BAKSO
A. Tujuan
Tujuan dari Praktikum Teknologi Daging dan Ikan Acara IV
Pembuatan Bakso adalah
1. Untuk mengetahui formulasi bakso daging sapi yang paling tepat secara
organoleptik.
2. Mengetahui fungsi penambahan kuning telur dalam pembuatan bakso.
3. Mengetahui tingkat kesukaan terhadap formulasi bakso yang berbeda.
B. Tinjauan Pustaka
Daging sapi merupakan produk makanan yang digemari dan hampir
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Disamping kandungan
gizinya lengkap, produk hewani ini memiliki nilai organoleptik spesifik,
sehingga cocok untuk masakan dan produk olahan tertentu. Daging sapi dapat
diolah dengan berbagai cara, yaitu dengan cara dimasak, digoreng, diasap,
dipanggang, disate atau diolah menjadi produk lain yang menarik selera,
antara lain : daging korned (corned-beef), sosis, dendeng, abon, daging asap
(smoke-beef), bakso (Hasrati, 2011).
Bakso merupakan salah satu olahan berbahan baku daging, terutama
daging sapi. Bakso merupakn produk makanan berbentuk bulat atau lainnya
yang diperoleh dari campuran daging ternak dan pati atau serelia dengan atau
tanpa tambahan makanan lain, serta bahan tambahan makanan yang diijinkan.
Bakso merupakan makanan yang mudah rusak (perishable food). Bakso
merupakan produk makanan yang umumnya berbentuk bulatan yang
diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%)
dan pati atau serelia dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain,
serta bahan tambahan makanan yang diizinkan. Kandungan gizi bakso terdiri
dari kadar protein minimal 9% b/b, kadar lemak maksimal 2% b/b, kadar air
maksimal 70% b/b dan kadar abu maksimal 3% b/b (SNI 01-3818-1995).
Bakso sapi mengandung gizi seperti protein dan lemak serta mengandung
kadar air tinggi yang cocok untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu,
bakso sapi mempunyai masa simpan yang relatif pendek (Arief, 2012).
Tekstur dan keempukan produk bakso dipengaruhi oleh kandungan
airnya. Penambahan air dalam adonan bakso diberikan dalam bentuk es batu
atau air es, supaya suhu adonan selama penggilingan tetap rendah. Dalam
adonan, air berfungsi untuk melarutkan garam dan menyebarkannya secara
merata keseluruh bagian masa daging, memudahkan ekstraksi protein dari
daging dan membantu dalam pembentukan emulsi. Air ditambahkan sampai
adonan mencapai tekstur yang dikehendaki. Jumlah penambahan air biasanya
berkisar antara 20-50% dari berat daging yang digunakan (Effendi, 2009).
Bahan-bahan penting yang menentukan kualitas bakso adalah tepung
(pati), air dan lemak atau minyak. Bahan non-daging, seperti tepung, pati,
protein kedelai, telur, protein whey dan lemak, memainkan peran penting
dalam modifikasi sifat fungsional produk daging, seperti emulsifikasi, air dan
kapasitas lemak mengikat dan tekstur properti. Secara khusus, protein dan
karbohidrat non-daging yang sering digunakan untuk meningkatkan tekstur
produk daging. Fungsi pati sebagai pengikat, stabilizer dan agen penebalan.
Bahan berbasis karbohidrat yang dikenal sebagai pengikat air yang baik dan
banyak penelitian telah difokuskan pada dampak dari bahan non-meat pada
sensorik, memasak dan air mengikat properti di daging sapi. Di masa lalu,
pati ditambahkan sebagai sumber karbohidrat dan menebal tekstur bakso.
Hari ini, pati secara luas digunakan sebagai stabilizer, texturizer, air atau
lemak pengikat dan emulsifier. Selain fungsi tersebut, pati juga dapat
meningkatkan kekuatan gel dan beku-mencair stabilitas bakso jika
ditambahkan dalam tingkat yang tepat (Ikhlas et al., 2011).
Karaginan adalah polimer yang larut dalam air dari rantai linear dari
sebagian sulfat galaktan yang mengandung potensi tinggi sebagai pembentuk
lapisan tipis (Skurtys et al. dalam Chrismanuel 2012). Menurut Lacroix dan
Canh dalam Chrismanuel (2012) karaginan berasal dari rumput laut merah
dan merupakan campuran kompleks dari beberapa polisakarida. Lapisan tipis
polisakarida memberikan perlindungan efektif terhadap pencoklatan
permukaan dan oksidasi lemak dan oksidasi komponen makanan lainnya.
Selain mencegah hilangnya kelembaban, lapisan tipis p olisakarida kurang
permeabel terhadap oksigen.
Garam telah digunakan sejak zaman kuno untuk pengawetan produk
daging dan merupakan salah satu bahan yang paling umum digunakan dalam
produk daging olahan. Dalam industri daging modern, garam yang digunakan
sebagai penyedap atau penguat rasa dan juga bertanggung jawab untuk sifat
tekstur yang diinginkan daging olahan. Garam juga memberikan sejumlah
sifat fungsional pada produk daging, mengaktifkan protein untuk
meningkatkan hidrasi dan kapasitas mengikat air, meningkatkan sifat
mengikat protein untuk memperbaiki tekstur, meningkatkan viskositas
adonan daging, memfasilitasi penggabungan lemak untuk membentuk adonan
yang stabil dan penting untuk rasa dan efek bakteriostatik (Serdaroglu, 2008).
Bahan lain yang digunakan untuk membuat bakso adalah tapioka.
Untuk menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi, jumlah
tapioka yang digunakan sebaiknya paling banyak 15% dari berat daging.
Idealnya, tapioka yang ditambahkan sebaiknya 10% dari berat daging.
Penambahan tapioka bertujuan meningkatkan kekenyalan pada produk olahan
daging. Tapioka dapat dipandang sebagai bahan pengisi ataupun sebagai
bahan pengikat gel protein yang sederhana, tapioka tidak berinteraksi
langsung dengan matriks protein maupun mempengaruhi formasi protein
tersebut. Sebagai bahan pengikat, pati mampu menyerap atau mengikat
kelebihan air. Dengan terikatnya molekul air oleh pati maka ketika suspensi
pati-air dipanaskan terjadi gelatinisasi. Proses gelatinisasi tersebut terjadi
karena air yang sebelumnya berada di luar granula pati dan bebas bergerak
sebelum suspensi dipanaskan, setelah dipanaskan sebagian air berada dalam
butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas karena terikat oleh gugus
hidroksil dalam molekul pati, sehingga menyebabkan rongga-rongga pati
merapat. Selanjutnya granula-granula pati tersebut dapat membengkak secara
berlebihan dan bersifat irreversibel. Proses gelatinisasi ini yang menyebabkan
tekstur pada bakso menjadi kenyal (Puspitasari, 2008).
Bahan yang digunakan dalam pengolahan produk makanan adalah
salah satu faktor yang paling penting memiliki pengaruh besar pada kualitas
akhir. Namun, selama proses, bahan makanan dapat terkena beberapa
perawatan memberikan suhu yang memiliki efek buruk pada kualitas dan
membuat bahan-bahan ini lebih rentan terhadap kerusakan warna, yang dapat
juga dipicu oleh bahan-bahan yang digunakan. Memasak adalah salah
perawatan ini. Bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi makanan dapat
menunjukkan efek yang berbeda bersama dengan proses memasak. Selain
lemak, bahan-bahan lain dapat ditambahkan ke daging sebelum memasak. Hal
ini lebih umum untuk daging dihaluskan, di mana bahan-bahan mungkin
termasuk extender seperti protein kedelai, non-lemak kering susu atau sereal
seperti remah-remah roti, roti panggang serta garam dan rempah-rempah
(Saricoban, 2010).
Karkas ternak daging tersusun oleh kira-kira 600 jenis otot yang
berbeda ukuran dan bentuknya, berbeda pula susunan syaraf dan persediaan
darahnya, serta melekatnya pada tulang, persendin dan tujuan serta jenis
gerakkannya. Perbedan jenis ternak menunjukkan perbedaan dalam mioglobin
otot, teapi perbedaan yang besar adalah dalam hal warna dari mioglobin yang
timbul karena keadaan kimiawinya. Seperti halnya haemioglobin, mioglobin
juga dapat membentuk suatu senyawa tambahan yang dapat bereaksi dengan
oksigen dan mengakibatkan perubahan warna (Buckle, 2010).
Karakteristik warna sedikit berperan dalam kualitas produk. Konsumen
lebih memilih produk yang bertekstur keras dan berwarna cerah. Tekstur atau
kekuatan gel dari bakso ayam mengingkat dengan penambahan
Transglutaminase (TGase). Daging awal post-mortem yang digunakan dalam
pembuatan bakso daging menghasilkan tekstur yang diinginkan. Penambahan
garam yang lebih banyak menyebabkan lebih banyak protein larut garam yang
terekstraksi, yang menghasilkan produk akhir yang lebih keras. Hsu dan Yu
dalam Huda (2010) melaporkan bahwa penambahan 2,4% garam dan 0,5%
fosfat menghasilkan skor maksimum tekstur yang kira-kira bertepatan dengan
skor penerimaan maksimal. Dalam hal warna, peningkatan penambahan lemak
menghasilkan warna produk yang lebih cerah (Huda, 2010).
Menurut Xiong dalam Petracci (2012) susu tanpa lemak kering,
sodium caseinate, dan protein whey konsentrat dan isolat digunakan dalam
daging dipecah dan emulsi seperti sosis dan bologna, dan produk-produk
tanah kasar, seperti sosis segar, roti daging dan bakso. Protein susu larut,
termasuk konsentrat protein whey dan kasein sebagian dihidrolisis, juga
digunakan dalam diasinkan atau disuntikkan daging. Ini protein susu bahan
yang digunakan untuk meningkatkan retensi kelembaban, karakteristik lemak
mengikat dan tekstur daging yang dimasak.
C. Metodologi
1. Alat
a. Alat penggiling daging
b. Baskom
c. Blender
d. Borang penilaian
e. Cobek dan ulekan
f. Kompor
g. Panci
h. Pisau
i. Sarung tangan plastik
j. Sendok
k. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Bawang putih (5 siung)
b. Bawang merah ( 5 siung)
c. Daging sapi 400 gr
d. Garam 10 gr
e. Kuning telur (1 atau 2 atau 3 butir tergantung perlakuan)
f. Merica 1,5 gr
g. MSG 4 gr
h. STPP 1 gr
i. Tepung tapioka 100 gr
3. Cara Kerja
Daging sapi
Pencetakan bakso
Perebusan
Bakso
Uji Organoleptik
Arief HS, Pramono YB, Bintoro VP. 2012 Pengaruh Edible Coating dengan
Konsentrasi Berbeda terhadap Kadar Protein, Daya Ikat Air dan Aktivitas
Air Bakso Sapi selama Masa Penyimpanan. Animal Agriculture Journal.
Vol. 1 (2) : 100-108.
Atsari, Dewi Ika dan Imam Santoso. 2007. Aplikasi Metode Ahp (Analytical
Hierarchy Process) Dalam Menganalisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Mutu Bakso Ikan Kemasan. Jurnal Teknologi Pertanian,
Vol. 8 (1).
Basuki, E. K., Latifah, dan Wulandari I, E., 2012. Kajian Penambahan Tepung
Tapioka dan Kuning Telur pada Pembuatan Bakso Daging Sapi.
Teknologi Pangan FTI UPN “Veteran”. Surabaya
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 2010. Ilmu Pangan. UI Press.
Jakarta.
Chrismanuel A, Pramono YB, Setyani BE. 2012. Efek Pemanfaatan Karaginan
Sebagai Edible Coating Terhadap pH, Total Mikroba Dan H2S Pada
Bakso Selama Penyimpanan 16 Jam. Animal Agriculture Journal.
Vol. 1 (2) : 286 – 292.
Dewi, Ika Atsari dan Imam Santoso. 2007. Aplikasi Metode AHP (Analytical
Hierarchy Process) Dalam Menganalisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Mutu Bakso Ikan Kemasan. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 8 No. 1 (April
2007) 19-25.
Effendi MS. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung :
Alfabeta.
Elviera, G. 1988. Pengaruh Pelayuan Daging Sapi terhadap Mutu Bakso. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hasrati E, Rusnawati R. 2011. Kajian Penggunaan Daging Ikan Mas (Cyprinus
Carpio Linn) terhadap Tekstur dan Cita Rasa Bakso Daging Sapi.
Agromedia. Vol. 29, No. 1 Maret : 17-31.
Huda, N., Y.H. Shen., Y. L. Huey., R. Ahmad., A. Mardiah. 2010. Evaluation of
Phsyco-Chemical Properties of Malaysian Commercial Beef Meatballs.
American Journal of Food Technology. Vol. 5 No. 1: 13-21.
Disusun Oleh:
Kelompok 8:
1. Rossa Ivana Sari (H0915072)
2. Santi Srirahma M (H0915076)
3. Santy Maharani (H0915077)
4. Theresia Nadia A. (H0915081)
5. Zahratul Jannah (H0915089)