Anda di halaman 1dari 36

Laporan Praktikum Pemuliaan Ikan

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah
“Pemuliaan Ikan”

Disusun oleh :

Dita Pratiwi 230110160022 Rahayu Ramadhayanti 230110160123


Mahmud Sa’id 230110160044 M. Fajar Nur 230110160124
Susiana Sihombing 230110160063 R. Ahmad Sholahudin F 230110160153
Novica Ardini 230110160083 Nadilla Okviannas 230110160161
Meissya Adila Luthfia 230110160087 Muhammad Titan 230110160162
Auryn Ramadhany G 230110160104 M. Fathi Dhiaulhaq 230110160165
Dini Tusasi 230110160108

Kelompok : 3
Kelas : Peminatan Akuakultur

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia - Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Praktikum
pemuliaan ikan yang berjudul “ Produksi Ikan Lele Transgenik Galur Murni ”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan mata kuliah
pemualiaan ikan pada Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran.
Tim Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
seluruh pihak sangat diharapkan untuk penyusunan laporan selanjutnya. Akhir
kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.

Jatinangor, 4 November 2019

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... vii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 3
1.3 Manfaat ....................................................................................... 3

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Lele ................................................................... 4
2.2 Biologi Ikan lele.......................................................................... 4
2.3 Habitat dan kebiasaan hidup Ikan Lele ....................................... 5
2.4 Jenis Strain Ikann Lele ................................................................ 6
2.5 Lele Mutiara ................................................................................ 6
2.6 Pemijahan.................................................................................... 7
2.7 Ikan Lele Transgenik .................................................................. 8
2.8 Skema Produksi Galur Murni ..................................................... 11

III METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Waktu dan Tempat Praktikum .................................................... 14
3.2 Alat dan Bahan Praktikum .......................................................... 14
3.2.1 Alat-Alat Praktikum .................................................................... 15
3.2.2 Bahan-Bahan Praktikum ............................................................. 15
3.3 Prosedur Praktikum..................................................................... 15
3.3.1 Prosedur Galur Murni ................................................................. 15
3.3.2 Prosedur Induksi Pemijahan Induk G2 ........................................ 15
3.3.3 Prosedur Pelaksanaan Pemijahan Induk ..................................... 15
3.3.4 Prosedur Pengecekan Hasil Pemijahan ....................................... 15
3.5.5 Prosedur Produksi Ikan Lele Mutiara
Transgenik G0............................................................................. 15
3.3.6 Prosedur Produksi Ikan Lele Mutiara
Transgenik-CgGH-G1 ................................................................ 15
3.3.7 Prosedur Produksi Ikan Lele Mutiara
Transgenik G2............................................................................. 16
3.3.8 Prosedur Perhitungan HR (%) dan FR (%) ................................. 16
3.3.9 Prosedur Penetasan Artemia Sebagai Pakan Larva .................... 17

iii
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Induksi Pemijahan Induk G2 ....................................................... 18
4.1.1 Ovaprim ...................................................................................... 18
4.1.2 Chorulon ..................................................................................... 19
4.1.3 Hasil Praktikum .......................................................................... 20
4.2 Pelaksanaan Pemijahan Induk G2 .............................................. 21
4.2.1 Tanggal Pemijahan ..................................................................... 21
4.2.2 Tanki Pemijahan ......................................................................... 21
4.2.3 Seleksi Induk............................................................................... 21
4.2.4 Penimbangan ............................................................................... 22
4.2.5 Penyuntikan ................................................................................ 23
4.3 Check Hasil Pemijahan ............................................................... 25

V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 26
5.2 Saran ........................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 27

LAMPIRAN .......................................................................................... 29

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor. Judul Halaman


1. Morfologi Ikan Lele ......................................................................... 5
2. Penimbangan Ikan ............................................................................ 23
3. Hormon Ovaprim ............................................................................. 23
4. Penyuntikan Ikan .............................................................................. 24

v
DAFTAR TABEL

Nomor. Judul Halaman


1. Data Panjang, Bobot dan Dosis Hormon Induk ................................. 18

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor. Judul Halaman


1. Pemijahan Ikan Lele ......................................................................... 28

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permintaan produk perikanan terus mengalami peningkatan, hal ini dilihat dari
tingginya permintaan pasar pada produk perikanan, tidak hanya pada pasar dalam
negeri, pasar ekspor pun demikian, sehingga untuk memenuhi permintaan tersebut
secara kontinyu dibutuhkan produksi melalui usaha budidaya, baik ikan tambak,
ikan laut, ikan hias, maupun ikan tawar. Pengembangan usaha perikanan saat ini
memegang peranan penting dalam pembangunan perikanan, dimana tidak hanya
berkembang disektor budidaya, tetapi juga diharapkan berkembang disektor hilir,
sehingga akan menambah nilai komersilnya. Untuk meningkatkan nilai komersil,
hendaknya usaha ini dikelola secara profesional, bukan hanya sebagai usaha
sampingan sebatas pemenuhan kebutuhan hidup atau tidak mengacu pada
pencapaian target keuntungan (profit oriented) maka untuk mencapai target
keuntungan, usaha ini perlu dikelola secara baik dengan kemampuan manajemen
yang baik pula.
Dalam sektor budidaya, salah satu faktor yang sangat penting adalah
ketersediaan benih secara kontinyu, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Ketersediaan benih yang berkualitas tinggi akan memacu perkembangan budidaya
ikan dengan cepat di daerah-daerah pedesaan yang pada akhirnya dapat memenuhi
sumber pangan khususnya dari ikan. Peningkatan perkembangan sektor perikanan
saat ini cukup pesat, hal ini tentunya banyak menyerap tenaga kerja yang cukup
banyak, sehingga akan mengurangi angka pengangguran serta dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung dan memungkinkan berkembangnya bidang lain yang saling berkaitan
satu dengan lainnya.
Teknologi Pemijahan ikan dapat dilakukan dengan memanipulasi yaitu dengan
cara induced breeding, yaitu dengan pembuahan buatan setelah sebelumnya
diberikan suntikan hormon perangsang pada induk jantan dan betina.

1
2

Perlakuaannya adalah dengan dosis penyuntikan induk jantan diberikan setengah


dari dosis betina, yang dilakukan satu kali bersamaan penyuntikan kedua induk
betina. Setelah disuntik, kedua induk dimasukan ke dalam bak pemijahan.
Mencapai hal tersebut, perlu dilakukan usaha-usaha yang mampu menghasilkan
benih ikan unggul, seperti cara yang di atas. Salah satu cara lain yang dapat
dilakukan adalah dengan merangsang kultivan dengan menggunakan hormone
sehingga lebih cepat melakukan pemijahan dengan hasil yang baik dan
berkualitas. Secara alami, hewan akuatik (termasuk ikan) memproduksi sejumlah
besar sel sperma yang menguntungkan bagi aplikasi transfer gen yang diperantarai
sperma (SMGT = Sperm Mediated Gene Transfer) (Collares et al., 2010).
Transfer gen hormon pertumbuhan (GH =Growth Hormone) ikan rainbow trout
melalui teknik SMGT pada sperma ikan mas India (Labeo rohita) yang kemudian
difertilisasi pada telur ikan tersebut menghasilkan transmisi transgen pada larva
ikan tersebut sebesar 25%.
Perbaikan genetika pertumbuhan ikan lele (Clarias sp.) melalui program
pemuliaan (selective breeding) dipandang kurang menguntungkan, karena
memerlukan waktu lama dan sulitnya memisahkan trait menguntungkan dari ikan
yang diseleksi (Pandian & Venogupal, 2005). Aplikasi teknologi transfer gen
dewasa ini dapat mengatasi kendala tersebut, karena dimungkinkan memasukkan
gen asing ke dalam genom telur ikan untuk perbaikan genetik ikan yang
dibudidayakan ke arah sifat menguntungkan (Fletcher et al., 2002)
Keberhasilan transfer gen pada larva dideteksi menggunakan PCR untuk
memastikan transmisi transgen pada generasi awal (F0). Perkawinan antara
generasi F0 ini menghasilkan keturunan F1 yang dideteksi keberadaan transgen
pada individu F1 untuk meyakinkan transmisi transgen dari generasi F0 ke
generasi F1. Penelitian transgenesis menggunakan SMGT di Indonesia telah
berhasil dilakukan yaitu pada ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) transgenik
yang mengandung konstruksi gen pktBP-ktGH dengan konsentrasi 10 µg/ml
dengan kondisi elektroporasi sperma yaitu panjang pulsa 50 V/cm, lama
elektroporasi 30 milidetik, jumlah pulsa 5 dan interval pulsa 0,1 detik (Subyakto
et al., 2011).
3

Transgenesis juga telah berhasil dilakukan pada ikan lele (Clarias sp.) dengan
gen GH ikan nila (tiGH) menggunakan elektroporasi sperma, dengan kondisi
optimal yaitu kuat medan listrik 125 V/ cm, panjang kejutan (pulse length) 30
milidetik, jumlah kejutan (number of pulse) 5 kali serta interval kejutan (pulse
interval) 0,1 detik. Berpedoman dari latar belakang yang telah diuraikan di atas,
konstruksi vektor ekspresi gen GH lele dumbo yang akan ditransfer ke sperma
ikan lele dumbo (mutiara) dan lele lokal dengan teknik SMGT adalah
pTargetCMV-GH lele dumbo (mengandung promoter CMV ke dalam genom
sperma ikan lele dumbo (strain Mutiara). Tujuan utama yang ingin dicapai dalam
penelitian ini diperoleh ikan lele transgenik yang membawa sisipan gen hormon
pertumbuhan ikan lele dumbo sebagai upaya perbaikan sifat pertumbuhan ikan
lele dumbo yang menurun dewasa ini.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan praktikum ini yaitu
 Untuk mengetahui proses pemijahan ikan lele
 Untuk mengetahui cara penyuntikan hormone untuk ikan lele
 Untuk mengetahui keturunan transgenic
 Untuk mendapatkan bibit unggul pada ikan lele.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari kegiatan praktikum ini yaitu untuk menambah
pengetahuan kita tentang budidaya ikan lele. Antara lain juga untuk memberikan
informasi pada pembudidaya tentang tata cara pembudidayaan ikan lele yang baik
dan benar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Lele


Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam
ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan
dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta adanya sungut yang
menyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama ilmiah Lele adalah Clarias spp.
yang berasal dari bahasa Yunani "chlaros", berarti "kuat dan lincah". Dalam
bahasa Inggris lele disebut dengan beberapa nama, seperti catfish, mudfish dan
walking catfish. Klasifikasi ikan lele berdasarkan Saanin (1984) dalam Hilwa
(2004) yaitu sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias

2.2 Biologi Ikan Lele


Ikan lele merupakan hewan nokturnal dimana ikan ini aktif pada malam
hari dalam mencari mangsa. Ikan-ikan yang termasuk ke dalam genus lele
dicirikan dengan tubuhnya yang tidak memiliki sisik, berbentuk memanjang serta
licin. Ikan Lele mempunyai sirip punggung (dorsal fin) serta sirip anus (anal fin)
berukuran panjang, yang hampir menyatu dengan ekor atau sirip ekor. Ikan lele
memiliki kepala dengan bagian seperti tulang mengeras di bagian atasnya. Mata
ikan lele berukuran kecil dengan mulut di ujung moncong berukuran cukup lebar.
Dari daerah sekitar mulut menyembul empat pasang barbel (sungut peraba) yang
berfungsi sebagai sensor untuk mengenali lingkungan dan mangsa. Lele memiliki
alat pernapasan tambahan yang dinamakan Arborescent.
Arborescent merupakan organ pernapasan yang berasal dari busur insang
yang telah termodifikasi. Pada kedua sirip dada lele terdapat sepasang duri (patil),

4
5

berupa tulang berbentuk duri yang tajam. Pada beberapa spesies ikan lele, duri-
duri patil ini mengandung racun ringan. Hampir semua species lele hidup di
perairan tawar. Berikut kisaran parameter kualitas air untuk hidup dan
pertumbuhan optimum ikan lele menurut beberapa penelitian dalam Witjaksono
(2009).

Gambar 1. Morfologi Ikan Lele


(Sumber : Lovshin, L.)

2.3 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Lele


Habitat atau lingkungan hidup ikan lele ialah semua perairan air tawar. Di
sungai yang airnya tidak terlalu deras, atau di perairan yang tenang seperti danau,
waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil seperti kolam, merupakan
lengkungan hidup ikan lele. Ikan lele mempunyai organ insang tambahan yang
memungkinkan ikan ini mengambil oksigen pernapasannya dari udara di luar air.
Karena itu ikan lele tahan hidup di perairan yang airnya mengandung sedikit
oksigen. Ikan lele ini relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik.
Oleh karena itu ikan lele tahan hidup di comberan yang airnya kotor. Ikan lele
hidup dengan baik di dataran rendah sampai daerah perbukitan yang tidak terlalu
tinggi. Apabila suhu tempat hidupnya terlalu dingin, misalnya 20o C,
pertumbuhannya agak lambat. Di daerah pegunungan dengan ketinggian di atas
700 meter, pertumbuhan ikan lele kurang begitu baik. Lele tidak pernah
ditemukan hidup di air payau atau asin (Suyanto 2004).
Ikan lele dapat hidup normal di lingkungan yang memiliki kandungan
oksigen terlarut 4 ppm dan air yang ideal mempunyai kadar karbondioksida
kurang dari 2 ppm, namun pertumbuhan dan perkembangan ikan lele akan cepat
6

dan sehat jika dipelihara dari sumber air yang cukup bersih, seperti sungai, mata
air, saluran irigasi ataupun air sumur (Suyanto 2006).
Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele adalah suhu yang
berkisar antara 20o -30o C, akan tetapi suhu optimalnya adalah 27o C, kandungan
oksigen terlarut > 3 ppm, pH 6,5-8 dan NH3 sebesar 0,05 ppm. Ikan lele
digolongkan ke dalam kelompok omnivora (pemakan segala) dan mempunyai
sifat scavanger yaitu ikan pemakan bangkai. Selain pakan alami, untuk
mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa
pelet. Jumlah paakan yang diberikan sebanyak 3% perhari dari berat total ikan
yang ditebarkan di kolam dengan frekuensi 2-3 kali sehari (Khairuman dan Amri
2002).

2.4 Jenis Strain Ikan Lele


Perkembangan budidaya ikan lele Dumbo dalam meningkatkan produksi
ikan air tawar banyak menarik minat pembudidaya untuk beralih
membudidayakan ikan ini. Beberapa peneliti dan pembudidaya yang tertarik akan
pertumbuhan ikan lele dumbo banyak melakukan inovasi dan menemukan strain
atau varietas baru ikan lele dumbo seperti sangkuriang, paiton, mutiara dan lain-
lain. Namun demikian, dari hasil persilangan untuk mendapatkan strain baru
masih dijumpai beberapa kendala dalam pertumbuhan dan daya hidup yang belum
baik dan optimal.

2.5 Lele Mutiara


Ikan lele Mutiara merupakan strain unggul baru ikan lele Afrika hasil
pemuliaan Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi yang telah
ditetapkan rilisnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 77 KEPMEN-KP/2015. Ikan lele Mutiara dibentuk melalui seleksi
individu pada karakter laju pertumbuhan selama tiga generasi, sehingga memiliki
keunggulan utama pertumbuhan yang cepat. Sebagai strain unggul yang dibentuk
melalui proses seleksi individu, selain unggul pada aspek pertumbuhan, ikan lele
Mutiara diharapkan juga memiliki keunggulan-keunggulan yang lain, salah
satunya adalah stabilitas karakteristik morfologisnya. Sebagai strain yang baru
7

dibentuk, ikan lele Mutiara masih memiliki keragaman genetis yang relatif tinggi
dengan tingkat inbreeding yang relatif rendah serta tidak menunjukkan penurunan
keragaman genetis selama proses seleksinya (BPPI 2014).
Ikan lele Mutiara memiliki banyak keunggulan seperti laju pertumbuhan
yang tinggi hingga 40% dibandingkan lele yang saat ini dibudidayakan
pembudidaya. Dengan presentase laju pertumbuhan itu, waktu pemeliharaan dapat
lebih singkat. Bibit ukuran 5-7 cm dapat dipanen dalam waktu 45-50 hari dengan
ukuran panen 6-9 ekor/kg dan keseragaman ukuran mencapai 80%. Keunggulan
lainnya adalah irit dalam penggunaan pakan yang berdampak menekan
pengeluaran biaya pakan. Angka rasio konfersi pakan (FCR) hanya 0,8.
Sedangkan ikan lele jenis lainnya mempunyai nilai FCR antara 1-1,2. Selain itu
ikan lele mutiara lebih tahan terhadap serangan penyakit, ini dibuktikan dengan
direndam ikan lele Mutiara didalam bakteri Aeromonas sp selama 60 jam hanya
30% ikan yang mati, menurut Peneliti dari Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan
(BPPI) Sukamandi.

2.6 Pemijahan
Pemijahan merupakan proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan
sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan perkawinan. Pemijahan
merupakan mata rantai dalam siklus hidup yang menentukan kelestarian
kehidupan suatu spesies ikan. Proses pemijahan akan diikuti dengan proses
pembuahan, embriogenesis, dan dilanjutkan dengan penetasan serta
perkembangan ikan dari larva menuju ikan dewasa. Proses pemijahan pada setiap
jenis ikan mempunyai kebiasaan yang berbeda tergantung pada faktor eksternal
dan faktor internal.
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh ikan dan
mampu mempengaruhi proses pemijahan. Faktor ekternal tersebut meliputi curah
hujan, suhu, tumbuhan atau substrat tempat pemijahan, ikan jantan, kualitas air,
dan lainnya. Pada umumnya, di alam ikan akan memijah pada musim hujan. Hal
ini dikarenakan adanya fluktuasi suhu perairan yang dapat merangsang hormon
dalam tubuh ikan sehingga merangsang ikan untuk memijah. Adapun dalam
8

kegiatan budi daya, ikan dapat memijah kapan saja dengan melakukan manipulasi
lingkungan yang sesuai dengan kondisi saat ikan memijah di alam.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dalam tubuh ikan dan dapat
mempengaruhi proses pemijahan yang terjadi. Faktor internal meliputi
kematangan gonad, ketersediaannya hormon androgen dan astrogen, serta hormon
gonadotropin. Di dalam tubuh ikan, proses pemijahan terjadi dikarenakan adanya
stimulus yang ditangkap oleh panca indra dan diteruskan ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan memproduksi releasing hormon gonadotropin yang
akan merangsang kelenjar hipofisa untuk memproduksi hormon gonadotropin dan
pada akhirnya akan dialirkan darah ke testis dan ovarium kemudian merangsang
gonad untuk membentuk hormon steroid yang menjadi mediator proses
pemijahan.
Dalam budidaya ikan, teknik pemijahan ikan dapat dilakukan dengan tiga
macam cara, yaitu :
1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan
manusia, terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon),
2. Pemijahan secara semi intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad,
tetapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah dikolam.
3. Pemijahan ikan secara intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad
serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping
atau pengurutan (Gusrina 2008).

2.7 Ikan Lele Transgenik


Setiap spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda – beda.
Perbedaan pertumbuhan ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya
maupun potensi tumbuh dari ikan tersebut. Perbedaan kemampuan tumbuh ikan
pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan faktor genetik (gen). Ikan mempunyai
gen khusus yang dapat menghasilkan otransgenikan atau sel otransgenikan
tertentu dan gen umum yang memberikan turunan kepada jenisnya. Baik gen
9

khusus maupun gen umum dari setiap ikan terdiri dari bahan kimia yaitu DNA
deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic acid). Ekspresi dari gen – gen
tersebut dan sel yang terbentuk menjadi satu paket yang selanjutnya
mempengaruhi pertumbuhan.
Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya
menyatu dengan sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti
kemampuan ikan menemukan dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan
terhadap penyakit dan dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang
luas. Semua hal tersebut akhirnya tercermin pada laju pertumbuhan ikan.
Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan usaha – usaha yang mampu
menghasilkan benih ikan unggul seperti tersebut diatas salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan rekayasa genetik melalui penerapan teknologi transgenik
pada ikan. Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan
rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau
penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro. Tujuan dari
transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan
produksi. Meskipun teknologi transgenik ini memungkinkan untuk diaplikasikan
dalam bidang akuakultur (budidaya perikanan), namun masih perlu dilakukan
penelaahan khusus untuk mengetahui teknologi tersebut.
Transgenesis juga telah berhasil dilakukan pada ikan lele (Clarias sp.) dengan
gen GH ikan nila (tiGH) menggunakan mikroinjeksi DNA kedalam embrio, Gen
GH dari ikan nila (tiGH) yang dikontrol oleh promoter beta-aktin (mBP) dari ikan
medaka dimikroinjeksikan ke dalam blastodisk embrio ikan lele fase satu sel.
Konsentrasi konstruksi gen pmBP-tiGH yang ditransfer adalah 50 μg/mL
akuabides. Parameter yang diamati meliputi derajat sintasan embrio (DKHe),
derajat penetasan (DP) dan persentase individu ikan lele yang membawa
pmBtiGH. DKHe dihitung sebelum telur menetas, sedangkan DP dihitung pada
saat semua telur menetas. Identifikasi ikan yang membawa pmB-tiGH ditentukan
menggunakan metode PCR dengan primer spesifik untuk gen tiGH. Analisis
ekspresi gen menggunakan metode RT- PCR. Hasil penelitian dari 100 embrio
yang diinjeksi menunjukkan bahwa nilai DKHe (97%) dan DP (94%) pada
10

kontrol (tidak dimikroinjeksi) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan


mikroinjeksi (30% untuk DKHe, dan 28% DP). Ikan lele yang membawa pmBP-
tiGH adalah 42,86% (12/28), memperlihatkan berhasilnya ekspresi transgen. Hal
ini memperlihatkan bahwa gen yang telah disisipkan tersebut terekspresi,
walaupun tidak semua mengekspresikan transgen. ( Gusrina dkk, 2009).
Pada penelitian mahasiswa Universitas ‘Aisyah Yogyakarta dengan judul
“Perakitan Ikan Lele (Clasrias Sp.) Transgenik Dengan Teknik Elektroporasi
Sperma” yang mengacu pada penelitian (Buwono dkk. 2016) Pertumbuhan Lele
Mutiara Transgenik dari hari ke hari (khususnya lele transgenik) menunjukkan
perubahan ukuran menjadi lebih besar dibandingkan ikan lele non transgenik.
Pada pemeliharaan ikan lebih lanjut, baik perlakuan elektroporasi 50 Vcm-1-
jumlah pulsa 3 dan 50 Vcm-1jumlah pulsa 5, pertumbuhan lele transgenik lebih
besar. Beberapa ekor ikan lele transgenik (strain mutiara) tumbuh besar dan profil
pertumbuhannya di atas rata-rata ikan lain dalam bak pemeliharaan yang sama.
Ikan-ikan lele yang berukuran besar ini, diduga merupakan ikan lele transgenik,
oleh karena ekspresi pertumbuhannya lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan ikan lain.
Beberapa ikan yang berukuran besar ini terlihat pada bak pemeliharaan
perlakuan elektroporasi sperma 50 Vcm-1 - pulsa 3; 50 Vcm-1 - pulsa 5; 125
Vcm-1 - pulsa 3 dan 125 Vcm-1 - pulsa 5 (Gambar 9). Hal ini mengindikasikan
bahwa konstruksi gen (pTargetCMV-GH lele dumbo) yang ditransformasikan ke
sperma lele mutiara berhasil masuk ke sperma, kemudian transgen mendorong
ekspresi hormon pertumbuhan eksogen sehingga pertumbuhan lele mutiara
transgenik menjadi berlipat ganda (over-ekspresi GH eksogen) bila dibandingkan
lele mutiara yang tidak membawa transgen (non elektroporasi). Pertumbuhan
yang dramatis pada ikan transgenik ini membuktikan adanya efek pertumbuhan
gigantism dimana pertumbuhan ikan menjadi sangat besar dibandingkan dengan
yang lain pada umur pemeliharaan yang sama.
11

2.8 Skema Produksi Galur Murni


Gjedrem (2005) menyatakan bahwa heritabilitas adalah salah satu parameter
yang paling berguna dalam pemuliaan hewan. Heritabilitas menunjukkan proporsi
fenotipik yang berasal dari faktor genetik. Selanjutnya dikatakan bahwa besarnya
nilai heritabilitas perlu diketahui ketika merencanakan program pemuliaan, serta
ketika memprediksi respons seleksi. Menurut Hofer (1998), estimasi heritabilitas
berguna untuk menduga efektivitas kegiatan seleksi. Falconer & Mackay (1996)
menegaskan bahwa fungsi yang paling penting dari heritabilitas dalam studi
pengukuran karakter genetik adalah sebagai peran prediktif, mengungkapkan
keandalan dari nilai fenotipik sebagai panduan untuk nilai pemuliaan. Suatu
heritabilitas bernilai tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar dari varian
fenotipik adalah akibat varian genetik aditif, dan bahwa respons seleksi yang lebih
besar dapat diharapkan, sedangkan ketika heritabilitas rendah, efek lingkungan
memberikan kontribusi yang lebih besar untuk varian fenotipik dari efek genetik
aditif (Gjedrem, 2005).
Meskipun heritabilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan
apakah seleksi akan efektif atau tidak, standar deviasi dan koefisien variasi seleksi
juga berperan menentukan apakah populasi mempunyai variasi fenotipe yang
cukup untuk mencapai target melalui seleksi. Standar deviasi memberikan
gambaran jelas mengenai ukuran fenotipe kuantitatif terendah (Friars & Smith,
2010).
Seleksi merupakan program pemuliaan untuk mendapatkan keturunan
yang memiliki keunggulan suatu karakter, dengan cara mendapatkan individu atau
famili yang terpilih dalam upaya untuk mengubah rata-rata populasi pada generasi
berikutnya atau yang disebut respons seleksi. Menurut Hofer (1998), perubahan
atau respons seleksi adalah produk dari diferensial seleksi dan heritabilitas.
12

Produksi Induk Lele Galur Murni


13

Produksi
 Induk jantan dan induk betina dipersiapkan untuk digunakan pada proses
persilangan. Fertilisasi dilakukan secara buatan.
 Berdasarkan karakter reproduksi, Pada induk betina, diameter telur
(kisaran 1.39-1.75 mm) sebanding dengan diameter telur yang ditemukan
di habitat alaminya, yaitu 1.0-1.7 mm (Clay 1979).
 Keberhasilan tingkat pembuahan dan penetasan telur sangat dipengaruhi
oleh kualitas telur dan sperma (Bobe & Labbe 2010). Selain itu, tingkat
pembuahan yang rendah dapat berkaitan dengan interaksi antara sel
spermatozoa dengan sel telur. Interaksi kedua sel yang menyebabkan
kegagalan pembuahan diantaranya akibat ketidak-sesuaian ukuran sel
spermatozoa dengan lubang mikrofil telur betina atau gagalnya
penggabungan pronukleus jantan dan betina setelah spermatozoa berhasil
memasuki telur (Lyman-Gingerich & Pelegri 2007; Kinsey et al. 2007).
Sedangkan kegagalan penetasan telur dapat diakibatkan oleh temperatur
(Thepot & Jerry 2015), pH (Gao et al. 2011), kandungan oksigen terlarut
(Oyelese 2006), terlalu cepat atau terlalu lambat proses pengeluaran telur
(stripping) setelah waktu ovulasi (Agbebi et al. 2013), atau adanya
substansi yang mengganggu sistem endokrin (Cheek et al. 2001)
 Larva umur empat hari dipelihara hingga 28 hari
 Sejak pemberian pakan buatan, dilakukan penggantian air media
pemeliharaan sebanyak 100% setiap dua hari.
 Pada akhir pemeliharaan, ikan dipanen dan disortasi berdasarkan panjang
tubuh.
 skema pemijahan, yaitu satu populasi berperan sebagai jantan atau sebagai
betina (efek resiprok), dapat menghasilkan performa yang berbeda. Efek
resiprok ini mungkin berkaitan dengan pengaruh maternal atau paternal,
penurunan sitoplasmik dan keterkaitan genetik antara gen seks dengan gen
performa (Bentsen et al. 1998; Crespel et al. 2012).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2019 di Hatchery
Gedung 4 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat-alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan selama praktikum meliputi sebagai berikut :
 Akuarium sebagai wadah untuk memelihara larva yang berhasil ditetaskan.
 Bak Fiberglass sebagai wadah pemeliharaan induk ikan.
 Heater untuk menstabilkan suhu pada media pemeliharaan.
 Aerator untuk mensuplai oksigen pada wadah pemeliharaan.
 Kakaban untuk media menempelnya telur ikan.
 Suntikan untuk alat injeksi hormone kedalam tubuh ikan.

3.2.2 Bahan-bahan Praktikum


Bahan-bahan yang digunakan selama praktikum meliputi sebagai berikut :
 Induk ikan lele mutiara transgenik G2 ♂ dan ♀ sebagai indukan yang akan
dipijahkan.
 Strain mutiara dan sisipan gen lele dumbo (CgGH) sebagai gen yang akan
disisipkan ke ikan lele.
 Hormon ovapirm dan chorullon (HCg) untuk membantu proses pemijahan.
 Aquabidest untuk membantu menetralkan suntikan setelah pemakaian
hormone.
 Pakan Hiprovite 789/781 sebagai pakan induk ikan.
 “Mackay (Cyst artemia) sebagai pakan larva dan benih ikan.

14
15

3.3 Prosedur Praktikum


3.3.1 Prosedur Produksi Galur Murni

 Rematurasi gonad induk dilakukan selama 2 bulan.


 Monitoring pertumbuhan gonad induk.
 Seleksi kematangan gonad induk.

3.3.2 Prosedur Induksi Pemijahan Induk G2

 Menggunakan ovapirm untuk ♂ sebanyak 0,5 ml/kg dan ♀ sebanyak 0,4


ml/kg .
 Menggunakan chorullon untuk ♂ sebanyak 0,2 ml/kg dan ♀ sebanyak 0,3
ml/kg.

3.3.3 Prosedur Pelaksanaan Pemijahan Induk

 Catat tanggal pemijahan.


 Tanki pemijahan disiapkan, diisi dengan air setinggi 30 cm dengan
dipasang aerator dan heater.
 Injeksi ikan dengan hormone yang telah disediakan.
 Penutupan tanki dengan polybag dan pasang kakabannya.

3.3.4 Prosedur Pengecekan Hasil Pemijahan

 Dilakukan pada sore hari sehari setelah pemijahan dengan mengamati


kakaban.
 Bila pemijahan berhasil ditandai dengan banyak telur yang berwarna
kuning menempel dikakaban segera lakukan pemisahan telur dari kakaban.
 Telur diinkubasi dalam akuarium.

3.3.5 Prosedur Produksi Ikan Lele Mutiara Transgenik G0


 Melakukan elektroporasi sperma
 Transfer Vektor Pcmv – CgGH
 Jika berhasil, akan menjadi induk lele Mutiara transgenic–CgGH–G0.

3.3.6 Prosedur Produksi Ikan Lele Mutiara Transgenik - CgGH – G1


 Dilakukan mating dengan G1 (Non-transgenik)
16

 Jika berhasil, akan menjadi induk lele Mutiara Transgenik - CgGH – G1


(Hemizigot Transgenic).

3.3.7 Prosedur Produksi Ikan Lele Mutiara Transgenik G2


 Dilakukan mating dengan G1 Transgenik CgGH
 Induk ♀ MTG_G2 x ♂ MTG_G2

Tabel. 1 Induk G2 dari persilangan A.G1


♀/♂ X YCgGH
XCgGH XCgGH X XCgGH YCgGH
X XX X YCgGH

Tabel. 2 Persilangan G3
♀/♂ XCgGH YCgGH
XCgGH XCgGH XCgGH XCgGH YCgGH
X X XCgGH X YCgGH

Tabel. 3 Persilangan G4
♀/♂ XCgGH YCgGH
XCgGH XCgGH XCgGH XCgGH YCgGH
XCgGH XCgGH XCgGH XCgGH YCgGH

Ketika XCgGH XCgGH disilangkan dengan XY, maka akan menjadi XCgGHX
XCgGHY XCgGHX XCgGHY. Artinya, ikan yang dihasilkan adalah “All Transgenic”.

3.3.8 Prosedur Perhitungan HR (%) dan FR (%)


 Persiapkan toples plastic (4 buah)
 Toples tersebut diisi dengan air, lalu pasangkan heater dan aerasi.
 Toples yang sudah disiapkan, diisi dengan telur (500 butir).

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠


HR = × 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖
17

3.3.9 Prosedur Penetasan Artemia Sebagai Pakan Larva


 Siapkan 2 galon, lalu isi dengan air yang ditambahkan garam krosok.
 Tuangkan Artemia (Mackay)
 Pasang aerasi dan heater pada galon yang telah diisi oleh air.
 Tutup galon dengan polybag.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Induksi Pemijahan Induk G2


4.1.1 Ovaprim
Tabel 1. Data Panjang, Bobot, dan Dosis Hormon Induk
Jantan Betina Jantan Betina
MT_G2 (1) MT_G2 (1) MT_G2 (2) MT_G2 (1)
Bobot 0,7 kg 1,27 1,265 1,265
Panjang 47 cm 54 cm 57 cm 58 cm
Dosis 0,3 ml 0,6 ml 0,5 ml 0, 6 ml
Ovarium
Dosis 0,2 ml 0,3 ml 0,4 ml 0,3 ml
Chorulon

Menurut Fujaya (1999), induk ikan yang disuntik dengan hormon hipofisa,
penyuntikkan hormon LH-RH, dan lain – lain dapat menambah atau
meningkatkan konsentrasi hormon gonadotropin dalam darah sehingga mampu
menginduksi perkembangan telur dan pemijahan. Sedangkan induk ikan yang
tidak diberikan dosis ovaprim akan terjadi kelambatan dalam proses pemijahan,
hal ini dikarenakan kandungan gonadotropin dalam tubuh belum cukup untuk
terjadinya ovulasi, dan tidak adanya rangsangan hormonal dari luar yang dapat
meningkatkan kandungan gonadotropin dalam tubuh ikan (Fujaya (1999). Ini
membuktikan bahwa penyuntikkan dosis ovaprim secara intramuscular (didalam
otot) pada induk ikan G2 yang matang gonad dapat merangsang ovulasi. Dengan
perlakuan Betina MT_G2 (1) dengan dosis ovaprim 0, 6 ml/kg berat badan ikan
1,27 kg, maka menunjukkan bahwa perlakuan tersebut merupakan yang
berpotensi untuk merangsang terjadinya ovulasi. Dari uraian diatas dapat
dikemukakan bahwa penggunaan zat perangsang untuk mempersingkat waktu
latensi terhadap ikan induk G2 (betina yang matang gonad sangat bergantung pada
dosis zat perangsang yang digunakan . Kenyataan ini sesuai dengan yang

18
19

dikemukakan oleh Epler (1981) bahwa PGF2α ini sangat berperan dalam kontaksi
selaput folikel, dengan meningkatnya PGF2α didalam darah akan meningkatkan
kontraksi selaput folikel sehingga folikel dalam waktu yang lebih cepat akan
berkontraksi dan terjadilah ovulasi. Ernawati (1990) mengemukakan bahwa
pemberian PGF2α secara tunggal pada ikan induk G2 dapat memperkecil waktu
latensi. Sedangkan Yuhsu dan Goetz (1991) menyatakan bahwa folikel sebelum
ovulasi lebih banyak menghasilkan PGF dari pada folikel sebelum GVBD pada
ikan brook trout (Salvelinus fontinalis), yang berarti bahwa PGF sangat
dibutuhkan pada saat akan terjadinya ovulasi. Nandeesha et al, (1990)
menyimpulkan bahwa kelebihan ovaprim bila dibandingkan dengan ekstrak
hipofisa adalah : memberikan daya ransang pemijahan lebih tinggi, nilai fertilitas
lebih tinggi, diameter telur lebih besar, waktu latensi lebih singkat dan angka
mortalitas lebih rendah. Sedangkan prostaglandin merupakan bagian dari aksi
gonadotropin pada saat ovulasi atau pecahnya folikel dan selanjutnya merangsang
tingkah laku memijah pada ikan betina (Lam 1985). Dari hasil praktikum yang
dilakukan memperlihatkan bahwa pemberian dosis ovaprim pada induk jantan
MT_G2 (1) dengan bobot 0,7 kg, panjang 47 cm di berikan hormone ovaprim
sebanyak 0,3 ml. Untuk betina bahwa pemberian dosis ovaprim pada induk betina
MT_G2 (1) dengan bobot 1,27 kg, panjang 54 cm di berikan hormone ovaprim
sebanyak 0, 6 ml dan untuk induk jantan MT_G2 (2) dengan bobot 1,265 kg,
panjang 57 cm di berikan hormone ovaprim sebanyak 0,5 ml. Untuk betina bahwa
pemberian dosis ovaprim pada induk betina MT_G2 (2) dengan bobot 1,265 kg,
panjang 58 cm di berikan hormone ovaprim sebanyak 0, 6 ml. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pemberian hormon ovaprim dapat mempercepat proses
pemijahan dan menghasilkan pemijahan yang cepat setelah penyuntikkan.

4.1.2 Chorulon
Hormon Chorulon adalah gonadotropin korionik yang dipersiapan beku-
kering (Human Chorionic Gonadotrophin atau HCG) untuk pemberiannya secara
intramuskular setelah dilakukan pengenceran. Ketika dilarutkan dengan pengencer
steril masing-masing 10 mL botol kecil mengandung 10.000 IU chorionic
20

gonadotropin (setara dengan 10.000 USP Unit chorionic gonadotropin) dan 10 mg


manitol, serta mono dan disodium phosphate untuk mengatur pH larutan.
Chorulon digunakan sebagai bantuan dalam meningkatkan fungsi
pemijahan jantan dan betina yang sulit memijah atau agar ikan mengejar
pasangannya. Chorulon harus diberikan melalui injeksi intramuskular ke sirip
punggung sebanyak satu 1 sampai 3 suntikan. Injeksi tunggal harus diberikan,
tergantung pada spesies ikan, dengan dosis 110-1122 IU / kg jantan dan 147-3995
IU / kg betina. Untuk total dosis yang diberikan tidak boleh melebihi 25.000 IU
(25 ml) per ikan untuk konsumsi manusia. Penyimpanan hormone di bawah suhu
kamar, 25°C. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Setelah dilarutkan, Chorulon
harus digunakan segera. jika tidak terpakai harus dibuang dengan benar dan tidak
disimpan untuk digunakan di lain waktu.

4.1.3 Hasil Praktikum

Dari hasil praktikum yang dilakukan memperlihatkan bahwa pemberian


dosis Chorulon pada induk jantan MT_G2 (1) dengan bobot 0,7 kg, panjang 47 cm
di berikan hormone chorulon sebanyak 0,2 ml. Untuk betina bahwa pemberian
dosis Chorulon pada induk betina MT_G2 (1) dengan bobot 1,27 kg, panjang 54
cm di berikan hormone chorulon sebanyak 0,3 ml dan untuk induk jantan MT_G2
(2) dengan bobot 1,265 kg, panjang 57 cm di berikan hormone chorulon sebanyak
0,4 ml. Untuk betina bahwa pemberian dosis Chorulon pada induk betina MT_G2
(2) dengan bobot 1,265 kg, panjang 58 cm di berikan hormone chorulon sebanyak
0,3 ml. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian hormon chorulon
dapat mempercepat proses pemijahan dan menghasilkan pemijahan yang cepat
setelah penyuntikkan.
21

4.2 Pelaksanaan Pemijahan Induk G2

.4.2.1 Tanggal Pemijahan

Praktikum dilaksanakan pada hari kamis tanggal 24 Oktober 2019 pada


jam 07.32 di Hatchery geduung 4 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

4.2.2 Tanki Pemijahan (Air, Aerasi)

- Air

Air sebagai media hidup ikan merupakan sarana yang vital dalam proses
produksi benih. Oleh karena itu air yang akan digunakan untuk media
pemeliharaan induk, penetasan telur, pemeliharaan benih dan kultur pakan alami
harus memenuhi standart baku mutu air, yaitu bersih, bebas hama dan parasit serta
organisme patogen. Untuk memperoleh standart baku air tersebut dapat dilakukan
melalui proses pengendapan, filtrasi dan perlakuan air baik secara fisik, kimiawi
maupun biologi.

- Sistem Aerasi

Fasilitas utama lain yang juga sangat dibutuhkan dalam kegiatan budidaya
pembenihan ikan lele adalah aerasi. Aerasi berfungsi untuk menambah kadar
oksigen terlarut dalam media pemeliharaan. Sumber aerasi unntuk seluruh
kebutuhan penetasan telur dan pemeliharaan larva bersumber dari high blower.
Blower berfungsi sebagai sumber aerasi, pengatur aerasi untuk mengatur
besar kecilnya udara yang masuk ke dalam air, pipa untuk saluran aliran air dan
udara sebagai aerasi, selang aerasi untuk menghubungkan pengatur aerasi dengan
batu aerasi, batu aerasi sebagai pembentuk gelembung.

4.2.3 Seleksi Induk

Teknik pemijahannya diawali dengan seleksi induk yaitu dengan


menangkap indukan di bak fiber menggunakan seser kemudian diseleksi indukan
yang sudah matang gonad. Seleksi induk dilakukan berdasarkan umur, berat,
kondisi fisik dan tingkat kematangan gonad. Seleksi induk bertujuan untuk
22

meningkatkan mutu agar menghasilkan benih yang berkualitas, sifat – sifat induk
yang telah diseleksi diharapkan dapat mewariskan keturunannya (Sutisna dan
Sutarmanto,2006 ).
Proses awal seleksi induk dimulai dengan memilih induk jantan dan
betina. Induk yang telah tertangkap dilihat alat kelaminnya tanda induk jantan
yang sudah matang gonad dapat dilihat pada lubang kelamin kemerahan dan
gerakan lincah. Induk betina yang sudah matang gonad dapat dilihat pada perut
gendut, gerakan lamban dan lubang kelamin kemerahan. Untuk melihat
kematangan telur digunakan kateter. Pengecekan telur bertujuan untuk
memastikan bahwa telur indukan telah matang gonad dan mengetahui
keseragaman telur.
Menurut Suyanto (1991), tanda – tanda ikan lele yang sudah siap memijah
yaitu pada induk jantan meliputi alat kelamin tampak jelas, meruncing, umur 8
bulan, perutnya tampak ramping, tulang kepala agak mendatar diandingkan
dengan betinannya, jika warna dasarnya badannya hitam (gelap), warna itu
menjadi lebih gelap lagi dari biasanya, sedangkan pada induk betina meliputi alat
kelamin berbentuk bulat dan kemerahan, lubangnya agak membesar, umur 8
bulan, tulang kepala agak cembung, gerakannya lamban, warna badannya lebih
cerah dari biasanya.

4.2.4 Penimbangan

Penimbangan induk ikan lele bertujuan untuk mengetahui volume ovaprim


dan chorulon yang diperlukan untuk disuntikkan ke induk jantan dan betina yang
akan dipijahkan. Proses penimbangan ikan lele dilakukan dengan cara mengambil
induk ikan yang berada di bak fiber menggunakan seser. Menyiapkan timbangan
analitik. Penimbangan induk disajikan pada gambar 1.
23

Gambar 2. Penimbangan

4.2.3 Penyuntikan

Pemijahan ikan lele sendiri dilakukan dengan pemijahan buatan yaitu


pemijahan yang disuntik dengan menggunakan hormon perangsang kematangan
gonad. Hormon yang digunakan yaitu hormon ovaprim, ovaprim adalah campuran
analog salmon GnRH dan Anti dopamine dinyatakan bahwa setiap 1 ml ovaprim
mengandung 20 ug sGnRHa (D-Arg6-Trp7, Lcu8, Pro9-NET) – LHRH dan 10
mg anti dopamine. Hormon ovaprim disajikan pada gambar 2.

Gambar 3. Hormon ovaprim


24

Dosis ovaprim yang digunakan pada ikan jantan dan betina berbeda. Untuk
induk ikan lele jantan MT_G2 (1) yang pertama dosis adalah 0,3 ml/kg, indukan
ikan lele jantan MT_G2 (2) yang kedua dosisnya adalah 0,5 ml/kg sedangkan
betina MT_G2 (1) yang pertama adalah 0,6 ml/kg, indukan lele betina MT_G2 (2)
yang kedua dosisnya adalah 0,6 ml/kg yang kemudian dicampur dengan chorulon
sebagai pengencer dengan dosis indukan lele jantan (1) 0,2 ml/kg dan dosis untuk
indukan lele (2) adalah 0,4 ml/kg dan untuk indukan betina dosis yang (1) 0,3
ml/kg dan indukan betina (2) dosisnya adalah 0,3 ml/kg. Dosis penyuntikan lebih
banyak untuk induk betina karena tingkat kematangan gonad betina lebih lama
jika dibandingkan dengan jantan dan ukuran tubuh antara jantan dan betina lebih
besar betina.
Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung dengan kemiringan kurang
dari 450 sedalam kurang lebih 1,5 cm. Spuit disuntikkan kearah depan dengan
posisi miring kebelakang pada otot punggung sebelah kiri. Secara perlahan,
disuntikan larutan ovaprim kedalam tubuh ikan lele. Penyuntikan disarankan
mengarah ke bagian depan (arah kepala) ikan, dengan tujuan agar tidak mengenai
organ bagian pencernaan (Santoso, 1997). Setelah ovaprim yang disuntikkan
cukup, spuit ditarik secara perlahan dari tubuh ikan lele. Daerah suntikan ovaprim
diurut agar ovaprim menyebar.

Gambar 4. Penyuntikan
25

4.3 Check Hasil Pemijahan

Pemijahan dari ikan lele menghasilkan telur yang telah dibuahi. Pada
praktikum yang dilakukan, telur yang sudah dibuahi tidak menetas semuanya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada penebaran telur ikan lele,
diantaranya Penetasan telur sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir untuk
menjamin ketersediaan oksigen terlarut dan penggantian air yang kotor akibat
pembusukan telur yang tidak terbuahi. Peningkatan kandungan oksigen terlarut
dapat pula diupayakan dengan pemberian aerasi (Setya dan Agung, 2012).
Ada Faktor-faktor yang mempengaruhi pemijahan ikan dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu faktor internal dan factor eksternal.
Faktor eksternal meliputi curah hujan, suhu, sinar matahri, tumbuh-tumbuhan dan
sebagainya. Sedangkan factor internal adalah kematangan gonad, ketersediaan
hormone kelamin dan hormone gonadotrofin. Faktor lingkungan merupakan
stimuli (rangsangan) yang ditangkap oleh alat indera seperti kulit, mata dan alat-
alat alfactory (Suyanto, 2008). Faktor -faktor di atas jika tidak diperhatikan akan
menyebabkan kegagalan pada pemijahan ikan lele.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Proses pemijahan ikan lele meliputi persiapan media kolam induk,


penyediaan 1 induk jantan dan 3 induk betina ikan lele, penyuntikan
menggunakan hormon ovaprim, dan proses streaping induk.
2. Proses penyuntikan induk ikan lele dengan cara induk jantan dan betina
diambil, meyiapkan lap sebagai penutup kepala induk ikan, proses injeksi
dilakukan dibawah sirip dorsal dengan posisi 450 dari sirip dorsal kearah
kepala menuju hormon hypofisa yang nantinya akan memancing
perkembangan/mendorong ovulasi. Hormon yang digunakan dalam
penyuntikan induk ikan lele adalah hormon ovaprim dan hormon chorulon.
3. Benih ikan hasil transgenik lebih tahan terhadap penyakit Aeromonas sp
dan pertumbuhan lebih cepat daripada ikan lele pada umumnya.

5.2 Saran
Sebaiknya praktikum dilakukan pada jam yang kosong, sehingga praktikan
dapat lebih memahami dan menguasai teori dan praktek disaat praktikum, artinya
praktikum dapat berjalan lebih optimal sehingga hasilnya lebih maksimal.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bobe J, Labbe C. 2010. Egg and sperm quality in fish. Gen Comp Endocrinol.
165:535–548
Buwono, I. D., Iskandar, M., Agung, U.K., dan Subhan, U. 2016. Perakitan Ikan
Lele (Clarias sp.) Transgenik dengan Teknik Elektroporasi Sperma. Jurnal
Biologi. Vol,20 (1) : 17 - 28
Collares, T., V.F. Campos, F.K. Seixas, P.V. Cavalcanti, O.A. Dellagostin,
H.L.M. Moreira, J.C. Deschamps. 2010. Transgene Transmission in South
American Catfish (Rhamdia quelen) Larvae by Sperm-Mediated Gene
Transfer. J. Biosci. 35(1):1-9.
Epler P. 1981. Effect of Steroid and Gonadotropin Hormone the Maturationof
Carp Oocyte Maturation and Ovulation. Pol. Arch. Hidrobiol 28 : 127 –
133.
Ernawati Y. 1990. Penggunaan prostaglandin F2α (PGF2α) Sebagai Induksi
Ovulasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burcheel). Tesis Magister
Sains. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Fletcher, G.L., M.A. Shears, M.J. King, S.V. Goddard. 2002. Transgenic salmon
for culture and consumption.[Online], Available:
“http://www.heb.pac.dfomp.gc.ca/congress/2002/ biochem/fletcher.pdf”.[2
November 2019].
Fujaya. Y. 2004. Fisiologi Ikan. Penerbit PT Rineka Cipta. Jakarta. 179 Halaman
Gao Y, Kim SG, Lee JY. 2011. Effects of pH on fertilization and the hatching
rates of Far Eastern Catfish (Silurus asotus). Fish Aquat Sci. 14:417-420.
Gjedrem, T. (2005). Selection and Breeding Programs in Aquaculture. Springer,
365 pp. Science + Business Media B.V. Springer, p. 7–18.
Gusrina, M, I. 2008. Fisiologi Hewan. Ganesha Exact. Bandung.
Gusrina., Alimuddin., Sumantadinata, K., dan Widyastuti, U. 2009. Transfer
Gen Penyandi Hormon Pertumbuhan Ikan Nila (tiGH) pada Ikan Lele
(Clarias sp.) dengan Metode Mikroinjeksi. Jurnal Riset Akuakultur Vol. 4
No. 3 : 333-340
Hofer, A. (1998). Variance component estimation in animal breeding: a review. J.
Anim. Breed. Genet.,115, 247-266.
Lam TJ. 1985. Induced Spawning in Fish. In C. S. Lee and I. C. Liao (Eds).
Reproduction and Culture at Milkfish the Oceanic Institute, Hawai.
Manickam P, Joy KP. 1989. Induction of Maturation and Ovulation by

27
28

Pimozide LHRH AnalogueTreatment and Resulting High Quality Egg


Production in the Asian Catfish, Clarias batrachus L. Aquaculture 83 : 193
– 199.
Lyman-Gingerich J, Pelegri F. 2007. Maternal factors in fish oogenesis and
embryonic development. . Di dalam: Babin PJ, Cerda J, Lubzens E, editor.
The Fish Oocyte: From Basic Studies to Biotechnological Applications.
Dordrecht (NL): Springer. Hlm 141-174.
Nandeesha MC, Rao KG, Jayanna R, Parker NC, Varghese TJ, Keshavanath P,
Sheety HPC. 1990. Induced spawning of Indian Mayor Carps Throught
Single Aplication of Ovaprim. In : Hirano, R. and I. Hanyu (Eds). the
Second Asian Fisheries Forum, Asian Fisheries Society, Indian Branch.
Mangalore, India.
Pandian, T.J., and T. Venogupal. 2005. Contribution to transgenesis in Indian
major carps Labaeo rohita. In: Fish Genetics and Aquaculture
Biotechnology (ed.by T.J. Pandian; C.A. Strussman and M.P. Marian).
Science Publishers, Inc., USA. Hlm. 1-20
Qossami, Achmad Izzuddin Al. 2017. Evaluasi Pertumbuhan Dan Daya Hidup
Berbagai Strain Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Dengan
Menggunakan Probiotik. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Gresik.
Santoso, 1997. Teknik penyuntikan sperma pada ikan.
Subyakto, S., Alimuddin, Rustidja, M.S. Jati, I. Faizal, R.S. Aliah, G. Astutik and
K.https://media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090071_2_5745.p
df. (Diakses pada 2 November pukul 09.17 WIB).
Sutisna, D,H, Sutarmanto, R., 2006. Pembenihan Ikan Air Tawar, Penerbit
Kanasius (Anggota IKAPI), Yogyakarta.

Suyanto, SR. 1999. Budidaya Ikan Lele. Cetakan XXII. Penebar Swadaya.
Jakarta.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Pemijahan Ikan Lele

Induk Lele Seleksi induk

Hormon Ovaprim Suntikan

Penyuntikan hormon Persiapan penyuntikan

29

Anda mungkin juga menyukai