Disusun Oleh:
1. Fithra Malvarinda
2. Mona Indah Sari
3. Yustika Desma Dalid
4. Annisa Nur Fadillah
Kelas: 1 KB
Mata Kuliah: Teknik Pengolahan Limbah
Dosen Mata Kuliah: Hilwatullisan, S.T.,M.T.
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi
sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula
paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal
sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa
menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman.
Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari
sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan
energi yang akan digunakan oleh sel.
Sejarah Industri Gula di Indonesia
Sumber gula di Indonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga
(nira) kelapa atau enau, serta cairan batang tebu. Tebu adalah
tumbuhan asli dari Nusantara, terutama di bagian timur.
Ketika orang-orang Belanda mulai membuka koloni di Pulau Jawa
kebun-kebun tebu monokultur mulai dibuka oleh tuan-tuan tanah
pada abad ke-17, pertama di sekitar Batavia, lalu berkembang ke
arah timur.
Puncak kegemilangan perkebunan tebu dicapai pada tahun-tahun
awal 1930-an, dengan 179 pabrik pengolahan dan produksi tiga juta
ton gula per tahun[1]. Penurunan harga gula akibat krisis ekonomi
merontokkan industri ini dan pada akhir dekade hanya tersisa 35
pabrik dengan produksi 500 ribu ton gula per tahun.
Situasi agak pulih menjelang Perang Pasifik, dengan 93 pabrik dan
produksi 1,5 juta ton. Seusai Perang Dunia II, tersisa 30 pabrik aktif.
Tahun 1950-an menyaksikan aktivitas baru sehingga Indonesia menjadi
eksportir netto. Pada tahun 1957 semua pabrik gula dinasionalisasi dan
pemerintah sangat meregulasi industri ini. Sejak 1967 hingga sekarang
Indonesia kembali menjadi importir gula.
Macetnya riset pergulaan, pabrik-pabrik gula di Jawa yang
ketinggalan teknologi, tingginya tingkat konsumsi (termasuk untuk
industri minuman ringan), serta kurangnya investor untuk pembukaan
lahan tebu di luar Jawa menjadi penyebab sulitnya swasembada
gula.
Pada tahun 2002 dicanangkan target Swasembada Gula 2007[2].
Untuk mendukungnya dibentuk Dewan Gula Indonesia pada tahun
2003 (berdasarkan Kepres RI no. 63/2003 tentang Dewan Gula
Indonesia)[3]. Target ini kemudian diundur terus-menerus.
Jenis-Jenis Gula
Gula Merah
Gula Pasir
Gula Batu
Gula Bit
Gula Jagung
Gula Merah
Masak, berarti tebu yang akan di giling harus memiliki kandungan gula
(rendemen) yang mencukupi. Besarnya kandungan gula dipengaruhi oleh
varietas, sistem tanam, iklim dan tingkat kemasakan pada saat tebang.
Bersih, berarti tebu yang akan di giling harus bersih dari kotoran, baik itu
kotoran berupa tanah, daun atau akar yang terikut pada saat tebang.
Segar, berarti waktu yang diperlukan dari mulai tebu ditebang, masuk
pabrik hingga di giling harus secepat mungkin. Karena semakin lama
waktunya, kandungan gula dalam tebu juga semakin menurun.
Proses Penggilingan
1. Ion ion organik yang nantinya menghambat pengkristalan dari saccarosa (gula).
3. Zat warna yang mungkin terkandung dalam zat lain yang mungkin juga terikut seperti tanah
dan sisa daun.
Proses Penguapan
Gula yang telah bersih dari besi yang terikat didalamnya masuk
kedalam sugar bin. Sugar bin menampung gula dan sugar weigher
mengisi dan menimbang gula drngan berat 50kg kedalam karung
secara otomatis. Kemudian karung gula dijahit dan diangkut dengan
menggunakan conveyor untuk disimpan digudang penyimpanan
dan siap untuk dipasarkan.
Macam Macam Limbah Produksi
Gula
Limbah Padat
Limbah Cair
Limbah Gas
Limbah Padat
Ampas Tebu
Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu setelah
diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga diperoleh
hasil samping sejumlah besar produk limbah berserat yang dikenal sebagai ampas
tebu (bagasse).
Kelebihan jumlah ampas (bagasse) tebu dapat membawa masalah bagi pabrik gula,
ampas bersifat bulky (meruah) sehingga untuk menyimpannya perlu area yang luas.
Ampas mudah terbakar karena di dalamnya terkandung air, gula, serat dan mikroba,
sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan panas. Terjadinya kasus
kebakaran ampas di beberapa pabrik gula diduga akibat proses tersebut.
Blotong
Blotong merupakan limbah padat produk stasiun pemurnian nira, berupa endapan
berbentuk padatan semi basah dengan kadar air 50 70%, dalam sehari dapat
dihasilkan 3,8 4 % dari jumlah tebu yang digiling. Blotong yang dihasilkan diangkut
dengan truk kemudian ditampung pada lahan berbentuk cekungan di bagian belakang
pabrik. Blotong dimanfaatkan sebagai tanah urug dan pengeras jalan. Limbah ini juga
sebagian besar diambil petani untuk dipakai sebagai pupuk, sebagian yang lain
dibuang di lahan terbuka dan dapat menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau
yang tidak sedap di sekitar lahan tersebut.
Abu Pembakaran Ampas Tebu
SiO2 7,1
Al2O3 1,9
Fe2O3 7,8
CaO 3,4
MgO 0,3
KzO 8,2
P2O5 3,0
MnO 0,2
Limbah Cair
Ampas Tebu semula banyak dimanfaatkan oleh pabrik kertas, namun karena
tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak tersedia bahan baku kertas lain
yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas mulai jarang menggunakannya.
Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik
yang berguna untuk kesuburan tanah. Ampas (bagasse) tebu mengandung 52,67%
kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5; dan 0,38% K2O.
Pembuatan Etanol
Kandungan protein dari nira sekitar 0.5 % berat zat padat terlarut.
Dari kandungan tersebut telah dicoba untuk melakukan ekstraksi
protein dari blotong dan ditemukan bahwa kandungan protein
dari blotong yang dipress sebesar 7.4 %. Dengan demikian
blotong dapat juga digunakan sebagai pakan ternak dengan
cara dikeringkan dan dipisahkan partikel tanah yang terdapat
didalamnya.