Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah
“Pemuliaan Ikan”
Disusun oleh :
Kelompok : 3
Kelas : Peminatan Akuakultur
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia - Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Praktikum
pemuliaan ikan yang berjudul “ Produksi Ikan Lele Transgenik Galur Murni ”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan mata kuliah
pemualiaan ikan pada Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran.
Tim Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
seluruh pihak sangat diharapkan untuk penyusunan laporan selanjutnya. Akhir
kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
BAB Halaman
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Lele ................................................................... 4
2.2 Biologi Ikan lele.......................................................................... 4
2.3 Habitat dan kebiasaan hidup Ikan Lele ....................................... 5
2.4 Jenis Strain Ikann Lele ................................................................ 6
2.5 Lele Mutiara ................................................................................ 6
2.6 Pemijahan.................................................................................... 7
2.7 Ikan Lele Transgenik .................................................................. 8
2.8 Skema Produksi Galur Murni ..................................................... 11
iii
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Induksi Pemijahan Induk G2 ....................................................... 18
4.1.1 Ovaprim ...................................................................................... 18
4.1.2 Chorulon ..................................................................................... 19
4.1.3 Hasil Praktikum .......................................................................... 20
4.2 Pelaksanaan Pemijahan Induk G2 .............................................. 21
4.2.1 Tanggal Pemijahan ..................................................................... 21
4.2.2 Tanki Pemijahan ......................................................................... 21
4.2.3 Seleksi Induk............................................................................... 21
4.2.4 Penimbangan ............................................................................... 22
4.2.5 Penyuntikan ................................................................................ 23
4.3 Check Hasil Pemijahan ............................................................... 25
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 26
5.2 Saran ........................................................................................... 26
LAMPIRAN .......................................................................................... 29
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Transgenesis juga telah berhasil dilakukan pada ikan lele (Clarias sp.) dengan
gen GH ikan nila (tiGH) menggunakan elektroporasi sperma, dengan kondisi
optimal yaitu kuat medan listrik 125 V/ cm, panjang kejutan (pulse length) 30
milidetik, jumlah kejutan (number of pulse) 5 kali serta interval kejutan (pulse
interval) 0,1 detik. Berpedoman dari latar belakang yang telah diuraikan di atas,
konstruksi vektor ekspresi gen GH lele dumbo yang akan ditransfer ke sperma
ikan lele dumbo (mutiara) dan lele lokal dengan teknik SMGT adalah
pTargetCMV-GH lele dumbo (mengandung promoter CMV ke dalam genom
sperma ikan lele dumbo (strain Mutiara). Tujuan utama yang ingin dicapai dalam
penelitian ini diperoleh ikan lele transgenik yang membawa sisipan gen hormon
pertumbuhan ikan lele dumbo sebagai upaya perbaikan sifat pertumbuhan ikan
lele dumbo yang menurun dewasa ini.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan praktikum ini yaitu
Untuk mengetahui proses pemijahan ikan lele
Untuk mengetahui cara penyuntikan hormone untuk ikan lele
Untuk mengetahui keturunan transgenic
Untuk mendapatkan bibit unggul pada ikan lele.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari kegiatan praktikum ini yaitu untuk menambah
pengetahuan kita tentang budidaya ikan lele. Antara lain juga untuk memberikan
informasi pada pembudidaya tentang tata cara pembudidayaan ikan lele yang baik
dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
berupa tulang berbentuk duri yang tajam. Pada beberapa spesies ikan lele, duri-
duri patil ini mengandung racun ringan. Hampir semua species lele hidup di
perairan tawar. Berikut kisaran parameter kualitas air untuk hidup dan
pertumbuhan optimum ikan lele menurut beberapa penelitian dalam Witjaksono
(2009).
dan sehat jika dipelihara dari sumber air yang cukup bersih, seperti sungai, mata
air, saluran irigasi ataupun air sumur (Suyanto 2006).
Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele adalah suhu yang
berkisar antara 20o -30o C, akan tetapi suhu optimalnya adalah 27o C, kandungan
oksigen terlarut > 3 ppm, pH 6,5-8 dan NH3 sebesar 0,05 ppm. Ikan lele
digolongkan ke dalam kelompok omnivora (pemakan segala) dan mempunyai
sifat scavanger yaitu ikan pemakan bangkai. Selain pakan alami, untuk
mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa
pelet. Jumlah paakan yang diberikan sebanyak 3% perhari dari berat total ikan
yang ditebarkan di kolam dengan frekuensi 2-3 kali sehari (Khairuman dan Amri
2002).
dibentuk, ikan lele Mutiara masih memiliki keragaman genetis yang relatif tinggi
dengan tingkat inbreeding yang relatif rendah serta tidak menunjukkan penurunan
keragaman genetis selama proses seleksinya (BPPI 2014).
Ikan lele Mutiara memiliki banyak keunggulan seperti laju pertumbuhan
yang tinggi hingga 40% dibandingkan lele yang saat ini dibudidayakan
pembudidaya. Dengan presentase laju pertumbuhan itu, waktu pemeliharaan dapat
lebih singkat. Bibit ukuran 5-7 cm dapat dipanen dalam waktu 45-50 hari dengan
ukuran panen 6-9 ekor/kg dan keseragaman ukuran mencapai 80%. Keunggulan
lainnya adalah irit dalam penggunaan pakan yang berdampak menekan
pengeluaran biaya pakan. Angka rasio konfersi pakan (FCR) hanya 0,8.
Sedangkan ikan lele jenis lainnya mempunyai nilai FCR antara 1-1,2. Selain itu
ikan lele mutiara lebih tahan terhadap serangan penyakit, ini dibuktikan dengan
direndam ikan lele Mutiara didalam bakteri Aeromonas sp selama 60 jam hanya
30% ikan yang mati, menurut Peneliti dari Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan
(BPPI) Sukamandi.
2.6 Pemijahan
Pemijahan merupakan proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan
sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan perkawinan. Pemijahan
merupakan mata rantai dalam siklus hidup yang menentukan kelestarian
kehidupan suatu spesies ikan. Proses pemijahan akan diikuti dengan proses
pembuahan, embriogenesis, dan dilanjutkan dengan penetasan serta
perkembangan ikan dari larva menuju ikan dewasa. Proses pemijahan pada setiap
jenis ikan mempunyai kebiasaan yang berbeda tergantung pada faktor eksternal
dan faktor internal.
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh ikan dan
mampu mempengaruhi proses pemijahan. Faktor ekternal tersebut meliputi curah
hujan, suhu, tumbuhan atau substrat tempat pemijahan, ikan jantan, kualitas air,
dan lainnya. Pada umumnya, di alam ikan akan memijah pada musim hujan. Hal
ini dikarenakan adanya fluktuasi suhu perairan yang dapat merangsang hormon
dalam tubuh ikan sehingga merangsang ikan untuk memijah. Adapun dalam
8
kegiatan budi daya, ikan dapat memijah kapan saja dengan melakukan manipulasi
lingkungan yang sesuai dengan kondisi saat ikan memijah di alam.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dalam tubuh ikan dan dapat
mempengaruhi proses pemijahan yang terjadi. Faktor internal meliputi
kematangan gonad, ketersediaannya hormon androgen dan astrogen, serta hormon
gonadotropin. Di dalam tubuh ikan, proses pemijahan terjadi dikarenakan adanya
stimulus yang ditangkap oleh panca indra dan diteruskan ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan memproduksi releasing hormon gonadotropin yang
akan merangsang kelenjar hipofisa untuk memproduksi hormon gonadotropin dan
pada akhirnya akan dialirkan darah ke testis dan ovarium kemudian merangsang
gonad untuk membentuk hormon steroid yang menjadi mediator proses
pemijahan.
Dalam budidaya ikan, teknik pemijahan ikan dapat dilakukan dengan tiga
macam cara, yaitu :
1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan
manusia, terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon),
2. Pemijahan secara semi intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad,
tetapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah dikolam.
3. Pemijahan ikan secara intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad
serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping
atau pengurutan (Gusrina 2008).
khusus maupun gen umum dari setiap ikan terdiri dari bahan kimia yaitu DNA
deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic acid). Ekspresi dari gen – gen
tersebut dan sel yang terbentuk menjadi satu paket yang selanjutnya
mempengaruhi pertumbuhan.
Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya
menyatu dengan sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti
kemampuan ikan menemukan dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan
terhadap penyakit dan dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang
luas. Semua hal tersebut akhirnya tercermin pada laju pertumbuhan ikan.
Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan usaha – usaha yang mampu
menghasilkan benih ikan unggul seperti tersebut diatas salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan rekayasa genetik melalui penerapan teknologi transgenik
pada ikan. Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan
rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau
penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro. Tujuan dari
transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan
produksi. Meskipun teknologi transgenik ini memungkinkan untuk diaplikasikan
dalam bidang akuakultur (budidaya perikanan), namun masih perlu dilakukan
penelaahan khusus untuk mengetahui teknologi tersebut.
Transgenesis juga telah berhasil dilakukan pada ikan lele (Clarias sp.) dengan
gen GH ikan nila (tiGH) menggunakan mikroinjeksi DNA kedalam embrio, Gen
GH dari ikan nila (tiGH) yang dikontrol oleh promoter beta-aktin (mBP) dari ikan
medaka dimikroinjeksikan ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase satu sel.
Konsentrasi konstruksi gen pmBP-tiGH yang ditransfer adalah 50 μg/mL
akuabides. Parameter yang diamati meliputi derajat sintasan embrio (DKHe),
derajat penetasan (DP) dan persentase individu ikan lele yang membawa
pmBtiGH. DKHe dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung pada
saat semua telur menetas. Identifikasi ikan yang membawa pmB-tiGH ditentukan
menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Analisis
ekspresi gen menggunakan metode RT- PCR. Hasil penelitian dari 100 embrio
yang diinjeksi menunjukkan bahwa nilai DKHe (97%) dan DP (94%) pada
10
Produksi
Induk jantan dan induk betina dipersiapkan untuk digunakan pada proses
persilangan. Fertilisasi dilakukan secara buatan.
Berdasarkan karakter reproduksi, Pada induk betina, diameter telur
(kisaran 1.39-1.75 mm) sebanding dengan diameter telur yang ditemukan
di habitat alaminya, yaitu 1.0-1.7 mm (Clay 1979).
Keberhasilan tingkat pembuahan dan penetasan telur sangat dipengaruhi
oleh kualitas telur dan sperma (Bobe & Labbe 2010). Selain itu, tingkat
pembuahan yang rendah dapat berkaitan dengan interaksi antara sel
spermatozoa dengan sel telur. Interaksi kedua sel yang menyebabkan
kegagalan pembuahan diantaranya akibat ketidak-sesuaian ukuran sel
spermatozoa dengan lubang mikrofil telur betina atau gagalnya
penggabungan pronukleus jantan dan betina setelah spermatozoa berhasil
memasuki telur (Lyman-Gingerich & Pelegri 2007; Kinsey et al. 2007).
Sedangkan kegagalan penetasan telur dapat diakibatkan oleh temperatur
(Thepot & Jerry 2015), pH (Gao et al. 2011), kandungan oksigen terlarut
(Oyelese 2006), terlalu cepat atau terlalu lambat proses pengeluaran telur
(stripping) setelah waktu ovulasi (Agbebi et al. 2013), atau adanya
substansi yang mengganggu sistem endokrin (Cheek et al. 2001)
Larva umur empat hari dipelihara hingga 28 hari
Sejak pemberian pakan buatan, dilakukan penggantian air media
pemeliharaan sebanyak 100% setiap dua hari.
Pada akhir pemeliharaan, ikan dipanen dan disortasi berdasarkan panjang
tubuh.
skema pemijahan, yaitu satu populasi berperan sebagai jantan atau sebagai
betina (efek resiprok), dapat menghasilkan performa yang berbeda. Efek
resiprok ini mungkin berkaitan dengan pengaruh maternal atau paternal,
penurunan sitoplasmik dan keterkaitan genetik antara gen seks dengan gen
performa (Bentsen et al. 1998; Crespel et al. 2012).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
14
15
Tabel. 2 Persilangan G3
♀/♂ XCgGH YCgGH
XCgGH XCgGH XCgGH XCgGH YCgGH
X X XCgGH X YCgGH
Tabel. 3 Persilangan G4
♀/♂ XCgGH YCgGH
XCgGH XCgGH XCgGH XCgGH YCgGH
XCgGH XCgGH XCgGH XCgGH YCgGH
Ketika XCgGH XCgGH disilangkan dengan XY, maka akan menjadi XCgGHX
XCgGHY XCgGHX XCgGHY. Artinya, ikan yang dihasilkan adalah “All Transgenic”.
Menurut Fujaya (1999), induk ikan yang disuntik dengan hormon hipofisa,
penyuntikkan hormon LH-RH, dan lain – lain dapat menambah atau
meningkatkan konsentrasi hormon gonadotropin dalam darah sehingga mampu
menginduksi perkembangan telur dan pemijahan. Sedangkan induk ikan yang
tidak diberikan dosis ovaprim akan terjadi kelambatan dalam proses pemijahan,
hal ini dikarenakan kandungan gonadotropin dalam tubuh belum cukup untuk
terjadinya ovulasi, dan tidak adanya rangsangan hormonal dari luar yang dapat
meningkatkan kandungan gonadotropin dalam tubuh ikan (Fujaya (1999). Ini
membuktikan bahwa penyuntikkan dosis ovaprim secara intramuscular (didalam
otot) pada induk ikan G2 yang matang gonad dapat merangsang ovulasi. Dengan
perlakuan Betina MT_G2 (1) dengan dosis ovaprim 0, 6 ml/kg berat badan ikan
1,27 kg, maka menunjukkan bahwa perlakuan tersebut merupakan yang
berpotensi untuk merangsang terjadinya ovulasi. Dari uraian diatas dapat
dikemukakan bahwa penggunaan zat perangsang untuk mempersingkat waktu
latensi terhadap ikan induk G2 (betina yang matang gonad sangat bergantung pada
dosis zat perangsang yang digunakan . Kenyataan ini sesuai dengan yang
18
19
dikemukakan oleh Epler (1981) bahwa PGF2α ini sangat berperan dalam kontaksi
selaput folikel, dengan meningkatnya PGF2α didalam darah akan meningkatkan
kontraksi selaput folikel sehingga folikel dalam waktu yang lebih cepat akan
berkontraksi dan terjadilah ovulasi. Ernawati (1990) mengemukakan bahwa
pemberian PGF2α secara tunggal pada ikan induk G2 dapat memperkecil waktu
latensi. Sedangkan Yuhsu dan Goetz (1991) menyatakan bahwa folikel sebelum
ovulasi lebih banyak menghasilkan PGF dari pada folikel sebelum GVBD pada
ikan brook trout (Salvelinus fontinalis), yang berarti bahwa PGF sangat
dibutuhkan pada saat akan terjadinya ovulasi. Nandeesha et al, (1990)
menyimpulkan bahwa kelebihan ovaprim bila dibandingkan dengan ekstrak
hipofisa adalah : memberikan daya ransang pemijahan lebih tinggi, nilai fertilitas
lebih tinggi, diameter telur lebih besar, waktu latensi lebih singkat dan angka
mortalitas lebih rendah. Sedangkan prostaglandin merupakan bagian dari aksi
gonadotropin pada saat ovulasi atau pecahnya folikel dan selanjutnya merangsang
tingkah laku memijah pada ikan betina (Lam 1985). Dari hasil praktikum yang
dilakukan memperlihatkan bahwa pemberian dosis ovaprim pada induk jantan
MT_G2 (1) dengan bobot 0,7 kg, panjang 47 cm di berikan hormone ovaprim
sebanyak 0,3 ml. Untuk betina bahwa pemberian dosis ovaprim pada induk betina
MT_G2 (1) dengan bobot 1,27 kg, panjang 54 cm di berikan hormone ovaprim
sebanyak 0, 6 ml dan untuk induk jantan MT_G2 (2) dengan bobot 1,265 kg,
panjang 57 cm di berikan hormone ovaprim sebanyak 0,5 ml. Untuk betina bahwa
pemberian dosis ovaprim pada induk betina MT_G2 (2) dengan bobot 1,265 kg,
panjang 58 cm di berikan hormone ovaprim sebanyak 0, 6 ml. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pemberian hormon ovaprim dapat mempercepat proses
pemijahan dan menghasilkan pemijahan yang cepat setelah penyuntikkan.
4.1.2 Chorulon
Hormon Chorulon adalah gonadotropin korionik yang dipersiapan beku-
kering (Human Chorionic Gonadotrophin atau HCG) untuk pemberiannya secara
intramuskular setelah dilakukan pengenceran. Ketika dilarutkan dengan pengencer
steril masing-masing 10 mL botol kecil mengandung 10.000 IU chorionic
20
- Air
Air sebagai media hidup ikan merupakan sarana yang vital dalam proses
produksi benih. Oleh karena itu air yang akan digunakan untuk media
pemeliharaan induk, penetasan telur, pemeliharaan benih dan kultur pakan alami
harus memenuhi standart baku mutu air, yaitu bersih, bebas hama dan parasit serta
organisme patogen. Untuk memperoleh standart baku air tersebut dapat dilakukan
melalui proses pengendapan, filtrasi dan perlakuan air baik secara fisik, kimiawi
maupun biologi.
- Sistem Aerasi
Fasilitas utama lain yang juga sangat dibutuhkan dalam kegiatan budidaya
pembenihan ikan lele adalah aerasi. Aerasi berfungsi untuk menambah kadar
oksigen terlarut dalam media pemeliharaan. Sumber aerasi unntuk seluruh
kebutuhan penetasan telur dan pemeliharaan larva bersumber dari high blower.
Blower berfungsi sebagai sumber aerasi, pengatur aerasi untuk mengatur
besar kecilnya udara yang masuk ke dalam air, pipa untuk saluran aliran air dan
udara sebagai aerasi, selang aerasi untuk menghubungkan pengatur aerasi dengan
batu aerasi, batu aerasi sebagai pembentuk gelembung.
meningkatkan mutu agar menghasilkan benih yang berkualitas, sifat – sifat induk
yang telah diseleksi diharapkan dapat mewariskan keturunannya (Sutisna dan
Sutarmanto,2006 ).
Proses awal seleksi induk dimulai dengan memilih induk jantan dan
betina. Induk yang telah tertangkap dilihat alat kelaminnya tanda induk jantan
yang sudah matang gonad dapat dilihat pada lubang kelamin kemerahan dan
gerakan lincah. Induk betina yang sudah matang gonad dapat dilihat pada perut
gendut, gerakan lamban dan lubang kelamin kemerahan. Untuk melihat
kematangan telur digunakan kateter. Pengecekan telur bertujuan untuk
memastikan bahwa telur indukan telah matang gonad dan mengetahui
keseragaman telur.
Menurut Suyanto (1991), tanda – tanda ikan lele yang sudah siap memijah
yaitu pada induk jantan meliputi alat kelamin tampak jelas, meruncing, umur 8
bulan, perutnya tampak ramping, tulang kepala agak mendatar diandingkan
dengan betinannya, jika warna dasarnya badannya hitam (gelap), warna itu
menjadi lebih gelap lagi dari biasanya, sedangkan pada induk betina meliputi alat
kelamin berbentuk bulat dan kemerahan, lubangnya agak membesar, umur 8
bulan, tulang kepala agak cembung, gerakannya lamban, warna badannya lebih
cerah dari biasanya.
4.2.4 Penimbangan
Gambar 2. Penimbangan
4.2.3 Penyuntikan
Dosis ovaprim yang digunakan pada ikan jantan dan betina berbeda. Untuk
induk ikan lele jantan MT_G2 (1) yang pertama dosis adalah 0,3 ml/kg, indukan
ikan lele jantan MT_G2 (2) yang kedua dosisnya adalah 0,5 ml/kg sedangkan
betina MT_G2 (1) yang pertama adalah 0,6 ml/kg, indukan lele betina MT_G2 (2)
yang kedua dosisnya adalah 0,6 ml/kg yang kemudian dicampur dengan chorulon
sebagai pengencer dengan dosis indukan lele jantan (1) 0,2 ml/kg dan dosis untuk
indukan lele (2) adalah 0,4 ml/kg dan untuk indukan betina dosis yang (1) 0,3
ml/kg dan indukan betina (2) dosisnya adalah 0,3 ml/kg. Dosis penyuntikan lebih
banyak untuk induk betina karena tingkat kematangan gonad betina lebih lama
jika dibandingkan dengan jantan dan ukuran tubuh antara jantan dan betina lebih
besar betina.
Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung dengan kemiringan kurang
dari 450 sedalam kurang lebih 1,5 cm. Spuit disuntikkan kearah depan dengan
posisi miring kebelakang pada otot punggung sebelah kiri. Secara perlahan,
disuntikan larutan ovaprim kedalam tubuh ikan lele. Penyuntikan disarankan
mengarah ke bagian depan (arah kepala) ikan, dengan tujuan agar tidak mengenai
organ bagian pencernaan (Santoso, 1997). Setelah ovaprim yang disuntikkan
cukup, spuit ditarik secara perlahan dari tubuh ikan lele. Daerah suntikan ovaprim
diurut agar ovaprim menyebar.
Gambar 4. Penyuntikan
25
Pemijahan dari ikan lele menghasilkan telur yang telah dibuahi. Pada
praktikum yang dilakukan, telur yang sudah dibuahi tidak menetas semuanya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada penebaran telur ikan lele,
diantaranya Penetasan telur sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir untuk
menjamin ketersediaan oksigen terlarut dan penggantian air yang kotor akibat
pembusukan telur yang tidak terbuahi. Peningkatan kandungan oksigen terlarut
dapat pula diupayakan dengan pemberian aerasi (Setya dan Agung, 2012).
Ada Faktor-faktor yang mempengaruhi pemijahan ikan dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu faktor internal dan factor eksternal.
Faktor eksternal meliputi curah hujan, suhu, sinar matahri, tumbuh-tumbuhan dan
sebagainya. Sedangkan factor internal adalah kematangan gonad, ketersediaan
hormone kelamin dan hormone gonadotrofin. Faktor lingkungan merupakan
stimuli (rangsangan) yang ditangkap oleh alat indera seperti kulit, mata dan alat-
alat alfactory (Suyanto, 2008). Faktor -faktor di atas jika tidak diperhatikan akan
menyebabkan kegagalan pada pemijahan ikan lele.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Sebaiknya praktikum dilakukan pada jam yang kosong, sehingga praktikan
dapat lebih memahami dan menguasai teori dan praktek disaat praktikum, artinya
praktikum dapat berjalan lebih optimal sehingga hasilnya lebih maksimal.
26
DAFTAR PUSTAKA
Bobe J, Labbe C. 2010. Egg and sperm quality in fish. Gen Comp Endocrinol.
165:535–548
Buwono, I. D., Iskandar, M., Agung, U.K., dan Subhan, U. 2016. Perakitan Ikan
Lele (Clarias sp.) Transgenik dengan Teknik Elektroporasi Sperma. Jurnal
Biologi. Vol,20 (1) : 17 - 28
Collares, T., V.F. Campos, F.K. Seixas, P.V. Cavalcanti, O.A. Dellagostin,
H.L.M. Moreira, J.C. Deschamps. 2010. Transgene Transmission in South
American Catfish (Rhamdia quelen) Larvae by Sperm-Mediated Gene
Transfer. J. Biosci. 35(1):1-9.
Epler P. 1981. Effect of Steroid and Gonadotropin Hormone the Maturationof
Carp Oocyte Maturation and Ovulation. Pol. Arch. Hidrobiol 28 : 127 –
133.
Ernawati Y. 1990. Penggunaan prostaglandin F2α (PGF2α) Sebagai Induksi
Ovulasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burcheel). Tesis Magister
Sains. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Fletcher, G.L., M.A. Shears, M.J. King, S.V. Goddard. 2002. Transgenic salmon
for culture and consumption.[Online], Available:
“http://www.heb.pac.dfomp.gc.ca/congress/2002/ biochem/fletcher.pdf”.[2
November 2019].
Fujaya. Y. 2004. Fisiologi Ikan. Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta. 179 Halaman
Gao Y, Kim SG, Lee JY. 2011. Effects of pH on fertilization and the hatching
rates of Far Eastern Catfish (Silurus asotus). Fish Aquat Sci. 14:417-420.
Gjedrem, T. (2005). Selection and Breeding Programs in Aquaculture. Springer,
365 pp. Science + Business Media B.V. Springer, p. 7–18.
Gusrina, M, I. 2008. Fisiologi Hewan. Ganesha Exact. Bandung.
Gusrina., Alimuddin., Sumantadinata, K., dan Widyastuti, U. 2009. Transfer
Gen Penyandi Hormon Pertumbuhan Ikan Nila (tiGH) pada Ikan Lele
(Clarias sp.) dengan Metode Mikroinjeksi. Jurnal Riset Akuakultur Vol. 4
No. 3 : 333-340
Hofer, A. (1998). Variance component estimation in animal breeding: a review. J.
Anim. Breed. Genet.,115, 247-266.
Lam TJ. 1985. Induced Spawning in Fish. In C. S. Lee and I. C. Liao (Eds).
Reproduction and Culture at Milkfish the Oceanic Institute, Hawai.
Manickam P, Joy KP. 1989. Induction of Maturation and Ovulation by
27
28
Suyanto, SR. 1999. Budidaya Ikan Lele. Cetakan XXII. Penebar Swadaya.
Jakarta.
LAMPIRAN
29