Anda di halaman 1dari 40

PENGAWASAN MUTU PANGAN

KERUPUK KULIT “CIPTA RASA”

Penyusun:
1. Aisyah Intan Ramadhani (P23131117001)
2. Annisa Frida Rinjani (P23131117004)
3. Luckyta Alfiany (P23131117019)
4. Nabillah Cholifatul Aula (P23131117022)
5. Renata Claudia Agatha (P23131117030)

Kelas: DIV - 5A

Pembimbing:
Dr. Marudut Sitompul, B.Sc, MPS

POLITEKNIK KESEHATAN KESEHATAN JAKARTA II


JURUSAN GIZI
2019
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut SNI (06-2736-1992), kulit sapi mentah basah adalah kulit yang diperoleh dari
hasil pemotongan ternak sapi, kulit tersebut telah dipisahkan dari seluruh bagian
dagingnya, baik yang segar maupun yang di garami. Pemanfaatan kulit sapi mentah di
Indonesia dapat digunakan sebagai bahan kerajinan kulit, dan bahan pangan seperti
rambak kulit sapi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rambak adalah salah satu jenis kerupuk
yang terbuat dari kulit. Menurut Muliawan (1991), kerupuk merupakan jenis makanan
ringan yang mengalami pengembangan volume, membentuk produk yang berongga dan
mempunyai densitas rendah. Kulit sapi mentah cocok untuk dijadikan rambak karena
apabila kulit sapi mentah kering maka mudah menggembang apabila digoreng.
Pemanfaatan kulit sapi mentah menjadi rambak kulit sapi akan dapat meningkat nilai
ekonomis selain itu juga umur simpan produk kulit sapi lebih lama (Astawan, 1989).
Aspek mutu merupakan salah satu permasalahan utama dalam produksi makanan.
Aspek mutu dapat mempengaruhi daya tarik konsumen serta nilai jual menurun. Dalam
hal ini permasalaham aspek mutu yang terdapat pada produk Rambak Kulit Sapi ini yaitu
adanya potongan kulit yang tidak seragam menyebabkan hasil dari rambak kulit sapi
mempunyai ukuran yang berbeda-beda sehingga selera atau kepuasan konsumen terhadap
produk tersebut dapat berkurang.
Masalah lain yang dapat mempengaruhi mutu adalah adanya kerupuk yang rusak
karena tidak utuh disebabkan dalam proses pengemasan atau pengiriman produk terkena
benturan sehinggga membuat rambak tidak utuh. Masalah mutu yang lain yaitu
ketengikan, ketengikan pada rambak dapat terjadi karena minyak yang terkandung dalam
rambak kulit sapi teroksidasi. Sehingga perlu dilakukan standarisasi proses supaya
menghasilkan rambak yang berkualitas. Permasalahan ini apabila terus terjadi akan
menyebabkan kurangnya minat konsumen terhadap produk rambak kulit sapi. Sehingga
perlu diadakan pengawasan mutu dan tindakan pengendalian produk mulai dari bahan
baku, proses pengolahan, pengemasan untuk menjaga kualitas rambak kulit sapi.
Aspek keamanan pangan juga menjadi permasalahan pada produksi makanan.
Permasalah keamanan pangan yang dapat ditimbulkan dari produk rambak kulit sapi yaitu
tumbuhnya kapang. Hal ini dikarenakan kapang dan jamur mudah tumbuh dan
berkembang pada produk makanan kering. Permasalahan ini sangat penting pada produk
rambak kulit sapi, karena dapat memberi dampak terhadap kesehatan konsumen. Oleh
karena itu, tindakan pengawasan mutu dan pengendalian mutu sangat penting diterapkan
untuk menjaga keamanan pangan. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dibuat
konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) untuk menganalisis resiko
bahaya yang dapat timbul selama proses berlangsung, supaya menghasilkan produk yang
aman dikonsumsi. Perlu dibuat pula konsep pengendalian mutu produk rambak kulit sapi
ini dikarenakan untuk mendapatkan produk rambak kulit yang mempunyai kualitas yang
baik selain itu juga dapat melakukan perbaikan mutu, supaya produk menjadi lebih

1
berkualitas dan kepuasan konsumen dapat terpenuhi. Penjaminan mutu dilakukan dengan
menggunakan prinsip pengendalian mutu baik bahan baku sampai produk akhir.
Konsep yang saat ini dikenal sebagai HACCP, jika diterapkan dengan tepat dapat
mengendalikan titik-titik yang memungkinkan menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini
didekati dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan
sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen,
logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat
mengurangi cemaran itu (Seto, 2001).
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu program
pengawasan, pengendalian, dan prosedur pengaturan yang dirancang untuk menjaga agar
makanan tidak tercemar sebelum disajikan. Sistem ini merupakan pendekatan sistematis
terhadap identifikasi, evaluasi pengawasan keamanan pangan secara bermakna (Arisman,
2009).
Sistem HACCP terutama diterapkan dalam industri makanan besar, tetapi WHO
telah membuktikan bahwa sistem ini dapat diterapkan hingga ke tingkat rumah tangga.
Konsep HACCP merupakan penggabungan dari mikrobiologis makanan, pengawasan
mutu, dan penilaian risiko. Sistem HACCP bukan merupakan system jaminan keamanan
pangan yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko
bahaya keamanan.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang, perumusan masalahya adalah.
1. Bagaimana proses pembuatan kerupuk kulit?
2. Apa saja titik kritis yang ada dalam proses pembuatan kerupuk kulit?
3. Bagaimana analisis bahaya dari proses pembuatan kerupuk kulit?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah.
1. Mengetahui proses pembuatan kerupuk kulit
2. Mengetahui berbagai jenis titik kritis dalam proses pembuatan kerupuk kulit
3. Mengetahui analisis bahaya dari proses pembuatan kerupuk kulit

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hazard Analysis Critical Control Point


2.1.1 Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point
HACCP merupakan sistem yang digunakan untuk menilai bahaya dan
menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. HACCP
diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan (Thaheer,
2005). Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem
jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa
bahaya dapat timbul pada tahapan produksi, akan tetapi dapat dilakukan
pengendalian untuk mengontrol bahaya tersebut.
Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik
pengawasan yang mengutamakan tindakan pencegahan daripada mengandalkan
pengujian produk akhir. Sistem ini bukan merupakan jaminan keamanan pangan
yang tanpa resiko akan tetapi dirancang untuk meminimalisir resiko bahaya
keamanan pangan. Sistem ini juga dianggap sebagai proteksi bahan baku dan
proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya (Winarno dan Surono,
2004).
Program persyaratan dasar merupakan cara produksi makanan yang baik
(Good Manufacturing Practice, GMP) atau praktik higiene yang baik (Good
Hygiene Practice, GHP) yang akan dipatuhi oleh semua pelaku bisnis makanan,
yang memiliki reputasi baik untuk memastikan bahwa makanan yang diberikan
pada konsumen adalah makanan yang sehat dan aman (Prasetyo, 2000). Sistem
manajemen mutu berfungsi sebagai kerangka acuan yang didalamnya setiap
kegiatan proses dapat dikelola, termasuk sistem HACCP (Nurmawati, 2012).
Untuk analisis HACCP meliputi deskripsi produk, identifikasi rencana
penggunaan, penyusunan bagan alir, konfirmasi bagan alir di lapangan,
identifikasi bahaya, penentuan CCP, penentuan batas-batas kritis (critical limits)
pada tiap TKK (CCP), dan yang terakhir perancangan tata letak pabrik untuk
rekomendasi perbaikan berdasarkan konsep HACCP (Pramesti, 2013).
Bahaya ( hazard): agen biologis, kimia atau agen fisik atau faktor yang
berpotensi untuk menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan (WHO,
2005). Bahaya yang ada harus ditiadakan atau dikurangi sehingga produksi
pangan dinyatakan aman. Penentuan adanya bahaya berdasarkan tiga
pendekatan yaitu keamanan pangan, sanitasi, dan penyimpangan secara ekonomi
seperti penggunaan bahan yang tidak dibenarkan. Hazard analysis, adalah
analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko bahaya yang tidak dapat
diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan
yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan
pangan.

3
Bahaya tersebut meliputi keberadaan yang tidak dikehendaki dari
pencemaran biologis, kimiawi, atau fisik pada bahan mentah (Nurliana, 2004).
1) Bahaya kimia terjadi apabila bahan pangan terkontaminasi pestisida
dan pupuk kimia saat di lahan pertanian, logam berbahaya. Bahaya
kimia juga dapat berasal dari bahan tambahan terlarang atau bahan
tambahan pangan yang melebihi takaran maksimum yang diizinkan
dalam penggunaannya. Selain itu dapat juga berasal dari bahan
pangan atau makanan yang tercemar racun kapang, misalnya biji-
bijian atau kacang-kacangan seperti kacang kedelai yang disimpan
pada kondisi yang salah.
2) Bahaya mikrobiologi meliputi: bakteri patogen (kontaminasi,
pertumbuhan, ketahanan) beserta toksin-toksin yang dihasilkannya,
virus, jamur dan mikotoksin, protozoa.
3) Potensi bahaya fisik seperti: serpihan gelas atau logam dari mesin
atau wadah, benda-benda asing seperti pasir, kerikil atau potongan
kayu, rambut, tulang, atau bagian tubuh dari serangga dan hewan
lainnya yang mencemari pangan.

4
Titik Kendali Kritis (TKK) atau Critical Control Point (CCP), merupakan
suatu langkah/kegiatan pengendalian dan harus diterapkan untuk mencegah atau
meniadakan bahaya keamanan pangan, atau menguranginya sampai pada tingkat yang
dapat diterima. Dengan menggunakan pohon keputusan (decision tree) pada setiap
tahapan proses pengolahan makanan/minuman dapat ditentukan titik kritis pada alur
proses.

2.1.2 Prinsip-prinsip Hazard Analysis Critical Control Point


Menurut Winarno dan Surono (2004), Sistem HACCP terdiri tujuh prinsip
sebagai berikut :
1. Prinsip 1 : Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungam dengan
produksi pangan pada semua tahapan mulai dari bahan baku, proses sampai
dengan produk sampai ke tangan konsumen. Prinsip ini merupakan penilaian
terjadinya bahaya dan menentukan pencegahan untuk pengendalian.
2. Prinsip 2 : Menentukan titik atau tahap prosedur yang dapat dikendalikan
untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadi bahaya
tersebut.
3. Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin
bahwa CCP berada dalam kendali.
4. Prinsip 4 : Menetapkan sistem pemantauan atau pengendalian dari CCP
dengan cara pengujian.
5. Prinsip 5 : Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika CCP
tidak terkendali.
6. Prinsip 6 : Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup pengujian
tambahan dan prosedur penyesuaian.
7. Prinsip 7 : Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur.

2.2 Kerupuk Kulit

5
Kerupuk adalah sejenis makanan ringan yang sifatnya mengembang dan renyah.
Kerupuk rambak kulit adalah kerupuk yang terbuat dari kulit ternak. Protein yang
terkandung dalam kulit ternak terbanyak adalah protein kolagen. Protein kolagen
merupakan struktur protein utama pada teknologi proses pengolahan kulit. Proses
pembuatan kerupuk rambak kulit terdapat beberapa tahapan, yaitu perendaman
(soaking), pengapuran (liming), penghilangan bulu, pembuangan kapur (deliming),
perebusan, pengeringan I, perendaman bumbu, pengeringan II, penggorengan I,
penggorengan II, penggorengan III (Astawan, 1989). Menurut SNI-1996, kerupuk
rambak kulit adalah produk makanan ringan yang dibuat dari kulit sapi atau kerbau
melalui tahap proses pembuangan bulu, pembersihan kulit, perebusan,
pengeringan dan perendaman dengan bumbu untuk kerupuk rambak mentah dan
dilanjutkan dengan penggorengan untuk kerupuk rambak siap konsumsi. Syarat
mutu kerupuk kulit menurut SNI 01-4308-1996 dapat dilihat pada Tabel Kandungan
Gizi rambak kulit sapi dapat dilihat di bawah.

2.2.2 Bahan-bahan yang Digunakan


1) Kulit Sapi
Menurut SNI No 06-2736-1992 kulit sapi mentah basah merupakan
kulit yang diperoleh dari hasil ternak sapi, kulit tersebut telah dipisahkan
dari seluruh bagian dagingnya, baik yang segar maupun yang digarami.
Sedangkan kulit sapi mentah kering menurut SNI 06-0206-1987 yaitu bagian
dari kulit sapi yang telah diawetkan melalui penjemuran sedemikian rupa
sehingga kadar air kulit tersebut menjadi kurang dari batas minimum air
diperlukan untuk hidup dan timbuhnya bakteri pembusuk. Kulit merupakan
salah satu alternatif bahan pangan yang masih memiliki kandungan gizi yang
cukup tinggi. Kulit mengandung protein, lemak, kalori, kalsium, fosfor,
lemak, besi, vitamin A dan vitamin B. Zat-zat tersebut jumlahnya bervariasi,
tetapi kandungan protein, kalori dan fosfornya cukup tinggi (Sutejo, 2000).
Kandungan protein terbanyak dalam kulit adalah protein kolagen. Protein
kolagen merupakan struktur protein utama pada teknologi proses
pengolahan kulit.
Syarat mutu kulit sapi mentah basah menurut SNI 06-2736-1992
mempunyai tiga kriteria yaitu sebagai berikut.

6
1. Mutu I : berbau khas kulit sapi cerah bersih, tidak ada cacat (lubang-
lubang, penebalan kulit). Kandungan airnya pada kulit mentah segar
maksimum 66% sedangkan pada kulit mentah garaman maksimum 25%.
2. Mutu II : berbau khas kulit sapi, cerah, bersih, cukup elastis, terdapat
sedikit cacat diluar daerah punggung (croupon) dan bulu tidak rontok.
Kandungan airnya pada kulit mentah segar maksimum 66% sedangkan
pada kulit mentah bergaram maksimum 25 %.
3. Mutu III : berbau khas kulit sapi, warna tidak cerah, kurang elastis, tidak
utuh/banyak sekali cacat dan ada kerontokan bulu. Kandungan airnya
pada kulit mentah segar maksimum 66% sedangkan pada kulit mentah
bergaram maksimum 25%.
2) Garam
Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan bahan
pangan, yang berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme.
(Purnomo, 1987). Garam sebagai penghambat selektif karena adanya proses
plasmolisis. Mekanisme plasmolisis cairan dalam sel mikroba keluar menuju
larutan garam yang konsentrasinya lebih pekat, cairan garam masuk kedalam
sel sehingga mengakibatkan sel mengkerut dan mati.
3) Minyak Goreng (minyak kelapa)
Minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng sebaiknya
mempunyai mutu yang baik. Jenis minyak yang digunakan sebaiknya
minyak kelapa yang berwarna kuning jernih, sehingga dapat menghasilkan
warna yang bagus dan tidak mengkilap. Minyak goreng selain memberikan
rasa lezat dan teksturnya menjadi lembut serta gurih (Sutejo, 2000).

2.2.3 Proses Pembuatan


Menurut Astawan dan Astawan (1989), pembuatan Rambak Kulit Sapi
meliputi beberapa tahap yaitu perendaman, pengapuran, pembuangan kapur,
perebusan, pengguntingan, pengeringan 1, perendaman bumbu, pengeringan 2,
penggorengan 1, penggorengan 2, dan penggorengan ke 3.
1. Perendaman
Perendaman kulit dilakukan dengan air bersih selama ±2 jam. Tujuan pada
perendaman ini yaitu untuk menghilangkan zat-zat yang menempel pada
kulit.
2. Pengapuran
Kulit yang telah mengalami perendaman, selanjutnya dimasukkan dalam
larutan kapur dengan komposisi 0,4 kg kapur dalam 5 liter air untuk 1 kg
kulit. Selama pengapuran dilakukan pengadukan setiap 5 jam sekali
untuk mempertahankan pH larutan. Kulit yang sudah direndam air kapur
akan tampak lentur dan tidak kaku.
3. Buang Kapur dan Buang Bulu
Pembuangan kapur dengan mencuci kulit dengan air bersih dan pembuangan
bulu dengan cara dikerok menggunakan pisau. Tujuan dari buang kapur ini

7
yaitu untuk menghindari timbulnya endapan kapur yang dapat bereaksi
dengan bahan lain diproses selanjutnya
4. Perebusan
Perebusan kulit pada suhu 90˚C selama 2 jam selanjutnya diangin-anginkan.
Pada proses perebusan ini ditandai dengan kenampakan kulit yang berubah
menjadi transparan.
5. Pengguntingan
Pengguntingan dengan ukuran 3×2 cm. Tujuan dari pengguntingan yaitu
untuk mendapatkan hasil potongan dalam jumlah maksimal dan kulit yang
dihasilkan memiliki luas yang cukup sehingga memudahkan perambatan
panas yang akan mempercepat proses pengeringan.
6. Pengeringan I
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari selama 1 hari. Tujuan
pengeringan yaitu untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu dengan
ditandai produk menjadi kering dan berubah warna menjadi coklat.
7. Perendaman Bumbu
Kerupuk rambak mentah (krecek) hasil pengeringan I direndam dalam
larutan bumbu selama 1-2 jam. Komposisi bumbu yaitu; garam 2 %, bawang
putih 5 %, dan penyedap rasa 1,5 %.
8. Pengeringan II
Pengeringan dengan sinar matahari 2-3 hari (sampai kering) kemudian
krecek diambil untuk mengukur daya kembang.
9. Penggorengan
Penggorengan I (krecek dimasukkan ke tempat penggorengan pada suhu
±80˚C selama 5 menit) dan diperam dalam bak selama 1 hari.
Penggorengan II (suhu ±80˚C selama ±10 menit). Penggorengan III (suhu
±160˚C sampai mengembang sempurna).

8
BAB III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Pabrik Kerupuk Kulit “Cipta Rasa”


Pabrik Kerupuk Kulit “Cipta Rasa” merupakan industri rumahan yang didirikan oleh
Ibu Kuntasih pada tahun 1985. Awalnya, Beliau memulai usaha ini secara kecil-
kecilan di rumahnya sendiri dengan keterbatasan ruang produksi dan alat produksi.
Seiring berjalannya waktu, tentunya dengan ketekunan menjalankan usaha ini, Ibu
Kuntasih dapat mendirikan pabrik kerupuk kulit sehingga dapat memproduksi
kerupuk kulit lebih banyak lagi.
Hingga saat ini Ibu Kuntasih memilik enam orang karyawan yang
membantunya dalam memproduksi kerupuk kulit. Ibu Kuntasih memproduksi
kerupuk kulit dalam bentuk yang matang, semua produksi kerupuk kulit yang
dihasilkan oleh kerupuk kulit cipta rasa didistribusikan mulai dari dalam kota
(Jakarta) hingga luar kota.
Kerupuk kulit “Cipta Rasa” telah teregistrasi P-IRT dengan nomer registrasi
P-IRT NO. 201317101112 pada tahun 2010, bersertifikat Halal MUI dengan nomor
registrasi 03100007071114 pada tahun 2014, serta telah mendapat sertifikat
penyuluhan keamanan pangan dengan nomor 452/3171/10 pada tahun 2010.

3.2 Gambaran Umum Tempat Produksi


Pabrik Kerupuk Kulit Cipta Rasa beralamat di Pancoran merupakan home industry
yang dilakukan di daerah pemukiman warga padat. Tempat produksi terdiri dari
bangunan permanen yang semi terbuka. Ada beberapa bagian yang terbuka dan
terkena sinar matahari langsung.

3.3 Bahan dan Alat Pembuatan Kerupuk Kulit

9
3.3.1 Bahan
1) Kulit sapi
2) Garam
3) Minyak
3.3.2 Alat
1) Baskom
2) Ember
3) Panci besar
4) Sodet besar
5) Kompor
6) Saringan
7) Tempat menjemur
8) Pisau
9) Talenan
3.4 Cara Pembuatan Kerupuk Kulit

Perebusan
Penerimaan Perebusan Pengupasan
kembali kulit
kulit sapi kulit sapi kulit sapi
sapi

Penjemuran Pemotongan Penjemuran Pencucian


kulit tahap 2 kulit kulit tahap 1 kulit

Pengungkepan
kulit dengan Penggorenan Pengemasan
cairan garam

3.5 Hygiene dan Sanitasi


1) Kondisi Alat
Peralatan yang digunakan terlihat tidak bersih. Terdapat peralatan yang
dipakai berulang kali dan tidak dibersihkan terlebih dahulu. Selain itu untuk
mengangkat kulit sapi yang telah direbus hanya menggunakan kayu panjang.
2) Kondisi Pabrik
Sirkulasi udara pada pabrik cukup baik namun lantai pabrik tidak seluruhnya
keramik melainkan hanya semen saja. Hanya tempat pencucian saja yang
berkeramik. Begitu pula dengan dinding pabrik yang kotor dijadikan tempat
penggantungan untuk pengupasan bulu kulit sapi.
Walaupun demiskian, pabrik kerupuk kulit sudah dilengkapi dengan CCTV di
tiga titik utama.

10
3) Kondisi proses produksi
Tahap :
Perebusan kulit sapi  pengupasan kulit sapi  perebusan kulit sapi kembali
 pencucian kulit sapi  penjemuran tahap pertama kulit  pemotongan
kulit sapi  penjemuran tahap kedua kulit  pengungkepan kulit 
penggorengan  packaging

Pada proses perebusan yang dilakukan berulang kali, air rebusan tidak diganti
sama sekali sampai perebusan yang kedua
Tempat pengupasan kulit sapi terlihat kotor pada kayu panjang dan paku
berkarat yang digunakan sebagai penyanggah kulit
Tempat pencucian kulit sapi kebersihannya kurang diperhatikan, karena selain
untuk tempat mencuci digunakan pula untuk para karyawan berlalu lalang
tanpa membersihkan alas kaki terlebih dahulu, selain itu pada proses produksi
setelah perebusan sapi, kulit sapi dilempar begitu saja ke tempat pencucian
tanpa memperhatikan beberapa kulit sapi yang terjatuh di saluran air yang
kotor, cara pencucian kulit sapi dilakukan dengan diinjak dan sesekali diguyur
air.
Tempat penjemuran tahap pertama kulit sapi hanya digantungkan di dinding
yang terlihat kotor
Tempat pemotongan kulit sapi terlihat kotor ditambah lagi tidak menggunakan
alas / wadah saat memotong kulit sapi.
Tempat penjemuran tahap kedua terdapat dibagian atap pabrik yang hanya
beralaskan papan anyaman sebagai wadah menjemur
Tempat pengukepan dan penggorengan minyak tidak diganti sama sekali
4) Kondisi Pekerja
Pekerja pabrik hanya memakai baju kaos, celana pendek, serta sendal jepit dan
tidak menggunakan APD saat proses produksi dan pengemasan kerupuk kulit
5) Kondisi lingkungan pabrik
Pabrik berlokasi di gang, diantara pemukiman warga padat penduduk

3.6 Pembuatan Tim


No. Nama Jabatan Tanggung Jawab
1 Aisyah Quality 1. Sebagai ketua tim HACCP.
Assurance 2. Memastikan syarat-syarat HACCP terpelihara dan
Manager implementasi dengan baik.
2 Tata Deputy 1. Menjamin semua karyawan di dalam departemen
General telah terlatih dengan baik dan memahami sistem
Manager keamanan pangan
divisi logistik 2. Memastikan bahan baku yang diterima dari suplier
(PPIC dan 3. Memastikan kualitas bahan baku dari suplier sesuai
Ware House) SOP atau spesifikasi pemesanan dengan kualitas
baik
4. Memastikan gudang penyimpanan bahan makanan,
kemasan, temnpat pengolahan dalam keadaan

11
bersih
5. Memberi masukan analisa bahaya yang mungkin
terjadi pada bahan baku
3 Annisa Production 1. Menjamin semua karyawan di dalam departemen
Manager telah terlatih dengan baik dan memahami sistem
keamanan pangan
2. Menjamin bahwa produk yang dihasilkan telah
sesuai dengan standar persyaratan mutu dan
keamanan pangan
3. Menjamin proses yang berlangsung di area
produksi bahwa telah sesuai dengan GMP,SOP,
dan SSOP yang telah ditetapkan

4. Nabillah Packaging 1. Menjamin semua karyawan di dalam departemen


Manager telah terlatih dengan baik dan memahami sistem
keamanan pangan
2. Memastikan kualitas kemasan dari suplier telah
diinspeksi denga baik dan benar
3. Menjamin bahwa kemasan aman digunakan untuk
produk sari kedelai
5. Icha Supervisor 1. Menjamin setiap proses produksi yang
berlangsung di are produksi telah sesuai dengan
GMP, SOP, SSOP yang telah ditetapkan
2. Memastikan setiap pekerja taat pada GMP, SOP,
SSOP yang telah ditetapkan
3. Memeberikan masukan dan arahan mengenai
proses produksi yang berlangsung di area
produksi untuk pembentukan diagram alir proses
6. Lala Manager Ahli 1. Membuat jadwal pengecekan mesin produksi
Mesin secara berkala
2. Memastikan mesin yang akan digunakan untuk
proses produksi dalam keadaan baik
3. Memastikan proses maintanance mesin
pengolahan berjalan dengan baik sesuai jadwal
yang telah ditetapkan
7. Riri Ahli 1. Mengidentifikasi peluang resiko / bahaya
Mikrobiologi mikrobiologi yang dapat timbul pada bahan baku
2. Meberikan masukan cara pencegahan untuk
meminimalkan peluang rsiko / bahaya yang dapat
timbul pada bahan baku
8. Keira Ahli Kimia 1. Mengidentifikasi peluang resiko / bahaya
kimiawi yang dapat timbul pada bahan baku
2. Meberikan masukan cara pencegahan untuk
meminimalkan peluang rsiko / bahaya yang dapat
timbul pada bahan baku
9. Cici Ahli 1. Membuat SOP Hygine Sanitasi pada pekerja
Kesehatan seluruh kegiatan (penerimaan bahan baku, proses
Lingkungan pengolahan, pengemasan)
2. Membuat SOP Hygine Sanitasi pada peralatan
seluruh kegiatan (penerimaan bahan baku, proses
pengolahan, pengemasan)
10. Viera Quality 1. Mengawasi dan mengontrol kualitas produk dari
Control berbagai aspek seperti aspek keamanan, aspek
kebersihan dan lain-lain

12
3.7 Deskripsi Produk
Produk yang dikaji dalam penerapan HACCP ini adalah kerupuk kulit dari Pabrik
Kerupuk Kulit Cipta Rasa. Dalam deskripsi produk ini dicantumkan nama produk,
komposisi, karakteritik produk akhir, metode pengolahana, pengemasan primer,
pengemasan sekunder, kondisi penyimpanan, umur simpan, cara penyajian, dan
metode distribusi. Deskripsi produk dijelas pada table di bawah.

N PARAMETER
KETERANGAN
O DESKRIPSI
1 Nama Produk Kerupuk Kulit
2 Komposisi Kulit Sapi, garam, dan minyak goreng
3 Karakteristik Produk Akhir Kerupuk kulit Cipta Rasa adalah kerupuk kulit
yang berbentuk kotak yang dibuat dari kulit
sapi asli dengan cara digoreng. Kerupuk kulit
berwarna kuning keemasan serta memiliki rasa
yang gurih. Kerupuk kulit Cipta Rasa memilik
aroma khas kerupuk kulit dengan tekstur yang
renyah. Kerupuk kulit ini dibuat dengan
beberapa tahap, yaitu pencucian kulit,
perebusan, pengeringan, perebusan kembali,
pemotongan, pengeringan kedua, dan
penggorengan. Kerupuk kulit Cipta Rasa
dikemas dalam kemasan plastic transparan.
4 Metode Pengolahan Perebusan
Pengeringan (dijemur)
Penggorengan
5 Pengemas Primer Plastik PP
6 Pengemas Sekunder / Kantong plastic
Pengemas untuk transportasi
7 Kondisi Penyimpanan Suhu Ruang : 270C – 350C
8 Umur Simpan ± 3 bulan
9 Cara Penggunaan / Langsung dimakan
Penyajian
10 Metode Distribusi Didistribusikan dengan transportasi mobil dan
motor

3.8 Identifikasi Pengguna

13
Identifikasi pengguna produk kerupuk kulit perlu dijabarkan agar memberi informasi
jenis konsumen seperti apa yang dapat mengonsumsi produk kerupuk kulit Cipta
Rasa.

N PARAMETER
KETERANGAN
O IDENTIFIKASI PENGGUNA
1 Cara Konsumsi Kerupuk kulit dapat dikonsumsi langsung
2 Sasaran Konsumen Kerupuk kulit dapat dikonsumsi semua
kalangan masyarakat. Kecuali bayi.

3.9 Diagram Alir


Penyusunan diagram alir dilakukan dengan mencatat seluruh proses kegiatan dari
penerimaan bahan baku sampai produk jadi yang dihasilkan untuk dikonsumsi.
Tujuan dari pembuatan diagram alir ini adalah untuk mengidentifikasikan potensi
bahaya yang mungkin timbul.
Diagram alir proses pembuatan kerupuk kulit Cipta Rasa dapat dilihat pada
diagram di bawah. Prosesnya meliputi, penerimaan bahan makanan, perebusan kulit
sapi, pembersihan bulu kulit sapi, perebusan kembali kulit sapi, pencucian kulit sapi,
penjemuran tahap 1 kulit sapi, pemotongan kulit sapi, penjemuran tahap 2 kulit sapi,
penggorengan tahap 1, penggorengan tahap 2, dan pengemasan.

14
15
3.10 Analisis Bahaya
Sebagai bahan baku utama, kulit sapi sangat krusial dalam proses pembuatan
kerupuk kulit. Meskipun demikan, kulit sapi juga merupakan bahan baku yang sangat
rentan terhadap kontaminasi karena kadar airnya yang tinggi. Hal tersebut dapat
memudahkan mikroorganisme, khususnya bakteri, untuk tumbuh dan berkembang,
Sedangkan, bahaya fisik yang mungkin terjadi pada proses penerimaan kulit sapi
berasal dari cemaran benda asing yang ikut terbawa dari supplier. Entah itu kerikil,
binatang kecil, atau bahkan sisa darah yang masih menempel pada kulit sapi.
Pengendalian yang dilakukan untuk hal tersebut adalah menetapkan standardisasi
kulit sapi sesuai dengan standar yang berlaku, melakukan pemilihan supplier kulit
sapi secara tepat, melakukan pengecekan bahan baku ketika datang apabila tidak
memenuhi kulit ditolak, dan penyimpanan kulit pada tempat yang tidak lembab dan
panas.
Bahan baku lainnya adalah garam dan minyak goreng. Bahaya fisik yang
dapat terjadi pada penerimaan garam adalah masuknya benda asing, seperti batu.
Untuk bahaya biologi yang mungkin terjadi adalah tumbuhnya mikroba karena suhu
penyimpanannya kurang pas. Oleh karena itu, pengendalian yang dapat dilakukan
adalah menetapkan standarcisasi kulit sapi sesuai dengan standar yang berlaku,
melakukan pemilihan supplier kulit sapi secara tepat, melakukan pengecekan bahan
baku ketika datang apabila tidak memenuhi kulit ditolak, dan penyimpanan kulit pada
tempat yang tidak lembab dan panas. Pada minyak goreng, bahaya fisik yang
mengintai adalah rusaknya kemasan minyak sehingga minyak goreng terbuka dan
sudah tercemar udara. Selain itu, minyak juga bisa mengalami ketengikan.
Tahap selanjutnya yang memiliki sumber bahaya adalah perebusan kulit sapi.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membersihkan sisa kotoran an zat yang menempel
pada kulit sapi. Penggunaan jenis air pada perebusan kulit sapi termasuk dalam
bahaya biologis karena air yang tercemar mikroba e-coli dapat membahayakan
konsumen dan membuat produk menjadi tidak aman Selain itu, kontaminasi silang
juga dapat menjadi bahaya pada tahap ini. Kontaminasi silang dapat terjadi jika
Pekerja dan lingkungan proses ini tidak terjaga hygiene dan sanitasinya. Di sisi lain,
logam dari alat yang digunakan pada proses ini juga dapat memengaruhi tahapan
perbusan ini. Dengan kata lain, cemaran logam berat dapat menjadi bahaya. Jika
produk pangan tercemar logam berat dan berbahaya, hal itu akan memengaruhi
kualitas produk karena dapat menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Until itu,
beberapa pengendalian dapat dilakukan, seperti mengikuti SOP yang diterapkan saat
merebus kulit, memeriksa alat yang digunakan secara berkala, menggunakan alat yang
sesuai dengan fungsinya, mengenakan APD terstandar saat melakukan tahapan, dan
melakukan pemeriksaan air secara berkala.
Pembersihan bulu kulit sapi juga dilakukan pada proses pembuatan kerupuk
kulit. Tahapan ini dilakukan dengan maksud agar kulit sapi yang akan digunakan
menjadi bersih dan siap digunakan untuk proses selanjutnya. Pembersihan bulu kulit
dilakukan dengan menggunakan pisau. Bahaya yang diidentifikasikan pada tahapan
ini adalah bahaya biologis berupa cemaran mikroorganisme seperti Staphylococcus,
Salmonella, dan Escheria Coli. Bahaya biologis ini bisa didapatkan dari kurangnya

16
hygiene Pekerja dan sanitasi lingkungan bekerja yang tidak memenuhi syarat. Selain
itu, Penggunaan alat yang tidak memenuhi standard juga bisa menyebabkan cemaran
ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi bahaya-bahaya tersebut
antara lain menerapkan SOP yang berlaku, melakukan pengawasan rutin terhadap
setiap proses, mengadakan pemeriksaan alat dan lingkungan secara berkala, dan
melakukan tindakan persiapan seperti membersihkan alat dengan desinfektan sebelum
digunakan.
Perebusan kulit kembali dilakukan untuk memastikan kebersihan kulit sapi.
Pada tahap inilah terjadi perubahan warna kerupuk menjadi transparan. Beberapa
bahaya yang mengintai pada tahap ini antara lain bahaya biologi dan bahaya Kimia.
Bahaya biologis yang mungkin terjadi ialah adanya cemaran dari mikroba yang
terkandung dalam air seperti Escheria Coli. Selain itu, cemaran dari kontaminasi
silang dapat terjadi pada tahap ini yang berasala dari pekerja, peralatan, dan
lingkungan. Bahaya Kimia yang dapat terjadi antara lain cemaran logam dari
peralatan yang. digunakan. Penanggulangan yang dapat dilakukan antara lain
melakukan pemeriksaan air secara berkala, menerapkan SOP yang berlaku,
melakukan pengawasan. Selama proses produksi berlangsung, alat yang digunakan
tidak memenuhi standard.
Pencucian kulit sapi dilakukan dengan tujuan membersihkan kulit dari sisa-
sisa yang menempel dari tahapan sebelumnya. Pencucian dilakukan dengan air
dengan cara dibilas. Penggunaan air dapat memunculkan bahaya biologis dan kimia.
Untuk bahaya biologis yang dapat terjadi adalah pencemaran oleh bakteri Escheria
Coli dari air yang tercemar. Air juga bisa menyebabkan bahaya kimia, yaitu
kandungan logam berat seperti kaporit dan klor yang bisa menempel pada kulit sapi.
Beberapa penanggulangan yang dapat dilakukan adalah melakukan pengecekan
kandungan air secara berkala dan menerapkan SOP yang berlaku.
Kulit yang sudah dicuci kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
di area penjemuran. Kulit dijemur di atas bilah bambu. Tujuan dilakukannya tahap ini
adalah agar kadar air di kulit sapi berkurang dan berubah warna menjadi kecoklatan.
Proses ini tak lepas dari bahaya. Bahaya yang dapat terjadi pada proses ini adalah
bahaya fisik dan bahaya biologis. Pada bahaya fisik, kulit yang dikeringkan dapat
tercemar benda asing, seperti batu dan serangga. Semangka bahaya biologis yang
dapat terjadi adalah tumbuhnya jamur karena keadaan kulit yang masih lembab dan
terbukanya tempat pengeringan sehingga dapat terkenal spora jamur yang tertiup
angin. Ada beberapa penanggulangan yang dapat dilakukan seperti menyedihkan
tempat khusus pengeringan yang bersih dan aman dan mengatur suhu dan kelembaban
di tempat pengeringan.
Tahap selajutnya adalah pemotongan kulit. Pemotongan kulit ini dimaksud
agar kerupuk memiliki bentuk yang seragam dan memudahkan konsumen untuk
mengonsumsi kerupuk. Proses ini menggunakan alat pemotongan dengan pisau yang
tajam dan panjang. Bahaya yang dapat terjadi pada proses ini adalah bahaya fisik dan
biologis. Untuk bahaya fisik yang dapat terjadi adalah menempelnya benda asing
seperti batu pada saat proses pemotongan. Sedangkan bahaya biologis yang dapat
terjadi, yaitu tercemarnya kerupuk dengan mikroba. Cara penanggulangan yang dapat

17
dilakukan, antara lain menggunakan wadah yang bersih untuk menampung hasil
pemotongan dan menyampaikan informasi tentang hygiene dan sanitasi kepada
pekerja, serta melakukan tindakan pendahuluan berupa pembersihan alat dengan
desinfektan sebelum memulai tahap ini.
Pengeringan tahap kedua dilakukan dengan tujuan agar tercapainya kadar air
yang diinginkan. Pada tahap ini bentuk kerupuk kulit sudah terlihat dan sudah
menyerupai kerupuk kulit yang belum digoreng. Meskipun demikian, terdapat bahaya
yang dapat terjadi pada tahap ini, yaitu bahaya fisik. Bahaya fisik yang dapat terjadi
adalah masuknya benda asing saat proses pengeringan. Oleh karena itu,
penanggulangan yang dapat dilakukan adalah melakukan penyortiran saat
pengeringan selesai sehingga benda asing tidak ikut tercampur.
Untuk mendapatkan kerupuk kulit yang gurih, dilakukan penggorengan.
Penggorengan dilakukan sebanyak 2 kali dengan tujuan agar mendapatkan kerupuk
kulit yang matang dan mengembang sempurna. Untuk penggorengan yang pertama,
ditambahkan garam sebagai bumbu utama. Proses penggorengan yang kedua
bertujuan untuk mematangkan kerupuk kulit. Pada proses penggorengan ini, terdapat
bahaya fisik yang dapat terjadi, yaitu masuknya benda asing selama proses. Hal
tersebut dari terjadi dari pekerja maupun lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan
penanggulangannya, yaitu penerapan hygiene dan sanitasi sesuai dengan SOP yang
berlaku.
Setelah kerupuk sudah dingkep, tahap selanjutnya adalah penggorengan.
Penggorengan dilakukan sebanyak 2 kali dengan tujuan agar mendapatkan kerupuk
kulit yang matang dan mengembang sempurna. Pada proses penggorengan ini,
terdapat bahaya fisik yang dapat terjadi, yaitu masuknya benda asing selama proses.
Hal tersebut dari terjadi dari pekerja maupun lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan
penanggulangannya, yaitu penerapan hygiene dan sanitasi sesuai dengan SOP yang
berlaku.
Tahap terakhir dari proses pembuatan kerupuk kulit adalah pengemasan.
Pengemasan dilakukan secara manual dengan penimbangan dan memasukkan
kerupuk yang sudah ditimbang dengan sendok yang lebar. Kemasan yang digunakan
adalah plastic bening. Ada beberapa bahaya yang dapat terjadi pada tahap ini, yaitu
bahaya biologis ada bahaya fisik. Untuk bahaya biologis, dapat terjadi kontaminasi
mikroorganisme karena kerupuk yang masih panas langsung dimasukkan ke dalam
plastic sehingga membuat keadaan di dalam kemasan menjadi lembab yang
merupakan keadaan yang disenangi oleh mikroorganisme. Selain itu, masuknya benda
asing ke dalam kemasan dapat menyebabkan bahaya fisik. Untuk itu, penanggulangan
dapat dilakukan dengan cara menerapkan SOP yang berlaku, memberikan pelatihan
hygiene dan sanitasi kepada pekerja, dan melakukan pengecekan ulang sebelum
produk didistribusikan.

18
3.11 Penentuan Titik Batas Kritis
Tabel Penetapan Kategori Risiko Produk Kerupuk Kulit
PRODUK / KATEGORI
KELOMPOK BAHAYA
NO BAHAN RISIKO
BAKU A B C D E F
1 Kerupuk Kulit + + 0 + + 0 IV
BAHAN BAKU / BAHAN MAKANAN
2 Kulit Sapi + + 0 + + 0 IV
3 Garam 0 0 0 0 0 0 0
4 Minyak Goreng + + 0 0 0 0 II

Tabel Penetapan Kategori Resiko


Karakteristik Bahaya Kategori Resiko Jenis Bahaya
0 (Tidak Ada Bahaya) 0 Tidak Mengandung Bahaya A
sampai F
(+) I Mengandung 1 bahaya A sampai
F
(++) II Mengandung 2 bahaya A sampai
F
(+++) III Mengandung 3 bahaya A sampai
F
(++++) IV Mengamdung 4 bahaya A
sampai F
(+++++) V Mengandung 5 bahaya A sampai
F
A+ (kategori khusus tanpa / VI Kategori resiko paling tinggi
dengan bahaya A sampai F) (semua produk memiliki bahaya
A)

Tabel Analisa Bahaya


Jenis Bahaya Analisa Bahaya
Bahaya A Produk/bahan makanan untuk konsumen beresiko tinggi
Bahaya B Mengandung bahaya sensitif terhadap bahaya F/B/K
Bahaya C Tidak ada tahapan mencegah atau menghilangkan bahaya
Bahaya D Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah
pengolahahan
Bahaya E Kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi, penjualan
atau konsumsi
Bahaya F Tidak ada cara mencegah / menghilangkan bahaya

Penetapan kategori risiko produk diperlukan untuk mengetahui risiko yang


terkandung dalam suatu produk pangan sehingga dapat memberikan informasi.
Penetapan kategri risiko dilakukan pada produk dan bahan bakunya. Pada produk
kerupuk kulit, kelompok bahaya yang positif (+) adalah kelompok bahaya A, B, D,
dan E. Menurut table analisis bahaya, kelompok bahaya A adalah produk kerupuk
kulit rentan untuk konsumen berisiko tinggi, seperti balita dan lansia. Kelompok
bahaya B diartikan bahwa produk kerupuk kulit mengandung bahaya sensitive

19
terhadap bahaya fisik, biologis, dan kimia. Pada kelompok bahaya D, analisa
bahayanya adalah produk kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah
pengolahan. Kontaminasinya pun bisa beragam dari berbagai sumber. Arti dari positif
bahaya E adalah produk kerupuk kulit kemungkinan mengalami penanganan yang
salah selama distribusi, penjualan ataupun konsumsi, baik itu dilakukan oleh
distributor atau konsumen.
Untuk bahan baku yang pertama, kulit sapi, kelompok bahaya yang terkandung
dalam kulit sapi adalah kelompok bahaya A, B, D, dan E. maksud dari analisi bahaya
A adalah penggunaan bahan kulit sapi rentan untuk konsumen beresiko tinggi yang
termasuk balita dan lansia. Untuk kelompok bahaya B, kulit sapi mengandung bahaya
sensitive terhadap bahaya fisik, biologis, dan kimia. Arti dari posifinya bahaya D
adalah adalah produk kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah
pengolahan. Setelah pengolahan kulit sapi melewati berbagai proses lagi, seperti
distribusi. Sedangkan kelompok bahaya E adalah bahan kulit kemungkinan
mengalami penanganan yang salah selama distribusi, penjualan ataupun konsumsi.
Bahan baku yang kedua adalah garam yang tidak memiliki kategori bahaya
manapun. Hal ini dikarenakan sifat-sifat yang dimiliki garam. Minyak goreng adalah
bahan baku yang terakhir. Minyak goreng memiliki 2 kelompok bahaya, yaitu
kelompok A dan B. minyak goreng termasuk kategori bahan yang rentan untuk
konsumen berisiko tinggi. Penggunaanya harus memperhatikan beberapa hal seperti
jumlahnya. Selain itu, minyak goreng memiliki bahaya sensitive terhadap bahaya
fisik, biologis, dan kimia sehingga masuk dalam kategori bahaya B.

20
Tabel Decision Tree untuk penetapan HACCP

PERTANYAAN DIAGRAM KETERANG


INPUT /
BAHAYA POHON AN
PROSES
P1 P2 P3 P4 P5
Penerimaan Biologi : Cemaran Ya Ya Ya CCP
Kulit Sapi mikroorganisme
(Staphylococcus sp,
Salmonella sp, E. Coli,
Pseudomona) dan
hyginitas pkerja
Air (untuk Biologi : terdapat bakteri Ya Tidak Tidak Bukan CCP
perebusan E. Coli
dan
pencucian)
Pembersihan Biologi : Cemaran Ya Ya Ya CCP
Bulu kulit mikroorganisme
sapi (Staphylococcus sp,
Salmonella sp, E. Coli,
Pseudomona) dan
hyginitas pekerja
Penggunaan Biologi : cemaran Ya Ya Ya CCP
alat mikroorganisme
perebusan kontaminasi silang
kulit sapi penggunaan alat yang
tidak di bersih / tidak
dicuci
Pemotongan Biologi : Cemaran Ya Ya Ya CCP
kulit sapi mikroorganisme
(Staphylococcus sp,
Salmonella sp, E. Coli,
Pseudomona) dan
hyginitas pekerja
Pengemasan Biologi : kontaminasi Ya Ya Ya CCP
(Filling ke mikroba dari para pekerja
dalam
plastik)

Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis) adalah langkah di
mana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman. Penentuan titik
pengendalian kritis dilakukan dengan bantuan Decision Tree yang berisi 4 pertanyaan
yang menuntun pembentukan keputusan titik batas kritis. Setiap tahapan yang
memiliki signifikasi yang nyata pada analisis bahaya dalam pembuatan kerupuk kulit
dibahas satu per satu pada setiap pertanyaan. Dari enam tahap yang memiliki
signifikasi nyata, lima di antaranya ditetapkan sebagai CCP.

21
Penerimaan bahan kulit sapi dikategorikan sebagai CCP karena cemaran
mikroorganisme pathogen, seperti Staphylococcus sp, Salmonella sp, E. Coli, dan
Pseudomonas. Cemaran mikroorganisme pada kerupuk kulit ini dapat berakibat fatal
pada konsumen karena dapat menyebabkan penyakit. Untuk itu penerimaan bahan
kulit sapi ini termasuk dalam CCP.

Salah satu bahan yang penting juga dalam pembuatan kerupuk kulit adalah air.
Penggunaan air juga dalam proses pembuatan kerupuk kulit ini cukup banyak dan
krusial. Pencemaran air oleh bakteri Escheria Coli dapat menyebabkan timbulnya
penyakit. Oleh karena itu, cemaran air oleh bakteri Escheria Coli dikategorikan
sebagai CCP.

Tahap selanjutnya yang termasuk dalam CCP adalah tahap pembersihan bulu
kulit sapi. Bahaya biologis yang dapat terjadi adalah cemaran dari mikroorganisme,
seperti Staphylococcus sp, Salmonella sp, E. Coli. Mikroorganisme ini dapat
menyebabkan penyakit sehingga tahap ini ada dalam kategori CCP.

Penggunaan alat dalam perebusan kulit sapi dapat menimbulkan bahaya


biologis. Cemaran kontaminasi silang dari peralatan dan bahkan pekerja dapat terjadi.
Dengan demikian, penggunaan alat dalam tahap perebusan kulit termasuk sebagai
CCP.

Pemotongan kulit sapi dengan menggunakan alat pemotong dan pada tempat
tertentu dapat menyebabkan timbulnya cemaran mikroorganisme (Staphylococcus sp,
Salmonella sp, E. Coli) yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Oleh karena
itu, tahap ini dikategorikan sebagai CCP.

Tahap terakhir dari produksi pembuatan kerupuk kulit Cipta Rasa adalah
pengemasan. Tahap ini juga termasuk dalam CCP karena kontaminasi mikroba dari
pekerja dapat terjadi. Pengemasan dilakukan secara manual sehingga kemungkinan
kontaminasi sangat tinggi.

3.12 Rencana HACCP


Rencana HACCP merupakan dokumen yang dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip
HACCP untuk menjamin pengendalian bahaya yang nyata bagi keamanan pangan.
Rencana ini berisi tentang lembar kerja pengendalian HACCP yang memuat
informasi tentang CCP, batas kritis, monitoring, tindakan koreksi, verifikasi, dan
dokumentasi.
Sesuai dengan prinsip-prinsipnya, rencana HACCP yang terkandung dalam
table di bawah adalah sebagai berikut.
1. Penerimaan bahan baku kulit sapi
Peneriman bahan baku kulit sapi termasuk dalam CCP karena kulit merupakan
bahan baku utama yang krusial dan rentan terhadap cemaran mikroorganisme.
Dengan kandungan kadar air yang tinggi, kulit sapi adalah tempat yang disenangi
mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Tindakan yang dilakukan untuk

22
mengurangi bahaya tersebut adalah memeriksa dengan teliti saat penerimaan
bahan dan bertindak tegas pada supplier jika bahan baku yang datang tidak sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan. Pemantauan dengan cara memastikan
kesesuaian barang dengan spesifikasi juga harus dilakukan secara berkala.
Pemantauan dilakukan setiap penerimaan bahan oleh pertugas penerimaan.
Bentuk verifikasi yang dilakukan adalah review form setiap bulannya.
Penyimpanan rekaman penerimaan bahan juga dokumen yang krusial dan wajib
untuk disimpan.

2. Pembersihan bulu pada kulit sapi


Tahap pembersihan bulu pada kulit sapi adalah CCP. Pada tahap ini perlu
diperhatikan alat dan pekerja saat proses. Selain itu, dengan pengamatan hygiene
dan sanitasi proses oleh ahlinya, dapat meminimalkan timbulnya bahaya pada
proses pembersihan bulu pada kulit sapi. Namun, jika tahapan ini belum
sempurna dilakukan, harus diterapkan secara benar dan menyeluruh SOP yang
berlaku tentang hygiene pekerja dan sanitasi peralatan yang digunakan. Oleh
karena itu, diperlukan rekaman kondisi peralatan sebagai arsip dan bukti tindakan
pada tahap ini.

3. Perebusan
Penggunaan air pada tahap perebusan termasuk dalam CCP karena proses ini
dirancang khusus untuk menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman,
yaitu hilangnya cemaran mikroba dalam air. Tindakan koreksi yang dilakukan
khusus pada tahap ini adalah melakukan pengecekan air secara berkala dan
menerapkan hygiene dan sanitasi yang sesuai dengan SOP yang berlaku.
Tindakan pemantauan berupa pengamatan dan pengecekan air dan alat yang
digunakan. Dokumen yang harus dimiliki dan diarsipkan pada tahap ini adalah
rekaman kondisi peralatan dan sertifikat air yang bebas kandungan mikroba.

4. Pemotongan kulit sapi


Proses lain yang dirancang khusus untuk menghilangkan/mengurangi bahaya
sampai batas aman adalah pemotongan kulit sapi. Keadaan ideal untuk tahap ini
termasuk bebasnya peralatan yang digunakan untuk memotong kulit dari cemaran
biologis dan digunakannya wadah yang bersih sebagai penampung kulit yang
sudah dipotong. Pada tahap ini, peralatan yang digunakan harus diamati dengan
seksama karena merupakan bagian yang krusial. Tindakan koreksi yang dapat
dilakukan adalah penerapan SOP hygiene dan sanitasi yang sudah ditetapkan.
Verifikasi yang dilakukan ada dalam bentuk review form dan pengarsipannya
dalam bentuk rekaman kondisi peralatan.

5. Pengemasan
Tahap terakhir dari bagian CCP dan proses pembuatan kerupuk kulit Cipta Rasa.
Tahap ini dirancang khusus untuk menghilangkan/mengurangi bahaya sampai
batas aman, yaitu bebasnya produk akhir dari segala cemaran. Untuk itu, hygiene

23
dan sanitasi pekerja perlu ditekankan. Dengan mengamati hygienitas pekerja dan
sanitasi lingkungan sekitar, CCP ini dapat diatasi dengan baik. Salah satu upaya
untuk mengoreksinya adalah menerapkan SOP yang berlaku dengan benar dan
menegur pekerja yang belum melakukan SOP. Rekaman kondisi hygiene dan
sanitasi dijadikan sebagai bentuk dokumentasi.

24
TINDAKAN
TAHAPAN / IDENTIFIKASI SPESIFIKASI BAHAYA
NO PENYEBAB BAHAYA PENCEGAHAN
PROSES BAHAYA
PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKASI
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
PENERIMAAN
1 Kulit Sapi  Fisik: Terbawa dari suplier dan L L TN Penyortiran / pemilihan kulit
penerimaan bahan sapi yang baik.
Terdapat darah yang makanan tidak sesuai SOP Pencucian kulit sapi sampai
masih menepel pada / spesifikasi pemesanan bersih menggunakan air
kulit sapi. mengalir.
Terdapat kulit sapi Jaminan Suplier.
yang bolong atau
sobek
Kontaminasi silang dari M M N Jaminan suplier mengenai
 Biologi : pekerja suplier (saat hygine dan sanitasi pekerja
Cemaran mikroba penyembelihan sapi / saat dan alat penyembelih.
(staphylococcus sp, menguliti) dan Pada saat menguliti sapi
salmonella sp, E. penggunaan alat potong pisau dapat dibersihkan dan
Coli, Pseudomonas ) (pisau) yang digunakan didisinfeksikan
saat menyembelih / menggunakan air panas
menguliti sapi. (suhu > 820C)

2 Garam  Fisik : Terbawa dari suplier L L TN Pengecekan saat menerima


bahan dari suplier sesuai
Terdapat benda dengan SOP.
asing seperti batu
atau kotoran lain Tempat penyimpanan L L TN Jaminan Suplier.
 Biologi : lembab Penyimpanan di tempat
Bacillus kering dan bersih.
coagullant
3 Minyak  Fisik : Kemasan Terbawa dari suplier L L TN Pengecekan saat menerima

30
Goreng minyak rusak bahan dari suplier sesuai
dengan SOP. Jaminan
.
Suplier.

Tempat penyimpanan L L TN Simpan di tempat kering,


 Kimia : minyak
tidak sesuai tertutup tidak terkena sinar
berbau tengik
matahari
4 Perebusan  Fisik : Terdapat Terbawa dari suplier L L TN Pencucian kulit sapi sampai
Kulit Sapi (1) darah yang bersih menggunakan air
masih menepel mengalir.Jaminan Suplier.
pada kulit sapi.
L Melakukan pencucian alat
 Biologi : Penggunaan alat L TN menggunakan sabun dan air
cemaran (pengaduk dan wadah bersih mengalir
mikrobiologi untuk merebus) yang tidak
kontaminasi bersih
silang
penggunaan alat
 Biologi : air H
tekontaminasi Sumber air pabrik M N Perlakuan sanitasi air
mikroba yaitu
bakteri E. Coli
 Kimia : Logam L
berat, kaporit, Sumber air pabrik L TN Adanya perlakuan khusus
klorin seperti pengecekan berkala 6
bulan sekali pada air yang
digunakan
5 Pembersihan  Fisik : Terdapat Terbawa dari suplier L L TN Penyortiran / pemilihan kulit
Bulu Pada kulit sapi yang sapi yang baik.
Kulit Sapi bolong atau Jaminan suplier.

31
sobek Memberikan informasi dan
Hyginitas para pekerja M M N menerapkan prinsip hygine
 Biologi : pabrik dan penggunaan dan sanitasi pekerja dan alat.
Cemaran alat. Pada saat mengupas bulu
mikroba Penggunaan alat potong pada kulit sapi pisau dapat
(Staphylococcus (pisau) yang digunakan dibersihkan dan
sp, Salmonella saat mengupas bulu pada didisinfeksikan
sp, E. Coli, kulit sapi. menggunakan air panas
Pseudomonas) (suhu > 820C)

6 Perebusan  Biologi : air Sumber air pabrik M H N Perlakuan sanitasi air


Kembali (2) tekontaminasi
Kulit Sapi mikroba yaitu
bakteri E. Coli
 Biologi : Penggunaan alat M H N Melakukan pencucian alat
cemaran (pengaduk dan wadah menggunakan sabun dan air
mikrobiologi untuk merebus) yang tidak bersih mengalir.
kontaminasi bersih Menerapkan prisnip hygine
silang dan sanitasi alat.
penggunaan alat
 Kimia : Logam Sumber air pabrik L L TN Adanya perlakuan khusus
berat, kaporit, seperti pengecekan berkala 1
klorin tahun sekali pada air yang
digunakan
7 Pencucian  Biologi : air Sumber air pabrik M H N Perlakuan sanitasi air
Kulit Sapi tekontaminasi
mikroba yaitu
bakteri E. Coli
 Kimia : Logam Sumber air pabrik L L TN Adanya perlakuan khusus
berat, kaporit, seperti pengecekan berkala 1

32
klorin tahun sekali pada air yang
digunakan
8 Penjemuran /  Fisik : terdapat Tempat penjemuran yang L L TN Penyedian tempat
Pengeringan I benda asing kurang steril / bersih penjemuran khusus yang
Kulit Sapi (debu, serangga) (lingkungan pabrik) bersih dengan suhu yang
pada suhu seusai
0
ruang 27 C –  Biologi :
350C Tercemar oleh Suhu pengeringan tidak L L TN Pengaturan suhu dan
jamur sesuai kelembaban sesuai yang
dibutuhkan. Melakukan
inspeksi rutin.

9 Pemotongan  Fisik : terdapat Tidak menggunakan L L TN Menggunakan wadah yang


kulit sapi (+ benda asing wadah penampungan bersih untuk menampung
1,5 cm × 1,5 seperti kotoran, untuk kulit sapi yang kulit sapi yang sudah
cm) batu kerikill, dll. sudah dipotong dipotong.
 Biologi : kontaminasi silang M M N Memberikan informasi dan
Cemaran penggunaan alat pemotong menerapkan prinsip hygine
mikroba dan hygine sanitasi pekerja dan sanitasi pekerja dan alat.
(Staphylococcus Pada saat pemotongan kulit
sp, Salmonella sapi pisau dapat dibersihkan
sp, E. Coli, dan didisinfeksikan
Pseudomonas) menggunakan air panas
(suhu > 820C.
10 Pengeringan  Fisik : terdapat Tempat pengeringan / L L TN Mensortasi benda-benda
2. benda asing penjemuran di lahan asing saat pengangkatan
Penjemuran di seperti debu, terbuka (luar ruangan)
bawah sinar kerikil kecil,
matahari. serpihan kayu,
kotoran burung,
serangga, dll

33
12 Penggorengan  Fisik : adanya Hygiene dan sanitasi L L TN Menerapkan hygiene dan
1. benda asing pekerja, kebersihan alat sanitasi sesuai dengan SOP
seperti kotoran, yang berlaku.
kontaminasi
silang
 Kimia : minyak Teroksidasi karena suhu L L TN Meenyimpan minyak sesuai
goreng tengik dan udara dengan SOP

13 Penggorengan  Fisik : adanya Hygiene dan sanitasi L L TN Menerapkan hygiene dan


2. benda asing pekerja, kebersihan alat sanitasi sesuai dengan SOP
seperti kotoran, yang berlaku.
kontaminasi
silang
 Kimia : minyak Teroksidasi karena suhu L L TN Meenyimpan minyak sesuai
goreng tengik dan udara dengan SOP

14 Pengemasan  Biologi : Hygine dan sanitasi M M N Melakukan pelatihan dan


pekerja penerapan tentang hygine
Kontaminasi pada sanitasi pada pekerja
pekerja Tidak teliti dalam M M N Melakukan pengecekan
 Fisik : terdapat melakukan pengemasan ulang sebelum produk
benda asing (isi didistribusikan
streples)

34
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem jaminan mutu yang
mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa bahaya dapat timbul pada
tahapan produksi, akan tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya
tersebut.
Untuk analisis HACCP meliputi deskripsi produk, identifikasi rencana
penggunaan, penyusunan bagan alir, konfirmasi bagan alir di lapangan, identifikasi
bahaya, penentuan CCP, penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK
(CCP), dan yang terakhir perancangan tata letak pabrik untuk rekomendasi perbaikan
berdasarkan konsep HACCP.
Pada proses pembuatan kerupuk kulit di pabrik kerupuk kulit Cipta Rasa, terdapat
beberapa proses yang rentan terhadap bahaya. Dari proses-proses yang rentan itu
didapatkan titik kritiknya, antara lain penerimaan bahan baku kulit sapi, penggunaan air,
pengupasan bulu pada kulit sapi, pemotongan kulit sapi, dan filling saat pengemasan.
Oleh karena itu, diperlukan system HACCP dalam mengendalikan bahaya yang mungkin
terjadi pada setiap proses. Dengan demikian, akan dihasilkan produk kerupuk kulit yang
berkulitas baik dan terjaga keamanannya.

35
DAFTAR PUSTAKA

Astawan M. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Jakarta: Akademika
Pressindo.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik
Kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya. Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik
Kritis (HACCP) Serta Pedoman Penerapannya. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-4852-
1998.
Djojowidagdo. 1986.
Mortimor dan Wallace. 2001. HACCP. Diterjemahkan oleh Apriningsih dengan judul
HACCP. 2004. Jakarta: EGC.
Muliawan D. 1991. Pengaruh berbagai Tingkat Kadar Air terhadap Pengembangan Kerupuk
Sagu Goreng. Skripsi. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi
Pertanian IPB.
Nurliana. 2004. Tinjauan terhadap Peran HACCP dalam Mengendalikan Bahaya Kimia
pada Makanan. Bogor: IPB.
Nurmawati. 2012. Proses Pembentukan Pola Perilaku Kerja Karyawan PT. Indopherin Jaya
Melalui Budaya Organisasi 5S (Studi Kasus Pada Karyawan PT. Indopherin Jaya, Kota
Probolinggo). Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang.
Pramesti, N. 2013. Analisis Persyaratan Dasar dan Konsep Hazard Analysis Critical Control
Point (HACCP) dengan Rekomendasi Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas (Studi Kasus:
KUD DAU Malang). Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang.
Prasetyo, A.T. 2000, Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality Assurance
Industri Pangan. Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang.
Purnomo. 1992. Penyamakan Kult Kaki Ayam. Yogyakarta: Kanisius.
Seto, Sagung. 2001. Pangan dan Gizi.
Sharphouse. 1971. Leather Technician’s Handbook. London: Product Association.
Sonaru, A.C. 2014. Analisa Ketidaksesuaian Persyaratan Cara Produksi Pangan yang Baik
Untuk Industri Rumah Tangga (CPP-IRT) Untuk Meminimasi Kontaminasi Produk Roti
(Studi Kasus: Perusahaan X). Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang.
Sudarmadji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Vol. 1 No. 2

36
Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and
Critical Control Point). Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 1, No. 2. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Sutejo. 2000. Rambak Cakar Ayam. Surabaya: PT. Trubus Agrisana
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critica Control Points).
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Winarno dan Surono. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor: M-Brio
Press.
Yuwono, A.P. 1991. Peranan Kimia dalam Proses Penyamakan Kulit. Yogyakarta: BKKP
Perkuliahan.

37
LAMPIRAN

38
39
40
41
42
43
44

Anda mungkin juga menyukai