Anda di halaman 1dari 7

PENGOLAHAN SAYUR DAN BUAH DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNIK THAWING
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Naya Elva Oktavianti (240210239002), M. Yusril Imamsyah (240210239004)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)
7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: nayaelvaoktavianti@gmail.com
Abstrak
Indonesia sebagai negara agraris memiliki ketersediaan bahan pangan hasil
pertanian yang sangat beranekaragam dan melimpah salah satunya adalah komoditi
buah dan sayur. Buah dan sayur memiliki karakteristik mudah rusak (perishable)
sehingga diperlukan penanganan yang tepat agar mutu dan kualitas produk buah
dan sayur dapat dipertahankan. Salah satu penanganan yang umum dilakukan
adalah penyimpanan produk buah dan sayur pada suhu rendah. Namun
penyimpanan buah dan sayur pada suhu rendah tidak membunuh mikroba, karena
pertumbuhan mikroba hanya dihambat sehingga ketika produk disimpan kembali
pada suhu awal (thawing) maka populasi mikrobanya akan kembali tumbuh
sehingga harus dilakukan proses thawing yang tepat. Thawing merupakan suatu
proses pencairan makanan beku sebelum digunakan dalam proses produksi, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat proses thawing yaitu suhu dan lama
wakatu pencairan (thawing) sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat
dikendalikan.
Kata Kunci : Bahan Pangan, Buah, Sayur, Thawing
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara agraris memiliki ketersediaan bahan pangan hasil
pertanian yang sangat beranekaragam dan melimpah hal ini dipengaruhi oleh
kondisi iklim hingga jenis tanahnya yang memiliki potensi besar dalam
menghasilkan berbagai jenis bahan makanan salah satunya adalah komoditi buah
dan sayur. Buah dan sayur merupakan produk pertanian yang termasuk dalam
kelompok hortikultura, memiliki karakteristik mudah rusak (perishable) karena
produk buah dan sayur mempunyai kandungan air yang tinggi, terus melakukan
proses respirasi pasca panen serta adanya enzim dan hormon yang mengkatalis
terjadinya kerusakan pada bahan sehingga diperlukan penanganan yang tepat agar
mutu dan kualitas produk buah dan sayur dapat dipertahankan (Sukma et al., 2018).

1
Mutu buah dan sayur dapat dibedakan atas dua jenis kriteria yaitu mutu
eksternal yang merupakan kriteria mutu yang dapat dianalisis dari luar tanpa harus
dirasa seperti warna, bentuk, bau, aroma dan keutuhan. Kriteria mutu kedua, adalah
mutu internal yaitu meliputi cita rasa, tekstur, komposisi dan kelengkapan zat gizi
yang ada didalamnya (Sukma et al., 2018). Setelah dipanen, produk buah dan sayur
perlu dilakukan penanganan pasca panen yang baik agar umur simpan produk lebih
lama. Salah satu penanganan yang umum dilakukan pada produk sayur dan buah
adalah penyimpanan produk pada suhu rendah.
Penyimpanan dengan suhu rendah merupakan salah satu cara efektif yang
dapat dilakukan untuk memperpanjang umur simpan produk. Suhu penyimpanan
yang sangat rendah menyebabkan tidak tersedianya air dalam bentuk bebas di
dalam produk karena air yang tersedia berubah menjadi kristal es sehingga mikroba
tidak dapat tumbuh di dalam produk pangan yang disimpan pada suhu rendah
dengan hal ini umur simpan produk dapat bertahan lama, daya gunanya dapat
diperpanjang dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutu produk (Blongkod et
al., 2016). Namun penyimpanan buah dan sayur pada suhu rendah tidak membunuh
mikroba, karena pertumbuhan mikroba hanya dihambat sehingga ketika produk
disimpan kembali pada suhu awal (thawing) maka populasi mikrobanya akan
kembali tumbuh dan memperbanyak diri sehingga harus dilakukan proses thawing
yang tepat.
Thawing merupakan suatu proses pencairan makanan beku sebelum
digunakan dalam proses produksi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada
saat proses thawing yaitu suhu dan lama waktu pencairan (thawing). Proses thawing
tidak dapat dilakukan dengan sembarangan karena proses thawing yang kurang
tepat akan berpengaruh pada tekstur, rasa dan kontaminasi mikroorganisme
patogen. Thawing dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pada suhu refrigasi
(5 - 7)°C, suhu air dingin (10 — 15)°C dan menggunakan microwave (BPOM,
2021).

MEKANISME
Komponen terbesar yang terkandung pada bahan pangan adalah air yang
biasanya disimpan di dalam sel-sel yang dindingnya kokoh. Keberadaan air di

2
dalam sel-sel pada bahan pangan inilah yang memberikan penampakan tekstur dan
struktur yang baik pada bahan pangan segar. Penyimpanan bahan pangan segar
seperti buah dan sayur pada suhu rendah/pembekuan akan menyebabkan air
mengembang dan kristal es yang terbentuk akan menyebabkan dinding sel menjadi
rusak. Akibatnya, ketika produk di thawing (dilelehkan kembali), teksturnya akan
menjadi lebih lunak dibandingkan dengan tekstur awal sebelum dibekukan
(Syamsir, 2015).
Thawing dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu memindahkan pangan
beku dari freezer ke chiller atau refrigerator, menggunakan air mengalir dengan
cara menempatkan pangan beku dalam wadah dan dialiri air mengalir, merendam
pangan beku dalam air dengan cara menempatkan pangan beku yang masih dikemas
dengan plastik terendam dalam wadah berisi air dingin dan mengganti air setiap 30
menit dan memanaskan pangan beku dalam microwave namun metode ini baik
digunakan untuk makanan yang akan segera disajikan (BPOM, 2021).
Mekanisme thawing atau proses pencairan dalam industri pangan
melibatkan transfer energi panas dari lingkungan sekitarnya ke bahan pangan yang
beku. Beberapa faktor yang mempengaruhi mekanisme thawing meliputi konduksi,
konveksi, radiasi, dan perpindahan fase (melibatkan perubahan dari fase padat ke
fase cair) (Rao, 1990). Berikut beberapa mekanisme thawing yang umum terjadi:
1. Konduksi
Konduksi adalah transfer panas melalui bahan pangan yang bersentuhan
langsung dengan permukaan yang lebih hangat. Pada saat thawing, panas dari
lingkungan sekitarnya atau media thawing seperti air atau udara diserap oleh
permukaan bahan pangan yang beku. Panas kemudian merambat melalui bahan
pangan secara perlahan-lahan.
2. Konveksi
Konveksi melibatkan pergerakan fluida (cairan atau gas) yang membawa
panas. Jika bahan pangan direndam dalam air (metode water thawing), konveksi
dapat membantu transfer panas dengan lebih efisien karena air yang lebih
hangat akan mengelilingi bahan pangan dan mentransfer panas ke
permukaannya.
3. Radiasi

3
Radiasi adalah transfer panas melalui gelombang elektromagnetik,
termasuk sinar inframerah. Pada proses microwave thawing, radiasi mikro
gelombang digunakan untuk meresapi dan memanaskan bahan pangan secara
internal. Radiasi ini bekerja dengan merangsang gerakan molekul air di dalam
bahan pangan.
4. Perpindahan Fase
Melibatkan perubahan dari fase padat ke fase cair, yang membutuhkan
energi panas tambahan. Selama thawing, es atau bahan pangan yang beku akan
meleleh menjadi air atau bentuk cair lainnya. Energi panas digunakan untuk
memutuskan ikatan antar molekul dalam fase padat, sehingga bahan pangan
dapat berubah menjadi bentuk cair.
Pengaturan suhu, waktu, dan kecepatan thawing adalah faktor kunci dalam
menjaga kualitas dan keamanan pangan. Proses thawing yang terlalu cepat atau
terlalu lambat dapat mempengaruhi struktur, tekstur, dan sifat organoleptik lainnya
dari bahan pangan (Fuller, 2004). Selain itu, kebersihan dan keamanan pangan
selama proses thawing juga harus diutamakan untuk mencegah kontaminasi dan
menjaga kualitas produk.

PENERAPAN THAWING DALAM INDUSTRI PANGAN


Thawing adalah proses untuk mengembalikan suatu bahan pangan yang
beku menjadi suhu yang lebih tinggi, sehingga dapat diproses lebih lanjut atau
dikonsumsi (Sari, 2019). Penerapan thawing dalam industri pangan sangat penting,
terutama jika bahan pangan tersebut disimpan dalam keadaan beku untuk
mempertahankan kualitasnya dan memperpanjang masa simpan (Akhtar, 2013).
Beberapa cara thawing yang umum digunakan di industri pangan meliputi:
1. Refrigeration Thawing
Metode ini melibatkan penggunaan ruang penyimpanan berkontrol suhu,
seperti ruang pendingin atau kulkas, untuk merubah bahan pangan dari suhu
beku menjadi suhu yang lebih tinggi secara perlahan-lahan. Meskipun
membutuhkan waktu lebih lama, refrigeration thawing dapat membantu
mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan (Soeparno. 2011).
2. Water Thawing

4
Air dapat digunakan sebagai media thawing dengan merendam bahan
pangan yang beku dalam air. Proses ini dapat dipercepat dengan menggunakan
air yang mengalir atau air berputar. Water thawing umumnya lebih cepat
daripada refrigeration thawing, tetapi perlu diperhatikan agar air yang
digunakan bersih dan aman.
3. Microwave Thawing
Microwave thawing menggunakan gelombang mikro untuk meresapi dan
memanaskan bahan pangan dari dalam. Proses ini dapat dilakukan dengan
cepat, tetapi perlu diatur dengan hati-hati agar tidak terjadi pemanasan tidak
merata yang dapat merusak kualitas bahan pangan (Yuanita, 2008).
4. Steam Thawing
Uap air juga dapat digunakan untuk melakukan thawing. Proses ini sering
digunakan pada skala industri besar. Steam thawing dapat lebih cepat daripada
beberapa metode thawing lainnya dan membantu mencegah kehilangan
kelembaban pada bahan pangan.
5. Thawing di Suhu Ruang
Beberapa bahan pangan dapat di-thaw pada suhu ruang dengan ditempatkan
pada rak atau area tertentu di dalam ruang yang suhunya diatur.
Pemilihan metode thawing harus disesuaikan dengan jenis bahan pangan
dan kebutuhan produksi. Selain itu, keamanan pangan dan kualitas produk harus
dijaga selama proses thawing. Proses thawing yang tidak tepat dapat menyebabkan
pertumbuhan bakteri dan perubahan kualitas produk, seperti perubahan tekstur dan
kehilangan nutrisi. Oleh karena itu, kontrol suhu dan kebersihan sangat penting
dalam penerapan thawing di industri pangan (Setyaningsih, 2010).

KESIMPULAN
Dalam pengolahan pangan, proses yang penting untuk dilakukan ketika
produk segar berasal dari penyimpanan suhu rendah adalah Thawing. Thawing
merupakan suatu proses pencairan makanan beku sebelum digunakan dalam proses
produksi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat proses thawing yaitu
suhu dan lama waktu pencairan (thawing). Proses thawing tidak dapat dilakukan
dengan sembarangan karena proses thawing yang tidak tepat dapat menyebabkan

5
pertumbuhan bakteri dan perubahan kualitas produk, seperti perubahan tekstur dan
kehilangan nutrisi. Oleh karena itu, kontrol suhu dan kebersihan sangat penting
dalam penerapan thawing di industri pangan (Setyaningsih, 2010). Beberapa cara
thawing yang umum digunakan di industri pangan meliputi Refrigeration Thawing,
Water Thawing, Microwave Thawing, Steam Thawing dan Thawing di Suhu Ruang.

6
DAFTAR PUSTAKA

Advances in Buffalo Research. 3:20-24. Sari, F. S. 2019. Pengaruh perbedaan


metode pencairan (thawing) terhadap kualitas kimia daging abalon (Haliotis
asinina) beku. Jurnal Saintek Perikanan. 14(2): 106-109.
Akhtar, S., M. I. Khan and F. Faiz. 2013. Effect of thawing on frozen meat quality:
a comprehensive review. Journal of Pakistani. Food Sci. 23(4): 198-211.
Blongkod, N. A., Wenur, F., & Longdong, I. A. 2016. Kajian Pengaruh Pra
Pendinginan Dan Suhu Penyimpanan Terhadap Umur Simpan Brokoli. In
Cocos, 7(5), 1–10.
BPOM. 2021. Pedoman Cara Pengolahan dan Penanganan Olahan Beku Yang Baik.
In Badan Pengawas Obat dan Makanan (Issue April).
Fuller BJ. 2004. Cryoprotectants: The Essential Anti Freezes to Protect Life in
the Frozen State. Cryo Letters 25(6): 375-88.
Nindyasari, A., Mahmudiono, T., & Sumarmi, S. 2017. Monitoring Proses
Pengolahan Makanan Moslem Meal Di PT. Aerofood Indonesiam, Tangerang,
Banten. Amerta Nutrition, 1(4), 318.
Rao, A.V.N., G.B. Haranath, and G. Somasekharam. 1990. Effect of Equilibration
and Thawing Rates on Survival and Acrosomal Maintenance of Buffalo
Spermatozoa in Straws. Recent.
Setyaningsih, D., A. Apriyanton dan M. Puspitasasi. 2010. Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. IPB Press, Bogor.
Soeparno. 2011. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sukma, D., Martunis, M., & Irfan, I. 2018. Variasi Kemasan dan Lama
Penyimapanan Terhadap Mutu Sayur Okra (Abelmuschus esculentum). Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 3(4), 801–809.
Syamsir, E. 2015. Mengenal Prinsip Proses Makanan Beku. Kulinologi Indonesia,
April, 4.
Yuanita, L. 2008. Mekanisme interaksi Fe dengan komponen serat pangan pada
kondisi sistim gastrointestinal in vitro. Jurnal Ilmu Dasar. 9(2): 198-203.

Anda mungkin juga menyukai