Anda di halaman 1dari 16

ACARA IV

BAKSO

A. Tujuan
Tujuan dari Praktikum Teknologi Daging dan Ikan Acara IV
Pembuatan Bakso adalah
1. Untuk mengetahui formulasi bakso daging sapi yang paling tepat secara
organoleptik.
2. Mengetahui fungsi penambahan kuning telur dalam pembuatan bakso.
3. Mengetahui tingkat kesukaan terhadap formulasi bakso yang berbeda.
B. Tinjauan Pustaka
Daging sapi merupakan produk makanan yang digemari dan hampir
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Disamping kandungan
gizinya lengkap, produk hewani ini memiliki nilai organoleptik spesifik,
sehingga cocok untuk masakan dan produk olahan tertentu. Daging sapi dapat
diolah dengan berbagai cara, yaitu dengan cara dimasak, digoreng, diasap,
dipanggang, disate atau diolah menjadi produk lain yang menarik selera,
antara lain : daging korned (corned-beef), sosis, dendeng, abon, daging asap
(smoke-beef), bakso (Hasrati, 2011).
Bakso merupakan salah satu olahan berbahan baku daging, terutama
daging sapi. Bakso merupakn produk makanan berbentuk bulat atau lainnya
yang diperoleh dari campuran daging ternak dan pati atau serelia dengan atau
tanpa tambahan makanan lain, serta bahan tambahan makanan yang diijinkan.
Bakso merupakan makanan yang mudah rusak (perishable food). Bakso
merupakan produk makanan yang umumnya berbentuk bulatan yang
diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%)
dan pati atau serelia dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain,
serta bahan tambahan makanan yang diizinkan. Kandungan gizi bakso terdiri
dari kadar protein minimal 9% b/b, kadar lemak maksimal 2% b/b, kadar air
maksimal 70% b/b dan kadar abu maksimal 3% b/b (SNI 01-3818-1995).
Bakso sapi mengandung gizi seperti protein dan lemak serta mengandung
kadar air tinggi yang cocok untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu,
bakso sapi mempunyai masa simpan yang relatif pendek (Arief, 2012).
Tekstur dan keempukan produk bakso dipengaruhi oleh kandungan
airnya. Penambahan air dalam adonan bakso diberikan dalam bentuk es batu
atau air es, supaya suhu adonan selama penggilingan tetap rendah. Dalam
adonan, air berfungsi untuk melarutkan garam dan menyebarkannya secara
merata keseluruh bagian masa daging, memudahkan ekstraksi protein dari
daging dan membantu dalam pembentukan emulsi. Air ditambahkan sampai
adonan mencapai tekstur yang dikehendaki. Jumlah penambahan air biasanya
berkisar antara 20-50% dari berat daging yang digunakan (Effendi, 2009).
Bahan-bahan penting yang menentukan kualitas bakso adalah tepung
(pati), air dan lemak atau minyak. Bahan non-daging, seperti tepung, pati,
protein kedelai, telur, protein whey dan lemak, memainkan peran penting
dalam modifikasi sifat fungsional produk daging, seperti emulsifikasi, air dan
kapasitas lemak mengikat dan tekstur properti. Secara khusus, protein dan
karbohidrat non-daging yang sering digunakan untuk meningkatkan tekstur
produk daging. Fungsi pati sebagai pengikat, stabilizer dan agen penebalan.
Bahan berbasis karbohidrat yang dikenal sebagai pengikat air yang baik dan
banyak penelitian telah difokuskan pada dampak dari bahan non-meat pada
sensorik, memasak dan air mengikat properti di daging sapi. Di masa lalu,
pati ditambahkan sebagai sumber karbohidrat dan menebal tekstur bakso.
Hari ini, pati secara luas digunakan sebagai stabilizer, texturizer, air atau
lemak pengikat dan emulsifier. Selain fungsi tersebut, pati juga dapat
meningkatkan kekuatan gel dan beku-mencair stabilitas bakso jika
ditambahkan dalam tingkat yang tepat (Ikhlas et al., 2011).
Karaginan adalah polimer yang larut dalam air dari rantai linear dari
sebagian sulfat galaktan yang mengandung potensi tinggi sebagai pembentuk
lapisan tipis (Skurtys et al. dalam Chrismanuel 2012). Menurut Lacroix dan
Canh dalam Chrismanuel (2012) karaginan berasal dari rumput laut merah
dan merupakan campuran kompleks dari beberapa polisakarida. Lapisan tipis
polisakarida memberikan perlindungan efektif terhadap pencoklatan
permukaan dan oksidasi lemak dan oksidasi komponen makanan lainnya.
Selain mencegah hilangnya kelembaban, lapisan tipis p olisakarida kurang
permeabel terhadap oksigen.
Garam telah digunakan sejak zaman kuno untuk pengawetan produk
daging dan merupakan salah satu bahan yang paling umum digunakan dalam
produk daging olahan. Dalam industri daging modern, garam yang digunakan
sebagai penyedap atau penguat rasa dan juga bertanggung jawab untuk sifat
tekstur yang diinginkan daging olahan. Garam juga memberikan sejumlah
sifat fungsional pada produk daging, mengaktifkan protein untuk
meningkatkan hidrasi dan kapasitas mengikat air, meningkatkan sifat
mengikat protein untuk memperbaiki tekstur, meningkatkan viskositas
adonan daging, memfasilitasi penggabungan lemak untuk membentuk adonan
yang stabil dan penting untuk rasa dan efek bakteriostatik (Serdaroglu, 2008).
Bahan lain yang digunakan untuk membuat bakso adalah tapioka.
Untuk menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi, jumlah
tapioka yang digunakan sebaiknya paling banyak 15% dari berat daging.
Idealnya, tapioka yang ditambahkan sebaiknya 10% dari berat daging.
Penambahan tapioka bertujuan meningkatkan kekenyalan pada produk olahan
daging. Tapioka dapat dipandang sebagai bahan pengisi ataupun sebagai
bahan pengikat gel protein yang sederhana, tapioka tidak berinteraksi
langsung dengan matriks protein maupun mempengaruhi formasi protein
tersebut. Sebagai bahan pengikat, pati mampu menyerap atau mengikat
kelebihan air. Dengan terikatnya molekul air oleh pati maka ketika suspensi
pati-air dipanaskan terjadi gelatinisasi. Proses gelatinisasi tersebut terjadi
karena air yang sebelumnya berada di luar granula pati dan bebas bergerak
sebelum suspensi dipanaskan, setelah dipanaskan sebagian air berada dalam
butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas karena terikat oleh gugus
hidroksil dalam molekul pati, sehingga menyebabkan rongga-rongga pati
merapat. Selanjutnya granula-granula pati tersebut dapat membengkak secara
berlebihan dan bersifat irreversibel. Proses gelatinisasi ini yang menyebabkan
tekstur pada bakso menjadi kenyal (Puspitasari, 2008).
Bahan yang digunakan dalam pengolahan produk makanan adalah
salah satu faktor yang paling penting memiliki pengaruh besar pada kualitas
akhir. Namun, selama proses, bahan makanan dapat terkena beberapa
perawatan memberikan suhu yang memiliki efek buruk pada kualitas dan
membuat bahan-bahan ini lebih rentan terhadap kerusakan warna, yang dapat
juga dipicu oleh bahan-bahan yang digunakan. Memasak adalah salah
perawatan ini. Bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi makanan dapat
menunjukkan efek yang berbeda bersama dengan proses memasak. Selain
lemak, bahan-bahan lain dapat ditambahkan ke daging sebelum memasak. Hal
ini lebih umum untuk daging dihaluskan, di mana bahan-bahan mungkin
termasuk extender seperti protein kedelai, non-lemak kering susu atau sereal
seperti remah-remah roti, roti panggang serta garam dan rempah-rempah
(Saricoban, 2010).
Karkas ternak daging tersusun oleh kira-kira 600 jenis otot yang
berbeda ukuran dan bentuknya, berbeda pula susunan syaraf dan persediaan
darahnya, serta melekatnya pada tulang, persendin dan tujuan serta jenis
gerakkannya. Perbedan jenis ternak menunjukkan perbedaan dalam mioglobin
otot, teapi perbedaan yang besar adalah dalam hal warna dari mioglobin yang
timbul karena keadaan kimiawinya. Seperti halnya haemioglobin, mioglobin
juga dapat membentuk suatu senyawa tambahan yang dapat bereaksi dengan
oksigen dan mengakibatkan perubahan warna (Buckle, 2010).
Karakteristik warna sedikit berperan dalam kualitas produk. Konsumen
lebih memilih produk yang bertekstur keras dan berwarna cerah. Tekstur atau
kekuatan gel dari bakso ayam mengingkat dengan penambahan
Transglutaminase (TGase). Daging awal post-mortem yang digunakan dalam
pembuatan bakso daging menghasilkan tekstur yang diinginkan. Penambahan
garam yang lebih banyak menyebabkan lebih banyak protein larut garam yang
terekstraksi, yang menghasilkan produk akhir yang lebih keras. Hsu dan Yu
dalam Huda (2010) melaporkan bahwa penambahan 2,4% garam dan 0,5%
fosfat menghasilkan skor maksimum tekstur yang kira-kira bertepatan dengan
skor penerimaan maksimal. Dalam hal warna, peningkatan penambahan lemak
menghasilkan warna produk yang lebih cerah (Huda, 2010).
Menurut Xiong dalam Petracci (2012) susu tanpa lemak kering,
sodium caseinate, dan protein whey konsentrat dan isolat digunakan dalam
daging dipecah dan emulsi seperti sosis dan bologna, dan produk-produk
tanah kasar, seperti sosis segar, roti daging dan bakso. Protein susu larut,
termasuk konsentrat protein whey dan kasein sebagian dihidrolisis, juga
digunakan dalam diasinkan atau disuntikkan daging. Ini protein susu bahan
yang digunakan untuk meningkatkan retensi kelembaban, karakteristik lemak
mengikat dan tekstur daging yang dimasak.
C. Metodologi
1. Alat
a. Alat penggiling daging
b. Baskom
c. Blender
d. Borang penilaian
e. Cobek dan ulekan
f. Kompor
g. Panci
h. Pisau
i. Sarung tangan plastik
j. Sendok
k. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Bawang putih (5 siung)
b. Bawang merah ( 5 siung)
c. Daging sapi 400 gr
d. Garam 10 gr
e. Kuning telur (1 atau 2 atau 3 butir tergantung perlakuan)
f. Merica 1,5 gr
g. MSG 4 gr
h. STPP 1 gr
i. Tepung tapioka 100 gr
3. Cara Kerja

Daging sapi

Penimbangan (400 gram)


Garam 10 gram,
STPP 1 gr, merica
Tapioka 100 1,5 gram, bawang
Penggilingan dan
gram + kuning putih 5 siung,
Pencampuran
telur (1, 2, 3) bawang merah 5
siung, MSG 4gr
Adonan

Pencetakan bakso

Perebusan

Penirisan dan Pendinginan

Bakso

Uji Organoleptik

Gambar 4.1 Diagram Alir Pembuatan Bakso


D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 4.1 Hasil Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi
Parameter
Shift Formulasi Warna Aroma Rasa Tekstur Kekenyalan Overall
B203 3,28a 3,76a 3,28a 3,00a 3,04a 3,32a
1 B530 3,32a 3,52a 3,68a 3,40a 3,16a 3,56a
B210 3,40a 3,40a 3,20a 3,00a 2,92a 3,04a
B203 3,55a 3,65a 3,85a 3,30a 3,30a 3,60a
2 B503 3,05a 3,90a 3,40a 3,30a 3,20a 3,35a
B210 3,60a 3,50a 3,45a 3,20a 3,40a 3,55a
Sumber : Laporan sementara
Keterangan :
Skala nilai : (1) = Sangat tidak suka
(2) = Tidak suka
(3) = Netral
(4) = Suka
(5) = Sangat suka
Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak
beda nyata pada taraf α = 0,05
B203 = Formulasi 1 telur
B530 = Formulasi 2 telur
B210 = Formulasi 3 telur
Bakso merupakan makanan yang biasanya berbentuk bulat dan dibuat
dari campuran daging sapi atau ikan, tepung, putih telur, bumbu-bumbu
seperti bawang putih, bawang merah, merica yang digiling dan kemudian
direbus dengan air mendidih. Bakso yang baik memiliki standar baku mutu
yakni memiliki bau normal (khas daging), rasanya gurih, bertekstur kenyal,
memiliki kadar protein min 9 % b/b, lemak maksimal 2 % b/b dan tidak
mengandung boraks. Kekenyalan bakso dipengaruhi oleh banyaknya tepung
tapioka yang digunakan. Semakin banyak tepung tapioka yang ditambahkan
pada daging, semakin kenyal pula bakso yang dihasilkan. Untuk menambah
kekenyalan bakso biasanya ditambahkan zat pengenyal seperti phosmix,
sodium tripolyfosfat, sodium bikarbonat (NaHCO3), dan karaginan
(Sirat, 2012).
Bakso terbuat dari berbagai macam bahan. Bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan bakso, yaitu daging sapi, tepung tapioka, kuning
telur, es batu, dan bumbu-bumbu. Bumbu-bumbu tersebut meliputi garam,
bawang putih, merica, STPP, dan MSG). Menurut Basuki dkk (2012),
penambahan tepung tapioka pada pembuatan bakso berfungsi untuk
menambah volume (substitusi daging), sehingga meningkatkan daya ikat air
dan memperkecil penyusutan. Terjadinya pembengkakan pada pembuatan
bakso disebabkan oleh proses gelatinisasi dari tepung tapioka yang
mempunyai sifat mudah menyerap air dan air diserap pada saat temperatur
meningkat. Jika pati dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan
granula ini mulai menggelembung saat temperatur meningkat dari 60oC
sampai 85oC.
Prosedur kerja meliputi pembersihan daging dari lemak dan pencucian
serta penimbangan 100 gram. Selanjutnya daging diiris-iris dan digiling dengan
menambahkan 50 gram es batu. Daging giling dicampur dengan bumbu-bumbu
yang telah dihaluskan (2,5 gram garam, 0,3 gram merica, 2 gram bawang putih,
2 gram MSG), 0,25% (b/b) STTP, tepung tapioka dan kuning telur, sehingga
dihasilkan adonan yang siap dicetak. Bulatan bakso mempunyai diameter 2 cm
dan berat 15 gram selanjutnya direbus selama 15 menit pada suhu 100ºC.
Setelah bulat bakso mengapung diatas air rebusan, bakso diangkat, ditiriskan
dan didinginkan (Basuki dkk, 2012).
Lesitin dalam kuning telur berfungsi sebagai emulsifier yang
memiliki kemampuan mengikat air dan lemak lesitin terdapat dua gugus yang
berbeda yaitu ikatan hidrofilik dan ikatan hidrofobik (Suharto, 1987).
Emulsifier akan berada pada permukaan antara (interface) fase minyak dan
fase air, sehingga menurunkan tegangan permukaan. Adanya emulsifier ini
akan mencegah terjadinya penggabungan partikel-partikel kecil (droplet)
terdispersi sehingga membentuk agregat dan akhirnya akan sailing melebur
menjadi droplet tunggal Yang berukuran lebih besar. Hal inilah yang dapat
menyebabkan pemecahan emulsi, sehingga terbentuk stabilitas emulsi yang
baik.
Bahan pengisi juga merupakan salah satu bahan baku yang
digunakan untuk membuat bakso. Menurut Rust (1987), bahan pengisi yang
digunakan pada proses produksi emulsi daging bertujuan untuk memperbaiki
stabilitas emulsi, meningkatkan rendemen, memperbaiki daya iris,
memperbaiki flavor, dan juga mengurangi biaya produksi. Bahan pengisi
merupakan fraksi bukan daging dan mempunyai kandungan karbohidrat
tinggi dan protein yang rendah. Hal ini menyebabkan bahan pengisi memiliki
kemampuan mengikat air yang baik, tetapi tidak dapat mengemulsikan lemak.
Lawrie (1988), menjelaskan mekanisme garam dalam memperbaiki
sifat fungsional produk daging dengan cara mengekstrak protein miofibrilar
dari sel-sel otot selama perlakuan mekanis dan berinteraksi dengan protein
otot selama pemanasan sehingga protein membentuk matriks yang kuat dan
mampu menahan air bebas serta membentuk tekstur produk. Penambahan
garam sebaiknya dilakukan dengan jumlah antara 2 - 4%, sementara
penambahan MSG sekitar 0.25% dari berat daging. Menurut Sunarlim (1992),
penambahan garam kurang dari 1.8% dapat menyebabkan rendahnya protein
terlarut, sedangkan penambahan garam dengan konsentrasi terlalu tinggi
dapat menyebabkan pengendapan protein (salting out) dan berakibat pada
turunnya daya ikat. Penambahan sodium tripolifosfat dalam adonan bakso
dapat mencegah terbentuknya permukaan kasar dan rekahan pada bakso.
Penggunaan polifosfat sebanyak 0.3% dan garam sebanyak 2% dari berat
daging, memberikan nilai penerimaan konsumen yang baik. Penambahan
polifosfat yang lebih tinggi dapat menyebabkan rasa pahit.
Es umumnya juga ditambahkan dalam pembuatan bakso sebagai
fase pendispersi seperti halnya fungsi air. Penambahan es atau air dingin pada
pembentukan emulsi daging diantaranya adalah untuk melarutkan garam dan
mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian massa daging,
memudahkan ekstraksi protein serabut otot, membantu pembentukan emulsi,
serta mempertahankan suhu adonan tetap rendah akibat pemanasan mekanis.
Fungsi pokok dari es sebenarnya adalah untuk mempertahankan suhu adonan.
Hal ini disebabkan oleh adanya suhu optimum untuk ekstraksi protein serabut
otot adalah 4-5oC, sedangkan suhu untuk mempertahankan kestabilan emulsi
adonan sebaiknya tidak melebihi 20oC (Elviera, 1988).
Dalam SNI, salah satu syarat mutu bakso daging adalah bertekstur
kenyal, namun dalam syarat tersebut tidak terdapat nilai teksturnya. Banyak
faktor yang mempengaruhi tekstur bakso, antara lain adalah komposisi bakso,
proses pembuatan, dan lama pemanasannya (Pramuditya, 2014). Sedangkan
menurut Dewi (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi mutu bakso yaitu:
a. Jenis bahan baku yang digunakan, seperti jenis daging, jenis tepung,
bumbu-bumbu dan proporsi masing-masing bahan.
b. Cara pengolahan atau proses pembuatan bakso yang meliputi
penggilingan daging, pengadonan, perebusan, penirisan, dan
pengemasan.
c. Aspek uji kimiawi yang meliputi kadar protein, kadar lemak, kadar
karbohidrat, kadar air, dan kadar boraks yang digunakan.
d. Aspek organoleptik, seperti kekenyalan, tekstur, warna, rasa, dan aroma.
e. Jenis kemasan yang digunakan. Pengemas bakso dapat berupa plastik
fleksibel, sterefoam, dan box plastik.
f. Penyimpanan yang meliputi suhu ruang, penyimpanan dingin, dan
penyimpanan beku.
Dari praktikum Acara IV Bakso pada shift 1 digunakan 3 sampel
yaitu sampel bakso 1 dengan formulasi 1 telur, sampel bakso 2 dengan
formulasi 2 telur, dan sampel bakso 3 dengan formulasi 3 telur yang
mewakili kode B203, B530, dan B210. Dari hasil uji organoleptik bakso
daging sapi ditunjukkan bahwa sampel bakso 1, sampel bakso 2, dan sampel
bakso 3 tidak ditemukan adanya perbedaan nyata dalam parameter warna,
aroma, rasa, tekstur, kekenyalan, dan overall. Tidak adanya perbedaan nyata
dibuktikan dengan letak semua parameter yang diuji berada dalam satu
subset. Nilai p value semua parameter lebih besar dari 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa Ho diterima, yaitu tidak ada perbedaan nyata dalam
parameter warna, aroma, tekstur, kekenyalan, dan overall antar sampel bakso.
Berdasarkan analisis uji organoleptik ini dapat disimpulkan bahwa setiap
perlakuan atau variasi penambahan jumlah telur antar sampel bakso tidak
berpengaruh signifikan terhadap parameter bakso yang diujikan. Sedangkan
berdasarkan analisis data uji organoleptik pada shift 2 juga didapatkan tidak
ada perbedaan nyata dalam parameter warna, aroma, tekstur, kekenyalan, dan
overall antar sampel bakso dibuktikan dengan letak semua parameter yang
diuji berada dalam satu subset. Sehingga dapat dikatakan setiap perlakuan
atau variasi penambahan jumlah telur antar sampel bakso tidak berpengaruh
signifikan terhadap parameter bakso yang diujikan.
Pada shift 1 dari parameter warna didapati hasil bakso B210 dengan
formulasi 3 telur. Pada parameter aroma panelis paling menyukasi bakso
B203 dengan formulasi 1 telur. Pada parameter rasa panelis paling
menyukasi bakso B530 dengan formulasi 2 telur. Pada parameter tekstur
panelis paling menyukasi bakso B530 dengan formulasi 2 telur. Pada
parameter kekenyalan panelis paling menyukasi bakso B530 dengan
formulasi 2 telur. Parameter terakhir yaitu parameter overall memberikan
hasil bahwa panelis paling menyukai bakso B530 atau dengan formulasi 2
telur. Hasil tersebut dibuktikan dengan skoring tertinggi pada tiap parameter.
Pada shift 2 dari parameter warna didapati hasil bakso B210 dengan
formulasi 3 telur. Pada parameter aroma panelis paling menyukasi bakso
B530 dengan formulasi 2 telur. Pada parameter rasa panelis paling menyukasi
bakso B203 dengan formulasi 1 telur. Pada parameter tekstur panelis paling
menyukasi bakso B203 dengan formulasi 1 telur dan B530 dengan formulasi
2 telur. Pada parameter kekenyalan panelis paling menyukasi bakso B210
dengan formulasi 3 telur. Parameter terakhir yaitu parameter overall
memberikan hasil bahwa panelis paling menyukai bakso B203 atau dengan
formulasi 1 telur. Hasil tersebut dibuktikan dengan skoring tertinggi pada tiap
parameter.
Salah satu inovasi bakso disampaikan dalam literatur
Kusumaningrum dkk., (2015) yaitu bakso jamur. Bakso jamur adalah inovasi
untuk menjawab masalah yang terdapat dalam lingkup masyarakat.
Kandungan gizi yang sangat lengkap tersebut menjadikan jamur tiram
memiliki kualitas gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan daging.
Produk ini di yakini akan menarik konsumen karena enak, murah dan
bermanfaat. Banyaknya kandungan serta manfaat, BaJa ini baik dikonsumsi
untuk penderita kencing manis, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi,
mengatasi gangguan pencernaan dan sembelit. Selain itu produk ini juga
dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu perkembangan otak
bagi anak-anak. Selain itu, Rahmana dkk., (2013) juga memiliki inovasi
bakso lainnya yaitu bakso isi coklat atau “Bacok”, bakso ini divariasikan
dengan menggunakan coklat leleh dan kacang almond. Kemudian, bakso
daging ikan sudah mulai dikenal dan digemari. Potensi ekspornya juga cukup
tinggi antara lain ke Hongkong, Singapura, Taiwan dan Kanada (Atsari dan
Imam, 2007).
E. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari Praktikum Acara IV
yaitu Pembuatan Bakso ini adalah :
1. Berdasarkan hasil uji organoleptik dari parameter warna, aroma,
rasa, tekstur, kekenyalan, dan overall tidak ditemukan perbedaan
yang sangat nyata diantara ketiga sampel bakso. Tetapi nilai
kesukaan panelis yang tertinggi terdapat pada bakso kode B530 atau
bakso dengan menggunakan 2 telur.
2. Fungsi dari penambahan kuning telur dalam pembuatan bakso
berfungsi sebagai emulsifier yang memiliki kemampuan mengikat
air.
b. Saran
Dari hasil Praktikum Acara IV yaitu Pembuatan Bakso, dapat
disarankan beberapa hal yaitu :
1. Perlu pengembangan formulasi agar didapatkan formulasi bakso
yang tepat
2. Pada proses pembuatan bakso sebaiknya digunakan bahan yang
berkualitas dan dengan kondisi yang bersih serta steril dan
dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Arief HS, Pramono YB, Bintoro VP. 2012 Pengaruh Edible Coating dengan
Konsentrasi Berbeda terhadap Kadar Protein, Daya Ikat Air dan Aktivitas
Air Bakso Sapi selama Masa Penyimpanan. Animal Agriculture Journal.
Vol. 1 (2) : 100-108.
Atsari, Dewi Ika dan Imam Santoso. 2007. Aplikasi Metode Ahp (Analytical
Hierarchy Process) Dalam Menganalisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Mutu Bakso Ikan Kemasan. Jurnal Teknologi Pertanian,
Vol. 8 (1).
Basuki, E. K., Latifah, dan Wulandari I, E., 2012. Kajian Penambahan Tepung
Tapioka dan Kuning Telur pada Pembuatan Bakso Daging Sapi.
Teknologi Pangan FTI UPN “Veteran”. Surabaya
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 2010. Ilmu Pangan. UI Press.
Jakarta.
Chrismanuel A, Pramono YB, Setyani BE. 2012. Efek Pemanfaatan Karaginan
Sebagai Edible Coating Terhadap pH, Total Mikroba Dan H2S Pada
Bakso Selama Penyimpanan 16 Jam. Animal Agriculture Journal.
Vol. 1 (2) : 286 – 292.
Dewi, Ika Atsari dan Imam Santoso. 2007. Aplikasi Metode AHP (Analytical
Hierarchy Process) Dalam Menganalisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Mutu Bakso Ikan Kemasan. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 8 No. 1 (April
2007) 19-25.
Effendi MS. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung :
Alfabeta.
Elviera, G. 1988. Pengaruh Pelayuan Daging Sapi terhadap Mutu Bakso. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hasrati E, Rusnawati R. 2011. Kajian Penggunaan Daging Ikan Mas (Cyprinus
Carpio Linn) terhadap Tekstur dan Cita Rasa Bakso Daging Sapi.
Agromedia. Vol. 29, No. 1 Maret : 17-31.
Huda, N., Y.H. Shen., Y. L. Huey., R. Ahmad., A. Mardiah. 2010. Evaluation of
Phsyco-Chemical Properties of Malaysian Commercial Beef Meatballs.
American Journal of Food Technology. Vol. 5 No. 1: 13-21.

Ikhlas B, N Huda, I Noryati 2011. Chemical Composition and Physicochemical


Properties of Meatballs Prepared from Mechanically Deboned Quail Meat
Using Various Types of Flour. International Journal of Poultry Science
10(1): 30-37.
Kusumaningrum, Tanjung, Andika Putri Agustina, dan Okky Febrina Savitri, dan
Azelia Talitha Marcellina. 2015. Bakso Jamur Inovasi Pangan
Fungsional yang Kaya Akan Gizi. Proposal Kegiatan Kreativitas
Mahasiswa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Lawrie, R.A. 1988. Meat Science. Pargamon Press, London.
Pramuditya, Galih dan Sudarminto Setyo Yuwono. 2014. Penentuan Atribut Mutu
Tekstur Bakso Sebagai Syarat Tambahan Dalam SNI dan Pengaruh Lama
Pemanasan Terhadap Tekstur Bakso. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.
2 No. 4 p.200-209, Oktober 2014.
Petracci M, Bianchi M. 2012. Functional ingredients for poultry meat products.
Pp 1-14. XXIV World´s Poultry Congress. Salvador, 5 - 9 August 2012.
Puspitasari, Desi. 2008. Kajian Substitusi Tapioka dengan Rumput Laut
(Eucheuma Cottoni) pada Pembuatan Bakso. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
Rahmana, Adhitya., Dofactora Rocky M I., Eka Jatmika., Chressya Clara.,
Octaviana. 2013. “Bacok” Bakso Isi Coklat Sebagai Jajanan yang
Bergizi, Sehat dan Unik. Laporan Akhir Program Kegiatan Kreativitas
Mahasiswa, Institut Pertanian Bogor.
Rust, John. 1987. Optimal Replacement of GMC Bus Engines: An Empirical
Model of Harold Zurcher. Econometrica, Vol. 55, No. 5 (Sep., 1987), pp.
999-1033.
Saricoban C, Yilmaz MT. 2010. Modelling the Effects of Processing Factors on
the Changes in Colour Parameters of Cooked Meatballs Using Response
Surface Methodology. World Applied Sciences Journal. 9 (1) : 14-22.
Serdaroğlu M. , Yildiz-Turp G. , Ergezer H. 2008. Effects of Reducing Salt
Levels on Some Quality Characteristics of Turkey Meatball. EJPAU.
11(2), #26.
Sirait DW, Sukesi. 2012. Antioksidan dalam Bakso Rumput Laut Merah
Eucheuma Cottonii. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 1, No. 1: 1-4.
Suharto, 1987. Lesitin dan Aplikasinya Dalam Industri Pangan. PT. Wirajasa
Teknik Industri, Surabaya.
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAGING DAN IKAN
ACARA IV
BAKSO

Disusun Oleh:
Kelompok 8:
1. Rossa Ivana Sari (H0915072)
2. Santi Srirahma M (H0915076)
3. Santy Maharani (H0915077)
4. Theresia Nadia A. (H0915081)
5. Zahratul Jannah (H0915089)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

Anda mungkin juga menyukai