Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Fisiologi Hewan Air semester ganjil
Disusun oleh:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini berjudul “Sistem Reproduksi pada Crustacea”. Makalah ini diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisiologi Hewan Air.
Makalah ini dapat terselesaikan dengan bantuan-bantuan pihak terkait,
seperti teman-teman yang telah membantu dalam proses pelaksanaan pembuatan
makalah. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Makalah
ini merupakan karya yang masih jauh dari kata baik, sebab karya ini masih dan
akan terus diproses untuk menjadi karya yang jauh lebih baik lagi. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah
pengetahuan dalam pengembangan pengetahuan di bidang perikanan khususnya
bagi kami selaku penyusun laporan, dan kepada khalayak umum.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................i
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................2
1.3 Kegunaan.....................................................................................2
II PEMBAHASAN
2.1 Reproduksi Crustacea..................................................................3
2.1.1 Organ X dan Kelenjar Sinus........................................................4
2.1.2 Organ Y.......................................................................................4
2.2 Kelenjar Androgen......................................................................5
2.3 Ovarium.......................................................................................5
2.4 Molting pada Crustacea...............................................................5
2.5 Reproduksi pada Udang..............................................................6
2.6 Reproduksi pada Kepiting...........................................................8
2.7 Reproduksi pada Lobster.............................................................9
2.8 Pengaturan Hormonal dan Steroidgenesis Testis........................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................13
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
diproduksi pada organ di mata crustacean dipotong atau disebut ablasi supaya
dapat bereproduksi dengan cepat (Alfath 2017).
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui sistem reproduksi pada klas crustacea.
b. Untuk mengetahui organ endokrin yang mempengaruhi reproduksi pada
crustacean.
c. Untuk mengetahui kerja organ endokrin dalam proses reproduksi
crustacean.
d. Untuk mengetahui hormone yang dihasilkan kelenjar endokrin dalam
proses reproduksi crustacean.
e. Untuk mengetahui kerja hormon pada proses reproduksi crustacean.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
2.1.2 Organ Y
Organ Y terletak pada segmen maksilaris atau antena, dalam beberapa hal
mirip dengan prothoracic yaitu kelenjar yang mengatur molting/ecdysis pada
insekta. Fungsi organ Y dipengaruhi oleh kompleks neurosekretoris tangkai mata
(kompleks organ X sinus gland). Organ Y merupakan penghasil Gonad
Stimulating Hormone (GSH) yang berpengaruh pada gonad. Organ Y juga
menghasilkan molting hormon (ecdyson) yang juga penting dalam diferensiasi
normal dari ovarium dan testis. Pada hewan muda apaila dilakukan ablasi organ
Y, maka proses mitosis pada ovarium dan testis akan terhambat, proses mitosis
oogonia pada ovarium terhenti, folikel tidak terbentuk dan vitelogenesis tidak
5
terjadi. Pada testis, mitosis spermatogonia terhenti dan testis tidak mengandung
sel-sel kecambah yang matang (depleted of mature germ cells).
2.2 Kelenjar Androgen
Kelenjar ini ditemukan pada beberapa crustacea juga beberapa spesies
insekta. Biasanya terletak diluar testis sepanjang duktus deferens. Pada betina
kelenjar ini rudimenter (tak berkembang). Kelenjar maskulinisasi ini diduga diatur
oleh neurohormon yang berasal dari kompleks organ X-kelenjar sinus. Kelenjar
androgen menghasilkan hormon yang mengatur spematogenesis dan sifatsifat
kelamin sekunder jantan. Pengaruh dari kelenjar androgen bila dibandingkan
dengan ovarium jauh lebih kuat. Transplantasi kelenjar androgen pada hewan
betina dapat menyebabkan transformasi ovarium menjadi testis yang
memproduksi spermatozoa.
2.3 Ovarium
Ovarium pada crustacea, memiliki fungsi endokrin sedangkan testis tidak
memiliki fungsi ini. Ovarium dan kelenjar androgen menghasilkan hormon yang
mempengaruhi diferensiasi sifat-sifat kelamin jantan dan betina. Testis
kemungkinan tidak memiliki fungsi endokrin. Pada crustacea, diferensiasi sel-sel
kecambah bersifat reversible. Pada keadaan hormon dari kelenjar androgen tidak
ada, gonad akan menjadi ovarium tetapi untuk diferensiasi menjadi testis maka
keberadaan hormon dari kelenjar androgen harus ada. Pada beberapa spesies
dekapoda yang hermaprodit protandri, kelenjar androgen ada selama fase jantan
dan hilang selama fase betina.
dan kelima, dengan lubang saluran kelamin yang terletak di antara pangkal kaki
ketiga.
Perkawinan terjadi di saat suhu air mulai naik, biasanya betina akan
mengeluarkan cairan kimiawi perangsang, yaitu pheromone ke dalam air untuk
menarik perhatian kepiting jantan, setelah jantan berhasil terpikat maka kepiting
jantan akan naik ke atas karapas kepiting betina untuk berganti kulit (molting),
selama kepiting betina molting maka kepiting jantan akan melindungi kepiting
betina selama 2-4 hari sampai cangkang terlepas, kepiting jantan akan
membalikkan tubuh kepiting betina untuk melakukan kopulasi/perkawinan.
Kepiting betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang
betina memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga
beberapa bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada
tempat (bagian tubuh) penyimpanan sperma. Setelah telur dibuahi telur-telur ini
akan ditempatkan pada bagian bawah perut (abdomen). Jumlah telur yang dibawa
tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa spesies dapat membawa puluhan
hingga ribuan telur ketika terjadi pemijahan. Telur ini akan menetas setelah
beberapa hari kemudian menjadi larva (individu baru) yang dikenal dengan
“zoea”. Ketika melepaskan zoea ke perairan, sang induk menggerak-gerakkan
9
perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan mudah lepas dari abdomen.
Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai plankton dan melakukan moulting
beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat tinggal di dasar perairan
sebagai hewan dasar (Prianto 2007). Proses fertilisasi kepiting tidak halnya seperti
udang yang hanya terjadi pada malam hari (kondisi gelap). Kepiting juga dapat
melakukan perkawinan atau pemijahan pada siang hari.
Umur pertama kali matang gonad yaitu ditaksir antara 5 tahun – 8 tahun.
Pada waktu pemijahan lobster mengeluarkan sperma (spermatoforik) dan
meletakkannya di bagian dada (sternum) betina mulai dari belakang celah genital
(muara oviduct) sampai ujung belakang sternum. Peletakan spermatoforik ini
terjadi sebelum beberapa saat peneluran terjadi. Masa spermatoforik yang baru
saja dikeluarkan sifatnya lunak, jernih dan kemudian agak mengeras dan warna
agak menghitam dan membentuk selaput pembungkus bagian luar atau semacam
kantong sperma (Utami 1999).
Pembuahan terjadi setelah telur-telur dikeluarkan dan ditarik kearah
abdomen yaitu dengan cara merobek selaput pembungkus oleh betina dengan
10
menggunakan cakar (kuku) yang berupa capit terdapat pada ujung pasangan kaki
jalannya. Lobster yang sedang bertelur melindungi telurnya dengan cara
meletakkan atau menempelkan dibagian bawah dada (abdomen) sampai telur
tersebut dibuahi dan menetas menjadi larva atau biasa disebut burayak atau
tumpayak (Moosa dan Aswandy 1984). Lobster betina kadang-kadang dapat
membawa telur antara 10.000 -100.000 butir, sedangkan pada jenis-jenis yang
besar bisa mencapai 500.000 hingga jutaan telur. Banyak sedikitnya jumlah telur
tergantung dari ukuran lobster air laut tersebut.
3.1 Simpulan
Reproduksi utama pada Crustacea adalah secara seksual, namun beberapa
Crustacea berganti jenis kelamin ketika mereka semakin tua. Banyak Crustacea
menunjukkan tingkah laku bersaing memikat pasangannya, dan yang jantan
bertarung untuk mendapatkan peluang kawin. Alat reproduksi pada Crustacea
umumnya terpisah, kecuali pada beberapa Crustacea rendah. Alat kelamin betina
terdapat pada pasangan kaki ketiga. Sedangkan alat kelamin jantan terdapat pada
pasangan kaki kelima. Pembuahan pada Crustacea terjadi diluar tubuh. Pada saat
kopulasi spermatozoa akan di tampung dalam penampung sperma, kemudian
kedua hewan berpisah. Beberapa hari kemudian, udang betina membersihkan
daerah abdomennya dengan menggunakan kaki renagnya. Kemudian udang betina
membalikkan tubuhnya, melipat tubuh dan keluarlah sekresi berupa lendir yang
menyelaputi kaki renang. Ovum akan keluar dari oviduk sekitar 200-400 buah dan
akan dibuahi oleh spermatozoa yang keluar dari kantong penampung
spermatozoa. Telur tetap melekat pada kaki renang sampai menetas (Kastawi
2009).
3.2 Saran
Pembuatan makalah sistem reproduksi pada crustacea haruslah dengan
banyak referensi, terutama referensi yang bersifat internasional. Sebab, dengan
begitu akan dihasilkan informasi yang lebih jelas dan lengkap.
12
DAFTAR PUSTAKA
Ghufron, Muneaki, Basri. 1997. Potensi Budidaya Udang. Bina Tjipta, Jakarta
Ghufran, M dan Kordi K. 2009. Budi Daya Perairan Buku Kedua. Penerbit PT
Citra Aditya Bakti. Bandung
Moosa, M. K., Aswandy I. 1984. Udang Karang (Panulirus sp) dari Perairan
Indonesia. Proyek Studi Pengembangan Alam Indonesia, Studi Hayati
Potensi Ikan, Lembaga Oseanografi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Jakarta.
Nontji.2002. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada
Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV.
Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
Suhandoyo, 2009. Materi E-Learning: Reproduksi dan Embriologi pada Hewan.
Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam UNY. Yogyakarta
Subani, W. 1978. Perikanan Udang Barong (Spiny Lobster) dan Prospek Masa
Depannya. Prosiding Seminar ke II Perikanan Udang 15-18 Maret
1977. Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian
Pengembangan Perikanan. Jakarta
Utami DDY. 1999. Analisa Sumberdaya dan Tingkat Pemanfaatan lobster
(Panulirus sp) yang Didaratkan di Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat.
[Skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor
13