Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi. Penggunaan dalam membekukan makanan sudah sering kali dilakukan oleh masyarakat. Pembekuan bahan pangan bertujuan untuk menghambat proses metabolisme, agar dapat menghindari kerusakan pangan dalam jangka pendek. Proses pengolahan menggunakan suhu rendah masih sedikit yang dikembangkan. Suhu efektif yang umum yang digunakan untuk mengurangi laju metabolism adalah diatas suhu beku dan dibawah suhu 150C, yang berarti pula efektif sebagai pengawetan pada jangka pendek. Hal ini disebabkan suhu renda dapat menghambat aktifitas-aktifitas metabolism dan menhambat pertumbuhan mikroba, mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan berkurangnya kadar air dari bahan pangan. Setiap penurunan suhu 8 0C laju metabolism akan berkurang setengahnya. Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai beberapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun. Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba. Pertumbuhan bakteri di bawah suhu 100C akan semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam bahan pangan membeku seluruhnya, maka tidak ada lagi pembelahan sel bakteri. Pada sebagian bahan pangan air tidak membeku sampai suhu -9,50C atau di bawahnya karena adanya gula, garam, asam dan senyawa terlarut lain yang dapat menurunkan titik beku air. Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa sajakah prinsip pengawetan dengan suhu rendah/ pembekuan ? 2. Apa saja syarat pengawetan dengan suhu rendah/ pembekuan ? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengawetan dengan suhu rendah/ pembekuan ? 4. Apa saja produk-produk hasil pengawetan dengan suhu rendah/ pembekuan ? 5. Bagaimana cara-cara/ metode pengawetan pembekuan lambat, pembekuan cepat, dan pembekuan ultra cepat, serta produk yang dapat di awetkan dengan masing-masing metode tersebut ? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui prinsip pengawetan dengan suhu rendah/ pembekuan. 2. Untuk mengetahui syarat pengawetan dengan suhu rendah/ pembekuan. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengawetan dengan suhu rendah/ pembekuan. 4. Untuk mengetahui produk-produk hasil pengawetan dengan suhu rendah/ pembekuan. 5. Untuk mengetahui bagaimana cara-cara/ metode pengawetan pembekuan lambat, pembekuan cepat, dan pembekuan ultra cepat, serta produk yang dapat di awetkan dengan masing-masing metode tersebut. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengawetan dengan Suhu Rendah/ Pembekuan a) Suhu Suhu yang digunakan untuk mendinginkan setiap bahan makanan berbeda-beda tergantung pada kandungan air pada bahan makanan tersebut. Selain itu, perlu diperhatikan pula suhu penyimpanannya. Penyimpanan selalu menimbulkan penurunan kualitas, pada suhu penyimpanan tinggi, hal ini akan berlangsung lebih cepat daripada suhu yang rendah. Untuk mengurangi penurunan kualitas tersebut maka suhu penyimpanan bahan makanan yang didinginkan sebaiknya dilakukan pada suhu -18°C (0°F). Sedangkan untuk bahan makanan yang mudah rusak serta akan disimpan dalam waktu lama umumnya digunakan kisaran suhu -25°C sampai -30°C. b) Kualitas bahan mentahnya Bahan makanan yang akan diawetkan sebaiknya bahan makanan yang berkualitas tinggi. Bahan makanan yang telah rusak atau cacat mungki sudah terkontaminasi oleh mikroba. Bila mikroba yang ada adalah mikroba psikrofilik, maka mikroba tersebut masih berkembang pada suhu rendah. c) Perlakuan pendahuluan yang tepat Perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pasteurisasi, sterilisasi, pembersihan atau blansing sangat mempengaruhi jumlah mikroba yang terdapat pada bahan yang akan didinginkan atau dibekukan. d) Kelembaban/RH Kelembaban tempat penyimpanan pada suhu rendah besar sekali artinya dalam mencegah dan mengurangi pembusukan yang disebabkan oleh mikroba. Pada umumnya berbagai bahan makanan sebaiknya disimpan pada suhu pendinginan dengan kelembaban antara 80-95%, sayur-sayuran 90-95%, kelapa 70%, dan produk yang berbentuk tepung seperti susu bubuk dan telur di bawah 50%. Kelembaban tidak boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan terjadinya penguapan air dari produk-produknya. Untuk mencegah terjadinya kehilangan air, biasanya produk sebelum didinginkan dikemas dulu dengan plastic atau dilapisi dengan lilin (wax) misalnya untuk keju. e) Aliran udara yang optimum Distribusi udara yang cukup memadai akan menjamin terdapatnya suhu yang merata di seluruh tempat pendingin dan pembeku serta akan mencegah terjadinya pengumpulan uap air setempat. Salman, Mariana Lily. 2014. Dasar Proses Pengolahan Hasil Pertanian dan Perikanan. Jakarta: Myedisi.