Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Sayuran, terutama yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan yang baik karena mengandung vitamin dan mineral, antara lain vitamin C, provitamin A, zat besi, dan kalsium. Sayuran yang paling banyak di Indonesia adalah kangkung, bayam, katuk, daun melinjo, dan petsai (Oomen dkk., 1984 dalamMargono dkk, 1993). Sayuran dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan dan suhu yang berbeda, sehingga beragam jenisnya. Ada beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan misalnya yang berbentuk buah seperti tomat, terung, dan labu; biji seperti kecipir, kelapa, dan kentang; umbi seperti wortel, bawang, dan bit; tunas (asparagus), bunga (kubis), dan daun seperti petsai, kangkung, bayam, dan lain-lain (Anonim, 2011) Salah satu sifat sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain. Pada praktikum ini kami melakukan pengolahan makanan menjadi Sauerkraut (Anonim, 2011). Sauerkraut dengan nama lain adalah kol asam merupakan makanan khas Jerman yang terbuat darikubis yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillusdan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi (Wikipedia, 2011). Sauerkraut memiliki tampilan begitu sederhana dan memiliki rasa yang unik. Kubis yang dicampur dengan garam dan cairan yang bersifat asam sebenarnya sudah ada sejak zaman prasejarah namun kemungkinan dideskripsikan pertama kali oleh Gaius Plinius Secundus di abad pertama Masehi. Cara pembuatan sauerkraut seperti sekarang diperkirakan berkembang sekitar tahun 1550hingga 1750. Di tahun 1776, Kapten James Cook diberi penghargaan Medali Copley setelah membuktikan saeurkraut berkhasiat sebagai makanan pencegah skorbut di kalangan pelaut Inggris ketika melakukan pelayaran jauh (Wikipedia, 2011). 1.2 Tujuan

Pembuatan Sauerkraut ini bertujuan untuk mengolah dan mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu.
1.3 Hipotesis Agar mahasiswa mengetahui cara pengolahan dan pengawetan sayuran dalam pembuatan Sauerkraut.

Sauerkraut memiliki rasa asam karena difermentasi oleh bakteri asam laktat.

BAB II ALAT DAN BAHAN 2.1 Alat Alat yang kami gunakan dalam praktikum membuat Sauerkraut diantaranya:


2.2 Bahan

Toples, yakni toples yang memiliki penutup digunakan sebgai wadah untuk pembuatan Sauerkraut. Pisau, digunakan sebagai alat untuk memotong sayuran pada pembuatan Sauerkraut. Talenan, digunakan sebagai alas pada saat memotong sayuran pada pembuatan Sauerkraut.

Bahan yang kami gunakan dalam praktikum membuat Sauerkraut diantaranya:

Kol atau kubis daun, merupakan sayuran yang paling umum diolah menjadi sauerkraut, karena jenis sayuran ini banyak ditanam di Indonesia. Wortel, merupakan sayuran yang dapat diolah juga menjadi sauerkraut. Wortel memiliki kandungan vitamin A yang cukup tinggi.
Garam, digunakan sebagai salah satu metoda untuk pengawetan sayuran dalam pembuatan sauerkraut. Cabai rawit dan Cabai merah, digunakan sebagai penambah rasa pada sauerkraut.

BAB III METODOLOGI

Pertama-tama, buang daun kol bagian luar dan bagian-bagian yang rusak kemudian cuci sampai bersih dan hilang dari kotoran atau pestisida. Lakukan juga pada wortel dengan mencucinya hingga bersih dan mengupas kulit bagian luarnya.

Iris tipis-tipis 1 mm atau berbentuk seperti ukuran korek api, tulang daun sedapat mungkin tidak disertakan.

Setelah itu, masukkan sayuran kol dan wortel yang telah diris-iris ke dalam wadah plastik atau toples kemudian campurkan dengan garam.
Aduk-aduk sambil ditekan-tekan hingga mengeluarkan air dari kol dan wortel tersebut.

Sebelum pengawetan, masukkan cabai rawit dan cabai merah untuk penambah rasa pada sauerkraut. Kemudian aduk-aduk kembali dan tekan-tekan kembali. Sayuran yang ditekan-tekan di dalam toples harus sampai padat atau rata tersebar dalam toples dan tidak membiarkan ada udara masuk disetiap sela-sela sayuran. Langkah terakhir, tutup sayuran tersebut dengan daun kol yang masih utuh hingga tertutup semua dan tutup dengan penutup toples. Kemudian simpan atau awetkan dalam waktu seminggu atau tujuh hari hingga sayuran kol dan wortel telah menjadi sauerkraut.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sauerkraut dengan nama lain adalah kol asam merupakan makanan khas Jerman yang terbuat darikubis yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillusdan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi (Wikipedia, 2011).

Hasil dan Pembahasan dalam Pembuatan Sauerkraut Pada praktikum pembuatan sauerkraut ini, pengawetannya dengan melakukan fermentasi spontan dengan tidak menambahkan starter bakteri. Bakteri asam laktat secara alami terdapat dalam sayuran kol dan wortel. Sauerkraut pada dasarnya adalah kubis asam. Namun dalam praktikum pembuatan sauerkraut kali ini kami menggunakan dua buah sayuran yaitu kol/daun kubis dan wortel. Kol/daun kubis dan worteldibersihkan dari yang rusak

atau yang kotor dan dicuci kemudian diiris kecil-kecil selebar + 1 mm atau berbentuk korek api (pada wortel dikupas terlebih dahulu kulit luarnya sebelum diris kecil-kecil). Setelah kedua sayuran tersebut diiris-iris kemudian ditambahkan garam dan diaduk serata mungkin sambil ditekan-tekan dan mengeluarkan air. Penekanan dan pemberian garam pada proses peragian/pengawetan dimaksudkan agar cairan dalam kubis keluar dan mencegah pembusukan. Selain itu juga berpengaruh terhadap rasa dan kerenyahan sauerkraut tersebut. Sayuran kol dan wortel yang telah ditekan-tekan dan mengeluarkan air serta telah diberi garam harus tercelup semua dalam larutan garam, hal ini dilakukan yakni untuk mencegah terjadinya pertumbuhan khamir dan kapang yang tidak diinginkan selama proses fermentasi. Bila selama fermentasi terjadi pertumbuhan khamir dan kapang pada permukaan maka dapat menimbulkan rasa yang tidak diinginkan yang dapat masuk ke dalam seluruh sauerkraut sehingga menghasilkan produk yang lunak dan berwarna gelap. Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang telah terdapat di permukaan daun-daun kubis. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan kubis yang disebabkan oleh kerja enzim. Kadar garam yang cukup memungkinkan pertumbuhan serangkaian bakteri asam laktat dalam urutannya yang alamiah dan menghasilkan sauerkraut dengan imbangan garam-garam yang tepat. Jumlah garam yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan jaringan, tetapi juga kurang menghasilkan rasa. Terlalu banyak garam menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap dan memungkinkan pertumbuhan khamir. Konsentrasi garam yang digunakan dalam praktikum pembuatan sauerkraut kami adalah 2,5 % (merupakan konsentrasi garam yang optimum) (Sumanti, 2007). Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan yang dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging dan bahan pangan lainnya. Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuhtumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Mikroorganisme patogenik, termasuk Clostridium botolinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10-12%. Walaupun begitu, beberapa mikroorganisme terutama jenis-jenis Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang tidak dikehendaki (Norman W, 1988). Sayuran yang telah ditekan-tekan dan tercampur larutan garam dipadatkan dalam toples hingga tidak ada udara dalam sela-sela sayuran serta ditutup dengan kol. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pertumbuhan khamir atau kapang yang tidak diinginkan yang dapat merusak produk. Sebelum fermentasi terjadi, sauerkraut tersebut ditutup rapat dalam toples dan disimpan di suhu 30 oC. Hal ini dilakukan agar mikroba/bakteri asam laktat dapat tumbuh dan menghasilkan asam laktat dalam proses fermentasi tersebut. Rasa, tekstur, dan bau yang dihasilkan dalam proses fermentasi sayuran menjadi sauerkraut Dari hasil pembuatan sauerkraut ini, memiliki rasa asam, baunya asam menyengat seperti cuka dan teksturnya seperti sayuran segar pada umumnya atau sama pada saat proses pembuatan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada pembuatan sauerkraut ini berhasil dilakukan dan proses fermentasi dan pengawetan berhasil secara sempurna. Manfaat sauerkraut Mengkonsumsi sauerkraut memiliki banyak manfaat bagi tubuh yaitu untuk memperlancar proses pencernaan dalam tubuh karena dalam sauerkraut sangat banyak mengandung bakteri probiotik (bakteri baik) seperti Lactobacillus plantarum yang bisa mengusir gas dalam perut dan ketidaknyamanan yang terkait dengan gangguan buang air besar (BAB). Kandungan dalam Sauerkraut

Saurkraut mengandung 0,3% asam laktat dan 0,5% etanol. Juga terdapat kandungan CO2 dan senyawa volatil lainnya.

Sauerkraut Nilai nurtrisi per 100 g (3.5 oz) 78 kJ (19 kcal) Energi 4,3 gram Karbohidrat 1,8 gram Gula 2,9 gram Dietary fibre 0,14 gram Lemak 0,9 gram Protein 92 gram Air 0,13 mg (10%) Vitamin B6 15 mg (25%) Vitamin C 1,5 mg (12%) Iron 661 mg (29%) Sodium
Kerusakan Saurkraut Kerusakan saurkraut sebagian besar disebabkan oleh kontaminasi mikrobia. Hal ini terjadi karena kondisi proses tidak terkontrol dengan baik, terutama suhu fermentasi dan konsentrasi garam. Jika suhu > 30 C dan konsentrasi garam > 3%, maka BAL heterofermentatif menjadi terhambat pertumbuhannya sehingga terbentuk flavor yang tidak diinginkan. Jika suhu < 10 C dan konsentrasi garam < 2%, bakteri gram negatif akan tumbuh yang menyebabkan tekstur produk menjadi tidak sempurna. Produk-Produk Sayuran Hasil Fermentasi Hampir semua jenis sayuran termasuk buah-buahan yang bersifat seperti sayuran misalnya ketimun, tomat, olive dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat. Sayur-sayuran mengandung gula dan zat-zat gizi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Dalam pembuatan saurkraut kami menggunakan dua sayuran yaitu kol/daun kubis dan wortel (____, 2011). Faktor-faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran adalah:

Terciptanya keadaan anaerobik. Pengunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat-zat gizi dari sayur. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi. Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai. Dalam proses fermentasi sayuran bakteri asam laktat, misalnya Leuconostoc mesenteroides,Leuconostoc

plantarum dan Leuconostoc brevis, memfermentasi gula-gula yang terdapat dalam jaringan sayuran menjadi asam, terutama asam laktat. Kadar asam yang dihasilkan berkisar antara 0,8 1,5% (dinyatakan sebagai asam laktat). Tipe fermentasi ini berlangsung dalam suatu larutan garam berkonsentrasi 5-15% (20-600S). Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat-lah yang tumbuh. Garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sayuran tertarik keluar melalui proses osmosa. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai beberapa bulan (fermentasi panjang) (____, 2011). Fermentasi spontan pada produk fermentasi sayuran

Produk-produk fermentasi sayuran seperti sawi asin, sauerkraut (kubis asam) dan pikel merupakan hasil dari proses fermentasi yang berlangsung secara selektif dan spontan. Pembuatannya cukup mudah sehingga banyak dilakukan secara tradisional atau dalam skala rumah tangga. Fermentasi spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan mikroba dari luar (starter), mikroba yang tumbuh terdapat secara alami pada medium (yang dalam hal ini tentu sebagai mediumnya adalah sayuran) dan medium tersebut dikondisikan sehingga mikroba tertentu yang melakukan fermentasinya yang dapat tumbuh dengan baik. Walau awalnya terjadi secara tidak disengaja, fermentasi sayuran dapat mengawetkan sayuran tersebut dan menghasilkan produk dengan aroma dan cita rasa yang khas ( ____, 2011). Pada produk fermentasi sayuran, mikroba yang melakukan fermentasi adalah dari jenis bakteri penghasil asam laktat. Dalam pembuatannya, sayuran direndam dalam larutan garam berkadar 5-15% atau diberi garam secara kering sebanyak 2,5% berat sayuran. Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang dapat tumbuh. Adanya garam menjadikan air dan zat gizi seperti gula tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel sayuran. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Kondisi yang anaerobik mutlak diperlukan agar fermentasi berjalan dengan baik ( ____, 2011). Suhu selama proses fermentasi juga sangat menentukan jenis mikroba dominan yang akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 30C untuk pertumbuhan mikroba. Bakteri asam laktat (BAL) yang berperan adalah yang bersifat homofermentatif dan heterofermentatif. Jenis BAL yang bersifat homofermentatif hanya menghasilkan asam laktat hasil fermentasi gula yang dilakukannya, seperti Pediococcus cerevisae,Lactobacillus plantarum dan Streptococcus faecalis Sedangkan BAL yang bersifat heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat juga membentuk CO2, asam asetat, dan etanol. Contohnya adalah Lactobacillus brevis dan Leuconostoc mesenteroides . Pada awal proses fermentasinya, bakteri yang tumbuh pertama adalah Leuconostoc mesenteroides dan akan menghambat pertumbuhan bakteri awal lainnya. Produksi asam dan karbondioksida meningkat sehingga menurunkan pH dan tercipta kondisi yang anaerobik. Fermentasi dilanjutkan oleh jenis-jenis bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah, yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum. Lactobacillus plantarum merupakan bakteri yang paling tahan terhadap asam dan pH rendah sehingga merupakan mikroba akhir yang dapat tumbuh. Bakteri ini juga penghasil asam laktat terbanyak ( ____, 2011).

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sauerkraut dengan nama lain adalah kol asam merupakan makanan khas Jerman yang terbuat dari kubis. Dalam praktikum pembuatan sauerkraut ini digunkan kol dan wortel. Sauerkraut yang kami buat ini pengawetannya dengan melakukan fermentasi spontan atau dengan tidak menambahkan starter bakteri. Bakteri asam laktat secara alami terdapat dalam sayuran kol dan wortel. Dari hasil pembuatan sauerkraut ini, memiliki rasa asam, baunya asam menyengat seperti cuka dan teksturnya seperti sayuran segar pada umumnya atau sama pada saat proses pembuatan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada pembuatan sauerkraut ini berhasil dilakukan dan proses fermentasi dan pengawetan berhasil secara sempurna tanpa adanya kontaminasi mikroba lain yang tidak diinginkan. 5.2 Saran Bila ingin membuat suerkraut, maka pembuatannya harus sesuai dengan prosedur yang ada dan harus memperhatikan setiap langkah pembuataanya agar produk sauerkraut yang dihasilkan menghasilkan produk sauerkraut yang baik dan memiliki cita rasa, bau dan tekstur yang khas.

DAFTAR PUSTAKA Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI - Press: Jakarta. Margono, Tri. dkk. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI. Swiss Development Cooperation, 1993. [Online]. Tersedia di: http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6d39, (diakses tanggal 23 November 2011). Sumanti, Ir., MS, Debby. 2007. Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian . [Online]. Tersedia di: http://www.gogreen.web.id/2007/08/sauerkraut.html, (diakses tanggal 23 November) ____. ____. [Online]. Tersedia di: http://id.wikipedia.org/wiki/Sauerkraut, (diakses tanggal 23 November 2011). ____. November 2011). ____. [Online]. Tersedia di:http://today.co.id/read/2011/04/15/25098/kenali_dan_nikmati_sensasi_sauerkraut_khas_jerman, (diakses tanggal 23

____. November 2011).

____.

[Online].

Tersedia

di: http://www.sidoarjokab.go.id/other/warintek/index.php?cont=pangan/buah_sayur/sauerkraut.htm, (diakses tanggal 23 ____. ____. [Online]. Tersedia di: http://cara-menjadi-sehat.blogspot.com/2011/01/manfaat-sauerkraut.html, (diakses tanggal 23 November 2011). ____. ____. [Online]. Tersedia di: http://musicnotmustsick.blogspot.com/2009/11/sauerkraut.html, (diakses tanggal 23 November 2011). ____. ____. [Online]. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/6549682/fermentasisayuran, (diakses tanggal 23 November 2011). ____. ____. [Online]. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/6549684/Fermentasi-Spontan-Pada-Produk-FermentasiSayuran, (diakses tanggal 23 November 2011).

LAPORAN PEMBUATAN SAUERKRAUT


I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam nabati, salah satunya adalah sayuran. Telah banyak kita temui berbagai macam jenis sayuran salah satunya adalah sawi. Selain digunakan sebagai sayuran yang dikonsumsi biasa sebagai pendamping nasi. Sawi bisa dijadikan sebagai produk fermentasi yaitu sauerkraut yang nilai gizinya tidak kalah dengan produk fermentasi lainnya. Sayuran memiliki sifat cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan lepas panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat dilakukan dengan berbagai pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain. Tujuan pengolahan ini selain mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa sayuran itu. Sawi hijau dalam bentuk segar merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Oleh sebab itu untuk mengawetkan sekaligus meningkatkan nilai tambah sawi, seringkali dibuat sawi asin dengan fermentasi. Sauerkraut diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagi zat pengawetnya. Proses pembuatan sauerkraut sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan sayur asin, hanya saja sayurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Terjadi proses fermentasi spontan dalam pengolahan sauerkraut ini, dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi gagal atau berhasilnya pembuatan sauerkraut. Oleh sebab itu, praktikum ini dilaksanakan untuk mengetahui cara pembuatan sauerkraut yang baik dan benar serta mengetahui pengaruh penambahan garam pada sauerkraut. B. Tujuan Praktikum Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah : 1. Untuk mengetahui cara pembuatan sauerkraut sebagai salah satu metode memperpanjang masa simpan sayuran. 2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan garam pada pembuatan sauerkraut. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sawi hijau (Brassica rapa) Sawi hijau (Brassica rapa) convar. parachinensis; suku sawi-sawian atau Brassicaceae, merupakan jenis sayuran yang cukup populer. Dikenal pula sebagai caisim, caisin, atau sawi bakso, sayuran ini mudah dibudidayakan dan dapat dimakan segar (biasanya dilayukan dengan air panas) atau diolah menjadi asinan (kurang umum). Jenis sayuran ini mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Bila ditanam pada suhu sejuk tumbuhan ini akan cepat berbunga. Karena biasanya dipanen seluruh bagian tubuhnya (kecuali akarnya), sifat ini kurang disukai. Pemuliaan sawi ditujukan salah satunya untuk mengurangi kepekaan akan suhu ini (Anonim, 2009a). Klasifikasi ilmiah dari sawi hijau berdasarkan Anonim (2011), yaitu : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Dilleniidae Ordo : Capparales Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian) Genus : Brassica Spesies : Brassica rapa var. parachinensis L.

B. Sauerkraut Sauerkraut merupakan produk hasil fermentasi sayur sawi yang memiliki karakteristik warna, tekstur, dan aroma khas yang diperoleh dari proses fermentasi dengan cara mengiris - iris sawi dan dicampur dengan larutan garam. Sama dengan produk sayur asin lainnya, sauerkraut merupakan sayuran yang telah diberi asam, akan tetapi asamnya diperoleh dari proses fermentasi sakarida (gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat. Asam yang dihasilkan berkisar pada rentang 1,5 2,0 % pada akhir fermentasi dan di identifikasi berupa asam laktat. Pelunakan pada sauerkraut berawal dari kerusakan flavour karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke dalam seluruh bagian sauerkraut sehingga menjadi lunak. Di Jerman, sauerkraut dengan rasanya yang asam-asam segar disajikan dengan hidangan utama berupa sosis bratwurst atau roti. Gula yang terkandung dalam sayur sawi terdiri dari 85% glukosa dan15% fruktosa. Komposisi zat gizi termasuk gula dalam sawi / kol bervariasi tergantung pada varietas dan kondisi lokasi penanaman (Frazier dan Westhoff. 1988). Kandungan gula dalam pembuatan sauerkraut, memainkan peranan yang penting karena pengaruhnya terhadap keasaman maksimal yang dihasilkan saat fermentasi. Perbedaan kandungan gula dengan kisaran 2,9 % - 6,4% pada kebanyakan jenis sawi, menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan gula maka produk yang dihasilkan juga akan mengandung kadar asam yang tinggi, jika tidak dilakukan proses penghentian fermentasi yakni dengan cara pendinginan atau pengalengan. sayuran yang digunakan berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut, selain itu sayuran juga mengandung zat-zat gizi untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung bakteri asam laktat secara alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak di tambahkan inokulum atau ragi. Kadar garam yang ditambahkan dalam pembuatan sauerkraut berkisar antara 2,25 -2,5 % berat sawi untuk menghasilkan kraut dengan kualitas yang baik dan garam harus terdistribusi secara merata. Kadar garam untuk pembuatan produk asinan juga dapat berkisar antara 5-15%. Garam yang ditambahkan akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur yang mengandung gula dan nutrisi lain, yang mengontrol mikroflora yang tumbuh. Garam juga akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk (Tjahjadi, 2011). C. Faktor-Faktor Pengolahan Sauerkraut Faktor-faktor yang utama dalam fermentasi sayuran adalah konsentrasi garam yang cukup, distribusi garam yang merata, terciptanya keadaan mikroaerofilik, suhu yang sesuai, dan tersedianya bakteri asam laktat. Selanjutnya disebutkan bahwa kebersihan bahan baku juga merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam fermentasi sayuran. Mikroorganisme membutuhkan nutrien untuk kehidupan dan pertumbuhannya yang terdiri dari sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan yaitu vitamin dan mineral. Nutrien tersebut dibutuhkan untuk menghasilkan energi kimia dan untuk menyusun komponenkomponen sel (Buckle, et.all. 1987) Menurut Marta (2011), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan sauerkraut adalah: 1. Garam Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan sawi yang disebabkan oleh kerja enzim oleh bakteri pektinolitik. Selain itu, garam juga memberikan cita rasa pada produk. Garam, dapat membantu memecahkan karbohidrat dan asam-asam amino secara anaerobik oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi. Garam dan asam laktat inilah yang akan menghambat pertumbuhan organisme lain yang tidak diinginkan selama proses berlangsung. Selain itu juga dapat menghambat kerja enzim dalam hal pelunakan jaringan sawi. Jumlah garam yang ditambahkan harus memiliki perbandingan yang tepat yaitu berkisar antara 2,25-2,5% berat sawi untuk menghasilkan suerkraut yang berkualitas baik karena jika terlalu

tinggi akan menunda fermentasi ilmiah sehingga menyebabkan warna menjadi gelap. 2. Suhu Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Bila suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Suhu selama proses fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme dominan yangakan tumbuh. 3. Oksigen Ketersediaaan oksigen harus diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Contoh khamir dalam pembuatan anggur dan roti biasanya membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung, sedangkan untuk bakteri-bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung. D. Proses Pengolahan Sauerkraut adalah fermentasi sawi menggunakan bakteri asam laktat sehingga beras masam. Sawi dibersihkan dari bagian yang hijau, rusak dan kotor, dicuci kemudian diiris kecil-kecil selebar 1 mm. Irisan sawi ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki atau wadah kemudian ditambahkan larutan garam 2,25% dan diaduk serata mungkin. Bakteri yang memulai fermentasi adalah Leuconostoc mesenteroides dan dilanjutkan oleh Lacotabacillus brevis, Lb. plantarum dan Pediococcus cerevisiae. Suhu optimal untuk fermentasi ini adalah 25-30C dengan waktu 2-3 minggu. Suhu di atas 30C mengakibatkan produksi asam berlebihan sedang jika suhu kurang dari 25C sering muncul flavor dan warna yang tidak diharapkan serta waktu fermentasi menjadi sangat lama (Anonim, 2009b). Menurut Margono (1993), proses pengolahan sauerkraut adalah sebagai berikut: BAHAN 1. Sayuran (Kol atau sawi) 1 kg 2. Garam 50 gram 3. Air secukupnya ALAT 1. Pisau 2. Ember plastik kecil dan tutup 3. Lilin atau lem plastik 4. Botol selai dan tutup yang sudah disterilkan 5. Panci 6. Baskom CARA PEMBUATAN SAUERKRAUT: a. Layukan sayuran (kol/sawi) selama 1 malam; b. Buang daun sayuran (kol/sawi) bagian luar dan bagian-bagian yang rusak serta hatinya, lalu cuci; c. Iris tipis-tipis 2~3 mm, tulang daun sedapat mungkin tidak disertakan. d. Campurkan dengan garam 25 gram, aduk hingga rata kemudian masukkan ke dalam ember kecil sambil ditekantekan agar padat. Tutup dengan plastik serta diberi beban diatasnya; e. Tutup ember dengan penutupnya, lalu sepanjang lingkaran penutup dilem atau diberi lilin agar tak ada udara yang masuk; f. Biarkan peragian selama 2~3 minggu pada suhu ruangan, setelah itu pisahkan cairannya; g. Segera masukkan padatan sauerkraut tersebut ke dalam botol selai; h. Buat larutan garam dengan melarutkan garam 25 gram dalam 1 liter air dan aduk sampai rata. Panaskan hingga mendidih; i. Dalam keadaan panas masukkan larutan garam tersebut ke dalam botol selai yang telah berisi padatan sauerkraut (untuk padatan 1 kg memerlukan cairan sebanyak 1 liter). Kemudian tutup rapat; j. Rebus botol selai tersebut dalam air mendidih selama 30 menit, kemudian angkat dan dinginkan. SAYURAN KOL atau SAWI Dilayukan Diiris tipis 2-3 mm Dicampur dengan garam Ditutup dengan ember rapat-rapat ( 2-3 minggu) Ditiriskan Cairan Padatan Disaring Didinginkan Dipanaskan Di masukkan botol Cairan pengisi Dimasukkan dalam botol Larutan atau kaleng sauerkraut garam panas Minuman sauerkraut Dipanaskan 30 menit Didinginkan SAUERKRAUT Gambar 01. Diagram alir proses pembuatan sauerkraut III. METODE PRAKTIKUM A. Waktu dan Tempat Praktikum Aplikasi Teknologi Pengolahan Hasil Nabati dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 06 Maret 2012 pukul 08.00-11.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Pengolahan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2012. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : - pisau - toples baskom - timbangan analitik Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : - sawi hijau - garam - aluminium foil - air - plastik gula - tissue roll - sarung tangan plastik C. Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu : 1. Didiamkan

selama 1 malam sawi hijau yang telah dicuci bersih. 2. Dipisahkan bagian tengah sawi hijau dan diiris tipis-tipis daun sawi hijau. 3. Ditimbang daun sawi hijau 36,28 gram dan garam 4 % yaitu 1,45 gram. 4. Diremas daun sawi hijau bersama dengan garam sawi hijau hingga menjadi kering, tanpa air. 5. Dimasukkan kedalam kantong plastik. 6. Disiapkan kantong berisi air kemudian ditumpuklangsung dan menyentuh sawi. 7. Ditutup toples rapat dengan memastikan bahwa semua celahtelah diisi oleh kantong air. 8. Diinkubasi selama tiga hari. D. Parameter Pengamatan Parameter Pengamatan dari praktikum ini adalah - warna - aroma - tekstur IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hasil yang diperoleh dari praktikum dapat dilihat dari pada tabel sebagai berikut : Tabel 01. Hasil Pengamatan Sauerkraut setelah penyimpanan selama 3 hari Kelompok Parameter Warna Aroma Tekstur I Hijau Kehitaman Busuk Lunak II Hijau Busuk Keras III Hijau Sawi Lunak IV Hijau Busuk Keras V Hijau Busuk Lunak VI Hijau Busuk Lunak Sumber : Data Primer Hasil Praktikum Aplikasi Teknologi Hasil Nabati, 2012. Adapun perlakuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: I. Sawi hijau 45 gram + garam 2% II. Sawi hijau 21,57 gram + garam 2% III. Sawi hijau 37,13 gram + garam 3% IV. Sawi hijau 63,33 gram + garam 3% V. Sawi hijau 48,87 gram + garam 4% VI. Sawi hijau 36,28 gram + garam 4% B. Pembahasan Sawi yang digunakan pada pembuatan sauerkraut ini menjadi medium pertumbuhan bagi bakteri asam laktat. Sawi ini akan melakukan fermentasi bersama dengan garam yang akan menarik air dan zat gizi dari jaringan sayuran sebagai pelengkap subsrat untuk petumbuhan bakteri asam laktat yang terdapat pada permukaan daun-daun sawi. Bakteri asam laktat pada sawi ini akan memfermentasi gula-gula menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis secara anaerob. Hal ini sesuai pernyataan (Tjahjadi, 2011), bahwa sayuran yang digunakan berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut, selain itu sayuran juga mengandung zat-zat gizi untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung bakteri asam laktat secara alami, sehingga dalam pembuatan sauerkraut tidak di tambahkan inokulum atau ragi. Proses pembuatan sauerkraut dimulai dengan, sawi dibersihkan dari bagian yang hijau,rusak atau yang kotor, dicuci dan kemudian diiris kecil-kecil selebar 1 mm. Bagian tengah (core) sawi dapat dibuang atau dibiarkan sebelum pemotongan kecil-kecil. Irisan sawi ini kemudian dimasukkan ke dalam tempat atau toples kaca yang selanjutnya ditambahkan 1,45 gram garam dan diaduk serata mungkin. Toples kemudian ditutup kantong yang berisi air yang cukup lebar untuk menutupi bagian tepi dari toples kaca. Air dimasukkan kedalam plastik ini yang berfungsi sebagai pemberat dan penutup yang efektif. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2009b), bahwa tahapan pembuatan sauerkraut adalah penyiapan bahan baku, pelayuan agar air dari jaringan keluar, pemisahan bagian tidak terpakai, pencucian, penirisan, penyiapan larutan garam, pemasukan sawi ke dalam toples yang bersih dan steril, penuangan larutan garam ke dalam toples berisi sawi, dan diinkubasi selama 20 hari. Faktor yang menyebabkan gagalnya sauerkraut yakni konsentrasi garam yang ditambahkan terlalu tinggi mengakibatkan penundaan fermentasi secara alamiah serta menyebabkan warna menjadi gelap dan memungkinkan pertumbuhan khamir. Selain itu, suhu juga dapat menentukan keberhasilan pada pembuatan sauerkraut tersebut, suhu yang lebih rendah mengakibatkan pertumbuhan bakteri asam laktat menjadi lambat sehingga tumbuh mikroba yang lain yang menyebabkan produk menjadi busuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tjahjadi (2011), bahwa pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Bila suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Warna yang dihasilkan pada pembuatan sauerkraut perlakuan VI diperoleh warna hijau. Warna hijau gelap pada sauerkraut ini diakibatkan karena penambahan garam yang terlalu banyak yaitu 1,45 gram (4%) sehingga proses fermentasi tidak

berlagsung baik dan menunda pertumbuhan bakteri asam laktat secara alami yang diperlukan dalam pembuatan sauerkraut. Warna sauekraut yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan warna alami sawi yaitu hijau pucat. Hal ini sesuai pernyataan Marta (2011), bahwa jumlah garam yang ditambahkan harus memiliki perbandingan yang tepat yaitu berkisar antara 2,25-2,5% berat sawi untuk menghasilkan suerkraut yang berkualitas baik karena jika terlalu tinggi akan menunda fermentasi ilmiah sehingga menyebabkan warna menjadi gelap. Aroma sauerkraut yang dihasilkan perlakuan VI yakni berbau busuk. Hal ini disebabkan karena bakteri asam laktat yang tidak tumbuh maksimal sehingga tumbuhnya bakteri lain. Tidak maksimalnya pertumbuhan bakteri asam laktat karena suhunya tidak terkontrol dan berada di bawah suhu ruang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marta (2011), bahwa bila suhunya rendah maka pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat, sehingga tidak cukup banyak asam dihasilkan sehingga produk menjadi busuk. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi agar fermentasi berlangsung dengan baik, suhu ruang harus berkisar 300 C. Tekstur yang dihasilkan pada perlakuan VI yakni lunak. Hal ini disebabkan oleh tumbuhnya mikroorganisme selain bakteri asam laktat yaitu tumbuhnya kapang dan khamir. Kapang dan khamir ini kandungan air dan garam yang berlebihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Frazier dan Westhoff (1988), bahwa pelunakan pada sauerkraut berawal dari kerusakan flavour karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan kapang masuk ke dalam seluruh bagian sauerkraut sehingga menjadi lunak. V. PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari praktikum ini adalah: 1. Proses pembuatan sauerkraut adalah pelayuan, pemisahan bagian yang rusak, pencucian, pemotongan, penambahan garam, penyimpanan dalam toples, penumpukan air dan fermentasi. 2. Penambahan garam pada pembuatan sauerkraut mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat. B. Saran Saran untuk praktikum selanjutnya agar dalam pengolahan sauerkraut di kontrol suhunya agar didapatkan produk sauerkraut yang berhasil dan hasil olahan sauerkraut sebaiknya dilakukan uji pH. DAFTAR PUSTAKA Anonim,2009a. Sawi Hijau. http://www.plantamor.com/index.php?album=225. Di akses tanggal 10 Februari 2012. Makassar. Anonim, 2009b. Sauerkraut (Pengawetan Sayuran). http://musicnot mustsick.blogspot.com/. Di akses tanggal 10 Februari 2012. Makassar. Anonim, 2011. Sawi Hijau. http://id.wikipedia.org/wiki/sawi-hijau. Di akses tanggal 10 Februari 2012. Makassar. Buckle, Kenneth, A., Edwards, Ronald A., Fleet, Graham, H., dan Wooton, Michael. 1987. Ilmu Pangan (Terjemahan). Universitas Indonesia : Jakarta. Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. McGraw.Hill, Inc,New York. Marta, Herlina. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran, Bandung. Margono, Tri, Detty Suryati dan Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993. Tjahjadi, 2011. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah Volume II. PenerbitWidya Padjadjaran, Bandung. Diposkan oleh AmridA mY iNsPiRasi di 09.21 I. TINAUAN PUSTAKA A. Sauerkraut Sauerkraut adalah kubis yang dimasukkan dalam 2,25% garam lalu disimpan selama 14 hari. Fermentasi dimulai oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides yang kemudian dilanjutkan oleh jenis yang lebih tahan asam diantaranya Lactobacillus brevis, Lactobacillus plantarum dan Pediococcus cereviceae. Leuconostoc mesenteroides merupakan mikroorganisme tahan garam dan memiliki fase lag yang pendek, dengan suhu optimum

pertumbuhan pada 15-18oC. Lingkungan asam akibat terbentuknya asam laktat (0,6-0,9%) oleh L. mesenteroides tidak hanya menghambat mikroorganisme non asam laktat tapi memberikan kondisi yang menguntungkan untuk bakteri asam laktat. Pada saat konsentrasi asam laktat mencapai 1% maka akan menghambat pertumbuhan L. mesenteroides dan setelah enam hari, bakteri ini tidak lagi terdeteksi. Produk akhir sauerkraut memiliki konsentrasi 1,7% asam laktat dengan pH 3,4-3,6 dimana hanya bakteri toleran terhadap asam yang ada yaitu L. plantarum. Kerusakan produk sauerkraut dapat diakibatkan suhu fermentasi yang terlalu tinggi (> 30oC) atau terlalu banyak garam yang ditambahkan akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan L. mesenteroides, sehingga produk akehir heterofermentatif tidak ada dan flavor akan kasar. Jika suhu fermentasi terlalu rendah (<10oC) atau terlalu sedikit garam yang ditambahkan maka bakteri gram negatif seperti enterobacter, flavobacterium dan pseudomonas dapat tumbuh yang menghasilkan enzim pektinolitik. B. Pikel Fermentasi adalah proses pengolahan yang memanfaatkan aktivitas metabolisme mikroba untuk menghasilkan senyawa antara, produk akhir, metabolit sekunder maupun biomasssa (Hariyadi et al., 1999). Fermentasi hanya dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba pada substrat organik yang sesuai (Rahayu., et. Al., 1992). Awal proses fermentasi yaitu pembentukan asam laktat dengan bakteri yang muncul pertama Leuconostoc mesenteroides yang akan menghambat pertumbuhan bakteri awal dan meningkatkan produksi asam dan karbondioksida sehiggga menurunkan pH dan terciptanya kondisi yang anaerobik (Vaughn, 1982). Kemudian, fermentasi akan dilanjutkan oleh bakteri yang tahan terhadap pH rendah yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviceae, lactobacillus plantarum. Bakteri-bakteri ini menghasilkan asam laktat, CO2, etanol dan asam asetat ( Vaughn, 1982) Pikel adalah hasil pengolahan buah atau sayuran dengan menggunakan garam dan diawetkan dengan asam dengan, atau tanpa penambahan gula dan rempah-rempah sebagai bumbu ( Vaughn, 1982 ). Fermentasi merupakan proses yang dialami pada pembuatan pikel dengan bantuan mikroorganisme seperti kapang, khamir dan bakteri. Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Banyak faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran yaitu:

Terciptanya keadaan anaerobik Penggunaan secukupnya kadar garam yang dapat menyerap keluar cairan dan zat gizi produk

Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai

Tabel. 1 Jenis mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi sayuran Produk Jenis mikroorganisme fermentasi Sauerkraut Leuconostoc mesenteroides , Leuconostoc fallax , Lactobacillus brevis, mesenteroides, Leuconostoc inhae, Weissella citreum, plantarum Pediococcus Leuconostoc gelidum, kimchii, Lactobacillus Lactobacillus pentosaceus Kimchi Leuconostoc kimchii, Leuconostoc Leuconostoc plantarum Lactobacillus brevis Pickles Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus plantarum, Zaitun Lactobacillus brevis, Pediococcus pentosaceus Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis Konsumsi pickle di Amerika Serikat digolongkan menjadi tiga kelompok besar yaitu pickle segar, pickle yang didinginkan, pickle yang difermentasi. Pickle segar biasanya mentimun yang dikemas dalam kemasan gelas, diberi cuka dan flavor lain lalu dipasteurisasi. Pickle segar memiliki masa simpan yang cukup lama bahkan jika disimpan di suhu ruang. Pickle segar memiliki tekstur renya dengan sedikit asam. Pickle refrigerasi hampir sama dengan pickle segar pasteurisasi dihilangkan dan pickle disimpan dalam suhu rendah, menghasilka pickle dengan tekstur renyah, flavor sedikit asam dan warna yang lebih segar. Pickle refrigerasi memiliki masa simpan yang lebih singkat dibanding pickle segar. Sebagai pengawet biasanya ditambahkan natrium benzoat. Pickle fermentasi memiliki tekstur dan flavor yang berbeda dengan pickle segar, serta memiliki masa simpan yang lebih lama yaitu sekitar dua tahun.

Fermentasi pickle mengandung konsentrasi garam dan asam organik yang tinggi dengan pH kurang dari 4,5. Kondisi ini dapat menghambat pertumbuhan koliform, psedomonas, bacili, clostridia dan bakteri non asam laktat, yang dapat menyebabkan masalah pada flavor dan tekstur. Larutan garam yang digunakan sekitar 5% yang memungkinkan pertumbuhan L. mesenteroides. Pembentukan CO2 tidak diinginkan karena dapat mengakibatkan floaters atau bloaters yaitu mengambangnya bahan pangan di permukaan. Kadar garam yang terlalu rendah dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan seperti Bacillus, Pseudomonas dan Flavobacterium. Pada konsentrasi garam antara 5-8%, pertumbuhan L. mesenteroides terhambat dan fermentasi dilakukan oleh Lactobacillus plantarum dan Pediococcus. Semakin rendah suhu fermentasi maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses fermentasi. II. TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan praktikum ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik sayur dan buah yang cocok untuk difermentasi 2. Mengetahui prosedur fermentasi yang sesuai dengan karakteristik sayur dan buah 3. Mengetahui karakteristik sayur dan buah sebelum dan setelah III. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan: Kompor, timbangan, gelas ukur, talenan, pisau, baskom, jar besar, jar kecil, label, kantong plastik, sendok stainless, tali rapia. Bahan yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut: Sawi hijau, garam. Bahan yang digunakan untuk pembuatan pickle: Terong ungu, garam dapur, asam cuka.

IV. PROSEDUR KERJA A. Prosedur Pembuatan Sauerkraut 1. Dipilih sawi segar dan bebas daun kuning, lalu disimpan diudara terbuka agar tidak layu. 2. Berat sawi ditimbang, bagian selain daun dibuang, lalu iris tipis-tipis, sawi kemudian ditimbang lagi. 3. Dimasukan 35 gram garam untuk setiap kg sawi, diaduk rata dan dibiarkan 3-5 menit.

4. Hasil dimasukan kedalam toples, pengisian hingga padat. 5. Permukaan ditutupi dengan lembaran plastik diatasnya, lalu diletakan pemberat diatasnya (larutan garam) untuk mengurangi udara dalam irisan kubis. 6. Stoples disimpan dalam ruangan gelap. Umumnya fermentasi mencapai 2-3 minggu bila disimpan pada suhu 21-27. Fermentasi selesai apabila sauerkraut berwarna putih kekuningan merata dan bebas dari bintik. 7. Setelah fermentasi berjalan, hasil diperiksa setiap dua hari apakah ada selaput/ busa di permukaan, bila ada diseroki lalu dibuang. 8. Setelah fermentasi selesai, sauerkraut dapat langsung dimakan atau dipasteurisasi dengan cara: 9. Sawi ditiriskan 10. Cairan dituangkan ke dalam panci lalu dididihkan, setelah cairan mendidih sauerkraut dimasukan ke dalamnya dan pemasakan diteruskan sampai mendidih. 11. Stoples diambil lalu sterilisasi dengan cara panci besar disiapkan dalu diisi air dan stoples, bagian dasar panci disimpan lap tangan bersih. 12. Stoples yang telah disterilisasi diisi dengan sauerkraut yang sudah dipasretisasi, lakukan exhausting dengan cara pemanasan dalam panci berisi air mendidih. 13. Setelah fermentasi selesai, sifat organoleptik diamati (warna, tekstur, keasaman, citarasa) dan pH. B. Prosedur pembuatan pickle 1. Bahan disortasi, lalu dicuci hingga bersih lalu ditiriskan. 2. Air dimasak sebanyak 2 liter, lalu bahan pangan diblansing selama 3 menit. 3. Bahan diangkat lalu disiram dengan air dingin. 4. Dibuat larutan perendam yang terdiri dari 1 liter air matang + 50 gram garam dapur + 50 ml cuka. 5. Bahan yang telah diblansing direndam dalam larutan perendam lalu disimpan ditempat yang galap selama seminggu. 6. Lapisan putih yang ada pada permukaan bahan diserok dan dibuang. 7. Setelah fermentasi selesai sifat organoleptik diamati (warna, tekstur, keasaman, cita rasa), dan pH. V. HASIL PENGAMATAN A. Sauerkraut Hari ke Warna Aroma Tekstur PH

2 4 6 8 10 12 14

Hijau, putih Hijau, putih Hijau, putih Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua

Asam, sawi Asam sawi Bau sedap Bau sedap Bau sedap Bau sedap Bau sedap

Lunak Lunak

berair berair berair

dan dan dan 7

bergelembung bergelembung tak Lunak bergelembung tak Berair, Lunak dan lembek tak Berair, Lunak dan lembek tak Berair, Lunak dan lembek tak Berair, lunak dan lembek

B.Pikel Hari ke Warna 1 7 Coklat air jernih Coklat pucat, jernih 14 Coklat pucat, jernih VI. PEMBAHASAN muda air

Aroma muda, Aroma dan asam Asam cuka

Tekstur khas Lunak dan renyah Lunak dan renyah

PH 4

muda Asam cuka air

Lunak dan renmyah

3,6

A. Sauerkraut Sauerkraut dalam kemasan adalah suatu produk makanan hasil fermentasi irisan atau cincangan kubis (Brassica oleracea) segar yang diawetkan

didalam kemasan larutan garam atau cairan fermentasi juice Kraut dengan atau tanpa pemanasan (SNI 01-2600-1992). Bahan dasar pembuatan sauerkraut pada praktikum kali ini adalah sawi hijau. Proses pembuatan diawali dengan sortasi sawi, sawi yang dipilih adalah sawi segar dan bebas daun kuning. Setelah itu dilakukan penimbangan kemudian diberi perlakuan seperti minimally processing. Dimasukan 35g garam untuk setiap kg sawi, diaduk rata dan dibiarkan 3-5 menit. Garam menarik air dan zat gizi dari jaringan kubis yang kemudian melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang terdapat di permukaan kubis. Garam dan asam yang dihasilkan dari proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan kubis yang disebabkan oleh kerja enzim. Jika konsentrasi garam yang digunakan untuk proses fermentasi terlalu rendah, maka terjadi proses pelunakan jaringan buah dan sayur akibat dari aktivitas enzim pektinolitik. Enzim ini berfungsi untuk mendegradasi molekul pektin yang banyak ditemukan pada sel tananaman. Sebaliknya apabila jumlah garam yang terlalu banyak justru akan menunda fermentasi alamiah, menyebabkan warna menjadi gelap, dan memungkinkan pula pertumbuhan khamir (Buckle, 1987). Proses penggarama dimulai dengan penambahan garam konsentrasi rendah kemudian ditambah secara bertahap sampai pertumbuhan bakteri terhenti. Konsentrasi garam yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut adalah 58%. Sawi yang sudah digarami kemudian dimasukan kedalam toples hingga padat. Permukaan ditutupi dengan lembaran plastik, lalu diletakan pemberat diatasnya yang berisi larutan garam dengan kosentrasi sama. Fungsinya untuk mengurangi udara dalam irisan sawi. Toples disimpan dalam ruangan gelap. Umumnya fermentasi mencapai 2-3 minggu bila disimpan pada suhu 21-27. Fermentasi dimulai oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides yang kemudian dilanjutkan oleh jenis yang lebih tahan asam diantaranya Lactobacillus brevis, Lactobacillus plantarum dan Pediococcus cereviceae. Leuconostoc mesenteroides merupakan mikroorganisme tahan garam dan memiliki fase lag yang pendek, dengan suhu optimum pertumbuhan pada 15-180C. Gula diuraikan menjadi asam laktat dan asam asetat melalui jalur heterofermentatif. Lingkungan asam akibat terbentuknya asam laktat (0,60,9%) oleh L. mesenteroides tidak hanya menghambat mikroorganisme non-asam laktat tapi memberikan kondisi yang menguntungkan untuk bakteri asam laktat. Penghambatan pertumbuhan L. mesenteroides bisa dilakukan ketika konsentrasi asam laktat mencapai 1% . Fermentasi selesai apabila sauerkraut berwarna putih kekuningan merata dan bebas dari bintik. Hasil akhir sauerkraut memiliki konsentrasi 1,7%

asam laktat dengan pH 3,4 - 3,6 dan hanya bakteri toleran terhadap asam yang ada yaitu L. plantarum. Namun karena pH akhir dari sauerkraut sawi >4, maka pembuatan sauerkraut sawi gagal dan tidak bisa dikonsumsi. Produk akhir sauerkraut sawi memiliki aroma yang sangat busuk menyengat dan tidak layak konsumsi. Faktor penyebab kerusakan sauerkraut karena sebagian besar disebabkan oleh kontaminasi mikrobia. Faktor tersebut terjadi karena kondisi proses tidak terkontrol dengan baik, terutama suhu fermentasi dan konsenrtasi garam. Jika suhu > 30 C dan konsentrasi garam > 3%, maka BAL heterofermentatif menjadi terhambat pertumbuhannya sehingga terbentuk flavor dan aroma yang tidak diinginkan. Jika suhu < 10 C dan konsentrasi garam < 2%, bakteri gram negatif akan tumbuh yang menyebabkan tekstur produk menjadi tidak sempurna larutan garam yang dihasilkan tidak baik. Terdapatnya gas (peledakan kecil) saat membuka toples disebabkan oleh kandungan CO2 yang dihasilkan dari proses fermentasi terlalu tinggi dan menciptakan aroma pada produk yang tidak diinginkan (bau busuk). B. Pikel Pikel adalah sayuran yang diperam dalam larutan garam. Pikel biasanya dibuat dari bahan dasar mentimun, terong, semangka serta sayuran lainnya. Faktor yang mengontrol berhasil tidaknya proses pembuatan pikel adalah kadar garam, dan suhu larutan garam atau brine. Kadar larutan garam yang paling umum dipakai dalam pemeraman pikel adlah 5-8%. Praktikum pembuatan pikel kali ini dipilih sayuran dari jenis terong. Terong yang dipakai adalah terong yang pada saat dipanen belum matang karena terong yang sudah matang memiliki ukuran yang terlalu besar, warna dan bentuk mudah berubah, biji matang sudah penuh serta terlalu lunak sehingga berakibat pada hasil akhir pikel yang kurang baik. Proses pembuatan pikel diawali dengan mensortasi bahan yaitu terong, kemudian bahan dicuci hingga bersih agar terhindar dari kontaminasi mikroorganisme merugikan. Terong kemudian di blansing selama 3 menit dan dilanjutkan dengan penyiraman terong yang sudah diblansing dengan air dingin. Tujuan dari blansing adalah untuk menonaktifkan enzim alami yang terdapat pada bahan pangan, membunuh sebagian jasad renik yang terdapat pada bahan pangan, mematikan jaringan-jaringan bahan, menghilangkan kotoran yang melekat pada sayuran, menghilangkan zat-zat penyebab lendir pada sayuran, mengeluarkan gas-gas termasuk O2 dalam jaringan buah atau sayuran, mempertahankan mutu sensorik dan nutrisi dari buah dan sayur.

Kemudian bahan direndam dalam larutan perendam yang terdiri dari 1 liter air matang + 50g garam dapur + 50ml cuka lalu disimpan ditempat galap selama satu minggu. Fungsi penambahan garam adalah untuk menekan pertumbuhan bakteri pembusuk yang mungkin ada pada terong. Perbedaan pembuatan pickle dan sauerkraut adalah pada konsentrasi garam yang digunakan dimana pada pembuatan pickle, konsentrasi garam yang ditambahkan lebih banyak menyebabkan jenis mikroorganisme yang tumbuh lebih sedikit. Fermentasi pickle menggunakan larutan garam seringkali proses fermentasi terkontrol dengan menggunakan kultur starter. Bakteri berbentuk batang, gram negatif yang tidak diinginkan biasanya tumbuh lebih dahulu (pseudomonas), tetapi mikroorganisme ini segera dikalahkan oleh Leuconostoc mesenteroides, Streptococcus faecalis dan Pediococcus cerevisiae. Selanjutnya jenis Lactobacillus plantarum yang lebih tahan terhadap asam dan garam akan tumbuh dan berperan menyelesaikan proses fermentasi (jumlah total asam tertitrasi adalah 0,60-0,80%). Khamir kadang-kadang tumbuh baik pada permukaan atau di dalam larutan yang mengakibatkan pembusukan dengan merusak asam laktat yang dihasilkan bakteri. Variasi dari bagian produksi dasar ini termasuk penambahan bumbu-bumbu dan campuran rempah-rempah ke dalam larutan garam untuk memberi pikel yang renyah. Pembuatan pikel ini digunakan penggaraman awal, kemudian diikuti oleh fermentasi asam laktat yang dimulai oleh Leuconostoc mesenteroides dan diselesaikan oleh bakteri asam laktat lainnya seperti Lactobacillus brevis dan Lactobacillus plantarum (Sumanti). Lapisan putih yang ada pada permukaan bahan diserok dan dibuang. Setelah fermentasi selesai sifat organoleptik diamati (warna, tekstur, keasaman, cita rasa), dan pH. Hasil akhir menunjukan bahwa pikel dapat dikonsumsi karena salahsatu syarat pikel yang baik adalah pikel yang memiliki pH akhir 4 atau kurang dari 4,5. VII. SIMPULAN Sauerkraut dan pickle adalah fermentasi sayuran dengan menggunakan garam dan dengan bantuan mikroorganisme yang menguntungkan atau dapat juga disebut fermentasi asam laktat, mengubah glukosa menjadi asam laktat. Perbedaan sauerkraut dan pickle ada pada konsentrasi garam yang ditambahkan, konsentrasi garam yang ditambahkan ke dalam pickle lebih banyak daripada sauerkraut. Organoleptik hasil akhir sauerkraut pada praktikum ini sedikit menyimpang dari seharusnya, karena sauerkraut berwarna hijau, bertekstur lembek dan

berair, aroma tak sedap, dengan PH 7. Hal ini dapat disebabkan karena kontak dengan udara yang terlalu lama saat fermentasi mulai berlangsung. Organoleptik pickle adalah pickle berwarna sama seperti sebelum difermentasi dengan air yang jernih, tekstur lunak renyah, aroma asam cuka dan PH 4. DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A.,RA Edwards, GH Fleet, M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta Chaidir, A., 2006. Tesis : Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif Untuk Minuman Berserat. Sekolah Pascasarjana. IPB, Bogor. Desrosier, NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah : M. Muljodihardjo. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta Diennazola, R., 2008. Skripsi :Pengaruh Sekat dalam Kemasan Terhadap Umur Simpan dan Mutu Buah Pisang Raja Bulu. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. IPB, Bogor. Hutkins, RW. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Food. Blackwell Publishing, Iowa. Potter, N.N. 1986. Food Science Fourth Edition. Chapman & Hall, New York. Vaughn. 1982 . Lactic Acid Fermentation of Cabbage, Cucumber, Olives and Other Product. In Prescott and Dunns Industrial Microbiology. Fourth edition. AVI Publishing Co.Texas Yenrina R., N. Hamzah, dan R. Zilvia, 2009. Mutu Selai Lembaran Campuran Nenas(Ananas comusus) dengan Jonjot Labu Kuning(Cucurbita moschata).Jurnal Pendidikan dan Keluarga, Padang.

Sauerkraut (pengawetan sayuran)

Mungkin kalian masih banyak yang belun tau apa itu "sauerkraut",terdengar asing,da aneh. Namun pada intinya sauerkraut adalah salah satu pengawetan sayuran tertentu (karena tidak semua sayuran) dengan melakukan fermentasi secara spontan. Dan dibawah ini,kalian dapat mengenal penjelasan yang lebih mendalam tentang sauerkraut itu sendiri, apalagi jika kalian dapat membuatnya sendiri. Karena materi ini merupakan hasil laporan praktikum saya sendiri,hehe"..semoga bermanfaat.. Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan yang dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawtan ikan, daging dan bahan pangan lainnya. Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Mikroorganisme patogenik, termasuk Clostridium botolinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10-12%. Walaupun begitu, beberapa mikroorganisme terutama jenis-jenis Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang tidak dikehendaki. Produk-Produk Sayuran Hasil Fermentasi Hampir semua jenis sayuran termasuk buah-buahan yang bersifat seperti sayuran misalnya ketimun, tomat, olive dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat. Sayur-sayuran mengandung gula dan zat-zat gizi untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Faktor-faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran adalah: 1. Terciptanya keadaan anaerobik. 2. Pengunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat-zat gizi dari sayur. 3. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi. 4. Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai. Sayur adalah sayuran yang diawetkan dengan asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme selama proses fermentasi. Jenis mikroorganisme yang berperan terutama adalah bakteri asam laktat. Tujuan dari fermentasi sayuran adalah pertama-tama adalah mengawetkan bahan pangan

tersebut, dan kedua adalah menghasilkan produk dengan sifat inderawi yang khas, khususnya aroma dari cita rasanya. Jenis sayuran yang digunakan antara lain: kubis, jagung, sawi hijau, petsai, ketimun, bawang merah, bawang putih, dan sebagainya. Bakteri asam laktat secara alami terdapat dalam sayuran ini. Dalam proses fermentasi sayuran bakteri asam laktat, misalnya Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc plantarum dan Leuconostoc brevis, memfermentasi gula-gula yang terdapat dalam jaringan sayuran menjadi asam, terutama asam laktat. Kadar asam yang dihasilkan berkisar antara 0,8 1,5% (dinyatakan sebagai asam laktat). Tipe fermentasi ini berlangsung dalam suatu larutan garam berkonsentrasi 5-15% (20-600S). Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat-lah yang tumbuh. Garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sayuran tertarik keluar melalui proses osmosa. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai beberapa bulan (fermentasi panjang). Fermentasi spontan pada produk fermentasi sayuran Produk-produk fermentasi sayuran seperti sawi asin, sauerkraut (kubis asam) dan pikel merupakan hasil dari proses fermentasi yang berlangsung secara selektif dan spontan. Pembuatannya cukup mudah sehingga banyak dilakukan secara tradisional atau dalam skala rumah tangga. Fermentasi spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan mikroba dari luar (starter), mikroba yang tumbuh terdapat secara alami pada medium (yang dalam hal ini tentu sebagai mediumnya adalah sayuran) dan medium tersebut dikondisikan sehingga mikroba tertentu yang melakukan fermentasinya yang dapat tumbuh dengan baik. Walau awalnya terjadi secara tidak disengaja, fermentasi sayuran dapat mengawetkan sayuran tersebut dan menghasilkan produk dengan aroma dan cita rasa yang khas. Pada produk fermentasi sayuran, mikroba yang melakukan fermentasi adalah dari jenis bakteri penghasil asam laktat. Dalam pembuatannya, sayuran direndam dalam larutan garam berkadar 515% atau diberi garam secara kering sebanyak 2,5% berat sayuran. Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang dapat tumbuh. Adanya garam menjadikan air dan zat gizi seperti gula tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel sayuran. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Kondisi yang anaerobik mutlak diperlukan agar fermentasi berjalan dengan baik. Suhu selama proses fermentasi juga sangat menentukan jenis mikroba dominan yang akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 30C untuk pertumbuhan mikroba. Bakteri asam laktat (BAL) yang berperan adalah yang bersifat homofermentatif dan heterofermentatif. Jenis BAL yang bersifat homofermentatif hanya menghasilkan asam laktat hasil fermentasi gula yang dilakukannya, seperti Pediococcus cerevisae, Lactobacillus plantarum dan Streptococcus faecalis Sedangkan BAL yang bersifat heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat juga membentuk CO2, asam asetat, dan etanol. Contohnya adalah Lactobacillus brevis dan Leuconostoc mesenteroides . Pada awal proses fermentasinya, bakteri yang tumbuh pertama adalah Leuconostoc mesenteroides dan akan menghambat pertumbuhan bakteri awal lainnya.

Produksi asam dan karbondioksida meningkat sehingga menurunkan pH dan tercipta kondisi yang anaerobik. Fermentasi dilanjutkan oleh jenis-jenis bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah, yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum. Lactobacillus plantarum merupakan bakteri yang paling tahan terhadap asam dan pH rendah sehingga merupakan mikroba akhir yang dapat tumbuh. Bakteri ini juga penghasil asam laktat terbanyak. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai beberapa bulan (fermentasi panjang). Sauerkraut adalah makanan Jerman dari kubis yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus dan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi. Kubis yang dicampur dengan garam dan cairan yang bersifat asam sebenarnya sudah ada sejak zaman prasejarah namun kemungkinan dideskripsikan pertama kali oleh Gaius Plinius Secundus di abad pertama Masehi. Cara pembuatan sauerkraut seperti sekarang diperkirakan berkembang sekitar tahun 1550 hingga 1750. Di tahun 1776, Kapten James Cook diberi penghargaan Medali Copley setelah membuktikan saeurkraut berkhasiat sebagai makanan pencegah skorbut di kalangan pelaut Inggris ketika melakukan pelayaran jauh. Fermentasi Sauerkraut Sauerkraut adalah fermentasi kubis menggunakan bakteri asam laktat sehingga beras masam. Kubis dibersihkan dari bagian yang hijau, rusak dan kotor, dicuci kemudian diiris kecil-kecil selebar + 1 mm. Irisan kubis ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki atau wadah kemudian ditambahkan larutan garam 2,25% dan diaduk serata mungkin. Bakteri yang memulai fermentasi adalah Leuconostoc mesenteroides dan dilanjutkan oleh Lacotabacillus brevis, Lb. plantarum dan Pediococcus cerevisiae. Suhu optimal untuk fermentasi ini adalah 25 30C dengan waktu 2 3 minggu. Suhu di atas 30C mengakibatkan produksi asam berlebihan sedang jika suhu kurang dari 25C sering muncul flavor dan warna yang tidak diharapkan serta waktu fermentasi menjadi sangat lama. DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A, et al. 1985. Ilmu Pangan. UI Press: Jakarta Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI - Press: Jakarta http://www.scribd.com/doc/6549682/fermentasisayuran, diakses pada tanggal 19 november 2009 http://www.scribd.com/doc/6549684/Fermentasi-Spontan-Pada-Produk-Fermentasi-Sayuran, diakses pada tanggal 19 november 2009

Anda mungkin juga menyukai