Anda di halaman 1dari 6

Tanggal Praktikum : 12 November 2018

Tanggal Pengumpulan : 21 November 2018


Asisten : Mikael Situmorang

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN


Perubahan Fisik, Kimia, dan Fungsional Pasca Mortem Daging Ikan

Kelompok 8

Salsabila Azizah 240210170041


Syifa Salsabila 240210170043
Sakinah Aini Rahmi 240210170044
Khansa Nadika 240210170045
Terbang Jihad Persada 240210170051
Muhamad Rizki Ramdani 240210170052

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2018
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang paling sering dikonsumsi
oleh manusia. Daging yang umumnya diperjualbelikan dan dikonsumsi adalah
daging sapi, kambing, babi, ayam, bebek, dan ikan. Daging biasa didapatkan
melalui usaha peternakan kemudian disembelih di Rumah Pemotongan Hewan
(RPH) dan selanjutnya disalurkan ke pasar-pasar untuk dijual kepada pembeli.
Daging memiliki banyak kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh, di
antaranya adalah protein yang berfungsi untuk membangun jaringan tubuh seperti
otot dan tulang, selain membangun jaringan, protein juga membentuk antibodi
alami agar tubuh tidak mudah terserang penyakit. Selain protein, kandungan
nutrisi lain seperti zat besi yang berfungsi untuk membentuk sel darah merah,
vitamin A, B, dan D yang bermanfaat untuk memelihara sistem saraf, serta lemak
yang berguna sebagai sumber energi dan membantu enzim dalam membentuk
protein pada tubuh.
Kandungan nutrisi dan air yang tinggi dalam daging menjadikan daging
mudah mengalami kerusakan sehingga daging digolongkan sebagai perishable
food. Kerusakan pada daging umumnya disebabkan oleh kontaminasi
mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri patogen dan pembusuk melakukan
pertumbuhan dan perkembangbiakkan pada daging yang disimpan pada suhu
ruang di tempat yang sanitasinya kurang terjaga. Kerusakan yang ditimbulkan
oleh mikroorganisme akan mengubah sifat organoleptik dan kandungan gizi
sehingga menurunkan kualitas dan nilai jual daging.
Proses biokimia tetap berlangsung meskipun hewan sudah mengalami
kematian sehingga penanganan daging harus dilakukan secara tepat agar
kerusakan pada komoditas dapat diminimalisasi. Penanganan tersebut meliputi
pemeliharaan hewan, penyembelihan, pemotongan, pendistribusian, penyimpanan,
dan pengolahan. Penanganan yang tepat akan menjaga penampilan, cita rasa,
aroma, tekstur, dan nutrisi daging tetap baik sehingga bernilai jual tinggi dan
aman dikonsumsi.
Tanggal Praktikum : 12 November 2018
Tanggal Pengumpulan : 21 November 2018
Asisten : Mikael Situmorang

1.2. Tujuan
Melihat dan mengamati perubahan fisik, kimia, dan fungsional pasca
penyembelihan atau pemotongan hewan pada daging yang dihasilkan meliputi
pengamatan suhu, pH, tekstur, dan daya ikat air (Water Holding Capacity)

II. TINJAUAN PUSTAKA


Setelah kematian hewan atau ikan, terjadi berbagai reaksi kimia, biokimia,
dan perubahan fisik selama pasca mortem. Perubahan-perubahan tersebut penting
karena berpengaruh pada tingkat kualitas produk daging dan ikan (Eskin, 1990).
Menurut Tjahjadi dan Marta (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan
daging ikan dipengaruhi oleh komposisi daging ikan yang bervariasi dengan
spesies ikan dan musim penangkapan, medium hidup (laut atau air tawar),
mikroflora pada ikan, cara penangkapan, dan penanganan pasca panen ikan.
Berbagai reaksi biokimia dan fisikokimia terjadi dengan cepat setelah
hewan atau ikan tersebut disembelih hingga dikonsumsi sebagai daging atau ikan
yang dapat dimakan. Menurut Bahar (2006), ada tiga tahapan yang terjadi pada
ikan setelah mengalami kematian diantaranya adalah:
1. Pre-rigor mortis, yaitu fase yang berlangsung saat ikan mulai mengalami
kematian hingga ikan tersebut mati. Tekstur ikan lembut-kenyal pada tahapan
ini. Penurunan ATP dan keratin fosfat juga terjadi pada tahapan ini.
Ketidaktersediaan oksigen menyebabkan terjadinya glikolisis sehingga
glikogen diubah menjadi asam laktat.
2. Rigor mortis, yaitu fase dimana tubuh ikan mengejang yang menandai
kesegaran ikan. Daging menjadi kaku pada fase ini sehingga menyebabkan
terjadinya penurunan pH. Fase ini biasanya terjadi 1-7 jam setelah ikan
mengalami kematian, atau 3-120 jam setelah kematian pada ikan yang telah
dibekukan. Mulainya fase ini dipengaruhi oleh cara kematian dan kondisi
penyimpanan.
3. Pasca-rigor, yaitu terjadi hidrolisis keratin dan fosfat sehingga ATP diubah
menjadi ADP dan fosfat organik. ADP ikan terurai menjadi ribosa, fosfat
amonia, dan hipoksantin sehingga terjadi kenaikan pH menjadi 6,2-6,6.
Tanggal Praktikum : 12 November 2018
Tanggal Pengumpulan : 21 November 2018
Asisten : Mikael Situmorang

Peningkatan hipoksantin yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan


pada ikan.
Perubahan fisik pasca mortem daging ikan berlangsung dalam beberapa
fase, diantaranya seperti pembentukan lendir di permukaan ikan, kejang otot
(rigor mortis), aktivitas enzimatis menguraikan jaringan otot, dan serangan
mikroorganisme (Bahar, 2006). Lama proses dari tiap fase tersebut bersifat tidak
tetap dan proses fase dapat terjadi bersamaan tergantung dari kondisi
penyimpanan dan temperatur. Temperatur memiliki peran utama dalam setiap
proses fase. Setelah ikan mati dan mengalami fase pasca mortem, penyediaan
oksigen ke otot terhenti sebagai akibat berhentinya kerja jantung dan aliran darah.
Hal ini mengakibatkan persediaan glikogen tidak ada lagi di otot dan hasil sisa
metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi di otot. Jadi, otot yang hidup tersebut
mengalami perubahan besar akibat kematian (Buckle, 1987).

III. METODOLOGI
3.1. Alat
 Alat-alat gelas laboratorium
 pH meter
 Sentrifuse
 Termometer
3.2. Bahan
 Air destilat
 Ikan Hidup
3.3. Prosedur
1. Pengukuran pH
1) Ambil 5 gram daging dari ikan yang telah disembelih/dipotong
2) Tambahkan air destilata (pH 7) sebanyak 5 ml
3) Gunakan mortar untuk mencampur daging dan air
4) Baca nilai pH-nya menggunakan pH meter
5) Lakukan pembacaan setiap 10 menit selama 2 jam
6) Baca pH pada daging ikan yang disimpan pada suhu kamar dan suhu
refrigerasi.
Tanggal Praktikum : 12 November 2018
Tanggal Pengumpulan : 21 November 2018
Asisten : Mikael Situmorang

2. Pengukuran Suhu
1) Lakukan pengukuran suhu pada daging ikan dengan menusukkan
termometer ke badan ikan yang telah disembelih
2) Baca suhu setiap 10 menit selama 1 jam.

3. Pengukuran Water Holding Capacity Metode Sentrifugasi


1) Cacah halus 10 gram daging ikan
2) Masukkan ke dalam tabung sentrifus 50 ml yang telah ditimbang
beratnya
3) Masukkan akuades sebanyak 10 ml ke dalam tabung
4) Kocok dan tutup tabung
5) Inkubasi selama semalam pada suhu 0˚C
6) Sentrifus tabung dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit
7) Pisahkan cairan dari campuran dan ukur volumenya
8) Lakukan pengukuran WHC pada daging ikan setelah dipotong selama
1 jam, 2 jam dan 3 jam.

4. Pengamatan Kekerasan Daging secara Subjektif


1) Tekan daging ikan dengan menggunakan ibu jari
2) Rasakan perubahan kekerasan secara subjektif setiap 30 menit selama 3
jam
3) Amati pula sifat sensori yang lain.
Tanggal Praktikum : 12 November 2018
Tanggal Pengumpulan : 21 November 2018
Asisten : Mikael Situmorang

DAPUSS
Bahar, B. 2006. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk Perikanan.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press). Jakarta.
Eskin, M.N.A. 1990. Biochemistry of Foods. Penerbit Academic Press, Inc San
Diego. California.
Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2014. Pengantar Teknologi Pangan: Volume 1.
Penerbit Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri
Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Anda mungkin juga menyukai