Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM 3

PENGARUH KONSENTRASI ASAP CAIR TERHADAP SIFAT


ORGANOLEPTIK DAGING CUMI

Disusun oleh:
Trima Irawanto 14050394031
Dzulkifli P.R. 14050394035
Try Hari P. 14050394037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA


JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
laporan praktikum pengasapan berjudul Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Terhadap
Sifat Organoleptik Daging Cumi. Atas dukungan moral dan materil yang diberikan
dalam penyusunan laporan ini, maka kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:

a) Allah SWT yang selalu memberikan rahmat serta tauhid-Nya


b) Orang tua yang selalu mendoakan
c) Lilis Sulanjari, S.Pt., M.P dan Ir. Asrul Bahar, M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah Teknologi Makanan I
d) Teman-teman seperjuangan S1 Pendidikan Tata Boga 2014

Dalam penulisan laporan ini kami menemukan kendala. Namun, semua


kendala dapat diatasi dengan kesungguhan dan kerja keras dalam pengerjaan laporan
ini. Kami berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat menambah
wawasan bagi pembacanya. Laporan ini masih terdapat kesalahan dan belum
dikatakan sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan dari para
pembaca demi kesempurnaan laporan kami ini.

Surabaya, 1 Desember 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.

DAFTAR ISI .

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah ..
C. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengasapan.
B. Cumi
C. Cumi yang baik...

BAB III MATERI DAN METODE

A. Bahan
B. Alat..
C. Variabel-variabel
a. Variabel Bebas
b. Variabel Terikat..
c. Variabel Kontrol.
D. Cara Kerja

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Warna
B. Aroma
C. Rasa..
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan makanan basah merupakan bahan makanan yang cepat basi.
Basi atau rusak disini memiliki banyak potensi alasanya. Namun hal yang perlu
diingat adalah bahan makanan yang basah dapat terjadi kerusakan yang tidak
kita sadari. Salah satunya adalah kerusakan karena mikroorganisme.
Mikroorganisme merusak makanan melalui jaringan yang ada. Salah
satu yang harus dilakukan adalah melakukan pencegahan terhadap kerusakan
yang disebabkan oleh organismen tersebut. Salah satunya adalah melaui
pengasapan. Pengasapan dikombinasikan dengan proses pemanasan untuk
membantu membunuh mikroba. Panas ini juga membantu mengeringkan bahan-
bahan sehingga lebih awet. Dalam hal ini pengasapan biasa dilakukan pada
suhu 570C. Jika pengasapan tidak dikombinasikan dengan pemanasan lainnya,
maka suhu yang digunakan biasanya lebih tinggi lagi. Proses pengasapan
biasanya dilakukan dalam beberapa tahap dengan tujuan untuk memperoleh
hasil akhir dengan warna tertentu.
Pengasapan memiliki dua cara yaitu asap panas dan asap dingin. Asap
panas dilakukan secara langsung yaitu bahan diasapi oleh bahan penghasil asap.
Asap dingin dilakukan dengan cara yaitu bahan tidak terkena langsung oleh
asap tersebut. Pengasapan dimaksudkan untuk meningkatkan flavor dan
penampakan permukaan produk yang menarik. Daging atau ikan yang diasap
ditujukan untuk mengawetkan dan menambah cita rasa. Disamping itu
pengasapan juga dapat menghambat oksidasi lemak dalam bahan pangan
tersebut. Pengasapan dilakukan dengan menggunakan kayu keras yang
mengandung bahan-bahan pengawet kimia yang berasal dari pembakaran
selulosa dan lignin.
Bahan yang dapat diawetkan salah satunya adalah Cumi. Daging cumi
cenderung basah dan jarang diawetkan namun langsung dilakukan pengesan
untuk membuat cumi tampak segar. Namun jika cumi tersebut sudah di ambil
dari es tersebut kerusakan akan mudah karena bakteri atau mikroorganisme
akan mudah tumbuh. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah menggunakan
pengasapan seperti yang dibahas diatas.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh penggunaan konsentrasi asap cair terhadap sifat
organoleptic cumi
C. Tujuan
Mengetahui pengaruh penggunaan konsentrasi asap cair terhadap sifat
organoleptic cumi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengasapan

Pengasapan dimaksudkan untuk meningkatkan flavor dan penampakan


permukaan produk yang menarik. Daging atau ikan yang diasap ditujukan untuk
mengawetkan dan menambah cita rasa. Disamping itu pengasapan juga dapat
menghambat oksidasi lemak dalam bahan pangan tersebut. Pengasapan dilakukan
dengan menggunakan kayu keras yang mengandung bahan-bahan pengawet
kimia yang berasal dari pembakaran selulosa dan lignin, misalnya formaldehid,
asetaldehid, asam karboksilat (asam formiat, asetat dan butirat), fenol, kresol,
alkohol-alkohol primer dan sekunder, keton dll. Zat-zat yang terdapat dalam asap
ini dapat menghambat aktivitas bakteri (bakteriostatik).
Pengasapan dikombinasikan dengan proses pemanasan untuk membantu
membunuh mikroba. Panas ini juga membantu mengeringkan bahan-bahan
sehingga lebih awet. Dalam hal ini pengasapan biasa dilakukan pada suhu 57 0C.
Jika pengasapan tidak dikombinasikan dengan pemanasan lainnya, maka suhu
yang digunakan biasanya lebih tinggi lagi. Proses pengasapan biasanya dilakukan
dalam beberapa tahap dengan tujuan untuk memperoleh hasil akhir dengan warna
tertentu.
Cara baru dalam pengasapan telah dilakukan dengan penambahan asap
buatan berupa larutan berisi komponen-komponen asap pada makanan dengan
cara dioles terutama untuk menambah cita rasa tanpa proses pengasapan panas.
Dalam hal ini fungsi asap sebagai bahan pengawet sedikit sekali.

Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida, masing-masing


bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut
juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk
lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga
membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air rendah
daging lebih sulit dirusak oleh mikroba. Asap juga mengandung uap air, asam
formiat, asam asetat, keton alkohol dan 4 karbon dioksida. Rasa dan aroma
khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa fenol (quaiacol,
4-mettyl-quaiacol, 2,6-dimetoksi 1 fenol) dan senyawa karbonil.

a. Jenis-Jenis Pengasapan

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) Pengasapan dapat dilakukan


dengan dua cara, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin
(cold smoking), namun dewasa ini seiring dengan perkembangan jaman
pengasapan juga bisa dilakukan dengan pengasapan elektrik serta pengasapan
cair (liquid). Lebih jelas mengenai jenis - jenis pengasapan adalah sebagai
berikut :
Pengasapan Panas
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses
pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber
asap.Suhu sekitar 70100 oC, lamanya pengasapan 2 4 jam
Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup
tinggi, yaitu 80-90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih
pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang
tinggi, daging ikan menjadi masak dan perlu diolah terlebih dahulu sebelum
disantap.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif
sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga
dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50 oC maka disebut
pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut
pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah, 2007).
Pengasapan Dingin
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan dingin (cold smoking) adalah
proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh
dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 50 oC
dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu.
Menambahkan pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan cara
pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33 oC (sekitar
15-33oC). Waktu pengasapannya dapat mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu
rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein
didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan asap yang dihasilkan masih
tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu
diolah kembali menjadi produk siap santap (Adawyah, 2007).
Dari tulisan di atas maka dapat disimpulkan perbedaan antara pengasapan
panas dan pengasapan dingin, adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Beberapa perbedaan pengasapan panas dan pengasapan dingin
Jenis Temp Wa Daya
pengasapan eretur ktu awet
2-3
Pengas 40- 1-2
minggu sampai
apan dingin 50C minggu
bulan
Be
Pengas 70- Beberapa
berapa
apan panas 100C hari
jam
Sumber : (Murniyati dan Sunarman, 2000)
Pengasapan Elektri
Ikan asap dengan asap dari pembakaran gergaji (serbuk gergaji) yang
dilewatkan medan listrik dengan tegangan tinggi. Ikan pun mengalami tahap
pengeringan untuk mempersiapkan permukaan ikan menerima partikel asap,
kemudian tahap pengasapan, dan tahap pematangan. pada ruang pengasap
dipasang kayu melintang dibagian atas dan dililiti kabel listrik. Ikan digantung
dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut (Adawyah, 2007).
Pengasapan cair
Menurut Susanti, M, Hatmodjo, dan Kurniawan (2009) proses
pengasapan secara langsung yang umum dilakukan oleh perajin ikan asap
memiliki kelemahan, di antaranya produksi asap sulit dikendalikan dan
pencemaran asap dapat mengganggu kesehatan pekerja dan lingkungan. Untuk
mengatasi masalah tersebut, perlu diupayakan proses pengasapan yang aman
dan bebas pencemaran, tetapi tujuan proses pengasapan tetap tercapai. Salah
satu alternatif ialah pengasapan menggunakan asap cair, yaitu dispersi uap
dalam cairan sebagai hasil kondensasi asap dari pirolisis kayu. Menurut
(Mubarokhah, 2008) asap cair atau liquid smoke merupakan kondensat alami
bersifat cair dari hasil pembakaran kayu yang mengalami aging dan filtrasi
untuk memisahkan senyawa tar dan bahan-bahan yang tidak diinginkan lainnya.
Asap liquid pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu
yang diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. pada destilasi tersebut,
vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu
ditambahkan garam dapur secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan
asap tersebut selama beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada
pengasapan liquid, adalah konsentrasi, suhu larutan asap, serta waktu
perendaman, setelah itu ikan dikeringkan ditempat teduh ( Adawyah,
2007). Senyawaan hasil pirolisa itu dari asap cair merupakan kelompok fenol,
karbonit dan kelompok asam yang secara simultan mempunyai sifat
antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu mencegah pem-
bentukan spora dan pertumbuhan bakteri dan jamur serta menghambat
kehidupan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan virus. Sifat-sifat itu
dapat dimanfaatkan untuk pengawetan makanan (Waluyo, 2002). Kelebihan
penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah:
Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan
konsentrasi yang lebih tinggi
Lebih intensif dalam pemberian aroma
Kontrol hilangnya aroma lebih mudah
Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan
Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial
Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap
Polusi lingkungan dapat diperkecil
Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti
penyemprotan, pencelupan, atau dicampurkan langsung kedalam
makanan
Menurut Pakan dalam Adawyah (2007), alat pembuat asap cair dapat
dibuat dari dua buah drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan
asap dari drum tempat pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk
mendinginkan asap sehingga dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai
pendingin diisi dengan air untuk membantu proses pendinginan asap.
B. Cumi

Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska


yang hidup di laut, termasuk salah satu hewan dalam golongan invertebrata (tidak
bertulang belakang). Nama Cephalopoda dalam bahasa Yunani berarti kaki kepala,
hal ini karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari
kepala. Semua jenis cephalopoda termasuk cumi-cumi dipisahkan dengan memiliki
kepala yang berbeda. Akson besar cumi-cumi ini memiliki diameter 1 mm. Cumi-
cumi banyak digunakan sebagai makanan (Anonim, 2010). Salah satu jenis cumi-
cumi laut dalam, Heteroteuthis, adalah yang memiliki kemampuan memancarkan
cahaya. Organ yang mengeluarkan cahaya itu terletak pada ujung suatu juluran
panjang yang mnonjol di depan. Hal ini dikarenakan peristiwa luminasi yang terjadi
pada cumi-cumi jenis Heteroteuthis menyemprotkan sejumlah besar cairan bercahaya
apabila dirinya merasa terganggu, proses ini sama seperti pada halnya cumi-cumi
biasa yang menyemprotkan tinta (Anonim, 2010).

Kandungan Zat Gizi Beberapa Ikan Air Laut

Jenis Ikan BDD(%) Kandungan Zat Gizi (Zat per 100 g BDD
Energi Protein Lemak Karbo
(Kkal) (gr) (gr) (gram)

Kakap 80 92 20 0,7 0

Cumi-cumi 100 75 16,1 0.7 0,1

Kembung 80 103 22 1 0

Kerang 20 59 8.0 1,1 3,6

Layang 80 109 22 1,7 0

Bawal 80 96 19 1,7 0

Lemuru 80 112 20 3 0

Rebon 100 81 16,2 1,2 0,7

Teri 100 77 16 1 0

Sidat 100 81 11,4 1,9 3,8

Belut laut 100 93 12,8 1,9 6,1

Lais 62 161 11,9 11,5 2,4

Selar 90 145 27 2,3 0

Banjar 96 111 19,4 0,9 4,8

Pepetek 100 176 32 4,4 0

Tembang 80 204 16 15 0

Keterangan : BDD Bagian Yang dapat dimakan

Sumber : Direktorat Ikan Hasil Olahat, Ditjen P2HP 2007

C. Cumi yang masih baik


Cumi yang baik dan segar adalah

Cumi-cumi segar badannya kenyal dan kokoh bila ditekan.


Cumi-cumi kecil badannya berwarna keunguan dengan bintik-bintik hitam.
Sedangkan cumi-cumi besar berukuran >20 cm ),badannya berwarna putih
dengan sedikit bintik hitam.
Cumi segar di lapisi selaput lendir jernih. Mengeluarkan bau khas dan bukan
bau busuk
BAB III
MATERI DAN METODE
A. Bahan
Cumi kg
Gula merah 15 gram
Ketumbar sck
Garam sck
Gula sck
Bawang merah sck
Bawang putih sck
B. Alat
Pisau
Telenan
Sendok
Timbangan
Wadah plastic
Dandang
Kompor
Rumah asap
C. Variabel-variabel

Pertanyaan Variabel Bebas Kata Variabel Objek


Penghubung Terikat

Bagaimana Konsentrasi terhadap sifat Daging


pengaruh asap cair organoleptik cumi

a. Variabel Bebas
Variable bebas adalah konsentrasi
b. Variabel Terikat
Sifat organoleptik daging cumi yaitu warna, aroma, dan rasa
c. Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang seharusnya mempunyai
pengaruh tetapi dijaga sedemikian rupa sehingga pengaruhnya dianggap tidak
ada (disamakan) (Arikunto,2002). Variabel control yang digunakan adalah :
Jenis daging cumi
Jenis pengasapan
D. Cara Kerja
a. Langkah kerja
1. Daging diiris memanjang dengan ukuran lebih 5 x 10 x 1 cm
2. Daging direndam dalam larutan garam 10 % selama 10 menit. Ditambah
dengan bumbu

3. Direndam dalam asap cair sebanyak 1 %, 2 %, 3 % selama 10 menit

4. Daging ditiriskan dan di kukus 15 menit


5. Tiriskan

b. Pengamatan
1. Amati segera sifat organoleptik keempat sample meliputi : warna aroma dan
rasa
2. Amatilah sample beberapa hari dengan disimpan pada suhu ruang catat kapan
sample mulai terjadi kerusakan sehingga tidak dapat dikonsumsi
3. Catat hasil pengamatan saudara dalam bentuk tabel
4. Tunjukan catatan hasil pengamatan saudara pada dosen pembina
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kriteria produk
S1 S2 S3
1 % asap cair 2% asap cair 3 % asap cair
Warna Cerah dan masih Cerah namun Pucat putih
segar pucat

Aroma Segar, namun bau Segar, bau asap Bau asap lebih dr
asap lebih terasa yang 2 %

Rasa Asin Asin Asin

Keterangan :

a. Pengamatan dilakukan dari S1 adalah memberikan rendaman pada garam 10


menit dan direndam lagi pada konsentrasi larutan asap cair sebanyak 1 %.
b. Pengamatan dilakukan dari S2 adalah memberikan rendaman pada garam 10
menit dan direndam lagi pada konsentrasi larutan asap cair sebanyak 2 %.
c. Pengamatan dilakukan dari S3 adalah memberikan rendaman pada garam 10
menit dan direndam lagi pada konsentrasi larutan asap cair sebanyak 3 %.

Hasil Pengamatan

d. Warna
Warna yang dihasilkan dari pengasapan S1 masih segar dan cerah
karena asap belum menutupi seluruh bagian permukaan cumi dengan
sempurna. S2 lebih baik daripada S1 namun S3 lebih baik karena asap sudah
menutupi permukaan cumi dengan lebih sempurna.
e. Aroma
Asap yang dihasilkan dari pengasapan S1 masih kurang tajam karena asap
karena kadar asap yang terkonsentrasi pada larutan perendam belum terlalu
pekat. S2 lebih baik daripada S1 namun S3 lebih baik karena asap dalam larutan
lebih banyak.
f. Rasa
Rasa yang ditimbulkan oleh daging cumi adalah asin karena semunya
dilarutkan pada larutan garam sebanyak 10 %.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

a. Semakin banyak larutan konsentrasi asap cair, maka semakin pucat warna
yang dihasilkan produk karena menutupi dengan sempurna permukaan cumi
b. Semakin banyak larutan konsentrasi asap cair semakin tajam bau asapnya
c. Pada rasa kurang berpengaruh karena sebelumnya sudah di larutkan pada
larutan garam
DAFTAR PUSTAKA

Muchtadi, Tien, dkk.2013.Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Bandung:Alfabeta


Nurlaela, L. 2011. SanitasidanHigieneMakanan.Unesa University Press.
Surabaya
Sulandari,Lilis.2013.Modul Praktikum Teknologi Pangan.Fakultas Teknik
Universitas Negeri Surabaya.

Winarno,F.G, dkk.1977.Pengantar Teknologi Pangan.Jakarta:Gramedia


http://www.kesmas.depkes.go.id/gemarikan-gerakan-memasyarakatkan-
makan-ikan/?print=print

Anda mungkin juga menyukai