dari bagian luar dan bagian tengah membeku paling akhir. Tapi sangat sulit
sekali membekukan keseluruhan cairan yang terdapat pada ikan, karena air terikat (bound
water) sangat sulit dibekukan dan memiliki titik beku yang sangat rendah, serta sulit
tercapai dalam kondisi komersial. Pada umumnya, jika pembekuan sudah mencapai -
120C hingga -300C dianggap telah cukup.
Ditambahkan pula oleh Murniyati dan Sunarman (2000) yang menyatakan bahwa
berbeda dengan ikan segar, ikan beku sangat getas (mudah pecah), dan oleh sebab itu
ikan beku harus ditangani dengan hati-hati

2.3 Metode Pembekuan


1. Metode yang umum digunakan adalah :
a) Penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau gas lain dengan suhu rendah
kontak langsung dengan makanan, misalnya dengan alat-alat pembeku tiup (blast),
terowongan (tunnel), bangku fluidisasi (fluidised bed), spiral, tali (belt) dan lain-lain.
b) Kontak langsung misalnya alat pembeku lempeng (plate freezer), di mana
makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam (lempengan,
silindris) yang telah didinginkan dengan mensirkulasi cairan pendingin (alat pembeku
berlempeng banyak).
c) Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin, atau
menyemprotkan cairan pendingin di atas makanannya (misalnya nitrogen cair dan freon,
larutan gula atau garam).
2. Metoda pembekuan yang dipilih untuk setiap produk tergantung pada :
a) Mutu produk dan tingkat pembekuan yang didinginkan .
b) Tipe dan bentuk produk , pengemasan , dan lain-lain.
c) Fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan.
d) Biaya pembekuan untuk teknik alternatif.
Nitrogen cair (titik didih –196 o
C) dan bahan pendingin bersuhu rendah
lainnya telah menjadi sangat penting akhir-akhir ini sehubungan dengan perannya
dalam pembekuan makanan secara cepat (rapid freezing), di mana teknik
pembekuan lainnya menghasilkan mutu yang rendah pada produk akhir. Perendaman
langsung ke dalam cairan nitrogen telah diganti dengan system penyemprotan langsung
pada makanan yang telah didinginkan terlebih dahulu oleh uap nitrogen yang
bergerak berlawanan dengan aliran makanan dalam terowongan berisulator yang lurus
atauberbentuk spiral. Walaupun biaya operasi dengan menggunakan nitrogen cair
ini lebih tinggi. Cara ini mengurangi oksidasi permukaan makanan yang tidak
dikemas dan hilangnya air dari bahan pangan tersebut, dan keluwesan cara
ini memungkinkan pembekuan untuk berbagai jenis bahan pangan.

2.4 Penyebab dan Proses Penurunan Mutu Produk perikanan


Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali
dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat diperdagangkan
dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segera
mengalami kemunduran mutu.
Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah
kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan
adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri.
Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh
ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan
tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen.
Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan
bau tengik (rancid).
Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan
komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia.
Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih
disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan.
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks.
Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah
terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga
aktivitas secara bersamaan.
Kemunduran mutu ikan sebetulnya merupakan faktor alami. Pembusukan terjadi
karena pengaruh enzimatis dan bakteri. Enzim pada ikan hidup akan berfungsi sebagai
katalisator proses biokimia pada metabolisme. Namun pada ikan mati, enzim akan
memecah protein dan lemak yang biasa disebut proses autolysis, menyebutkan daging
ikan lunak.
Pada ikan mati, bakteri akan meningkat dan akhirnya akan makan media yang ada
dari hasil proses autolysis. Yang menyebabkan bau busuk karena adanya unsur C02,
H2S, Amoniak, Indol dan unsur lainnya.
Segera setelah dipanen atau ditangkap, bahan pangan akan mengalami
serangkaian proses perombakan yang mengarah ke penurunan mutu. Proses perombakan
yang terjadi pada ikan dan ternak dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pre rigor,
rigor dan post rigor mortis. Pre rigor adalah tahap dimana mutu dan kesegaran bahan
pangan sama seperti ketika masih hidup.
Rigor mortis adalah tahap dimana bahan pangan memiliki kesegaran dan mutu
seperti ketika masih hidup, namun kondisi tubuhnya secara bertahap menjadi kaku. Pada
bahan hewani, seperti ikan dan ternak, perubahan bahan pangan dari kondisi elastis
menjadi kaku terlihat nyata dibandingkan bahan pertanian. Hingga tahap rigor mortis,
ikan dan ternak dapat dikatakan masih segar. Namun memasuki tahap post rigor mortis,
proses pembusukan daging ikan telah dimulai.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi penurunan mutu bahan pangan, yaitu
kerusakan fisik, kimia, dan biologis,

1. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik yang dialami bahan pangan dapat disebabkan oleh perlakuan
fisik, seperti terbanting, tergencet, atau terluka. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya memar, luka, dan adanya benda asing.
2. Kerusakan Kimiawi
Penurunan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi selama
proses pencucian dan pemanasan. Selama berlangsung proses pencucian bahan pangan,
banyak komponen senyawa kimia yang akan larut, seperti beberapa protein, vitamin B
dan C, dan mineral.
3. Kerusakan Biologis
Kerusakan biologis pada bahan pangan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba
patogen dan pembusuk, baik berupa bakteri, virus, jamur, kamir ataupun protozoa.
2.5 ALAT PEMBEKU IKAN
COLD STORAGE
Menurut Sundoro (2013), Ikan yang telah dibekukan perlu disimpan dalam
kondisi yang sesuai untuk mempertahankan kualitasnya. Biasanya ikan beku disimpan
dalam cold storage, yaitu sebuah ruangan penyimpanan yang dingin.Penyimpanan ini
merupakan tahap yang pokok dari cara pengawetan dan pembekuan. Suhu yang biasanya
direkomendasikan untuk cold storage umumnya -300C hingga -600 C, tergantung pada
kebutuhan. Pada suhu ini perubahan dan denaturasi protein dapat diminimalisasikan,
selain itu aktivitas bakteri juga berkurang. walaupun penurunan mutu tetap terjadi tetapi
bisa diminimalisasikan.
Selain perubahan mikrobiologi dan kimia, selama penyimpanan beku terjadi
perubahan secara fisik yaitu pada kristal-kristal es baik bentuk maupun ukuran.
Perubahan ini sering disebut Rekristalisasi (Recristallisation). Terdapat 3 jenis
rekristalisasi yang terjadi pada produk pembekuan selama penyimpanan beku yaitu:

1. Isomass Recristallisation
Terjadi perubahan bentuk permukaan atau struktur internal dari kristal es.
2. Accretive Recristallisation
Dua kristal es yang berdekatan bergabung membentuk kristal es yang lebih besar.
3. Migratory Recristallisation
Terjadinya kenaikan ukuran rata-rata kristal es dan berkurangnya jumlah rata-rata
kristal es karena terbentuknya kristal-kristal es yang lebih besar dari kristal-kristal es
yang lebih kecil. Cold storage dapat mempertahankan mutu ikan selama 1-9 bulan,
tergantung pada keadaan danjenis ikan, cara pembekuan dan cara/kondisi
penyimpanannya. Dengan teknik penanganan yang ideal , ikan dapat disimpan lebih dari
4 tahun dalam cold storage.
Desain yang benar dan penggunaan yang benar dari cold storage dapat
meminimalisasikan kerusakan selama penyimpanan dan memperpanjang masa simpan
produk. Faktor design yang paling penting adalah:
• Suhu rendah
• Keseragaman suhu dalam seluruh ruangan cold storage
• Kestabilan suhu dengan fluktuasi yang minimal
• Distribusi udara yang baik untuk mempertahankan keseragaman suhu
• Sirkulasi udara minimum untuk mencegah dehidrasi
• Minimum ingress udara untuk meminimalkan fluktuasi

Suhu cold storage dikendalikan dengan termostat, alat ini menghentikan pendinginan
jika suhu cold storage telah mencapai derajat tertentu, dan menjalankannya kemali jika
suhu naik kempali sampai derajat tertentu pula. Selisih antara kedua suhu tersebut
biasanya tidak lebih dari 20C.
Tipe –tipe cold storage:
1. Jacketed cold storage ( cold storage berjaket)
Tipe ini merupakan ruang penyimpanan yang ideal, tetapi konstruksinya sangat mahal.
Ruang dalam terisolasi total dari jaket udara. Karena itu lapisan dalam harus dibuat dari
bahan yang tidak dapat ditembus udara. Sambungan-sambungannya harus dibuat kedap
udara. Sistem cold storage ini menjamin bahwa perbedaan suhu didalam ruang penyimpan
cukup kecil. Hal ini dicapai karena aliran dari udara dingin mengelilingi bagian luar dari
ruangan dalam storage. Selain itu, karena pemasukan panas sangat kecil, RH yang tinggi
dapat dipertahankan. Dengan demikian , dehidrasi produk sangat terbatas. Tipe ini tidak
memerlukan kipas didalam ruang penyimpan. Hal ini merupakan faktor lain yang
mendukung dihasilkannya produk yang baik. Tipe ini tidak banyak dipakai karena
kemahalannya dan karena tidak cocok jika beban panas dari produk cukup tinggi.
2. Gridded cold storage(cold storage dengan pipa pendingin polos)
Pada tipe ini, pipa pendingin polos dirangkai menutupi seluruh langit-langit dan di
dinding ruangan cold storage.Tipe ini juga menghasilkan kondisi penyimpanan yang baik
karena suhu dalam ruangan cukup merata tanpa disirkulasikan dengan kipas. Panas yang
masuk melalui dinding segera dikeluarkan tanpa mengganggu produk yang disimpan.
Kecepatan pemindahan panas kepipa hanya sedikit berkurang jika pipa tertutup es sihingga
defrost tidak perlu sering dilakukan. Cold storage jenis ini dapat bekerja berbulan-bulan
tanpa defrosting.
Kelemahan atau kerugian utama dari tipe ini adalah:
1. Ada banyak saluran-saluran pipa yang komplex
2. Memerlukan bahan refrigeran dalam jumlah yang banyak
3. Struktur cold storage harus kuat untuk menahan pipa-pipa dan refrigeran.
4. Memerlukan bejana penampung regfrigeran jika cooler perlu dikosongkan untuk
diperbaiki
3. Finned grid stores (cold storage dengan pipa bersirip)
Tipe ini mirip dengan gridded cold storage tapi pipa yang digunakan adalah pipa bersirip.
Dengan pipa bersirip ini jika dirangkai dilangit-langit saja sudah mencukupi, tanpa
memerlukan rangkaian pipa didinding. Dengan demikian biaya dapat dikurangi, akan tetapi
kelemahannya adalah pipa tidak menutupi dinding sehingga kondisi penyimpanannya tidak
sebaik cold storage dengan pipa polos. Pipa bersirip lebih sulit di-dfrost dan defrost perlu
dilakukan sesering mungkin.
4. Cold storage dengan Unit cooler
Tipe ini paling banyak digunakan karena paling murah pemasangannya; hanya sedikit
memerlukan bahan pendingin; mudah di-defrost dan tidak memerlukan struktur penyangga
yang berat. Kelemahannya adalah beberapa rancangan tidak memungkinkan distribusi udara
yang merata di dalam cold storage sehingga menyebabkan kondisi penyimpanan yang buruk.
Menurut Kaya (2013), alat yang digunakan untuk membekukan ikan disebut freezer.
Freezer atau alat pendingin umumnya bekerja dengan cara menyerap panas dari produk yang
didinginkan, dan memindahkan panas itu ketempat lain dengan perantaraan bahan
pendingin(refrigerant), misalnya amoniak dan freon. Jika bahan pendingin dimasukkan
dalam suatu ruangan tertutup yang diatur titik didihnya (dengan menurunkan tekanannya), ia
akan menguap sambil menyerap panas dari ruangan tersebut, sehingga ruangan itu menjadi
dingin. Didalam freezer proses pendinginan itu dikendalikan dengan peralatan-peralatan
mekanis sehingga pendinginan berjalan dengan efektif dan efisien. Bahan pendingin cair dari
tangki dari tangki penampung dimasukkan ke dalam evaporator melalui katup ekspansi.
Berdasarkan alat yang dipakai, cara pembekuan dibagi menjadi lima golongan, yaitu:
1. Sharp freezer
Cara pembekuannya yaitu dengan meletakkan ikan di atas rak yang terbuat dari pipa-
pipa dingin.
2. Multi-plate freezer ( contact-plate freezer)
Cara pembekuannya yaitu dengan menjepitkan ikan diantara pelat-pelat dingin.
3. Air-blast freezer
Cara pembekuannya yaitu dengan meniupkan udara dingin secara kontinu kea rah
ikan.
4. Immersion freezer
Cara pembekuannya yaitu dengan mencelupkan ikan ke dalam cairan dingin.
5. Spray freezer
Cara pembekuannya yaitu dengan menyemprot ikan dengan cairan dingin.
BAB III
PENGAPLIKASIAN PEMBEKUAN PADA PANGAN
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara
membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan
membekunya sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es (ketersediaan
air menurun), maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan
sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan. Mutu hasil pembekuan masih
mendekati buah segar walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil
pendinginan.
Ikan sebagian besar terdiri dari air yaitu sekitar 80%. Selama proses pembekuan
bagian terbesar (air) itu berubah dari fase cair menjadi fase padat atau es.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi penurunan mutu bahan pangan, yaitu
kerusakan fisik, kimia, dan biologis
1. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik yang dialami bahan pangan dapat disebabkan oleh perlakuan
fisik, seperti terbanting, tergencet, atau terluka. Perlakuan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya memar, luka, dan adanya benda asing.
2. Kerusakan Kimiawi
Penurunan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi
selama proses pencucian dan pemanasan. Selama berlangsung proses pencucian bahan
pangan, banyak komponen senyawa kimia yang akan larut, seperti beberapa protein,
vitamin B dan C, dan mineral.
3. Kerusakan Biologis
Kerusakan biologis pada bahan pangan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba
patogen dan pembusuk, baik berupa bakteri, virus, jamur, kamir ataupun protozoa.
1. Metode yang umum digunakan adalah :
a) Penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau gas lain dengan suhu rendah
kontak langsung dengan makanan, misalnya dengan alat-alat pembeku tiup (blast),
terowongan (tunnel), bangku fluidisasi (fluidised bed), spiral, tali (belt) dan lain-lain.
b) Kontak langsung misalnya alat pembeku lempeng (plate freezer), di mana
makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam (lempengan,
silindris) yang telah didinginkan dengan mensirkulasi cairan pendingin (alat pembeku
berlempeng banyak).
c) Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin, atau
menyemprotkan cairan pendingin di atas makanannya (misalnya nitrogen cair dan freon,
larutan gula atau garam).
2. Metoda pembekuan yang dipilih untuk setiap produk tergantung pada :
a) Mutu produk dan tingkat pembekuan yang didinginkan .
b) Tipe dan bentuk produk , pengemasan , dan lain-lain.
c) Fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan.
d) Biaya pembekuan untuk teknik alternatif.
Berdasarkan alat yang dipakai, cara pembekuan dibagi menjadi lima golongan,
yaitu:
1. Sharp freezer
Cara pembekuannya yaitu dengan meletakkan ikan di atas rak yang terbuat dari pipa-
pipa dingin.
2. Multi-plate freezer ( contact-plate freezer)
Cara pembekuannya yaitu dengan menjepitkan ikan diantara pelat-pelat dingin.
3. Air-blast freezer
Cara pembekuannya yaitu dengan meniupkan udara dingin secara kontinu kea rah
ikan.
4. Immersion freezer
Cara pembekuannya yaitu dengan mencelupkan ikan ke dalam cairan dingin.
5. Spray freezer
Cara pembekuannya yaitu dengan menyemprot ikan dengan cairan dingin.

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.


……………. 2007. Teknologi Referigrasi Hasil Perikanan Jilid II Teknik Pembekuan Ikan. CV.
Paripurna, Jakarta.
Brennan, J.G. 1981. Food Freezing Operations. Applied Science Publishers, Ltd. London
Heldman DR, Singh RP. 1981. Food Process Engineering. 2nd ed. AVI Pub.co,
Wertport.Connecticut.
Holdworth, S.D., 1968. Current aspects of Preseruation by
Freezing. Food Manuf, 43(7):38
Ilyas, S dan Yunizal. 1993. Teknik Refrigerasi Hasil-Hasil Perikanan. Lembaga Teknologi
Perikanan. Jakarta.
Kaya, Ivonne R.G. 2013. Pembekuan Ikan.[Jurnal]
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murniyati, A.S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Shawyer, M. and Pizzali. 2003. The Use of Ice on Small Fishing Vessels. [Jurnal].
Sundoro,Yunias. 2013. Pengawetan ikan dengan metode pembekuan.[Jurnal].
Tambunan A.H. 1999. Pengembangan Metoda Pembekuan Vakum untuk Produk Pangan.
Usulan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai