Anda di halaman 1dari 15

BAB IV.

PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

I. Tujuan Intruksional

1.Mahasiswa mengetahui dan memahami mengenai cara-cara pengolahan hasil pertanian

2.Mahasiswa mengetahui mengenai beberapa alat pengolahan hasil pertanian

A. Cara-cara Pengolahan Hasil Pertanian


Pengolahan Hasil Pertanian dapat dilakukan dengan
1. Proses Pemanasan (proses termal) seperti pengalengan, pasteurisasi, pemasakan, evaporasi
a. Blanching.
Blanching.adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap atau air panas secara
langsung pada suhu kurang dari 100oC selama kurang dari 10 menit.
Tujuan blanching :
Pada proses pengeringan dan pembekuan :
Untuk menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan yang mungkin dapat merubah warna,
tekstur,citarasa,maupun nilai nutrisinya selama penyimpanan.
Blanching memiliki banyak fungsi, salah satu diantarannya adalah merusak aktifitas enzim
dalam sayuran dan beberapa buah terutama yang akan mengalami proses lebih lanjut. Oleh
karena itu blanching tidak dimasukkan kedalam metode pengawetan namun dalam
preparasi (persiapan) bahan baku proses. Blanching sering dikombinasikan dengan
pengupasan dan atau pencucian guna menghemat energi, ruang dan peralatan. Disamping
menginaktifkan enzim, blanching juga bertujuan untuk :

1. Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah bakteri dalam bahan
2. Memperlunak bahan dan mempermudah pengisian bahan ke dalam wadah 
3. Mengeluarkan gas-gas yang terdapat dalam ruang-ruang sel, sehingga mengurangi
terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vacuum yang baik dalam
“headspace” kaleng
4. Memantapkan warna hijau sayur-sayuran 
5. Tekstur bahan menjadi lebih baik

      Cara melakukan blanching adalah, dengan merendam bahan hasil pertanian dalam air
panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus). Mengukus dinamakan juga steam
blancing. Suhu blanching biasanya mencapai 820-930 C selama 3-5 menit, setelah
blanching cukup waktunya kemudian kawat keranjang diangkat dari panic dan cepat-cepat
didinginkan dengan air. Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayut-sayuran hijau karena
bahan akan menjadi kusam.
Gambar 16 . Blanching pada lemon

- b. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari 100oC, akan
tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai beberapa menit
tergantung dari tingginya suhu.
Pasteurisasi umumnya dikombinasikan dengan proses pengawetan lainnya seperti proses
fermentasi atau penyimpanan pada suhu rendah.
- Sterilisasi Komersial : produk yang telah mengalami proses sterilisasi dimana tidak ada
lagi mikroorganisme hidup, akan tetapi mungkin masih terdapat spora bakteri yang
setelah proses sterilisasi bersifat dorman.Sterilisasi Komersial untuk menginaktifkan
spora mikroba pembusuk khususnya yang anaerobik.
-

Gambar 17 . Pasteurisasai pada sayur

c. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses dehidrasi dari bahan baik dari luar maupun keseluruhan
bahan. Media yang digunakan adalah minyak atau lemak sebagai media pindah panas.
Proses pindah panas terjadi dari permukaan penggorengan minyak dan dari minyak yang
panas menuju permukaan produk yang digoreng.
Selama penggorengan air mengalami penguapan dan permukaan produk yang digoreng
menjadi mengeras (terbentuk lapisan keras atau crust), sedangkan tekstur bagian dalam
mengeras
d. Pemasakan
Pemasakan merupakan proses termal yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa
produk.Pemasakan dapat mendestruksi atau menurunkan jumlah mikroba dan
menginaktifkan ensim yang tidak diinginkan. Daya cerna meningkat, perubahan warna
dan citarasa.
Kerugiannya adalah kerusakan zat gisi yang tidak tahan panas
Tujuan utama adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen.

2. Pengolahan Hasil dengan Suhu Rendah/Pembekuan

Teknologi pembekuan makanan adalah teknologi mengawetkan makanan dengan


menurunkan temperaturnya hingga di bawah titik beku air. Hal ini berlawanan dengan
pemrosesan termal, di mana makanan dipaparkan ke temperatur tinggi dan memicu
tegangan termal terhadap makanan, dapat mengakibatkan hilangnya nutrisi, perubahan
rasa, tekstur, dan sebagainya, atau pemrosesan kimia dan fermentasi yang dapat
mengubah sifat fisik dan kimia makanan. Makanan beku umumnya tidak mengalami hal
itu semua; membekukangolahan makanan cenderung menjaga kesegaran makanan.
Makanan beku menjadi favorit konsumen melebihi makanan kaleng atau makanan
kering, terutama di sektor hasil peternakan (daging dan produk susu), , dan sayur-
sayuran.Hampir semua jenis bahan makanan dapat dibekukan (bahan mentah, setengah
jadi, hingga makanan siap konsumsi) dengan tujuan pengawetan. Proses pembekuan
makanan melibatkan pemindahan panas dari produk makanan. Hal ini akan
menyebabkan membekunya kadar air di dalam makanan dan menyebabkan
berkurangnya aktivitas air di dalamnya. Menurunnya temperatur dan menghilangnya
ketersediaan air menjadi penghambat utama pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas
enzim di dalam produk makanan, menyebabkan makanan menjadi lebih awet dan tidak
mudah membusuk. Keunggulan dari teknik pembekuan makanan adalah semua hal
tersebut dapat dicapai dengan mempertahankan kualitas makanan seperti nilai nutrisi,
sifat organoleptik, dan sebagainya.
Teknik pembekuan makanan sudah dikenal sejak lama sekali, sedangkan teknik
pembekuan dengan campuran garam-es diperkenalkan pada tahun 1800an di dua tempat,
yaitu di Inggris dan di Amerika Serikat yang keduanya memanfaatkannya untuk
mendinginkan ikan. Komersialisasi teknik pembekuan makanan baru dimulai di akhir
abad ke 19 ketika alat pendingin mekanis, yang saat ini disebut dengan lemari es,
ditemukan. Dan di pertengahan abad ke 20, makanan beku mulai ikut bersaing dengan
makanan kalengan dan makanan kering

Proses pembekuan

Ketika makanan dipaparkan ke temperatur dingin, produk makanan tersebut akan


kehilangan panas akibat laju pindah panas yang terjadi dari makanan ke medium
bertemperatur rendah di sekitarnya. Permukaan makanan akan mengalami penurunan
temperatur lebih cepat dibandingkan dengan bagian dalamnya.
Jumlah air yang membeku dalam produk makanan tergantung pada temperatur pembekuan;
kandungan campuran zat makanan amat memengaruhi hal tersebut. Umumnya, semakin
cair suatu bahan makanan, jumlah air yang membeku akan semakin banyak. Tetapi, kuning
telur masih menyisakan lebih dari 20 persen air meski sudah didinginkan hingga minus
40oC. Hal ini dikarenakan kandungan protein yang tinggi yang terlarut dalam air.
Kekurangan teknik pembekuan adalah sulitnya membekukan kandungan air yang ada
dalam bahan makanan secara sempurna sehingga masih menyisakan risiko pertumbuhan
mikroorganisme; untuk mengatasinya diperlukan pendinginan lebih jauh lagi untuk
menghentikan aktivitas enzim mikroorganisme dan/atau membekukan lebih banyak air,
namun hal itu tidaklah ekonomis

Perubahan fase dan formasi kristal es

Ketika temperatur produk makanan diturunkan hingga di bawah titik beku air, air
mulai membentuk kristal es. Pembentukan kristal es dapat disebabkan oleh kombinasi
molekul-molekul air yang disebut dengan nukleasi homogenik, atau pembentukan inti di
sekitar partikel tersuspensi yang dikenal dengan nama nukleasi heterogen Nukleasi
homogen terjadi dalam kondisi di mana zat terbebas dari zat pengotor yang pada umumnya
berperan sebagai inti ketika terjadi proses pembekuan. Nukleasi heterogen terjadi ketika
molekul-molekul air bersatu dengan agen nukleasi seperti benda asing, zat tak terlarut, atau
bahkan dinding pembungkus Nukleasi heterogen adalah tipe yang umum terjadi dalam
proses pembekuan makanan.Tipe ketiga dari proses nukleasi, yang disebut dengan
pembentukan inti sekunder, terbentuk ketika kristal-kristal membelah. Tipe kristalisasi ini
memberikan ukuran kristal yang seragam, dan umum terjadi pada proses pembekuan
makanan cair).Umumnya, dalam proses pembekuan makanan, temperatur berkurang mulai
dari temperatur awal di atas titik beku hingga beberapa derajat di bawah titik beku. Dalam
proses ini, temperatur di 0 hingga -5oC disebut zona kritis yang diperlukan oleh makanan
dalam pembentukan kristal-kristal es. Lamanya waktu yang diperlukan bagi makanan
dalam melalui zona kritis ini menentukan jumlah dan ukuran kristal es yang terbentuk.
Proses pembekuan yang cepat akan membentuk sejumlah besar kristal es berukuran kecil,
sedangkan pendinginan dalam waktu yang lambat akan membentuk sejumlah kecil kristal
es berukuran besar. Pembekuan yang lambat memberikan waktu bagi molekul-molekul air
untuk bermigrasi menuju inti yang akan bersatu dengannya untuk membentuk agregat
kristal es sehingga menghasilkan kristal es berukuran besar. Pembentukan kristal es
berukuran besar ini akan memengaruhi struktur makanan dan menyebabkan hilangnya
kualitas makanan. Kristal es yang besar akan menusuk dinding sel produk makanan dan
merusaknya. Kerusakan akan semakin besar dengan semakin lambatnya laju pembekuan).
Solusi terbaik adalah dengan mencegah terjadinya kristalisasi ini dengan risiko
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak makanan karena
temperatur yang masih memungkinkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Solusi dari
masalah tersebut adalah dengan menambahkan protein anti beku yang dapat menurunkan
titik beku air dan mencegah kristalisasi pada temperatur yang sangat rendah (Feeney dan
Yeh, 1998).

Perkiraan waktu pembekuan

Semua produk makanan mengandung berbagai jenis zat terlarut. Sangat sulit untuk
menentukan pada temperatur berapa seluruh air dalam produk makanan akan membeku,
dikarenakan keberadaan zat terlarut dalam makanan menurunkan titik beku.
Laju pendinginan yang memengaruhi waktu pembekuan yang diperlukan produk makanan
kualitas produk makanan dapat didefinisikan oleh selisih antara temperatur awal produk
makanan dan temperatur akhir pembekuan dibagi dengan waktu. (oC/s). Dapat juga
didefinisikan dengan rasio dari selisih antara temperatur permukaan dan temperatur bagian
dalam produk makanan dengan waktu yang dibutuhkan bagi permukaan produk makanan
untuk mencapai temperatur 0oC dan bagian dalam produk makanan untuk mencapai
temperatur -5oC. Perkiraan waktu pembekuan adalah faktor utama dalam melakukan
pembekuan makanan. Waktu pembekuan menentukan kapasitas alat pendingin yang
dibutuhkan dalam melakukan pembekuan. Faktor yang memengaruhi lamanya proses
pembekuan adalah konduktivitas termal, kalor jenis, ketebalan, massa jenis, dan luas
permukaan produk makanan serta selisih temperatur antara produk makanan dengan
medium pendinginan dan resistansi laju pindah panas. Perkiraan waktu pembekuan
semakin sulit dilakukan karena konduktivitas termal, massa jenis, dan kalor jenis produk
makanan bervariasi bergantung pada temperatur awal, ukuran, dan bentuk dari makanan.
Semakin besar ukuran produk makanan, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
pembekuan akan semakin lama. Hal ini dikarenakan meningkatnya kalor laten dan jumlah
kalor yang Alat pembekuanTipe peralatan yang digunakan untuk produk tertentu
ditentukan oleh berbagai faktor. Sensivitas produk, ukuran, dan bentuk produk makanan
serta kualitas akhir yang diperlukan, laju produksi, ketersediaan ruang, kapasitas investasi,
tipe media pendinginan yang digunakan, dan sebagainya. Peralatan pembekuan secara
umum dapat dikelompokan sebagai berikut:

 Memanfaatkan kontak langsung dengan permukaan dingin; produk makanan, baik dalam
keadaan dikemas atau tidak, diekspos secara langsung dengan permukaan dingin, logam,
lempengan, dan sebagainya.
 Memanfaatkan media udara sebagai media pendinginan; udara dalam temperatur yang
sangat dingin digunakan dalam mendinginkan produk makanan. Air blast, spray udara,
fluidized bed juga termasuk dalam metode tersebut.
 Menggunakan cairan sebagai coolant. Dalam hal ini, cairan yang bertemperatur sangat
rendah, titik didih yang rendah, serta memiliki konduktivitas termal yang tinggi digunakan
dalam mendinginkan produk makanan. Cairan disemprotkan ke produk atau produk
direndam ke dalam cairan. Termasuk dalam metode ini adalah cryogenic.

Kontak langsung dengan permukaan dingin

Dalam pembekuan sistem lempengan dingin, lempengan seolah menjadi pembungkus


produk makanan tersebut. Lempengan dapat berupa lempengan ganda atau lempengan
banyak yang didinginkan dengan berbagai cara. Ruang udara di antara lempeng dan
pembungkus dapat menambah resistansi hambatan laju transfer kalor, sehingga ruang
antara lempengan harus diminimalisasi menyesuaikan dengan ukuran produk makanan.
Dan itulah yang menjadi keuntungan dari metode ini; bentuk dan ukuran lempengan dapat
disesuaikan dengan ukuran produk makanan. Keuntungan lainnya adalah, pembekuan dapat
dilakukan dengan cepat dari berbagai sisi produk makanan, karena logam memiliki
konduktivitas termal yang tinggi sehingga transfer panas dapat melaju dengan
cepat.Pembekuan dengan lempengan-lempengan seperti ini cenderung lebih menghemat
ruang karena penyusunan letak makanan yang rapih dan terstruktur.

Pembekuan dengan memanfaatkan media udara

Adalah tipe pembekuan yang umum, yaitu ruang pendingin yang diisi oleh udara yang
didinginkan. Keuntungannya adalah, dengan memanfatkan aliran konveksi, temperatur
dingin dapat disebarkan hingga ke sudut ruangan secara efisien, namun koefisien transfer
panas konvektif udara cenderung kecil sehingga pembekuan perlu dilakukan dalam waktu
yang lebih lama akibat rendahnya laju transfer panas. Semakin besar ruangan, semakin
kecil kalor yang dapat dipindahkan dalam satuan waktu tertentu. Hilangnya berat dari
produk juga dapat terjadi akibat kontak langsung antara produk dan air yang mampu
mengangkat kandungan air dalam produk makanan, terutama jika temperatur dan
kelembaban memungkinkan.
Sirkulasi udara dapat dilakukan secara alami maupun secara mekanis dengan menggunakan
kipas.

Pembekuan dengan menggunakan cairan

Umumnya, produk makanan direndam dalam cairan pendingin yang didinginkan. Cairan
yang digunakan berupa cairan yang memiliki titik didih rendah namun memiliki
kemampuan menyerap panas yang tinggi, misalnya glikol atau cairan lainnya yang disebut
coolant. Makanan cair juga dapat didinginkan dengan cara ini asalkan dikemas terlebih
dahulu sebelum direndam. Umumnya tidak ada kontak langsung antara produk makanan
dengan cairan pendingin, karena berisiko merusak kualitas produk makanan. Penyemprotan
makanan juga termasuk metode ini, dengan menggunakan cairan pendingin yang sejenis.
Makanan dialirkan dengan konveyor, lalu dilakukan penyemprotan. Setelah dilakukan
penyemprotan, umumnya produk makanan dibekukan dengan memanfaatkan media udara
seperti aliran udara dingin. Cara ini menjadikan makanan menjadi beku lebih cepat
dibandingkan tanpa cairan pendingin.
Dengan metode cryogenic, makanan dapat dibekukan dengan cara yang cepat. Makanan
direndam dalam cairan cryogenik yang disebut dengan cryogen. Cryogen yang umum
digunakan misalnya nitrogen cair dan karbon dioksida cair. Nitrogen cair memiliki titik
didih yang sangat rendah, yaitu -196oC, sedangkan karbon dioksida cair memiliki titik didih
-79oC. Cryogen cenderung tidak berbau, tidak berwarna, dan inert sehingga tidak akan
bereaksi dengan bahan makanan padat walau pendinginan dilakukan dalam keadaan tanpa
dikemas dan memengaruhi kualitas makanan kecuali terhadap temperatur dinginnya itu
sendiri. Selain itu, cryogen memiliki laju transfer panas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan cairan pendingin lainnya.
Pada proses pembekuan dengan cryogenic, pendinginan awal perlu dilakukan untuk
mencegah keretakan akibat turunnya temperatur secara drastis karena volum produk
makanan mengalami perubahan volum yang sangat cepat ketika terendam dalam cryogen.
Mempertahankan temperatur sangat mungkin karena cryogen yang menguap memiliki
koefisien transfer kalor konvektif yang sangat tinggi. Modifikasi terbaru dari pendingin
cryogenic adalah pendingin cryomechanical yang menggabungkan metode perendaman
produk dalam cairan cryogen dan metode mekanik yaitu menggunakan konveyor tipe
sprayer, spiral, ataupun belt yang memanfaatkan uap cryogen. Hal ini akan mengurangi
waktu pendinginan, mengurangi hilangnya berat produk makanan, meningkatkan kualitas
produk, dan meningkatkan efisiensi

Pengaruh pembekuan dan penyimpanan beku terhadap makanan


Setiap penambahan maupun pengurangan panas yang dilakukan terhadap makanan
akan membawa beberapa perubahan terhadap makanan tersebut. Pendinginan akan
mengubah air menjadi es, dan sifat makanan akan ditentukan oleh sifat es tersebut.
Pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim ditentukan oleh berkurangnya aktivitas
air dalam makanan beku. Jumlah dan ukuran inti es yang terbentuk cukup memengaruhi
kualitas produk dalam hal tingkat kerusakan dinding sel bakteri dan juga struktur jaringan
produk makanan. Kehilangan berat dan mengeringnya permukaan umumnya kekurangan
kualitas yang tidak diinginkannya. Kondisi penyimpanan dan transportasi, terutama
fluktuasi temperatur akan memengaruhi kristalisasi es dan kualitas produk.

Efek terhadap bahan penyusun makanan

Pendinginan akan mengurangi aktivitas air pada makanan. Mikroorganisme tidak dapat
tumbuh pada kondisi aktivitas air yang rendah dan temperatur di bawah nol. Organisme
patogen tidak bisa tumbuh pada temperatur di bawah 5 oC, namun tipe organisme lainnya
memiliki respon yang berbeda. Sel vegetatif ragi, jamur, dan bakteri gram negatif akan
hancur pada temperatur rendah, namun bakteri gram positif dan spora jamur diketahui tidak
dipengaruhi oleh temperatur rendah. Protein akan mengalami denaturasi dalam temperatur
dingin yang mengakibatkan perubahan penampilan produk, tapi nilai nutrisinya tidak
terjadi walau terjadi denaturasi selama berat tidak berkurang. Pembekuan tidak
memengaruhi kandungan vitamin A, B, D, dan E, namun memengaruhi kandungan vitamin
C.

Efek pembekuan terhadap sifat termal makanan

tidak dibekukan. Selama tahap awal pembekuan, peningkatan konduktivitas termal


berlangsung cepat. Untuk makanan yang kaya kandungan lemaknya, variasi konduktivitas
termal terhadap temperatur dapat diabaikan, namun dalam kasus produk daging, orientasi
serat otot memengaruhi konduktivitas termal Kalor jenis es hanya setengahnya dari kalor
jenis air. Selama masa pendinginan, kalor jenis produk makanan menurun. Pengukuran
kalor jenis cukup rumit karena terdapat perubahan fase berkelanjutan dari air ke es. Kalor
laten dari produk makanan dapat diperkirakan dari fraksi air yang ada pada makanan.
Difusivitas termal dari makanan beku bisa diperkirakan dari massa jenis, kalor jenis, dan
termal konduktivitas. Digabungkan dengan data mengenai konduktivitas termal dan kalor
jenis es terhadap air, dapat diperkirakan bahwa makanan beku memiliki nilai difusivitas
termal 9-10 kali lebih besar dibandingkan dengan makanan yang tidak dibekukan

Gambar 19 . Pengawetan ikan dengan es


3. Pengolahan hasil dengan kimiawi
Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit,
natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses
pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke
dalam makanan yang diawetkan.

a.                   Asam propionat (natrium propionat atau kalsium propionat)


Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Untuk bahan tepung
terigu, dosis maksimum yang digunakan adalah 0,32 % atau 3,2 gram/kg bahan; sedangkan
untuk bahan dari keju, dosis maksimum sebesar 0,3 % atau 3 gram/kg bahan.
b.    Asam Sitrat (citric acid)
Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat keasaman) pada
berbagai pengolahan minum, produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain. Asam sitrat
berfungsi sebagai pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah proses
kristalisasi dalam madu, gula-gula, dan juga untuk mencegah pemucatan berbagai
makanan, misalnya buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat yang encer dapat
digunakan untuk mencegah pembentukan bintik-bintik hitam pada udang. Penggunaan
maksimum dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter sari buah.
c.  Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid)
Benzoat biasa diperdagangkan adalah garam natrium benzoat, dengan ciri ciriberbentuk
serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan pada pemanasan yang
tinggi akan meleleh lalu terbakar.
d.   Bleng
Penambahan bleng selain sebagai pengawet pada pengolahan bahan pangan terutama
kerupuk, juga untuk mengembangkan dan mengenyalkan bahan, serta memberi aroma dan
rasa yang khas. Penggunaannya sebagai pengawet maksimal sebanyak 20 gram per 25 kg
bahan. Bleng dapat dicampur langsung dalam adonan setelah dilarutkan dalam air atau
diendapkan terlebih dahulu kemudian cairannya dicampur dalam adonan.
e.   Garam dapur (natrium klorida)
Garam dapur sebagai penghambat pertumbuhan mikroba, sering digunakan untuk
mengawetkan ikan dan juga bahan-bahan lain. Pengunaannya sebagai pengawet minimal
sebanyak 20 % atau 2 ons/kg bahan.
Garam dapur adalah senyawa kimia Natrium chlorida (NaCl). Garam dapur merupakan
bumbu utama setiap masakan yang berfungsi memberikan rasa asin. Selain meningkatkan
cita rasa garam juga berfungsi sebagai pengawet. Sifat garam dapur adalah higroskopis atau
menyerap air, sehingga adanya garam akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme mati
karena dehidrasi.Garam dapur juga dapat menghambat dan menghentikan reaksi autolisis
yang dapat mematikan bakteri yang ada di dalam bahan pangan.Penggunaan garam sebagai
pengawet biasanya dikenal dengan istilah penggaraman, seperti yang dilakukan pada proses
pembuatan ikan asin, telur asin, atau asinan sayuran dan buah. Cara penggunaanya sangat
sederhana, tinggal menambahkan garam dalam jumlah tinggi ke dalam bahan pangan yang
akan diawetkan.
f.    Gula pasir
Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan menghambat
pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30
gram/kg bahan.
Gula pasir adalah butiran menyerupai kristal yang merupakan hasil pemanasan dan
pengeringan sari tebu atau bit. Anda tentu sudah tahu bentuk gula pasir, yaitu butiran
berwarna putih yang tersusun atas 99.9% sakarosa murni. Selain dijual dalam bentuk
butiran, gula pasir juga dijual dalam bentuk tepung, populer dengan sebutan gula
halus.Gula pasir biasanya ditambahkan ke dalam makanan dan minuman untuk
memberikan rasa manis. Namun selain memberikan rasa, gula pasir juga berfungsi sebagai
pengawet. Sama halnya dengan garam, sifat gula pasir adalah higroskopis atau menyerap
air sehingga sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati.Penggunaan gula sebagai
pengawet, lazim disebut dengan istilah penggulaan. Penggunaanya bisa ditaburkan atau
dicampur dan dilarutkan dengan bahan makanan atau minuman yang akan diawetkan.
Contoh produk yang diawetkan dengan penggulaan adalah manisan, selai, dodol, permen,
sirup dan jeli.
g.                   Cuka
Cuka adalah produk hasil fermentasi dari bakteri acetobacter. Banyak jenis cuka beredar di
pasaran, seperti cuka apel, cuka hitam, cuka aren dan cuka limau. Masing-masing cuka ini
diperoleh dari bahan dasar fermentasi yang berbeda. Adalagi satu jenis cuka yang sering
digunakan untuk memasak yang disebut juga cuka masak. Cuka jenis ini adalah cuka
sintetis/kimiawi dengan rasa asam yang sangat kuat.Biasanya cuka mengandung asam
asetat 98%.Selain memberikan rasa asam pada masakan dan minuman, cuka juga bisa
digunakan sebagai bahan pengawet. Produk yang biasanya diawetkan dengan cuka adalah
acar, kimchi, jelly dan minuman. Penggunaanya disesuaikan dengan jenis produk yang
diawetkan. Selain meningkatkan daya simpan, cuka juga dapat mempertahankan warna
atau mencegah reaksi browning/pencokelatan pada buah dan sayuran. Dengan penambahan
cuka, sayuran dan buah akan lebih bertahan warnanya.

h.   Bawang Putih


Bawang putih (Allium sativum) merupakan bumbu dapur yang sangat populer. Aroma dan
rasanya yang khas, dapat memberikan citarasa lezat dan harum pada masakan. Selain
sebagai bumbu dapur, bawang putih ternyata sangat efektif sebagai pengawet. Hal ini
desebabkan karena bawang putih dapat menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri.
Kandungan allicin di dalam bawang putih sangat efektif mematikan bakteri gram positif
dan gram negatif.Bawang putih juga bersifat antimikroba E.coli, Shigella sonnei,
Staphylococcus sureus dan Aerobacter aerogenes. Manfaat lainya adalah dapat mengurangi
jumlah bakteri aerob, kaliform dan mikroorganisme lainya sehingga bahan makanan yang
ditambahkan bawang putih akan lebih awet. Penggunaannya mudah. Tambahkan bawang
putih ke dalam potongan daging atau ikan dan simpan di dalam freezer. Dengan cara ini
daging atau ikan bisa bertahan 20 hari.
i.   Kepayang/kluwek/keluwek/keluak/kluak atau Picung/Pucung.
Selain sebagai bumbu dan pemberi warna, kluwak (Pangium edule Reinw) juga bisa
digunakan sebagai pengawet. Pohon tanaman ini memiliki tinggi hingga 40 m dengan
diameter batang 2,5 m. Jika melihat uraian diatas, maka dapat dikatakan tanaman ini
tumbuh tersebar luas hampir di seluruh Nusantara. Kepayang mulai berbuah di awal musim
hujan pada umur 15 tahun dengan jumlah 300 biji di setiap pohonnya.Tanaman ini telah
lama digunakan sebagai bahan pengawet ikan. Untuk dapat memanfaatkannya sebagai
pengawet, biji dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini
kemudian dimasukkan ke dalam perut lkan laut yang telah dibersihkan isi perutnya.
Cincangan biji Kepayang memiliki efektivitas sebagai pengawet ikan hingga 6 hari .
Khusus untuk pengangkutan jarak jauh, tanaman ini dicampur garam, dengan perbandingan
1 bagian garam dan 3 bagian biji Kepayang.Pohon picung atau kluwak (jawa) banyak
tersebar di seluruh nusantara. Selain sebagai bumbu masak dapur, biji buah picung juga
bisa dimanfaatkan sebagai pengawet alami ikan segar. Kombinasi 2 % biji buah picung dan
2% garam dari total berat ikan telah mampu mengawetkan ikan kembung segar selama 6
hari tanpa merubah mutu. Normalnya, ikan kembung segar yang disimpan di suhu kamar
tanpa penambahan picung atau es hanya bisa bertahan 6 jam. Lebih dari itu, ikan tersebut
akan busuk dan rusak.
Hasil penelitian R.A Hangesti Emi Widyasari, mahasiswa S2 Program Studi Teknologi
Kelautan Sekolah Pasca Sarjana IPB ini merupakan terobosan dalam mengatasi kesulitan
pemerolehan dan menekan harga es batu. Disamping menghindari penggunaan larutan
formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.Seorang nelayan untuk mempertahankan
mutu ikan hasil tangkapannya membutuhkan es batu minimal 1 : 1 berat ikan segar. Bila
ikan yang ditangkap 50 kg, maka nelayan membutuhkan es batu minimal 50 kg pula.
Namun dengan memanfaatkan cacahan biji buah picung, nelayan hanya membutuhkan 1 kg
cacahan biji buah picung untuk 50 kg ikan segar.
j.   Karagenan
Keragenan adalah bahan alami pembentuk gel yang dapat digunakan untuk mengenyalkan
bakso dan mie basah sebagai bahan alternatif yang aman pengganti borax. Karagenan
dihasilkan dari rumput laut Euchema sp yang telah dibudidayakan di berbagai perairan
Indonesia. Dijelaskannya bahwa setiap 1 kilogram bakso membutuhkan 0,5 – 1,5 gram
karagenan untuk mengenyalkannya. Di pasaran 0,5 – 1,5 gram karagenan dijual dengan
harga Rp750 sampai Rp900. Karagenan dalam industri sering dijadikan bahan campuran
kosmetik, obat-obatan, es krim, susu, kue, roti dan berbagai produk makanan.
k.  Gambir
Tanaman gambir (Uncariae Romulus et Uncus) di Indonesia daun dan getahnya digunakan
untuk bahan kelengkapan untuk menyirih. Tanaman yang termasuk keluarga Rubiaceae ini
juga sering digunakan untuk obat luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, sariawan, dan
sakit kulit, serta bahan penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil.Secara alami para
produsen makanan sering menggunakan tanaman yang daunnya berbentuk bujur sangkar
dengan permukaan licin ini untuk pengawet makanan. Pasalnya, dalam daun ini terdapat
sebuah kandungan katekin yang dapat mengawetkan makanan dari kerusakan akibat
mikroorganisme dan degradasi reaksi oksidasi (penyebab basi).
l.   Kitosan
Kitosan atau chitosan dihasilkan dari chitin dan mempunyai struktur kimia yangsama
dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi.
Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat gugus
asetil (-CH3-CO) pada atom karbon kedua, sedangkan pada kitosan terdapat gugus amina (-
NH). Kitosan dapat dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi yaitu dengan cara
direaksikan dengan menggunakan alkali konsentrasi tinggi dengan waktu yang relatif lama
dan suhu tinggi.Chitosan adalah biopolimer yang mempunyai keunikan yaitu dalam larutan
asam, kitosan memiliki karakteristik kation dan bermuatan positif, sedangkan dalam larutan
alkali, kitosan akan mengendap.
m.  Wortel
Wortel mengandung antioksidan yakni betakaroten yang mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Caranya cukup mudah, wortel diblender, lalu diperas. Senyawa
betakaroten menjadi antioksidan untuk mencegah dan menghambat ketengikan makanan
yang diakibatkan udara dan mikroorganisme.
n.  Lidah Buaya
Daging lidah buaya yang berupa gel bekerja melalui kombinasi dari beberapa mekanisme.
Gel, yang sebagian besar terdiri dari polisakarida, berperan menghalangi kelembaban dan
oksigen yang dapat mempercepat pembusukan makanan. Tetapi gel juga meningkatkan
keamanan pangan. Gel lidah buaya mengandung beragam antibiotik dan anti cendawan
yang berpotensi memperlambat atau menghalangi mikroorganisme yang mengakibatkan
keracunan makanan pada manusia karena makanan yang sudah membusuk.

o.  Kaporit (Calsium hypochlorit atau hypochloris calsiucus atau chlor kalkatau kapur klor)
Merupakan campuran dari calsium hypochlorit, -chlorida da -oksida, berupaserbuk putih
yang sering menggumpal hingga membentuk butiran. Biasanyamengandung 25~70 % chlor
aktif dan baunya sangat khas.Kaporit yang mengandung klor ini digunakan untuk
mensterilkan air minumdan kolam renang, serta mencuci ikan.
p. Natrium Metabisulfit
Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal. Pemakaiannyadalam
pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah prosespencoklatan pada buah
sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getirterutama pada ubi kayu serta untuk
mempertahankan warna agar tetapmenarik.Natrium metabisulfit dapat dilarutkan bersama-
sama bahan atau diasapkan.Prinsip pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke
dalam bahansebelum pengeringan. Pengasapan dilakukan selama + 15 menit.
Maksimumpenggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan. Natrium metabisulfit
yangberlebihan akan hilang sewaktu pengeringan.
q.  Nitrit dan Nitrat
Terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit. Natrium nitritberbentuk butiran
berwarna putih, sedangkan kalium nitrit berwarna putihatau kuning dan kelarutannya tinggi
dalam air.Nitrit dan nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging danikan
dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada danging yang telahdilayukan untuk
mempertahankan warna merah daging.Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1 % atau
1 gram/kg bahan yangdiawetkan. Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg bahan. Apabila lebih
darijumlah tersebut akan menyebabkan keracunan, oleh sebab itu pemakaiannitrit dan nitrat
diatur dalam undang-undang. Untuk mengatasi keracunantersebut maka pemakaian nitrit
biasanya dicampur dengan nitrat dalamjumlah yang sama. Nitrat tersebut akan diubah
menjadi nitrit sedikit demisedikit sehingga jumlah nitrit di dalam daging tidak berlebihan.
r.  Sendawa
Merupakan senyawa organik yang berbentuk kristal putih atau tak berwarna,rasanya asin
dan sejuk. Sendawa mudah larut dalamair dan meleleh padasuhu 377oC. Ada tiga bentuk
sendawa, yaitu kalium nitrat, kalsium nitrat dannatrium nitrat. Sendawa dapat dibuat
dengan mereaksikan kalium khloridadengan asam nitrat atau natrium nitrat. Dalamindustri
biasa digunakan untukmembuat korek api, bahan peledak, pupuk, dan juga untuk pengawet
bahan pangan. Penggunaannya maksimum sebanyak 0,1 % atau 1 gram/kg bahan.
s.  Zat Pewarna
Zat pewarna ditambahkan ke dalam bahan makanan seperti daging,sayuran, buah-buahan
dan lain-lainnya untuk menarik selera dankeinginankonsumen. Bahan pewarna alam yang
sering digunakan adalah kunyit,karamel dan pandan. Dibandingkan dengan pewarna alami,
maka bahanpewarna sintetis mempunyai banyak kelebihan dalam hal
keanekaragamanwarnanya, baik keseragaman maupun kestabilan, serta
penyimpanannyalebih mudah dan tahan lama. Misalnya carbon black yang sering
digunakanuntuk memberikan warna hitam, titanium oksida untuk memutihkan, dan
lainlain.Bahan pewarna alami warnanya jarang yang sesuai dengan yangdinginkan.
Metode pengawetan makanan baik yang alami atau yang buatan akan mempengaruhi
kualitas gizi yang terkandung, terutama vitamin dan mineral – zat gizi yang mudah rusak
jika diawetkan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu, mengkonsumsi bahan pangan
segar adalah cara terbaik untuk mendapatkan asupan nutrisi optimal.
Antimikroba
Bahan makanan yang mempunyai kelembapan yang tinggi memungkinkan
pertumbuhan mikroorganisme yang cepat, sedangkan bila makanan yang memiliki
kelembapan yang rendah dapat menyebabkan kehilangan sejumlah air, dan pada sayuran
dapat mengakibatkan kelayuan. Komposisi atmosfer akan mempengaruhi penyimpanan.
Jika karbondioksida bertambah sebagai komponen atmosfer, lalu kerusakan akan
diperkecil. Maksimal konsentrasi karbondioksida tergantung dari pangan yang disimpan.
Untuk daging konsentrasi yang digunakan 10% sedangkan untuk bahan pangan berupa
sayuran yang lebih baik adalah 5% dan 10% sedangkan untuk telur 2,5% (Gaman dan
Sherrington, 1992).
Zat pengawet yang dipakai dalam industri pengolahan bahan pangan terdiri dari dua
golongan yakni zat pengawet organik dan zat pengawet anorganik. Menurut Winarno
(1992)dalam pengolahan bahan pangan, kebanyakan zat pengawet yang digunakan adalah
zat pengawet organik karena lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam
bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat pengawet golongan ini yang sering
dipakai adalah asam asetat, asam propionat, asam benzoat, dan asam sorbat, termasuk
epoksida.
Sebagai salah satu contohnya adalah asam sorbat yang dapat mencegah
pertumbuhan mikroba dengan mencegah kerja dari suatu enzim dehidrogenase terhadap
asam lemak. Struktur α-diena yang ada pada asam sorbat dapat mencegah dan menghambat
oksidasi asam lemak. Sebaliknya, hewan yang termasuk golongan tingkat tinggi dapat
memetabolisasi asam sorbat seperti asam lemak biasa. Contoh lainnya yaitu asam benzoat
yang penggunaannya sangat luas dan sering pada pengolahan makanan yang asam. Asam
benzoat digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Asam benzoat akan
lebih efektif bekerja bila berada pada pH 2,5 - 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar,
maka sering digunakan dalam bentuk garam Natrium benzoat. Sedangkan pada bahan,
garam benzoat terurai menjadi bentuk yang lebih efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang
tak dapat terdisosisasi.
Pada golongan zat pengawet anorganik, yang masih sering dipakai adalah sulfit,
nitrat dan nitrit. Penggunaan sulfit dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau Kalium sulfit,
bisulfit dan metabisulfit. Dikatakan sebagai pengawet karena bentuknya yang efektif
adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH kurang dari 3.
Molekul yang dimiliki sulfit lebih mudah menembus dinding dari sel mikroba, yang
bereaksi dengan asetaldehida membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh
enzim mikroba, kemudian mereduksi ikatan disulfida enzim kemudian bereaksi dengan
keton hingga akhirnya membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme
pernafasan.
Garam nitrit dan nitrat pada umumnya digunakan dalam proses curing daging
untuk memperoleh warna yang baik dan juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Pada daging , nitrit akan membentuk nitroksida dimana dengan pigmen daging akan
membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah.. Salah satu contoh adadalah
pembuatan picle, caranya
1. Disiapkan mentimun muda yang keras dan baik.
2. Dibersihkan dari kotoran tanpa dicuci, hanya direndam sebentar dalam air untuk
menghilangkan tanah yang melekat pada kulit mentimun. Apabila mentimun dicuci akan
mempengaruhi waktu fermentasi.
3. Mentimun dimasukkan ke dalam toples kaca yang berisi larutan garam dapur 10%
sampai terendam. Tutup toples dengan kain tipis dan biarkan terjadi fermentasi selama 2 –
4 minggu. Setiap minggu garam ditambahkan ¼ - ½ % sampai mencapai 16%.
4. Selama fermentasi kepekatan larutan garam harus diamati dan lapisan putih pada
permukaan harus dibuang. Suhu fermentasi dijaga ± 25 ºC.
5. Setelah fermentasi selesai, mentimun diangkat dan direndam dalam larutan garam 16%
atau dapat langsung dikonsumsi.

Penggunaan zat pengawet antimikroba yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan
tidak sesuai dengan aturan yang telah dianjurkan pemerintah dalam berbagai peraturan-
peraturan tentang pangan akan dapat mengakibatkan timbulnya penyakit kanker dalam
tubuh manusia, lever maupun gangguan pencernaan. Adanya gangguan pernafasan bisa
juga menjadi akibat penggunaan zat antimikroba yang berlebihan. Sangatlah disarankan
agar penggunaannya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dan bila memungkinkan,
penggunaan bahan pengawet kimia sebaiknya seminimal mungkin agar dapat terhindar dari
gangguan-gangguan dalam tubuh .
Susunan makanan bisa jadi tidak seimbang karena komponen penyusun makanan
tersebut sudah rusak. Penyebabnya tentu cukup banyak seperti adanya kontak langsung
bahan pangan dengan peralatan yang cukup keras atau adanya benturan terhadap bahan
pangan saat dipanen, perlakuan penyimpanan yang tidak baik dan tidak memenuhi standar
penyimpanan terhadap bahan pangan tersebut.
Pengawet Buatan yang bebahaya
Menurut penelitian Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan, banyak produk makanan
yang menggunakan pengawet buatan seperti berbagai macam mie basah, ikan asin, tahu
baik di pasar tradisional maupun di pasar swalayan.
a. Asam Salisilat
Zat ini biasanya ditemukan pada buah dan sayur yang berfungsi untuk memperpanjang
masa pengawetan. Asam salisilat tidak akan pudar sekalipun sayur atau buah telah dicuci,
karena telah meresap ke dalam jaringan-jaringan makanan tersebut. Asam salisilat
sebenarnya hanya baik digunakan sebagai obat lotion (tubuh bagian luar). Konsumsi pada
asam salisilat dapat menimbulkan gangguan lambung, pusing, berkeringat, mual, dan
muntah. Efek dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan kekurangan zat besi,
kemerahan dan gatal-gatal pada kulit. Konsumsi dalam jumlah besar mengakibatkan
pendarahan pada lambung.
b. Formalin
Penggunaan formaln sebenarnya bukan untuk makanan, tetapi untuk bahan antiseptik,
germisida, dan pengawet non-makanan. Fungsi sebenarnya daripada formalin adalah
sebagai antibakteri pembunuh kuman, pembersih lantai, kapal, gudang, pakaian, pembasmi
serangga, pengeras lapisan gelatin dan kertas, pembuatan pupuk urea, produk parfum,
pengawet produk kosmetik, pengeras buku, bahan insulasi buku, pencegah korosi untuk
sumur minyak, bahan perekat produk kayu lapis, pengawet pembersih rumah tangga, cairan
pencuci piring, pelembut, pewarna sepatu, shampoo mobil, lilin, karpet, menghilangkan
bakteri pada sisik ikan, pengobatan penyakit ikan, dan pengawetan mayat.
Formalin biasa digunakan para pedagang agar mengawetkan makananannya dalam jangka
waktu yang lebih lama, sehingga jika dagangannya tidak habis hari ini, dapat digunakan
lagi untuk hari berikutnya. Makanan yang biasa dipakaikan formalin antara lain : mie
basah, bakso, tahu, ikan asin, dan sebagainya. Kandungan formalin yang tinggi pada tubuh
dapat menekan fungsi sel dalam tubuh dan menyebabkan kematian sel yang berujung pada
kerusakan organ tubuh. Konsumsi formalin juga dapat mengakibatkan kanker saluran
pencernaan, peningkatan resiko kanker tenggorokan, sinus, dan hidung.
c. Boraks
Selain sebagai pengawet makanan yang berbahaya, borak juga dapat digunakan untuk
pengenyal makanan. Makanan yang biasanya ditambahkan boraks adalah : bakso, lontong,
mie, kerupuk, dan berbagai makanan tradisional. Konsumsi boraks yang berulang kali
dapat mengakibatkan keracunan yang ditandai dengan mual, muntah, diare, menurunnya
suhu tubuh, lemah, sakit kepala, dan dapat menimbulkan shock serta kematian untuk
konsumsi boraks dalam dosis tinggi.
d. Air Terusi
Difungsikan dengan tidak baik oleh produsen sebagai salah satu bahan pengawet makanan.
Dapat ditemukan juga pada bakso yang bercirikan ada kilauan warna biru.

Gambar : Pengawetan makanan dengan Fermentasi


II. Latihan Soal

1. Pengolahan Hasil Pertanian dapat dilakukan dengan Proses Pemanasan (proses termal)
seperti pengalengan, pasteurisasi. Jelaskan cara pengolahan hasil tersebut

1. Sebutkan beberapa Pengaruh beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan

2. Sebutkan bahan tambahan pangan yang digolongkan ke dalam bahan pengawet      


 III. Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Teknologi Fermentasi untuk Meningkatkan  Kualitas Biji
Kakao Indonesia. [Online] http://ditjenbunpertanian.go.id. [Diakses 2 May 2016].

Dwiguna,Adi,2015. http://adidwiguna.blogspot.co.id/2015/02/pasca-panen-hasil-pertanian.html.
Diakses tanggal tanggal 03 Desember 2017.

Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I. 2009. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya.


Bogor.]

Maulz.2014. https://maulzxxx.wordpress.com/2014/10/08/9-manfaat-melakukan-pengolahan-
pasca-panen/. Diakses tanggal tanggal 30 November 2017.

Nuhung, A. I., . 2006 . Membangun Pertanian Masa Depan Suatu Gagasan Pembaharuan.
Semarang. Aneka Ilmu

Reijntjes, C., B. Haverkort, and Waters-Bayer. Pertanian Masa Depan Pengantar untuk
Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar rendah. Terj. Y. Sukoco. Yogyakarta.
Kanisius. 1999.

Rustiadi, E., dan Pranoto. . 2007. Agropolitan. Membangun Ekonomi Perdesaan Bogor. crestpent
Press

Solberg, M. 1978. Food Science. In DN Lapedes (ed) Mc Graw Hill Encyclopedia of Food,
Agriculture and Nutrition. McGraw Hill Book, Co. New Jersy.

Stewart, Robert E. (1979). Seven decades that changed America: a history of the American
Society of Agricultural Engineers, 1907-1977. St. Joseph, Mich.: ASAE.

Anda mungkin juga menyukai