Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN MAGANG

PENGENDALIAN MUTU BAHAN BAKU PROSES


PRODUKSI EBI FRY DI PT JALA SEMBILAN SEMARANG
Alamat:
Kawasan Industri Wijaya Kusuma, Jalan Tugu Industri IV
Nomor 3, Kelurahan Randugarut, Kecamatan Tugu,
Semarang, Jawa Tengah
Telp. (024) 86599100

Disusun oleh:
HANIFATUL ZAHRA
H3117034

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN INDIVIDU MAGANG MAHASISWA

Laporan magang dengan judul “Pengendalian Mutu Bahan Baku pada


Proses Produksi Ebi Fry di PT Jala Sembilan Semarang” disusun sebagai bentuk
pertanggungjawaban magang guna memenuhi salah satu bagian kurikulum
pendidikan program studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian.
Disusun Oleh:
Nama : Hanifatul Zahra
NIM : H3117034
Minat : D3 Teknologi Hasil Pertanian

Surakarta, 17 Maret 2020

Mengetahui,
Pembimbing Lapangan HRD PT Jala Sembilan

Yatu Priyambodo Hery Prasetya


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat


dan hidayah-Nya penulis haturkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
magang ini dengan lancar. Laporan Magang ini merupakan sebagian persyaratan
guna memperloeh derajat Ahli Madya Teknologi Hasil Pertanian di Sekolah
Vokasi Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan judul “Pengendalian Mutu
Bahan Baku pada Proses Produksi Ebi Fry PT Jala Sembilan Semarang”. Dalam
kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Direktur Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. R. Baskara Katri Anandito S.T.P., M.P., selaku Kepala Program Studi
Diploma III Teknologi Hasil Pertanian, Sekolah Vokasi, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
4. Komisi Magang Diploma Tiga Teknologi Hasil Pertanian.
5. Dr. Setyaningrum Arivani, S.T.P., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing
Magang.
6. HRD dan Manager serta seluruh PT Jala Sembilan Semarang Jawa Tengah,
yang telah menerima penulis untuk melaksanakan kegiatan Magang.
7. Bapak Yatu Priyambodo, selaku Pembimbing Lapangan di PT Jala Sembilan
yang selalu memberikan ilmu dan masukkan yang sangat berharga.
8. Mbak Tinuk, Pak Soib, Mbak Bella, Mbak Mia, Mami, Mas Hasyim, Mas
Ibnu, Mas Galang, Mbak Endang, Mbak Uus, dan Mbak Nisa, selaku SPV
dan staff PT Jala Sembilan terima kasih telah membersamai dan atas
pengalaman serta ilmu yang dibagikan.
9. Asri Nursiwi STP., M.Sc., selaku Pembimbing Akademik penulis.
10. Kedua orang tua, kakak dan adik yang selalu mendoakan dan memberikan
semangat.
11. Annisa Noor Zuhrifa dan Ihza Rahmanir, selaku teman sekelompok magang
penulis yang selalu membersamai dan memberi motivasi.
12. Rekan-rekan D-III Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2017 yang senantiasa
membantu dan memberikan semangat serta doan kepada penulis.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas
semangat, doa dan sarannya.
Penulis menyadari dalam laporan magang ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran penulis harapkan demi
perbaikan laporan magang selanjutnya. Semoga laporan magang ini bermanfaat
bagi semua pihak yang memerlukan.

Surakarta, 15 Maret 2020


Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN............................................. ....................................

KATA PENGANTAR................................................ ....................... .....................

DAFTAR ISI............................................. ................................................. .........

DAFTAR TABEL............................................. .......................................................

DAFTAR GAMBAR............................................. ..................................................

DAFTAR LAMPIRAN.............................................. .............................................

BAB I PENDAHULUAN............................................. ........................................ ..


A. Latar Belakang............................................. .................................................
B. Tujuan Umum Magang............................ .....................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................. ............ ...................


A. Ebi Fry............................................. .............. ....... .....................................
B. Bahan Baku..................................................................................................
C. Proses Pengolahan.........................................................................................

BAB III TATA PELAKSANAAN KEGIATAN..... ..............................................


A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan....................................................................
B. Metode Pelaksanaan Magang............................................. ...........................
C. Jadwal Pelaksanaan Magang................................. ............... ........................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................


A. Keadaan Umum Perusahaan..........................................................................
B. Manajemen Perusahaan...................................................... ...........................
C. Penyediaan bahan dasar dan Bahan Pembantu .............................................
D. Proses Pengolahan..........................................................................................
E. Mesin dan Peralatan............................................. .........................................
F. Produk Akhir................................. ................................. .................... .........
G. Pemasaran......... ....................................................... ......... ..........................
H. Sanitasi Perusahaan......... ....................................................... ......... ............
BAB V TUGAS KHUSUS......................................................................................
A. Pengendalian Mutu Bahan Baku Ebi Fry.......................................................
B. Pengawasan Mutu Bahan Baku Ebi Fry........................................................
C. Evaluasi Mutu Bahan Baku Ebi Fry............................................................

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................


A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran................................................................................... ...........................

DAFTAR PUSTAKA............................................. .................................................

LAMPIRAN..............................................................................................................
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persyaratan Mutu Dan Keamanan Udang Berlapis Tepung Beku...........
Tabel 2.2 Syarat Mutu Keamanan Pangan...............................................................
Tabel 2.3 Syarat Mutu Roti Tawar...........................................................................
Tabel 5.1 Monitoring Form Raw Material Inspection.............................................
Tabel 5.2 Evaluasi Mutu Udang Berdasarkan Tes Organoleptik............................
Tabel 5.3 Hasil Uji TPC Pada Breadcrumb............................................................
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Sertifikat PT Jala Sembilan..................................................................


Gambar 4.2 Tata Letak (Layout) di PT Jala Sembilan............................................
Gambar 4.3 Struktur Organisasi PT Jala Sembilan..................................................
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram Alir Proses Produksi Ebi Fry


Lampiran 2 Seragam Karyawan PT Jala Sembilan Tampak depan dan Belakang
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakanng
Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
berperan dalam pembinaan kepribadian dan mental manusia yang mengarah
pada peningkatan daya pikir manusia dan penguasan ilmu dan teknologi.
Sebagai calon ahli madya teknologi pertanian, kita dituntut untuk dapat
memahami dan menerapkan ilmu teknologi pertanian dalam dunia kerja.
Kegiatan magang mahasiswa ini merupakan sarana bagi mahasiswa teknologi
hasil pertanian untuk dapat menerapkan teori-teori yang didapatkan selama di
bangku perkuliahan dan juga sebagai pengalaman kerja yang dapat melatih
mahasiswa untuk menemukan masalah-masalah yang dihadapi di lapang dan
mencari jalan pemecahannya selama magang mahasiswa. Magang di Industri
Pangan dan Hasil Pertanian merupakan salah satu bagian dari kurikulum
program Diploma III Teknologi Hasil Pertanian. Setiap mahasiswa
melaksanakan magang di industri pangan dan hasil pertanian sebagai syarat
untuk meraih gelar Ahli Madya (A.Md). Magang di Industri Pertanian
penting untuk melengkapi pengetahuan yang didapat selama masa
perkuliahan.
Udang merupakan hasil perikanan yang memiliki nilai ekonomis
tinggi yang termasuk jenis Crustacea, walaupun bagian yang enak dimakan
hanya sekitar 40% saja, tetapi rasanya lebih enak dibanding daging ikan
maupun hasil perikanan lain. Udang termasuk hasil perikanan yang mudah
membusuk. Dalam waktu ± 1 jam setelah penangkapan udang akan segera
menjadi busuk setelah melewati masa kekakuan. Mengolah udang menjadi
produk pangan jadi maupun setengah jadi merupakan salah satu alternatif
cara untuk memperpanjang umur simpan udang. Udang merupakan hasil
perikanan yang mengandung protein tinggi, daging udang dapat diolah
sebagai makanan olahan seperti bakso udang, ebi fry, maupun nugget udang.
Dengan kandungan protein tinggi dan sifat organoleptik yang meliputi
bentuk, warna, rasa, dan tekstur, oalahan produk udang dapat menjadi produk
olahan diversivikasi yang diminati (Nugroho dkk., 2014).
Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan
memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik
produk (warna, cita rasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi,
memberikan lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran,
meningkatkan nilai ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau
meningkatkan mutu, terutama mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi.
Kriteria atau komponen mutu yang penting pada komoditas pangan adalah
keamanan, kesehatan, flavor, tekstur, warna, umur simpan, kemudahan,
kehalalan, dan harga (Herawati, 2008).
B. Tujuan Umum Magang
Tujuan umum.
1. Pengertian Magang
Magang adalah bentuk studi dengan melaksanakan praktek kerja
langsung dilapangan, dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui problematika yang muncul di lapangan dan dikaitkan dengan
materi yang telah dipelajari.
2. Dasar Pemikiran
a. Adanya pemikiran kuliah magang pada kurikulum jurusan Teknologi
Hasil Penelitian D3 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta
b. Pentingnya Mahasiswa mengetahui secara langsung proses pengolahan
hasil Pertanian beserta Quality Controlnya dari PT Jala Sembilan serta
mengetahui permasalahan dan solusi-solusinya.
c. Mahasiswa kelak diharapkan ikut berperan dalam pembangun dan dapat
menerapkan ilmu yang dijumpai di lapangan dengan pengamatan.
3. Maksud dan Tujuan
a. Menambah ilmu dan pengalaman bagi mahasiswa D3 Teknologi Hasil
Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta agar
dapat menghubungkan ilmu yang didapat dibangku kuliah dengan
praktek yang dijumpai di lapangan.
b. Dapat mengetahui materi dilapangan sehingga timbul pemikiran yang
realistis dan sistematis dalam menuju prospek yang lebih baik.
c. Mengembangkan pengetahuan dilapangan sehingga mengetahui
kesesuaian dengan teori, untuk pengembangan pola pikir yang kreatif
dan potensial bagi mahasiswa semester akhir sehingga di dapat lulusan
yang handal.
d. Meningkatkan hubungan antara perguruan tinggi, pemerintah, Instansi
Swasta, Perusahaan dan Masyarakat, sehingga dapat meningkatkan
mutu pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi.
4. Lingkungan Permasalahan dan Pembahasan
Permasalah yang paling prinsip dalam magang adalah :
a. Permasalah yang diprioritaskan dalam proses yang ada di PT Jala
Sembilan serta hambatan yang ada.
b. Relevansi prinsip pengolahan QC di PT Jala Sembilan yang
diterapkan dilapangan serta segenap aplikasinya. Ruang lingkup
pembahasan sesuai dengan disiplin Ilmu Teknologi Hasil Pertanian
yang di dukung oleh ilmu-ilmu lain. Sedangkan materinya adalah
ruang lingkup Teknologi Hasil Pertanian.
c. Membantu Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
untuk mengisi dan melaksanakan program magang dalam rangka
penyiapan lulusan yang handal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ebi Fry
Ebi furai atau ebi fry merupakan olahan udang utuh tanpa kulit yang
dilapisi dengan tepung roti dan disimpan dalam keadaan beku serta
membutuhkan bahan pengemas yang baik. Proses pembuatan ebi fry terdiri dari
tahapan proses penerimaan udang headless, pencucian, bellycut, stretching,
koreksi kerusakan, pencucian, penampungan bahan baku, soaking, penirisan,
predusting, battering, breading, penyusunan pada tray plastik, penimbangan,
pembekuan, pengemasan menggunakan polybag, sealing metal detector,
packing master carton, penyimpanan dan distribusi (Fauziah, 2018).
Persyaratan mutu dan keamanan ebi furai atau udang berlapis tepung beku
menurut SNI 6163:2017 terdapat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.
Tabel 2.1 Persyaratan Mutu dan Keamanan Udang Belapis Tepung (Breaded)
Beku (SNI 6163:2017)
Parameter Uji Satuan Persyaratan
a. Sensori Min. 7*
b. Cemaran mikroba n c m M
- ALT Koloni/g 5 2 106 106
- Escherichia coli APM/g 5 1 <3 < 3,6
- Salmonella** Per 25g 5 0 negatif td
- Staphylococcus aureus Koloni/g 5 2 102 103
c. Cemaran logam
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,5
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 1,0
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 1,0
- Arsen (As)** mg/kg Maks. 1,0
d. Fisik
- Bobot tuntas***
 Premium %(bobot) Min. 50
 Standar %(bobot) Min. 30
0
- Suhu pusat C Maks. -18
e. Cemaran fisik
- Filth - 0
CATATAN * Untuk setiap parameter sensori
** Apabila diperlukan
*** Kelas mutu tersebut harus dicantumkan dalam
label
n Jumlah sampel uji
C 2 kelas Jumlah maksimum
pengemb sampel yang
ilan diperbolehkan
contoh melebihi batas
persyaratan
maksimum yang
tercantum pada
m
3 kelas Jumlah maksimum sampel
pengamb yang
ilan persyaratannya
contoh berada antara m
dan M dan tidak
boleh satupun
sampel melebihi
batas
persyaratan
maksimum yang
tercantum pada
M serta sampel
yang lain harus
kurang dari nilai
m
m 2 kelas Batas persyaratan
pengamb maksimum
ilan
contoh
M 3 pengambilan Batas persyaratan
contoh maksimum
td Tidak diberlakukan
Maks. Maksimum
Min. Minimum
Sumber: BSN (2017).
B. Bahan Baku
1. Udang Vaname
Udang dalam perdagangan sumber daya ikan di dunia merupakan
komoditas yang penting sebab paling banyak diminati dan tinggi
permintaannya baik di pasar lokal maupun ekspor. Udang merupakan
kelompok krustasea yang memiliki keragaman tinggi, saat ini mendekati
70.000 spesies krustasea dengan morfologi beragam. Udang merupakan
sumber daya yang ditemukan di seluruh perairan, asin maupun tawar. Data
dari halaman Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia menyatakan 9
jenis udang hasil tangkapan dan 2 jenis yang dibudidayakan yaitu udang
windu dan udang vaname (Salim dan Sutrisno., 2019).
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) berasal dari Pantai Barat
Pasifik Amerika Latin, mulai dari Peru di Selatan hingga Utara Meksiko.
Menurut Nadhif (2016) secara garis besar morfologi udang vaname
(Litopenaeus vannamei) terdiri dari dua bagian utama yaitu kepala
(cephalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vaname dibungkus
oleh lapisan kitin yang berfungsi sebagai pelindung, terdiri dari
antennulae, antenna, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang
vaname dilengkapi dengan 3 pasang maxiliped dan 5 pasang kaki jalan
(peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Jenis kelamin udang vaname
dapat dilihat dari luar. Pada udang betina disebut thelicum yang terletak
diantara kaki jalan ke 4 dan 5, pada udang jantan disebut patasma terletak
diantara kaki jalan ke 5 dan kaki renang pertama. Klasifikasi udang
vaname adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Vaname merupakan salah satu jenis udang yang sering
dibudidayakan. Hal ini disebabkan udang tersebut memiliki prospek dan
profit yang menjanjikan (Arsad dkk., 2017). Udang vaname memiliki
keunggulan untuk kegiatan budidaya udang dalam tambak antara lain:
Responsif terhadap pakan/nafsu makan yang tinggi, lebih tahan terhadap
serangan penyakit dan kualitas lingkungan yang buruk pertumbuhan lebih
cepat, tingkat kelangsungan hidup tinggi, padat tebar cukup tinggi dan
waktu pemeliharaan yang relatif singkat yakni sekitar 90-100 hari per
siklus (Purnamasari dkk., 2017). Udang segar memiliki syarat mutu yang
baik untuk dikonsumsi. Syarat mutu udang segar berdasarkan Badan
Standarisasi Nasional dalam SNI 01-2728.1-2006 ialah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Syarat Mutu Keamanan Pangan
Jenis uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Angka (1 – 9) Minimal 7
b. Cemaran Mikroba
- ALT koloni/g maksimal 5,0 x 105
- Escherichia coli APM/g Maksimal <2
- Salmonella APM/25 g negatif
- Vibrio cholerae APM/25 g negatif
c. Cemaran Mikroba
- Kloramfenikol μg/kg maksimal 0
- Nitoryfan μg/kg maksimal 0
- Tetrasiklin μg/kg maksimal 100
d. Filth - maksimal 0
CATATAN* Bila diperlukan
Sumber: SNI 01-2728.1-2006
2. Garam
Garam merupakan salah satu bahan kimia yang sering dimanfaatkan
oleh manusia. Penyusun terbesar garam yaitu senyawa Natrium Klorida.
Selain NaCl terdapat pula bahan pengotor antara lain CaSO4, MgSO4,
MgCl2 dll. Garam diperoleh dengan 3 cara, penguapan air laut dengan
sinar matahari, penambangan batuan garam dan air sumur air garam
(brine). Garam hasil tambang berbeda-beda dalam komposisinya,
tergantung pada lokasi, namun biasanya mengandung lebih dari 95% NaCl
(Maulana dkk., 2017).
3. Predust
Predust flour atau tepung predust adalah bahan pelapis pertama
berbentuk powder kering yang digunakan produk produk sejenis nugget,
adonan yang akan diolah digulingkan atau dilapisi dengan tepung ini.
Tepung predust bisa dalam bentuk instan dan siap saji maupun dibuat
sendiri. Bahan tepung predust berupa tepung terigu (bisa dengan tepung
jagung), garam, dan bumbu yang dicampur menjadi satu
(Yuyun dan Rudy, 2006).
4. Battermix
Menurut Yuyun dan Rudy (2006) bahwa Battermix atau batterer
ialah tepung pelapis kedua yaitu tepung terigu yang dicampur dengan
cairan dan diaduk sampai rata. Adonan ini menjadi adonan tepung
pencelup. Komponen utama batterer tetap tepung (bisa tepung terigu,
tepung jagung, tepung beras, ataupun tapioka), dan biasanya ditambahkan
telur, susu, baking soda, garam, CMC dan bumbu serta terpenting
diberikan penambahan air. Batterer yang digunakan bertujuan sebagai
lapisan pada udang untuk memberi kesan udang terlihat besar dan
memiliki daging yang tebal.
5. Breadcrumb
Siregar (2008) berpendapat bahwa tepung roti atau breadcrumb
adalah tepung yang dibuat dari roti tawar yang dikeringkan dan
dihancurkan. Tepung roti yang digunakan sebagai adonan dalam
pembuatan pangan olahan biasanya digunakan sebagai pelapis adonan
yang membantu produk menjadi renyah dan gurih. Bahan pengikat yang
biasa digunakan salah satunya ialah tepung roti. Menrut Yuyun dan Rudy
(2006) breader atau pelapis ketiga merupakan tepung pelapis paling akhir
setelaha adonan dicelupkan kedalam batter. Breader yang biasa digunakan
untuk nugget dan sejenisnya ialah tepung roti (breadcrumb). Syarat mutu
breadcrumb menurut SNI dalam Badan Standarisasi Nasional ialah sama
dengan standar mutu roti tawar yaitu:
Tabel 2.3 Syarat Mutu Roti Tawar
Kriteria uji Satuan Roti tawar
Kenampakan - Normal, Tidak Berjamur
Bau - Normal
Rasa - Normal
Kadar Air % b/b Maksimal 40
Kadar abu % b/b Maksimal 1
Kadar NaCl % b/b Maksimal 2,5
Serangga - Tidak boleh ada
Sumber: Standar Nasional Indonesia (1995)
6. MTR-79
MTR-79 digunakan sebagai campuran larutan untuk perendaman
(soaking) bersama dengan garam. Begitupun menurut Tasbih (2017)
bahwa pada proses soaking, udang direndam dalam cairan campuran
antara garam dan MTR-79. Muestra (MTR-79) merupakan Bahan
Tambahan Pangan yang digunakan dalam proses perendaman dan bersifat
panas.
7. Klorin
Klorin (Cl2) merupakan salah satu unsur yang ada di bumi dan jarang
dijumpai dalam bentuk bebas, berwarna kuning kehijauan dan memiliki
bau menyengat. Klorin dapat dengan mudah larut dalam air, tetapi apabila
kontak dengan uap maka akan berubah menjadi bentuk asam hipoklorus
(HClO) dan asam hidroklorik (HCl) yang dapat membentuk trihalometans
(THMs). Klorin biasa digunakan dalam sektor pengolahan ikan yang
sengaja ditambahkan kedalam air yang digunakan untuk mencuci dan
merendam ikan. Klorin dapat masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi
(saluran pernapasan), ingesti (pencernaan), kontak dengan kulit, dan mata.
Penggunaan klorin semakin marak digunakan dalam industri makanan.
Jenis makanan yang paling sering ditambahkan klorin yakni beras dan
udang. Penambahan klorin dilakukan sebagai pemutih dalam beras dan
desinfektan dalam udang (Rohmah dan Lilis, 2017).
C. Proses Pengolahan
1. Penerimaan bahan baku
Penerimaan bahan baku merupakan proses penerimaan bahan baku
dari berbagai daerah atau suplier. Proses penerimaan bahan baku
(receiving) merupakan tahap awal dari semua proses dalam pengolahan,
dimana bahan baku yang telah diterima dari supplier baik udang hasil
budidaya maupun udang tangkapan lainnya yang langsung dibawa ke
perusahaan untuk diolah menjadi produk sesuai permintaan buyer. Udang
segar diluar pabrik berada dalam bak fiberglass atau blogblo plastic yang
diberi es kemudian segera dibongkar di ruang penerimaan. Penerimaan
bahan baku ini harus dicontrol oleh yang ahli dalam bidang nya yaitu
QC (Zulfikar, 2016). Menurut Hadiwiyoto (1993) bahwa penerimaan
bahan baku membutuhkan kompetensi pegawai yang memahami tentang
keselamatan dan kesehatan kerja, kebiasaan berproduksi yang baik dan
SOP (standard operating procedure) terkait yang berlaku untuk bahan
yang ditangani.
2. Pencucian 1
Pencucian udang merupakan hal yang penting, sebab jumlah
bakteri dari udang yang baru ditangkap sekitar 1000 sampai 1.000.000
per gram sedangkan jumlah bakteri dalam udang yang telah dibekukan
masih dapat diterima ialah lebih kecil dari 500.000/gram. Oleh karena itu
air pencuci dan air untuk pengolahan harus memenuhi syarat sebagai air
minum, diantaranya pH 6,5–9,0 dan sisa chlorine 0,2–0,4 ppm. Dengan
pencucian ini diharapkan jumlah mikroba berkurang (Wahyudi, 2003).
Menurut Zulfikar (2016) proses pencucian dilakukan dengan cara disiram
1 kali setelah itu raw material dicelup kedalam air chlorine yang
kapasitasnya 25-35 ppm dan celup kembali raw material kedalam air
biasa, supaya udang yang banyak mengandung chlorine dapat tercuci,
standar suhu air pencucian yaitu 0-3°C.
3. Pemotongan kepala
Lukman dan Endri (2017) mengatakan bahwa proses pemotongan
kepala dapat dilakukan manual maupun menggunakan alat khusus. Pada
proses ini udang harus diberi perlakuan agar tetap mempertahankan
suhunya untuk tetap dibawah 7oC yang bertujuan mempertahankan rantai
dingin agar udang tetap segar sehingga tidak mengalami kebusukan.
Selama pomotongan kepala, udang yang belum dipotong kepalanya harus
ditaburi dengan es curah secara merata untuk menjaga kesegaran udang.
Menurut Wahyudi (2003) pembuangan kepala udang perlu dilakukan
secepatnya, sebab dalam pembuluh–pembuluh darah kepala banyak
terdapat enzim polyphenol oxidase yang menyebabkan black spot.
Disamping itu bagian kepala merupakan sumber kontaminasi, sebab 75%
bakteri pembusuk bersumber pada usus yang berada pada bagian ini.
4. Pencucian 2
Pencucian kedua bertujuan untuk membersihkan udang dari
kotoran-kotoran dan mikroba yang terdapat pada permukaannya serta
memisahkan udang dari pecahan-pecahan es dingin. Pencucian
menggunakan air es yang suhunya 0 – 2 ºC. Udang yang telah dipotong
kepala dicuci dengan larutan chlorine 10 ppm sebanyak 2x, selanjutnya
dilakukan sortasi (Wahyudi, 2003).
5. Sortasi dan sizing by hands
Sortasi ialah salah satu proses yang digunakan untuk
mengelompokkan udang berdasarkan range size yang dibutuhkan atau
diinginkan. Sortasi dilakukan dengan tenaga manusia yang meliputi
sortasi mutu, ukuran dan warna. Hasil sortasi ditampung pada keranjang
khusus dan selanjutnya akan ditaruh pada meja-meja karyawan (meja
proses) yang berbahan stainles ssteel berjumlah delapan buah untuk
dilakukan pemisahan berdasarkan mutu, ukuran dan warna
(Zulfikar, 2016).
6. Pengupasan dan cabut usus,
Pengupasan udang menghasilkan udang kupas sebanyak 35-40 %
berat semula atau penyusutan sebanyak 60-65%. (Wahyudi, 2003).
Menurut Tasbih (2017) pengupasan udang dilakukan secara cepat dan hati-
hati agar tidak melepas tubuh udang. Proses ini dilakukan dengan cepat,
cermat dan teliti oleh setiap karyawan borongan. Proses pengupasan kulit
udang yang pertama yaitu memegang udang pada bagian ekor dan ruas ke
6 lalu menarik 3 ruas kulit pertama atau ruas kulit 1, 2 dan 3. Caranya,
dengan memutar kulit dari bagian ruas kaki kearah atas dengan
menggunakan pisau quit, hingga bagian kaki dan kulit terlepas dari ruas
badan. Kedua, menarik ruas kulit 4, 5 dan 6 hingga terlepas, dengan cara
kulit tersebut ditarik kebagian belakang ekor, posisi jari yang memegang
ekor berubah menjadi memegang daging dengan posisi bagian perut
menghadap keatas dan ujung ekor ditarik dengan hati-hati agar bagian ekor
tidak putus.
7. Pengecekan akhir
Tasbih (2017) mengatakan bahwa setelah melalui proses pengecekan
pada meja penyinaran kemudian RM (raw meterials) dibawa ketempat
pengecekan Lbs dan keseragaman udang (univormity) yaitu membawa
bahan baku udang vannamei ke meja pengecekan akhir dan dilakukan
pengecekan. Pengecekan akhir (Final Checking) bertujuan untuk
mengetahui Lbs dan keseragaman udang setelah proses pengupasan karena
setiap bahan baku yang mengalami pengupasan otomatis Lbs nya akan
berubah karena penyusutan yang terjadi akibat pengupasan, meneyebabkan
jumlah bahan baku udang vannamei setiap Lbs yaitu 454g akan bertambah
sehingga perlu dilakukan pengecekan ulang untuk menentukan Lbs.
8. Pencucian 3
Pencucian ketiga biasanya dilakukan hanya untuk membersihkan
sisa chlorine dari proses sebelumnya. Sama seperti sebelumnya, pencucian
disini bertujuan untuk membersihkan udang dari kotoran-kotoran mikroba
yang terdapat pada permukaannya. Seperti yang dikatakan Wahyudi
(2003) oleh karena itu air pencuci dan air untuk pengolahan harus
memenuhi syarat sebagai air minum, diantaranya pH 6,5–9,0 dan sisa
chlorine 0,2–0,4 ppm. Dengan pencucian ini diharapkan jumlah mikroba
berkurang.
9. Belly cutting,
Setelah melalui proses pensortiran, untuk menghasilkan produk AVP
(added valeu product), udang harus melalui proses belly cut (penyayatan)
dan pelurusan (stretching). Penyayatan dilakukan pada bagian perut
kurang lebih 5-6 sayatan yang dapat merobek urat pada perut udang
(Herlina, 2016).
10. Stretching
Udang yang telah melalui proses belly cut (penyayatan) selanjutnya
dilakukan proses pelurusan. Proses pelurusan dilakukan dengan cara
menempatkan udang pada cetakan, kemudian udang dicetak pada bagian
punggung sampai lurus dan memiliki panjang 14-15 cm. Proses ini
bertujuan untuk memudahkan proses pengolahan AVP pada tahap
selanjutnya (Herlina, 2016).
11. Soaking (perendaman)
Soaking adalah proses perendaman udang menggunakan larutan
yang mengandung bahan kimia tertentu. Tujuan soaking adalah untuk
mencegah penyusutan atau pengkerutan udang selama proses. Proses
soaking dilakukan dengan merendam udang dalam air dingin yang telah
ditambahkan larutan garam fosfat (Herlina, 2016). Menurut Zulfikar
(2016) larutan yang digunakan untuk soaking adalah STPP posphat yang
berfungsi meningkatkan kekenyalan produk, brisol, garam dan air
bersuhu 0-3°C. Proses perendaman ini dilakukan di fiber yang berisi air
es selama 30 menit – 1 jam (Zulfikar, 2016).
12. Pencucian 4,
Pencucian keempat hampir sama dengan pencuain sebelumnya
dilakukan untuk membersihkan udang dari kotoran-kotoran mikroba
yang terdapat pada permukaannya. Dengan air pencuci memiliki pH 6,5–
9,0 dan sisa chlorine 0,2–0,4 ppm. Dengan pencucian ini diharapkan
jumlah mikroba berkurang (Wahyudi, 2003).
13. Pengkoreksian akhir
Menurut Purwaningsih (1995) pengecekan akhir (final checking)
dilakukan untuk mengoreksi hasil yang belum seragam, baik mengenal
mutu, ukuran, maupun warna, diperlukan pula ketelitian dan
keterampilan yang tinggi dibandingkan dengan sortasi sebelumnya.
14. Coating
Tepung balut (coating flour) merupakan tepung yang digunakan
sebagai pelapis sutau olahan yang terdiri dari tiga jenis, yaitu predust
flour, batter mix, dan tepung roti (bread crumb). Ketiga jenis tepung
balut ini dilapiskan secara berurutan. Pemilihan jenis tepung pelapis akan
mempengaruhi hasil akhir olahan (Yuyun dan Rudy, 2006).
a. Predust
Tepung ini memiliki tekstur yang mirip dengan campuran tepung
terigu dan tapioka, rasa gurih, warna putih, serta bau spesifik tepung.
Peran predust ialah sebagai perekat saat udang akan di battermix.
Predust juga berfungsi melindungi produk, dan menjaga flavour .
Predust dilakukan dengan memegang 1-5 ekor udang, kemudian
menggulingkan udang ke kiri dan ke kanan sebanyak satu kali dalam
tepung predust tanpa mengenai bagian ekor (Yuyun dan Rudy, 2006).
b. Battermix
Battermix merupakan tahap pelapisan kedua setelah dibaluri
tepung predust, dengan mencelupkan udang pada adonan cair. Tujuan
dari tahap ini adalah sebagai perekat kedua agar breadcrumbs dapat
melekat pada udang, memberikan tekstur yang baik pada produk,
meningkatkan volume produk, dan memberikan flavour pada produk.
Batterer yang digunakan dicampur air dengan perbandingan tepung
dan air es 1:3, sebagai lapisan pada udang untuk memberi kesan ebi
fry terlihat besar (Yuyun dan Rudy, 2006).
c. Breading
Breading atau breaded merupakan proses pelapisan paling akhir
yaitu dengan tepung roti (breadcrumbs), tujuanya adalah untuk
memberikan tekstur renyah dan lembut pada produk serta melidungi
produk dari dehidrasi. Pada pelapisan menggunakan tepung roti ini
hanya 27,61% tepung roti yang digunakan per pcs udang. Cara
membaluri udang dengan breadcrumb ialah ambil udang yang telah
melalui tahap battermix lalu taburi dengan tepung roti sambil ditekan
agar tepung roti melekat sempurna (Yuyun dan Rudy, 2006).
15. Penyusuan di atas tray
Penyusunan udang pada tray dilakukan untuk mempermudah
membentuk produk dan proses pembekuan. Penyusunan udang harud
diperhatikan kerapiannya, arah ekor udang serta keseragamannya
(Herlina, 2016).
16. Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui jumlah udang yang
akan dibekukan. Penimbangan dilakukan untuk memudahkan proses
perhitungan. Tujuan dilakukan penimbangan adalah untuk mengetahui
berat udang yang akan diterima oleh buyer (Herlina, 2016).
17. Pembekuan
Suhu yang digunakan untuk proses pembekuan biasanya tidak
lebih tinggi dari -30oC. Berbagai alat pembeku dapat digunakan,
misalnya contact freezer, cabinet freezer dan air blast freezer.
Pembekuan dilakukan untuk memperpanjang usia produk. Pembekuan
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi kimia
dan aktivitas enzim (Herlina, 2016). Pembekuan adalah penyimpanan
bahan pangan dalam keadaan beku, agar reaksi – reaksi enzimatis, reaksi
– reaksi kimia serta pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan dan
kebusukan dapat dihambat. Pada proses pembekuan ini digunakan bahan
pendingin (refrigerant) tertentu (Wahyudi, 2003).
18. Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan ini bertujuan untuk melindungi produk dari resiko
kerusakan cacat fisik, mempermudah identifikasi produk, mempermudah
distribusi serta memperindah penampilan pada produk (Zulfikar, 2016).
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan
barang menjadi siap untuk didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai
(Mareta dan Shofia, 2011). Suhu produk saat pengemasan maksimum
5oC, sedangkan suhu ruangan maksimum 16oC (Herlina, 2016)
a. Pengemasan dengan polly bag
Pengemasan produk dilakukan dengan cepat dan hati-hati.
Pengemasan Poly Ethilen (PE) nylon dengan ketebalan ±6 mm ini
termasuk ke dalam kemasan primer (Tasbih, 2017).
b. Packing MC
Pengemasan menggunakan master carton ialah pengemasan yang
dilakukan setelah produk dikemas menggunakan engemas primer,
yang merupakan pengemas sekunder. Kemasan sekunder berfungsi
melindungi produk dari kerusakan, lingkungan luar dan
mempermudah penyimpanan serta distribusi (Herlina, 2016).
19. Metal detecting
Pendeteksi logam (Metal detector) dilakukan untuk mendeteksi
adanya bahan logam yang mengkontaminasi produk. Setiap produk yang
telah dikemas dengan kemsan sekunder akan dilewatkan dalam metal
detector untuk mendeteksi keberadaan logam dan benda asing dalam
produk. Produk yang terdeteksi mengandung logam akan memberikan
bunyi tanda ketika melewati metal detector (Herlina, 2016).
20. Penyimpanan beku
Pengemasan dan pelabelan yang telah selesai dilakukan kemudian
produk dimasukkan kedalam cold stroge dengan suhu -20oC sampai -
28oC yang merupakan penyimpanan terakhir dari produk sebelum
diekspor, dimana produk disimpan dengan menyusun berdasarkan
sizenya, hal ini dilakukan agar saat akan dilakukan pengiriman barang
petugas yang bertugas tidak akan kesulitan untuk mencari produk yang
dimaksud. Cara penyusunan juga harus diperhatikan agar tidak merusak
kemasan bahkan produk didalamnya yang dapat tertindih oleh produk
lainnya. Tujuan dari penyimpanan udang dalam cold storage yaitu untuk
menjaga kondisi udang beku agar selama menunggu proses pemasaran
tetap dalam kondisi yang segar dan masih fresh (Zulfikar, 2016).
21. Pemuatan
Produk yang akan diekspor melalui proses pemuatan, dimana
produk diangkut menggunakan truk kontainer menuju pelabuhan.
Kontainer yang digunakan untuk mengangkut produk dilengkapi dengan
mesin pendingin yang diaur pada kisaran suhu -25oC hingga -22oC.
Proses pengirimin produk harus dilakukan dengan waktu yang relatif
cepat. rantai dingin pada setiap proses termasuk pemuatan harus selalu
dipertahankan untuk meningkatkan mutu produk. Rantai dingin selalu
dijaga dengan suhu sebaiknya dibawah 5oC (Herlina, 2016).
BAB III
TATA LAKSANA KEGIATAN
A. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan magang mahasiswa ini telah dilaksanakan mulai tanggal 17
Februari 2020 sampai dengan 16 Maret 2020 dengan waktu kerja selama 6
hari, pukul 08.00–16.30 WIB. Bertempat di PT Jala Sembilan, Kawasan
Industri Wijaya Kusuma, Jalan Tugu Industri IV Nomor 3, Kelurahan
Randugarut, Kecamatan Tugu, Semarang, Jawa Tengah.
B. Metode Pelaksana Magang
Metode yang digunakan pada pelaksanaan magang antara lain :
1. Pengumpulan Data secara Langsung
a. Wawancara
Wawancara adalah melaksanakan wawancara dengan pihak- pihak
dari instansi yang bersangkutan untuk mengetahui segala hal yang
diperlukan.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung mengenai kondisi dan
kegiatan yang ada di lokasi magang mahasiswa.
2. Pengumpulan Data secara Tidak Langsung
a. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah mencari dan mempelajari pustaka
mengenai permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
pelaksanaan magang mahasiswa.
b. Dokumentasi
Dokumentasi dan data-data adalah pendokumentasian dan
mencatat data atau hasil-hasil yang ada pada pelaksanaan magang
mahasiswa.
3. Praktek dan Aktivitas Langsung
Praktek dan aktivitas langsung adalah ikut serta dengan melakukan
praktek kerja secara langsung dalam setiap kegiatan di PT Jala
Sembilan.
C. Jadwal Kegiatan Magang Mahasiswa
Berikut jadwal pelaksanaan kegiatan magang mahasiswa:

Minggu
No. Kegiatan
1 2 3 4
1. Pengenalan keadaan umum perusahaan
2. Penyediaan dan penyimpanan bahan baku
3. Proses produksi
4. Produk akhir dan penyimpanan produk akhir
5. Pemasaran ekspor dan lokal
6. Laboratorium quality control dan analisis
7. Evaluasi praktek kerja lapangan
BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN EMBAHASAN
A. Profil Perusahaan
1. Sejarah Umum Perusahaan
PT Jala Sembilan Pertama didirikan pada tahun 2008, dimana
awalnya bermula pada tahun 2004 di Indonesia Timur, ketika Bapak
David mengetahui bahwa ada kelebihan pasokan ikan yang ditangkap
oleh nelayan tradisional yang tidak dapat diterima pasar lokal. Beliau
segera melihat potensi industri makanan laut dan bagaimana hal itu dapat
memfasilitasi cara hidup nelayan skala kecil dan menengah. Kondisi ini
membuatnya mulai membangun pabrik pengolahan pertamanya. Seiring
berjalannya waktu dengan banyaknya pengalaman serta dengan
dukungan dari pemasok dan nelayan, PT Jala Sembilan didirikan pada
2008 untuk mematuhi peraturan dan standardisasi negara sebagai
perusahaan perikanan di Indonesia.
Saat ini Jala Group memiliki banyak pabrik yang berlokasi di
seluruh Indonesia dan kami terus tumbuh. Melihat prospek masa depan
dan meningkatnya permintaan untuk pasar lokal dan internasional, kami
akan selalu berusaha untuk meningkatkan standar, efisiensi, dan kualitas
kami untuk memberikan produk terbaik kepada pelanggan kami. PT Jala
Sembilan merupakan perusahaan milik keluarga yang bergerak dibidang
pengolahan hasil laut antara lain yaitu Frozen Seafood Indonesia dan
Value Added Product (VAP). Perusahaan ini telah mendapat sertifikat
sebagaimana Gambar 4.1 Sertifikat PT Jala Sembilan berikut:
2. Visi dan Misi Perusahaan
a. Visi
Untuk menjadi perusahaan makanan laut global dengan produk
berkualitas tinggi di Indonesia.
b. Misi
1) Membangun kemitraan yang baik dan saling menguntungkan dengan
semua mitra
2) Menghasilkan produk dengan kualitas terbaik untuk mencapai
kepuasan pelanggan
3) Berkomitmen untuk membangun kemitraan dengan pemasok yang
bertanggung jawab dan ramah lingkungan untuk memastikan
pasokan yang berkelanjutan dan berkelanjutan
3. Lokasi
PT Jala Sembilan berlokasi di Kawasan Industri Wijayakusuma,
Randu Garut, Kecamatan Tugu, Kabupaten Semarang, 50181, Provinsi
Jawa Tengah. Adapun batas-batas lokasi PT Jala Sembilan sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara: Pabrik Sablon
b. Sebelah Selatan: Distributor Bahan Kimia NAOH
c. Sebelah Barat: PT Excosindo Citra Persada
d. Sebelah Timur: PT IPAL
Bila ditinjau dari lokasi pabrik ada beberapa faktor pendukung yang
sangat menguntungkan, yaitu:
a. Sumber energi yang berupa listrik (PLN) dan jaringan telekomunikasi
tersedia cukup.
b. Kebutuhan air yang digunakan untuk kegiatan produksi diambil dari
sumur artesis (air tanah).
c. Berdekatan dengan PT IPAL sehingga memudahkan dalam proses
pengolahan limbah.
d. Kemudahan dalam mendapatkan sumber tenaga kerja karena berasal
dari penduduk sekitar perusahaan.
e. Keberadaan kawasan industri memberikan kemudahan dan kelancaran
transportasi bagi perusahaan dalam melakukan proses ekspor.
4. Tata Letak Bangunan, Mesin, dan Peralatan
Layout merupakan suatu desain atau tata letak dari fasilitas-fasilitas
produksi yang mencakup mesin-mesin, bahan baku, dan perlatan produksi
lainnya dalam satu tempat yang menentukan efisiensi sebuah operasi
dalam jangka panjang. Layout yang baik mempertimbangkan bagaimana
memperoleh penggunaan yang tinggi pada masing-masing ruangan
(Maarif dan Hendri, 2006). PT Jala Sembilan memiliki luas 1.500 m2
dimana bangunan pabrik terdiri dari kantor, laboratorium, ruang produksi,
Cold Storage, ABF, ruang mekanik, gudang, ruang mesin, tempat parkir,
ruang ganti karyawan, gudang penyimpanan MC, loker, ruang istirahat
karyawan, toilet, musholla, dan pos keamanan. Tata letak perusahaan
untuk lebih jelasnya dapat diketahui dengan melihat denah perusahaan
yang terdapat dalam Lampiran 2.
Pada ruang proses perusahaan ini menggunakan pola aliran
berbentuk U. Hal ini dikarenakan proses produksi berlangsung singkat,
relatif sederhana, dan hanya mengandung sedikit komponen atau beberapa
peralatan produksi serta lokasi yang sempit. Hal ini sesuai dengan Sahroni
(2003), kelancaran aliran proses produksi merupakan faktor utama yang
sangat berpengaruh terhadap efesiensi dan produktifitas produksi
perusahaan. Kelancaran proses produksi dipengaruhi beberapa faktor salah
satunya desain tata letak atau tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas
perusahaan. Penempatan fasilitas produksi yang tepat diharapkan
memberikan dampak terhadap pemanfaatan luas area atau keterbatasan
tempat pemesinan atau fasilitas lainnya, serta dapat memperlancar gerakan
perpindahan material dari setiap unit sehingga diperoleh suatu aliran
proses kerja yang lancar, teratur dan aman.
25 M
4.2 m

Ingredients
2.5 m
CONVEYOR RUANG

RUANG ALAT

7.4 m
2.5 m MESIN

GENCET
RUANG
PROCESSING AREA
SANITATION
ROOM
2.5 m
1.8 m
28 m

WASTAF
FOOTBA
EL &
ABF

TH
RUANG ROTI AREA PACKING
6.6 m

SOAKING OUT
ROOM IN

C/S
COLD STORAGE RUANG
GANTI
RUANG
GANTI
10.8 m

PREPARE RAW
MATERIAL

LOKER
15.5 M

TOILET
5m

ANTEROO M
TOILET

Ru an g
4m

ganti Footbath IN/OUT EMPLOYEES


REC EIVI NG &wastafel
AREA
LAUNDRY
TOILET
12m

4.2 M
HALAMAN

LABORATORIUM

BAK SAMPAH

Gambar 4.2 Tata Letak (layout) di PT Jala Sembilan


Tata letak (layout) perusahaan sudah memenuhi syarat untuk proses
pengolahan ebi fry meliputi:
1) Tata letak perusahaan harus memiliki skat untuk setiap ruang proses.
2) Tata letak perusahaan pada suatu ruang proses tidak boleh balik ke
ruangan itu kembali.
3) Memisahkan antara ruang proses dengan ruang kebersihan (toilet, cuci
peralatan, dll).
4) Memisahkan ruang peralatan, ruang bahan kimia, dan bahan pengemas
B. Manajemen Perusahaan
1. Struktur Organisasi
Menurut Nurhayati dan Ahmad (2013) struktur organisasi diartikan
sebagai kerangka kerja formal organisasi yang berfungsi untuk membagi,
mengelompokkan, dan mengoordinasikan tugas-tugas pekerjaan. Struktur
organisasi yang baik berusaha mewujudkan keserasian dan keharmonisan
kerja. Struktur organisasi merupakan sistem yang harus dilaksanakan oleh
manajer untuk menggerakkan aktivitas dalam mewujudkan kesatuan
tujuan. Struktur organisasi harus selalu dievaluasi untuk memastikan
konsistensinya dalam pelaksanaan operasi yang efektif dan efisien. PT Jala
Sembilan memiliki sistem organisasi yang dapat dilihat pada Gambar 4.3
Struktur Organisasi PT Jala Sembilan:

Gambar 4.3 Struktur organisasi PT Jala Sembilan


2. Pelasanaan Kerja
Jadwal kerja yang berlaku di PT Jala Sembilan adalah selama 6 hari.
Jam masuk kerja karyawan dimulai dari pukul 07.30 – 16.30 WIB dari hari
Senin sampai Jumat sedangkan pada hari Sabtu dimulai dari pukul 07.30 –
12.30 WIB. Untuk jam istirahat yang berlaku pada hari Senin sampai
Kamis yaitu dimulai pukul 12.00 – 13.00 WIB, pada hari Jumat yaitu dari
pukul 11.30 – 13.00 WIB bagi laki-laki. Hari libur diberlakukan setiap hari
Minggu dan hari besar keagamaan. Pembagian jam kerja karyawan
selengkapnya sebagai berikut:
a. Waktu kerja karyawan :
1) Jam masuk kerja karyawan produksi:
07.30-16.30 WIB : Hari Senin – Jum’at
07.30-12.30 WIB : Hari Sabtu
2) Jam masuk kerja karyawan administrasi dan kantor :
08.00-17.00 WIB : Hari Senin – Jum’at
08.00-13.00 WIB : Hari Sabtu
3) Jam masuk kerja karyawan support
07.00-16.00 WIB : Hari Senin – Jum’at
07.00-12.00 WIB : Hari Sabtu
4) Jam masuk kerja satpam
24 jam Hari Senin – Sabtu
Libur : Hari Minggu
5) Jam masuk kerja karyawan sanitasi
Senin – Jum’at;
07.00 – 16.00 WIB : shift pagi
09.30 – 18.30 WIB : shift siang
Sabtu; 07.00 – 14.00 WIB
3. Ketenagakerjaan
PT Jala Sembilan dalam operasional perusahaannya masih banyak
menyerap sumber daya manusia dalam menjalankan setiap kegiatannya.
Rata-rata sumber daya manusia berasal dari masyarakat sekitar lingkungan
perusahaan walaupun ada sebagian dari luar kabupaten.
Jumlah tenaga kerja pada perusahaan sebanyak ± 80 orang terdiri dari
tenaga kerja laki – laki dan perempuan dimana terdiri dari beberapa jenis
golongan pekerja. Secara garis besar penggolongan ini didasarkan pada
wewenang kerja dan besar upah atau gaji yang diterima. Golongan tersebut
antara lain karyawan harian dan bulanan. Untuk karyawan bulanan terdiri
dari staf, sedangkan karyawan harian terdiri dari karyawan borongan dan
support. Karyawan support adalah karyawan yang dibayar harian,
sedangkan karyawan borongan dibayar berdasarkan hasil yang mereka
dapat. Karyawan borongan dominan pekerjanya adalah wanita, sedangkan
karyawan support dominan keduanya. Pekerjaan karyawan borongan
antara lain yaitu melakukan proses coating pada udang khususnya
battermix dan breading. Sedangkan pekerjaan karyawan support terdiri
dari packing, sanitasi, dan tally.
4. Kesejahteraan Karyawan
Kesejahteraan karyawan pada PT Jala Sembilan diantaranya yaitu
penyediaan perlengkapan peralatan kerja yang dibutuhkan selama proses
produksi seperti masker, celemek/apron, sarung tangan latex, sepatu boot
baju dan celana kerja. PT Jala Sembilan juga menyediakan ruang untuk
istirahat karyawan, serta pemberian loker pada masing – masing karyawan.
Namun, PT Jala Sembilan masih memiliki kekurangan pada ruang khusus
untuk mengobati karyawan yang sakit atau terluka selama bekerja,
sehingga kesejahteraan karyawan dirasa masih kurang.
5. Fasilitas
Fasilitas yang disediakan oleh perusahaan kepada karyawan, yaitu:
seragam kerja, loker, ruang ganti, mushola, kamar mandi, tempat istirahat,
tempat parkir
C. Penyediaan Bahan Baku
1. Sumber dan Spesifikasi Bahan Baku
Bahan baku adalah persediaan yang dibeli oleh perusahaan untuk
diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau
produk akhir dari perusahaan. Kelancaran proses produksi dipengaruhi
oleh persediaan bahan baku, apabila persediaan bahan baku berjalan lancar
maka proses produksi juga akan berjalan lancar. Proses produksi tidak
berjalan dengan lancar maka tujuan perusahaan tidak akan tercapai.
Sedangkan kelancaran proses produksi itu sendiri dipengaruhi oleh ada
atau tidaknya bahan baku yang akan diolah dalam produksi. Oleh karena
itu keputusan tentang penyediaan bahan baku (investasi dalam bahan
baku) sangat penting untuk dilakukan (Yusniaji dan Erni, 2013).
Bahan baku dapat terdiri dari bahan dasar dan bahan pembantu. Bahan
dasar serta bahan pembantu dalam pembuatan ebi fry di PT Jala Sembilan
disediakan oleh beberapa distributor masing-masing bahan. Terdapat 2-3
distributor untuk menyediakan stok bahan sehingga bahan akan selalu
ada di cold storage. Pemesanan stok bahan dilakukan sebelum stok bahan
di gudang habis sehingga stok baru akan datang sebelum penyimpanan
stok bahan di gudang habis. Pemesanan bahan ke distributor biasanya
dilakukan minimal 1 kali dalam seminggu. Adapun bahan utama dan
bahan pembantu dari proses pembuatan ebi fry di PT Jala Sembilan
meliputi:
a. Udang
Bahan baku utama yang digunakan adalah udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) dengan size 81-90. Suhu udang setelah
dilakukan pembongkaran adalah ≤5°C. Bahan baku didatangkan
langsung dari supplier dengan kode supplier yaitu 80 yang berasal dari
hasil budidaya tambak di daerah Pemalang.
Bahan baku yaitu udang vannamei segar di PT. Jala Sembilan
memiliki standar penerimaan organoleptik udang segar yang sesuai
dengan SNI 01-2728.1:2006 yaitu kenampakan yang kokoh dan
permukaan cemerlang, bau yang segar dan tekstur elastis, padat dan
kompak. Sehingga bahan baku termasuk baik dan masih layak untuk
diproses lebih lanjut. Sebab, apabila penilaian organoleptik udang segar
rendah, maka udang mengalami kemunduran mutu. Kemunduran mutu
akan berpengaruh terhadap produk akhir nanti. Bisa dilihat dari
penampilannya, kandungan gizinya, serta rasa nya.
b. Predust
Predust flour atau tepung predust adalah bahan pelapis pertama
berbentuk powder kering, adonan yang akan diolah digulingkan atau
dilapisi dengan tepung ini. Tepung predust bisa dalam bentuk instan
dan siap saji maupun dibuat sendiri. Bahan tepung predust berupa
tepung terigu (bisa dengan tepung jagung), garam, dan bumbu yang
dicampur menjadi satu (Yuyun dan Rudy, 2006). Pada PT Jala
Sembilan digunakan tepung Predust CP-L00382 sebagai bahan perekat
pertama sebelum proses battermix.
c. Battermix
Battermix atau batterer ialah tepung pelapis kedua yaitu tepung
terigu yang dicampur dengan cairan dan diaduk sampai rata. Adonan ini
menjadi adonan tepung pencelup. Komponen utama batterer tetap
tepung (bisa tepung terigu, tepung jagung, tepung beras, ataupun
tapioka), dan biasanya ditambahkan telur, susu, baking soda, garam,
CMC dan bumbu serta terpenting diberikan penambahan air (Yuyun
dan Rudy, 2006). Batterer yang digunakan oleh PT Jala sembilan ialah
tepung battermix CB-L00582 yang hanya dicampur air dengan
perbandingan tepung dan air 1 : 3, sebagai lapisan pada udang untuk
memberi kesan udang terlihat besar dan memiliki daging yang tebal.
d. Breadcrumb
Breadcrumb yang digunakan ialah 2 jenis breadcrumb yang
berbeda, yaitu breadcrumb white FW-735A10 dan breadcrumb orange
FO-729A10 yang diimpor langsung dari negara Thailand. Kedua
breadcrumb ini digunakan sebagai lapisan untuk memperbaiki tampilan
udang agar lebih menarik dan memberikan kesan renyah ketika udang
digoreng dengan perbandingan breadcrumb white dan orange 2:3.
Menurut Yuyun dan Rudy (2006) breader atau pelapis ketiga
merupakan tepung pelapis paling akhir setelaha adonan dicelupkan
kedalam batter. Breader yang biasa digunakan untuk nugget dan
sejenisnya ialah tepung roti (breadcrumb).
e. Garam
Garam pada proses pembuatan ebi fry ialah sebagai penambah cita
rasa gurih dan penambah ukuran pada udang saat proses soaking
berlangsung. Menurut Maulana dkk (2017) garam merupakan salah satu
bahan kimia yang sering dimanfaatkan oleh manusia khususnya dalam
bidang konsumsi. Penyusun terbesar garam yaitu senyawa Natrium
Klorida. Selain NaCl terdapat pula bahan pengotor antara lain CaSO4,
MgSO4, MgCl2 dll. Garam diperoleh dengan tiga cara, yaitu penguapan
air laut dengan sinar matahari, penambangan batuan garam (rock salt)
dan air sumur air garam (brine). Garam hasil tambang berbeda-beda
dalam komposisinya, tergantung pada lokasi, namun biasanya
mengandung lebih dari 95% NaCl.
f. MTR-79
MTR-79 digunakan sebagai campuran larutan untuk perendaman
(soaking) bersama dengan garan. Begitupun menurut Tasbih (2017)
bahwa pada proses soaking, udang direndam dalam cairan campuran
antara garam dan MTR-79. Muestra (MTR-79) merupakan Bahan
Tambahan Pangan (Food adittiv) yang digunakan dalam proses
perendaman dan bersifat panas. Cairan perendaan ini terdiri dari bahan
tambahan pangan non phospate Muestra (MTR-79) sebanyak 3% dan
garam non iodium sebanyak 1% serta dengan perbandingan antara
bahan baku dan larutan air dingin sebanyak 1:1,5.
2. Penyediaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan ebi fry berasal dari
beberapa pabrik besar serta impor dari negara luar. Pabrik-pabrik tersebut
mendistribusikan produknya ke PT Jala Sembilan setelah menerima
permintaan dari bagian gudang. Model pengambilan bahan yang
digunakan oleh PT Jala Sembilan yaitu dengan model First in First out.
Barang yang datang diawal adalah bahan yang dikeluarkan dan digunakan
terlebih dahulu dalam proses pembuatan produk dengan memberikan label
pada setiap bahan, baik yang baru datang maupun yang akan disimpan.
Hal ini berfungsi agar bahan baku yang digunakan memiliki kualitas yang
tetap baik dan tidak ada bahan yang tersimpan lama dalam gudang.
3. Penanganan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan ebi fry sangat penting
dalam pembuatan ebi fry. Oleh karena itu bahan baku harus ditangani
secara baik. Memisahkan penanganan antar bahan sangat diperlukan untuk
menjaga kualitas bahan. Bahan baku yang datang seperti udang langsung
masuk ke ruang PK dengan tetap mempertahankan rantai dingin, bahan
baku seperti breadcrumb, battermix dan tepung predust ditempatkan di
dalam cold storage serta bahan pembantu seperti garam dan MTR-79
diletakkan dalam gudang kering. Bahan baku tersebut ditempatkan
berkelompok sesuai macamnya. Penempatan serta penanganan bahan dasar
dan bahan pembantu di dalam cold storage PT Jala Sembilan sudah baik.
Bahan yang datang mula-mula dilakukan pemeriksaan secara fisik yang
meliputi kenampakan, keutuhan wadah dan segelnya, kenampakan bahan,
dan kesesuaian catatan pengiriman dari pemasok. Lalu melakukan
pencatatan terhadap jumlah, kondisi, dan kelayakan barang yang masuk
ataupun retur. Suhu cold storage harus dipastikan dalam suhu -20oC
sedangkan gudang kering tidak boleh lebih dari 28oC yang kebersihannya
selalu dijaga sehingga kebersihan bahan juga terjamin.
4. Pengawasan Mutu
Bahan-bahan yang digunakan di cek terlebih dahulu saat bahan
datang. Pengecekan tersebut meliputi keutuhan wadah dan segelnya,
kenampakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dari pemasok.
Pada udang, pengecekan yang dilakukan ialah ukuran, kenampakan fisik,
bau dan tekstur. Lalu, melakukan pengecekan terhadap dokumen yang
berisi jumlah bahan baku yang datang atau yang diretur, stok barang dalam
cold storage, dan kelayakan serta kebersihan bahan. Selain itu dilakukan
pengecekan terhadap suhu dalam cold storage dan memastikan suhunya.
Terdapat 2 pengujian yang dilakukan oleh PT Jala Sembilan untuk
memastikan mutu bahan, yaitu pengujian organoleptik dan pengujian fisik
bahan. Pengujian organoleptik bahan meliputi kenampakan fisik, aroma,
dan tekstur.
D. Proses Pengolahan
Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana
sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan, dan danaa) yang
ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk
menciptakan atau menambah kegunaan barang/jasa (Iskandar dkk., 2019).
Keduanya menurut Lindawati dkk (2014) yaitu proses produksi adalah
aktivitas bagaimana produk jadi dari bahan baku yang melibatkan mesin,
energi, pengetahuan teknis, dan lain lain. Proses produksi yang dilakukan PT
Jala Sembilan dalam memproduksi produk ebi fry melalui rangkaian tahapan
yaitu; penerimaan bahan baku, pencucian 1, pemotongan kepala, pencucian
2, sortasi dan sizing by hands, pengupasan dan cabut usus, pengecekan akhir,
pencucian 3, belly cutting, stretching, soaking (perendaman), pencucian 4,
pengkoreksian akhir, predust, battermix, breading, penimbangan, penyusuan
di atas tray, pengemasan dengan polly bag, pembekuan, metal detecting,
packing MC, penyimpanan beku dan pemuatan. Pada setiap tahapan proses
produksi yang dilakukan, diperlukan dengan hati-hati dan prosedur benar agar
produk akhir sesuai dengan standar yang diinginkan.
1. Diagram Alir Proses Produksi
Diagram alir proses produsi ebi fry seperti pada Lampiran 1
2. Penerimaan bahan baku
Hadiwiyoto (1993) menyatakan bahwa penerimaan bahan baku
merupakan tahap awal dimana bahan baku diterima dari nelayan maupun
pengepul yang membawa keperusahaan pengolahan perikanan.
Penerimaan dan penimbangan adalah kegiatan awal dalam pengadaan
bahan baku, yang dilakukan di industri pengolahan pada saat udang
dipasok dari suplier. Kegiatan yang berkaitan dengan hal ini membutuhkan
kompetensi pegawai yang memahami tentang keselamatan dan kesehatan
kerja, kebiasaan berproduksi yang baik dan SOP (standard operating
procedure) terkait yang berlaku untuk bahan yang ditangani.
Penerimaan bahan baku di PT Jala Sembilan ialah tahap dimana
bahan baku tiba dengan diangkut menggunakan truck fiber modifikasi
dengan tambahan es curai pada pukul 06.00 WIB dan waktu
pembongkaran 08.00 WIB. Adanya es selama pengangkutan berlangsung
adalah untuk menjaga rantai dingin agar mutu udang tetap terjaga dengan
baik. Dalam sekali datang bahan baku yang dikirim adalah antara 1-4 ton.
Penerimaan bahan baku ini dilaksanakan diruang receiving yang
terletak terpisah dari ruang proses atau pada ruang pembongkaran yang
dekat dengan PK (ruang pemotongan kepala, pengupasan kulit, dan
pembuangan usus). Ruangan ini berada diluar dengan ditutupi plastik
curtain. Plastik curtain ini bertujuan untuk menghalangi debu atau kotoran
dari luar ruang penerimaan bahan baku tersebut dan dapat mencegah
kontaminasi. Sebelum diolah bahan baku diperiksa dengan uji sensori
dengan memperhatikan tampilan, bau, rasa, dan tekstur udang. Selain itu,
dilakukan pengujian laboratorium terlebih dahulu tujuannya adalah
menghindari kontaminasi maupun kandungan mikrobiologi.
3. Pencucian 1
Pencuian 1 atau pencucian yang paling pertama dilakukan ialah
proses untuk membersihkan udang yang baru sampai agar bersih dari
kotoran dan debu. Tahap pencucian 1 dilakukan dengan cara memasukkan
udang sebanyak 15 kg ke dalam box container berwarna kuning ukuran
68,5 liter yang berisi air dengan suhu 0°C. Kemudian bahan baku dicuci
sambil di aduk-aduk selama 1 menit, diangkat dan ditiriskan. Kemudian
setelah dicuci air non klorin, udang dicuci dengan air klorin 200 ppm
dengan prosedur sama seperti pencucian dengan menggunkan air non
klorin. Kemudian tahap terakhir di cuci dengan air non klorin kembali
untuk menghilangkan residu klorin pada udang. Pergantian air dilakukan
setiap satu kali pencucian dan pembersihan box container bekas pencucian
dilakukan per setiap dua kali pencucian.
4. Pemotongan kepala
Pemotongan kepala adalah kegiatan dimana udang yang telah
melalui proses pencucian akan dihilangkan bagian kepalanya agar
mendapatkan bahan baku udang tanpa kepala (headless). Tahap ini
bertujuan mendapatkan bahan baku yang bisa dimakan dan membersihkan
udang dari kotoran, sebab bagian kepala udang adalah tempat
berkumpulnya bakteri. Pemotongan kepala dilakukan dengan cara manual
menggunakan tangan.
Lukman dan Endri (2017) mengatakan bahwa proses pemotongan
kepala dapat dilakukan manual maupun menggunakan alat khusus. Pada
proses ini udang harus diberi perlakuan agar tetap mempertahankan
suhunya untuk tetap dibawah 7oC yang bertujuan mempertahankan rantai
dingin agar udang tetap segar sehingga tidak mengalami kebusukan.
Seharusnya selama pomotongan kepala, udang yang belum dipotong
kepalanya harus ditaburi dengan es curah secara merata untuk menjaga
kesegaran bahan baku udang vannamei tersebut.
5. Pencucian 2
Pencucian 2 ialah kegiatan membersihkan udang HL (headless) yang
masih menyisakan kotoran. Udang dicuci menggunakan air klorin 50-100
ppm dengan suhu ≤5°C dan suhu udang setelah pembongkaran ≤7°C.
Pencucian 2 bertujuan menghilangkan filth atau kotoran yang menempel
pada udang setelah proses pemotongan kepala serta mengurangi adanya
bakteri pathogen. Pencucian II dilakukan dengan cara tahapan prosesedur
proses pencucian I.
6. Sortasi dan sizing by hands
Pada tahapan ini sortasi dilakukan secara manual oleh karyawan
borongan menggunakan tangan. Sortasi dilakukan bertujuan untuk
mengelompokkan udang berdasarkan standar yang telah ditentukan dan
medapatkan udang yang seragam. Proses sortasi dilakukan diatas meja
kerja dengan bantuan BOX RM dan basket 20 kg sebagai tempat
pemisahan dan sizing udang HL. Selama proses berlangsung rantai dingin
tetap dipertahankan dengan terus menjaga suhu udang agar tetap <5oC
dengan menggunakan es.
7. Pengupasan dan cabut usus,
Pengupasan kulit pada udang dilakukan secara manual dengan
pisau kupas dengan cara mengupas kulit udang dari ruas 1-4 dan
menyisakan ruas 5 dan ekor udang. Setelah itu dilakukan pembuangan
usus pada udang yang terletak di punggung udang menggunakan alat
sudet usus. Caranya yaitu tusukkan ujung alat sudet usus pada garis
antara ruas 4 dan 5. Menurut Wahyudi (2003) pengupasan udang
menghasilkan udang kupas sebanyak 35-40 % berat semula atau
penyusutan sebanyak 60-65%.
8. Pengecekan akhir
Pengecekan akhir ini dilakukan secara menyeluruh pada udang
kupas. Pengecekan akhir ini bertujuan untuk memastikan bahwa udang
yang akan dibawa ke tahap selanjutnya telah sesuai mutu perusahan,
terpisah-pisah/tersortir berdasarkan ukuran dan syarat yang telah
ditentukan.
9. Pencucian 3
Pencucian 3 ini bertujuan untuk mendapatkan udang kupas yang
bebas dari bakteri patogen dengan menggunakan air dingin yang mengalir
dilakukan secara cepat dan saniter untuk mempertahankan rantai dingin
dengan suhu maksimal 5°C. Tahap pencucian 3 sama dengan tahap
pencucian 1 dan 2.
10. Belly cutting,
Proses belly cutting merupakan proses yang dilakukan untuk
memutuskan urat yang berada pada perut udang dengan memberikan 3-4
sayatan pada udang. Pemutusan urat ini akan menyebabkan udang menjadi
lebih lurus dan memudahkan proses selanjutnya. Begitupun yang
dikemukakan Herlina (2016) setelah proses pensortiran, udang harus
melalui proses belly cut (penyayatan) dan pelurusan (stretching).
Penyayatan dilakukan pada bagian perut kurang lebih 5-6 sayatan yang
dapat merobek urat pada perut udang.
11. Stretching,
Udang yang telah melalui proses belly cut (penyayatan) selanjutnya
dilakukan proses stretching. Proses stretching dilakukan dengan cara
menempatkan udang pada cetakan, kemudian udang digencet
mengguanakn alat gencet pada bagian punggung sampai lurus dan
memiliki panjang ±13 cm.
12. Soaking (perendaman)
Soaking merupakan tahap perendaman yang dilakukan pada udang
kupas dengan menambahkan bahan tambahan yang bertujuan untuk
menambah berat udang, kekenyalan, dan rasa udang. Udang direndam
dalam larutan perendaman yang terdiri dari garam 1% dan brifisol 3%
dalam 100 liter air ditambah es. Es ditambahkan secukupnya sampai
larutan memiliki suhu ≤3°C. Pada saat akan direndam, perbandingan
yang digunakan adalah 1:2, dimana 1 kg adalah udang dan 2 kg adalah
larutan. Kemudian, udang direndam selama 3-12 jam.
13. Pencucian 4,
Tahap pencucian 4 dilakukan menggunakan air klorin 50 ppm dan
air non klorin (air biasa). Air klorin bertujuan untuk memperbaiki warna
pada udang agar tampak bersih dan cemerlang, klorin juga berfungsi
membunuh kuman atau bakteri yang masih terbawa saat proses soaking.
Penggunaan air non klorin berfungsi menghilangkan residu klorin yang
menempel pada udang saat proses pencucian menggunakan air klorin.
Cara mencuci udang adalah dengan menyiapkan bak pencucian
kapasitas 14,5 liter sebanyak dua buah. Isi bak pertama dengan air klorin
sebanyak 5 liter dan isi bak kedua dengan air non klorin sebanyak 5 liter.
Suhu air harus dijaga yaitu ≤5°C. Masukkan udang sebanyak 25 kg
kedalam keranjang dan cuci dalam bak pertama selama 1 menit.
Kemudian masukkan ke dalam bak kedua dan cuci selama 1 menit.
Pergantian air dilakukan setelah dua kali pencucian pada masing-masing
bak
14. Pengkoreksian akhir
Proses ini dilakukan diatas meja sinar sebagai penentuan layak atau
tidaknya udang untuk lanjut ketahap berikutya. Dimana udang dicek
dengan teliti untuk memastikan ukuran, bentuk, kebersihan, serta
kenampakan fisik udang sebelum masuk kedalam tahap selanjutnya.
15. Coating
Tepung balut (coating flour) merupakan tepung yang digunakan
sebagai pelapis sutau olahan yang terdiri dari tiga jenis, yaitu predust
flour, batter mix, dan tepung roti (bread crumb). Ketiga jenis tepung
balut ini dilapiskan secara berurutan. Pemilihan jenis tepung pelapis akan
mempengaruhi hasil akhir olahan (Yuyun dan Rudy, 2006). Begitupun
jenis tahapan coating pada PT Jala Sembilan ialah:
a. Predust
Pada tahap ini, udang dibalur dengan tepung predust CP-L00382
yang diimpor dari negara Thailand. Tepung ini memiliki tekstur yang
mirip dengan campuran tepung terigu dan tapioka, memiliki rasa
gurih, warna putih, serta bau spesifik tepung. Peran predust ialah
sebagai perekat saat udang akan di battermix. Predust juga berfungsi
melindungi produk dari kehilangan air, menjaga flavour terutama
yang sensitif terhadap suhu tinggi atau komponen yang mudah
menguap selama pemasakan, dan menjaga produk dari dehidrasi.
Setiap sekali produksi, tepung predust yang digunakan adalah ±5 kg.
Predust dilakukan dengan memegang 1-5 ekor udang, kemudian
menggulingkan udang ke kiri dan ke kanan sebanyak satu kali dalam
tepung predust tanpa mengenai bagian ekor.
b. Battermix
Battermix merupakan tahap pelapisan kedua setelah dibaluri
tepung predust, dengan mencelupkan udang pada adonan cair.
Battermix yang digunakan ialah tepung impor dari Thailand yaitu
battermix CB-L00582. Tujuan dari tahap ini adalah sebagai perekat
kedua agar breadcrumbs dapat melekat pada udang, memberikan
tekstur yang baik pada produk, meningkatkan volume produk, dan
memberikan flavour pada produk.
Batterer yang digunakan ialah tepung battermix CB-L00582 yang
hanya dicampur air dengan perbandingan tepung dan air 1 : 3, sebagai
lapisan pada udang untuk memberi kesan udang terlihat besar. Cara
membuat adonan battermix yaitu dengan mencampur tepung
battermix CB-L00582 degan air es, sehingga didapat adonan yang
kental. Setelah jadi, adonan battermix diletakan dalam mangkuk
stainless steel. Kemudian udang dicelupkan pada adonan dimana per
satu ekor udang hanya 20,51% adonan yang digunakan.
c. Breading
Breading atau breaded merupakan proses pelapisan paling akhir
yaitu dengan tepung roti (breadcrumbs), tujuanya adalah untuk
memberikan tekstur renyah dan lembut pada produk serta melidungi
produk dari dehidrasi. Pada tahap ini udang dibalurkan dengan tepung
roti yang diimpor dari Thailand yaitu breadcrumb white FW-735A10
dan breadcrumb orange FO-729A10 yang memiliki tekstur lembut
dan lunak, bau spesifik roti, bentuk serpihan, dan memiliki rasa yang
gurih seperti roti tawar namun tidak terlalu manis, tidak tengik, dan
tidak berjamur.
Pada pelapisan menggunakan tepung roti ini hanya 27,61%
tepung roti yang digunakan per pcs udang. Tepung yang akan
digunakan terlebih dahulu melalui proses pencampuran antara
breadcrumb white FW-735A10 dan breadcrumb orange FO-729A10
dengan perbandingan 2:3 dalam ruangan dengan suhu 5-7oC. Cara
membaluri udang dengan breadcrumb ialah ambil udang yang telah
melalui tahap battermix lalu taburi dengan tepung roti sambil ditekan
agar tepung roti melekat sempurna.
16. Penyusuan di atas tray
Udang yang telah melalui tahapan coating akan disusun setelahnya
diatas tray yang berisi 10 pcs udang tiap 1 tray dengan berat tray
15gr/pcs. Penyusunan dalam tray berfungsi untuk membentuk hasil akhir
ebi fry menjadi seragam sesuai dengan bentuk tray serta memberikan
jarak pada ebi fry saat akan dibekukan agar tidak menempel satu dengan
yang lainnya.
17. Penimbangan
Proses penimbangan ialah proses setelah udang disusun dalam tiap-
taip tray sampai penuh, tiap 1 tray ditimbang menggunakan timbangan
digital. Tiap ebi fry berukuran 30gr memiliki berat 315gr/tray. Tujuan
penimbangan agar mendapatkan hasil akhir tiap produk seragam serta
coating yang diberikan juga tidak berlebihan maupun kekurangan. Tiap
tray yang beratnya sudah sesuai dengan syarat mutu diletakan diatas
conveyor breading untuk selanjutnya disusun diatas pan ABF.
18. Pembekuan
Setelah melalui tahapan penimbangan, tiap-tiap tray kemudian di
letakan dalam pan ABF berukuran 100x60 cm dan kemudian diangkut
menggunakan trolly ABF untuk dibekukan pada ruang pembekuan ABF
(Air Blast Freezer) dengan suhu -20°C selama 3-5 jam. Sebelum dan
sesudah dibekukan, ruang ABF selalu dibersihkan dahulu dengan
menyemprotkan air dari selang. Kemudian kereta rak yang telah berisi
produk dimasukkan kedalam ABF.
19. Pengemasan dengan polly bag
Setelah 3 – 5 jam atau ebi fry dirasa sudah beku, maka proses yang
dilakukan selanjutnya ialah pengemasan dengan polly bag polos yang
memiliki ukuran 73/65 x 60 cm untuk udang 30 g dan 60/45 x 56 cm
untuk udang ukuran 20 g. Pengemasan ebi fry dilakukan dengan cara
mengeluarkan trolly ABF dari dalam ABF kemudian mengeluarkan tiap
tray yang diletakan diatas meja proses berukuran 120 cm x 60 cm x 80
cm. Tangan, meja proses, polly bag dan layer yang akan digunakan untuk
mengemas disemprotkan alkohol terlebih dahulu sebelum digunakan,
kemudian tiap tray dikemas kedalam polly bag dengan posisi berhadapan
dan ditumpuk sebanyak 10 tray tiap 1 polly bag, tiap satu tumpukan
diberikan satu layer sebagai pembatas sampai menjadi lima tumpukan
kemudian polly bag ditutup menggunakan isolasi bening.
20. Packing MC
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk
menyiapkan barang menjadi siap untuk didistribusikan, disimpan, dijual,
dan dipakai. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu
mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi produk yang ada di
dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik
(Mareta dan Shofia, 2011). Tiap-tiap polly bag yang telah selesai
dikemas kemudian dimasukan ke dalam MC (Master Carton). Untuk
udang 30 g menggunakan MC berukuran 330x325x120 mm berisikan 1
kemasan polly bag, sedangkan untuk udang 20 g menggunakan MC
berukuran 540x280x110 mm berisikan 2 kemasan polly bag.
21. Metal detecting
Ebi fry yang telah dikemas dalam MC selanjutnya dilakukan proses
pendeteksian logam dengan alat metal detector. Proses ini bertujuan
untuk mendeteksi kemungkinan adanya benda ataupun logam berat yang
terdapat dalam produk. Pendeteksian logam dilakukan dengan cara
melewatkan MC yang telah berisikan ebi fry diatas conveyor yang terus
bergerak melalui alat pendeteksi. Jika produk mengandung benda asing
selain komponen produk, maka metal detector akan mengeluarkan suatu
bunyi dan berhenti beroperasi sebagai tanda bahwa produk mengandung
benda asing. Jika hal itu terjadi, maka produk diambil kembali untuk
dicek ulang oleh staf QC (Quality Control). Jika tidak mengandung
benda asing, maka selanjutnya MC akan di ditumpuk dua MC dan ditali
menggunakan mesin penali.
22. Penyimpanan beku
Proses selanjutnya setelah produk melalui metal detector ialah
penyimpanan beku. MC-MC yang telah ditali, kemudian dipindahkan
dari ruang pengemasan menggunakan trolly proses menuju CS (cold
storage) atau ruang penyimpanan beku. Cold storage untuk tempat
penyimpanan produk jadi memiliki suhu -20°C untuk mempertahankan
kesegaran mutu ebi fry. Penataan produk pada cold storage dilakukan
dengan memberikan label berdasarkan jenis, waktu, tanggal produksi dan
tahun produksi, untuk memudahkan pembongkaran saat akan dilakukan
ekspor. Sesuai dengan konsep FIFO (First in First Out) dengan tujuan
produk yang paling awal disimpan akan dikeluarkan lebih dahulu.
23. Pemuatan
Prosedur pemuatan diawali dengan pengangkutan produk, sebelum
produk masuk container produk dicek keadaan dan jumlahnya. Saat
ekspor, menggunakan container yang berinsulasi (thermoling) agar suhu produk
terjaga sehingga kerusakan dapat dihindari. Suhu dalam container berkisar -18
– 20°C, suhu tersebut sesuai untuk menjaga kualitas produk beku. Proses
pengambilan produk menggunakan kereta dorong secara hati-hati.
Kemudian produk yang layak untuk diekspor dipindahkan pada kontainer
secara manual oleh 7 karyawan, 1 SPV packing, 1 tally (admin distribusi)
dan 1 QC. Produk yang telah disusun di dalam kontainer dicatat oleh
petugas tally untuk memastikan jumlah dan jenis produk yang di ekspor,
sehingga akan memberikan kemudahan dalam menelusuri jika terjadi
recall atau reject.
E. Mesin dan Peralatan
1. Mesin
a. ABF (Air blast freezer); merupakan alat pendingin yang dilengkapi 4
blower dengan mempertahankan suhu berkisar -40oC.
b. Metal detector; metal detector merupakan alat yang berada di dalam
ruangan packing yang digunakan untuk mendeteksi MC yang telah
berisi ebi fry dari kemungkinan adanya benda ataupun logam berat yang
terdapat dalam produk.
c. Conveyor breading; alat ini digunakan saat tray berisi ebi fry telah
memenuhi syarat berat mutu untuk selanjutnya disusun diatas pan ABF.
d. Mesin pengaduk (mixer); mesin ini sama seperti mixer pada umunya
dengan 2 pengaduk yang digunakan untuk membuat adonan battermix.
2. Alat
a. Meja proses besar; meja proses besar berada diruang produksi yang
digunakan untuk proses pembuatan ebi fry/proses breading dengan
ukuran P=240 cm; L =120 cm; T = 80 cm.
b. Meja proses kecil; meja proses kecil berada pada ruang PK, ruang
gencet serta ruang packing sebagai meja kerja pada masing-masing
ruangan dengan ukuran P=120 cm; L =60 cm, T = 80 cm.
c. Meja sinar; meja sinar berada pada ruang PK, meja ini digunakan
sebagai final checking pada udang yang akan masuk ke tahap
selanjutnya.
d. Para-para; para-para berbentuk seperti rak yang berada pada chilling
room digunakan sebagai rak defros breadcrumb sebelum dimix.
e. Box; box yang ada di perusahaan memiliki tiga jenis yang berbeda,
yaitu box RM (raw material) yang digunakan untuk mengangkut bahan
mentah yang siap diolah biasanya mengangkut udang dari penerimaan
ke ruang PK, selanjutnya ialah box defros yang tujuannya ialah untuk
men-defros tepung roti sebelum digunakan, terkahir ialah box
pencucian yang berada pada ruang sanitasi untuk menampung air dan
meletakan alat-alat yang akan dibersihkan.
f. Mangkok stainless; mangkok ini berbentuk bundar dengan bahan
stainless steal dan memiliki 2 ukuran berbeda besar dan kecil. Ukuran
besar digunakan untuk mengaduk batter mengguanakan mixer, untuk
ukuran yang lebih kecil digunakan karyawan sebagai wadah battermix
yang akan digunakan untuk membuat ebi fry.
g. Timbangan; hampir pada setiap ruang memiliki timbangan yaitu pada
ruang PK, ruang gencet, ruang breading, soaking dan terkahir ruang
packing. Dimana timbangan digunakan untuk menimbang berat produk
yang sesuai syarat maupun menimbang hasil akhir yang dikerjakan para
pekerja borongan untuk selanjutnya dicatat sebagai upah bulanan.
h. Pan ABF; alat ini digunakan untuk meletakan tray yang telah berisi ebi
fry untuk selanjutnya dinaikan ke dalam trolly ABF
i. Trolly ABF; berbentuk persegi panjang dengan 4 roda dimasing-masing
sisi yang digunakan untuk membawa pan ABF ke dalam ABF untuk
dibekukan selama 3-5 jam sebelum di packing.
j. Trolly proses; trolly ini biasa digunakan karyawan untuk mengangkut es
yang dibawa dalam box RM, mengangkut MC dari gudang ke dalam
ruang packing, maupun digunakan oleh karyawan sanitasi untuk
membawa pan ABF yang telah digunakan untuk dicuci.
k. Hand pallet; merupakan alat dengan pegangan tangan dan dua roda
dibawahnya, yang digunakan untuk mengangkut berbagai bahan baku,
produk BS (broken stock), maupun produk akhir.
l. Pallet cold storage; pallet cold storage biasa digunakan bersamaan
dengan hand palet, sebagai wadah meletakan bahan/alat yang akan
diangkut untuk memdahkan proses pengangkutan.
m. Nampan oval; digunakan sebagai wadah untuk meletakkan udang yang
telah dilumuri tepung predust.
n. Nampan SS (stainless steal); nampan ini digunakan dalam ruang
produksi sebagai wadah tepung predust maupun wadah es batu yang
diatasnya diletakkan keranjang udang yang akan dicoating. Dalam
chilling room nampan ini digunakan untuk menampung limbah roti
yang panjangnya 40 cm.
o. Baskom; baskom ini memiliki 2 jenis berbeda, pertama ialah baskom
jaring jaring yang dapat dilalui air dan baskom kedua ialah baskom
biasa yang berisi cairan digunakan untuk merendam udang, kedua
baskom ini digunakan dalam ruang soaking untuk perendaman. Serta
pada chilling room digunakan sebagai wadah breadcrumb saat dimix.
p. Skop es; sebagai wadah untuk mengambil maupun meletakkan es yang
berukuran kecil.
q. Centong; memiliki 2 jenis berbeda, centong pipih digunakan untuk
bumbu, sedangkan centong yang bentuknya menyerupai gayung ialang
centong yang digunakan untuk mengambil air.
r. Pengaduk batter; digunakan saat membuat adonan battermix untuk
menghomogenkan bahan setelah adonan di mixer.
s. Solet; benda ini juga digunakan dalam pembuatan adonan batter.
t. Termometer; digunakan untuk mengecek suhu air, suhu udang maupun
suhu bahan baku lainnya.
F. Produk akhir
1. Deskripsi produk
Ebi furai atau ebi fry merupakan olahan udang utuh tanpa kulit yang
dilapisi dengan tepung roti yang disimpan dalam keadaan beku serta
membutuhkan bahan pengemas yang baik. Proses pembuatan ebi fry terdiri
dari tahapan proses penerimaan udang headless, pencucian, bellycut,
stretching, koreksi kerusakan, pencucian, penampungan bahan baku,
soaking, penirisan, predusting, battering, breading, penyusunan pada tray
plastik, penimbangan, pembekuan, pengemasan menggunakan pollybag,
sealing metal detector, packing master carton, penyimpanan dan distribusi
(Fauziah, 2018).
2. Spesifikasi produk
Ebi fry merupakan salah satu olahan beku udang utuh tanpa kulit
yang dilapisi dengan tepung roti yang dibuat oleh PT Jala Sembilan
sebagai pengolahan hasil laut berupa Value Added Product (VAP). Ebi fry
ini memiliki berat satuan sebesar 30 gr dan 20 gr dengan panjang produk
sekiar 11-15 cm dengan berebntuk lonjong memanjang dan diselimuti
tepung roti (breadcrumbs) berwarna putih dan oranye. Ebi fry ini ialah
salah satu olahan frozen food yang dapat dinikmati dengan cara digoreng
terlebih dahulu dan memiliki tekstur yang renyah dan gurih, Ebi fry ini
lebih banyak diminati oleh Negara Jepang. Kriteria ebi fry yang ditetapkan
oleh PT Jala Sembilan Semarang yaitu memiliki aroma normal, warna
oren dan putih sesuai warna tepung roti, panjang berkisar 11-15 cm,
tekstur padat beku dan tidak lembek.
3. Penyimpanan produk
Produk ebi fry yang telah dipacking menggunakan polly bag dan
MC, selanjutnya akann di letakan dan disimpan didalam CS (cold storage)
dengan suhu -20°C. Hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan
kesegaran mutu dan umur simpan ebi fry. Dimana ebi fry yang disimpan
pada suhu -20°C akan memiliki umur simpan ± 18 bulan atau 1,5 tahun.
Selama disimpan di dalam CS produk ebi fry juga dilindungi dari
kerusakan fisik (benturan, gesekan dan getaran) serta kerusakan oleh susut
bobot oleh polly bag sebagai kemasan primer dan MC (Master Carton)
sebagai kemasan sekunder yang menahan produk dari kerusakan fisik.
4. Pengawasan mutu produk
Pengawasan mutu produk dilakukan pada setiap tahapan oleh
karyawan QC yang bertugas dan oleh analis lab di PT Jala Sembilan
sendiri. Dimana setiap proses serta produk jadi dilakukan pengecekan
setiap harinya dan uji lab setiap sebelum packing dilakukan sebagai
penentuan layak tidaknya produk tersebut untuk di ekspor. Apabila produk
aman maka dinyatakan layak didistribusikan dan dapat diekspor. Namun,
apabila produk akhir tidak layak didistribusikan ke luar negri (ekspor)
maka produk akan dijual lokal. Untuk pengecekan layak/tidaknya produk
dapat pula dilakukan dengan memeriksa dokumen monitoring form yang
berisi keterangan kelayakan produk kepada bagian yang bertugas.
G. Pemasaran
Pemasaran dalam suatu perusahan merupakan kegiatan yang sangat
penting untuk menghasilkan keuntungan. Pemasaran pada PT Jala Sembilan
daalam ekspor hanya dilakukan kepada satu negara yaitu Jepang, sedangkan
pemasaran pada produk lokal dilakukan di daerah Semarang sekitar Kawasan
Industri Wijayakusuma.
H. Sanitasi Perusahaan
Sanitasi berasal dari bahasa Latin yang artinya sehat. Dalam konteks
industri pangan, sanitasi adalah penciptaan dan pemeliharaan kondisi-kondisi
hygienes dan sehat. Hygienes pangan adalah semua kondisi dan ukuran yang
perlu untuk menjamin keamanan dan kesesuain pangan pada semua tahap
rantai makanan. Sanitasi merupakan suatu ilmu terapan yang menggabungkan
prinsip-prinsip desain, pengembangan, pelaksanaan, perawatan, perbaikan
dan atau peningkatan kondisi-kondisi dan tindakan hygienes.
1. Sanitasi bangunan
a. Dinding
Pembersihan dinding pada ruang produksi, packing dan ruang PK
menggunakan sikat tangan dan air biasa yang telah mengandung klorin
50 ppm, jika dirasa ada kotoran yang terlalu susah dihilangkan maka
kandungan klorin ditambahkan. Pembersihan dilakukan sebelum
produksi dan sesudah produksi selesai setiap harinya oleh karyawan
sanitasi.
b. Langit-langit
Pembersihan langit-langit ruang produksi, packing dan ruang PK
dilakukan oleh karyawan sanitasi. Pembersihan dilakukan dengan
menggunakan kain pel khusus yang berbahan busa, biasanya langit-
langit yang dibersihkan karena mengandung banyak uap air dan sedikit
kotoran. Pembersihan dilakukan setelah tidak ada proses produksi
biasanya satu minggu sekali.
c. Lantai
Pembersihan lantai pada ruang produksi, packing dan ruang PK
menggunakan air, sikat lantai dan wiper karet. Pembersihan dilakukan
sama seperti dinding ruang, dilakukan sebelum produksi dan sesudah
produksi setiap harinya oleh karyawan sanitasi.
2. Sanitasi mesin dan peralatan
a. Mesin atau alat yang dapat dipindahkan
Mesin atau alat yang dapat dipindahkan dibersihkan setiap hari
sebelum dan setelah proses produksi di ruang sanitasi. Pembersihan
dilakukan dengan menggunakan air mengalir dengan kandungan klorin
50 ppm dari keran secara langsung dan dengan menggunakan cairan
pembersih tanpa aroma. Setelah itu dikeringkan dalam ruangan perlatan
bersih.
b. Mesin atau alat yang tidak dapat dipindahkan
Mesin atau alat yang tidak dapat dipindahkan seperti ABF
dibersihkan menggunakan air setiap hari setelah dan sebelum
digunakan, untuk conveyor dibersihkan menggunakan lap yang dibasahi
dengan air dan cairan pembersih setiap selesai digunakan. Daerah
disekitar mesin dan alat dibersihkan secara rutin menggunakan air
mengalir, dimana pada setiap ruangan diberikan keran, selang dan
wiper karet. Pembersihan dilakukan sebelum dan sesudah produksi dan
dapat dilakukan oleh karyawan sanitasi
3. Sanitasi pekerja
a. Pemakaian perlengkapan kerja
Setiap pekerja diberikan seragam yang sama dan diletakan pada
ruang yang sama. Seragam hanya digunakan dalam ruangan produksi
selama proses produksi. Perlengkapan tersebut meliputi penutup kepala
dan mulut, baju, celana, sepatu boots, apron dan sarung tangan yang
disediakan oleh perusahaan seperti pada Lampiran 2. Setiap pekerja
yang telah mengenakan seragam akan dibersihkan terlebih dahulu
menggunakan roll sebelum karyawan masuk ke dalam ruang produksi
untuk memastikan bahwa seragam karyawan tidak membawa
debu/kotoran yang dapat mencemari proses produksi.
b. Cuci tangan
Seluruh pekerja produksi, packing dan PK diwajibkan mencuci
tangan sebelum memasuki ruangan kerja. Seluruh karyawan yang akan
melakukan proses produksi akan melewati ruang cuci tangan dengan air
keran kandungan klorin 50 ppm yang dibawahnya terdapat bak footbath
dengan kandungan klorin sebesar 200 ppm serta tempat pencucian
apron yang memiliki kandungan klorin 100 ppm. Selain itu, tempat
untuk mencuci tangan juga disediakan di depan dan dalam kamar mandi
agar setiap pekerja yang keluar masuk kamar mandi selalu
membersihkan tangannya.
c. Pekerja tidak diperkenankan memakai aksesoris
Selama proses produksi berlangsung, seluruh karyawan tidak
diperkenankan memakai perhiasan, make up dan aksesoris apapun yang
dapat menganggu dan mencemari jalannya proses produk. Pada ruangan
ganti seragam, juga dilakukan pengecekan pada karyawan untuk
memastikan bahwa tidak ada karyawan yang menggunakan aksesoris.
Selain itu, HP juga tidak diperkenankan untuk dibawa masuk terlebih
jika digunakan selama proses produksi berlangsung.
4. Sanitasi limbah
a. Limbah cair
Limbah cair yang dihasilkan PT Jala Sembilan dalam proses
pengolahan disalurkan ke dalam bak drainase yang terpisah menjadi 3
bagian sebelum akhirnya disalurkan ke selokan. Air yang paling keruh
akan masuk ke dalam bak pertama, endapannya akan mengendap pada
dasar bak pertama dan airnya mengalir ke dalam bak kedua melalui
jaring-jaring. Pada bak kedua, sampah yang masih ikut serta ke dalam
bak kedua akan diasring kembali sebelum akhirnya masuk ke dalam bak
ketiga dan berakhir pada selokan. Air yang mengalir dari selokan
tersebut, seluruhnya akan mengarah ke unit IPAL dan diolah disana,
dimana seluruh limbah pada Kawasan Industri Wijayakusuma mengalir
ke unit IPAL. Hasil limbah dari unit IPAL akan dialirkan ke laut.
b. Limbah padat
Limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi ialah kepala
dan kulit udang. Limbah padat yang seperti itu akan dimasukan
kedalam plastik dan baskom besar, kemudian limbah tersebut akan
dibeli oleh penjual terasi sebagai salah satu bahan olahannya. Limbah
padat lainnya seperti tepung roti yang terbuang dilantai, dibersihkan dan
dijadikan pakan ternak.
5. Sanitasi lingkungan
Lingkungan PT Jala Sembilan dibersihkan oleh karyawan sanitasi
yang bertugas, dilakukan pembersihan rutin pada tempat rak-rak sepatu,
receiving room, depan toilet dan tempat istirahat karyawan.
BAB V
PENGENDALIAN MUTU BAHAN BAKU PROSES PRODUKSI EBI FRY
PT JALA SEMBILAN SEMARANG
Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan faktor penting bagi
suatu perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan,
sesuai dengan tuntutan pasar, sehingga perlu dilakukan manajemen
pengawasan dan pengendalian mutu untuk semua proses produksi.
Pengawasan dan pengendalian mutu harus dilakukan sejak awal proses
produksi sampai saluran distribusi untuk meningkatkan kepercayaan
konsumen, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah banyaknya
produk yang rusak dan mencegah pemborosan biaya akibat kerugian
yang ditimbulkan (Junais dkk., 2011).
A. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu/kualitas merupakan salah satu fungsi yang
terpenting dari suatu perusahaan. Setiap perusahaan mempunyai fungsi
pengendalian mutu biasanya dilakukan oleh bagian pengawasan mutu akan
tetapi didalam suatu perusahaan bagian pengendalian/pengawasan mutu tidak
selalu ada tergantung pada besar kecilnya suatu perusahaan dan jenis produk
dari perusahaan tersebut. Suatu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan
dapat memberikan dampak yang cukup besar terhadap mutu produk yang
dihasilkan dapat menekan presentase dari cacat produk dapat ditekan sekecil
mungkin, sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar
dan stabil (Puspita, 2008). Usaha yang dilakukan oleh PT Jala Sembilan
dalam meningkatkan mutu bahan baku adalah pengendalian bahan baku
pembuatan ebi fry:
Bahan baku dalam pembuatan ebi fry sangat penting adanya. Bahan
dasar berfungsi sebagai dasar dari struktur, tekstur, rasa, dan keseluruhan dari
produk. Bahan pembantu berfungsi sebagai bahan penunjang dalam
pembuatan produk ebi fry untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan
standar. Berikut pengendalian mutu yang dilakukan untuk mengendalikan
bahan baku dalam pembuatan ebi fry:
1. Udang
Bahan baku udang pada PT Jala Sembilan datang setiap harinya
dengan jumlah yang banyak. Pada saat udang datang, udang-udang akan
masuk ke dalam ruang penerimaan dan dilakukan sizing serta pengecekan
kenampakan fisik, bau dan tekstur dengan tetap mempertahankan rantai
dingin yaitu pada suhu <5oC. Pengecekan ini dilakukan dengan pencatatan
pada monitoring form 02. Organoleptic Test Raw Material, jika udang
yang datang memenuhi kriteria maka akan langsung dibawa ke ruang PK,
sedangkan yang tidak sesuai akan dikembalikan kepada suplier. Udang
yang telah sesuai kriteria selanjutnya akan dilakukan pencucian pertama
menggunakan air dengan kandungan klorin 200 ppm untuk menjaga
kebersihan udang sebelum pelepasan kepala dilakukan.
2. Breadcrumb
Pada saat breadcrumb datang, bahan di cek secara fisik melalui
kemasan produk. Syarat mutunya ialah tidak terjadi kerusakan pada
kemasan seperti sobekan, bolong dan goresan serta tidak menimbulkan bau
apapun. Breadcrumb yang ternyata memiliki cemaran dapat dilakukan
complain dan dikembalikan kepada suplier. Setelah bahan dipastikan telah
sesuai kriteria, karyawan yang bertugas memeriksa akan mencatat hal
tersebut pada monitoring form apakah bahan tersebut layak atau tidak
untuk digunakan. Pengujian lab pada breadcrumb juga dilakukan
seminggu sekali untuk memastikan kelayakan bahan yang akan digunakan.
Breadcrumb yang telah sampai akan langsung masuk ke dalam CS
dengan suhu -20oC untuk disimpan sebelum digunakan, tiap-tiap bahan
yang sampai akan diberikan label penanggalan untuk memudahkan sistem
FIFO yang berlaku diperusahaan. Breadcrumb akan dikeluarkan sesaat
sebelum digunakan, diletakan pada para-para (rak defros) sampai tekstur
breadcrumb lembut dan mudah untuk di mix.
3. Tepung predust
Pada saat bahan predust tiba dan sebelum digunakan, dilakukan
pengecekan pada kemasan. Kemasan harus dipastikan aman dan sempurna,
tidak memiliki aroma tengik, tidak boleh terdapat kerusakan sedikitpun,
berlubang maupun sobekan. Staf QC juga akan menerima hasil uji lab dari
distributor untuk memastikan bahwa predust yang akan digunakan aman
untuk dikonsumsi. Setelah bahan dipastikan aman dan sesuai kriteria
karyawan yang bertugas memeriksa mencatat hal tersebut pada monitoring
form dan diberi nilai apakah bahan tersebut layak atau tidak untuk
digunakan. Apabila bahan tidak sesuai standar mutu yang ditentukan,
maka perusahaan dapat mengembalikan bahan.
Bahan yang telah sesuai kriteria akan dimasukan kedalam ruang
penyimpanan di CS dengan memastikan bahwa suhu dalam CS ± -20oC.
Bahan yang masuk diberi label untuk memudahkan sistem FIFO. Sesaat
bahan akan digunakan, dilakukan pengayakan terhadap bahan sebelum
digunakan untuk memastikan bahan bersih dari kotoran dan benda asing
lain. Jika ditemukan banyak benda asing, perusahaan dapat melakukan
complain kepada suplier dan mengembalikan bahan.
4. Garam
Pada saat garam tiba, kemasan pada garam langsung diperiksa secara
fisik. Kemasan harus dipastikan tidak memiliki kerusakan apapun, baik itu
sobekan kecil, maupun goresan pada kemasan. Bahan yang telah dicheck
akan dicatat menggunakan monitoring form. Bahan yang dirasa telah
sesuai kriteria segera dimasukan ke dalam gudang kering untuk disimpan,
dan diletakan secara berkelompok dengan bahan garam lainnya. Sesaat
akan digunakan, garam dikeluarkan dari gudang, biasanya garam
diletakkan diruang receiving terlebih dahulu. Sebelum garam digunakan
juga dipastikan bahwa garam tidak mengalami perubahan apapun dilihat
dari kemasan luar.
5. Battermix
Pada saat battermix tiba, dilakukan pengecekan pada kemasan
sebelum digunakan dan disimpan. Alur pengawasan mutu pada battermix
hampir sama dengan bahan lainnya terutama pada bahan predust. Kemasan
battermix dipastikan aman dan sempurna, tidak memiliki aroma tengik,
tidak boleh terdapat kerusakan sedikitpun. Setelah bahan dipastikan telah
sesuai kriteria, karyawan yang bertugas akan mencatat hal tersebut pada
monitoring form dan memberi nilai apakah bahan tersebut layak atau tidak
untuk digunakan. Apabila bahan tidak sesuai standar mutu yang
ditentukan, maka perusahaan dapat mengembalikan bahan.
Bahan yang telah sesuai kriteria akan dimasukan kedalam ruang
penyimpanan di CS dengan memastikan bahwa suhu dalam CS ± -20oC.
Bahan yang masuk diberi label untuk memudahkan sistem FIFO. Sesaat
bahan akan digunakan, dilakukan pengayakan terhadap bahan untuk
memastikan bahan bersih dari kotoran dan benda asing. Jika ditemukan
banyak benda asing, perusahaan dapat melakukan complain kepada suplier
dan mengembalikan bahan.
6. MTR-79
Pada saat bahan MTR-79 sampai, segera dilakukan pengecekan yang
diawasi oleh staff QC untuk memastikan tidak ada kerusakan secara fisik
pada kemasan seperti goresan, sobekan maupun kebocoran. Pengecekan
dilakukan dengan mengisi penilaian syarat mutu produk pada monitoring
form. Jika dirasa bahan telah layak dan memenuhi persyaratan, bahan
MTR-79 segera diletakan pada ruang penyimpanan dalam gudang kering
di lantai 2. MTR-79 diletakkan berkelompok dengan bahan MTR-79
lainnya dan diberikan label penanggalan untuk memudahkan sistem FIFO.
Pengecekan juga dilakukan setiap harinya untuk memsatikan keamanan
bahan. sesaat sebelum bahan digunakan, bahan diturunkan dan diletakann
pada ruang receiving terlebih dahulu dengan tetap memastikan keamanan
produk.
B. Pengawasan Mutu Bahan Baku Ebi Fry
Pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin
bahwa proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan
yang diinginkan. Kegiatan pengawasan mutu adalah mengevaluasi kinerja
nyata proses dan membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan mulai
dari bahan baku, proses produksi hingga produk akhir (Junais dkk., 2011).
Pengawasan mutu bahan baku merupakan langkah awal yang dilakukan
untuk menjaga kualitas mutu suatu produk. Pada tahap ini merupakan tahap
untuk memastikan mutu bahan baku yang dapat diolah untuk dijadikan suatu
produk yang dapat diterima oleh konsumen. Pengawasan mutu yang
dilakukan untuk mempertahankan mutu bahan baku PT Jala Sembilan ialah
pengecekan mutu bahan baku seperti berikut:
1. Udang
Dilakukan pengecekan monitoring form yang memuat tanggal, asal
bahan baku, suplier code, berat udang, suhu, sensori test, kontaminan serta
remarks. Dapat dilihat pada Tabel 5.1. Juga pengecekan secara langsung
udang yang telah sampai segera dicuci menggunakan air klorin sampai
seluruh udang benar-benar tercuci seluruhnya.
Tabel 5.1 Monitoring Form Raw Material Inspection
Asal bahan baku: Kendal
Suplier Berat Suhu Sensory test Konta- Re-
Date o
code (kg) ( C) Bau Tekstur Warna minan marks
11/02/20 51 388,32 3,1 v v v - -
13/02/20 52 993,50 3 v v v - -
15/02/20 53 665 2,8 v v v - -
17/02/20 51 3700,3 2,8 v v v - -
24/02/20 51 667,7 2,5 v v v - -
Sumber: Monitoring Form PT Jala Sembilan
Keterangan:
- Standar suhu ≤ 4oC
- Standar sensori: bau; segar, tekstur; elastis, warna; terang mengkilap.
Berdasarkan Tabel 5.1 Monitoring Form Raw Material Inspection
maka mutu udang yang digunakan ialah yang memiliki suhu ≤ 4oC, bau
yang segar tidak busuk, tekstur elastis khas udang, serta warna yang terang
mengkilap tidak kusam.
2. Breadcrumb
Dilakukan pengecekan pada breadcrumb dengan pengecekan suhu
CS secara berkala, memastikan kebersihan dan keamanan kemasan, serta
memastikan penempatan breadcrumb sesuai dengan kelompoknya dan
tersusun rapih. Melakukan pengawasan sesaat sebelum breadcrumb akan
digunakan dan di defros diatas rak para-para. Pengecekan secara langsung
warna, bau dan tekstur breadcrumb sebelum digunakan.
3. Tepung predust
Dilakukan pengecekan pada tepung predust dengan pengecekan suhu
CS secara berkala, memastikan kebersihan dan keamanan kemasan, serta
memastikan penempatan tepung predust sesuai dengan kelompoknya dan
tersusun rapih. Pengecekan secara langsung dengan melakukan
pengayakan sesaat sebelum tepung predust digunakan dan melakukan
pengecekan frekuensi benda asing yang terdapat dalam tepung predust
serta warna, dan bau tepung predust sebelum digunakan.
4. Garam
Dilakukan pengecekan pada garam dengan pengecekan suhu gudang
kering secara berkala, memastikan kebersihan dan keamanan dari tempat
dan kemasan, serta memastikan penempatan garam telah sesuai dengan
kelompoknya dan tersusun rapih. Pengecekan secara langsung dengan
memperhatikan ada tidaknya benda asing, dan warna garam sebelum
digunakan.
5. Battermix
Dilakukan pengecekan pada battermix dengan pengecekan suhu CS
secara berkala, memastikan kebersihan dan keamanan dari tempat dan
kemasan, memperhatikan pelabelan serta memastikan penempatan
battermix sesuai dengan kelompoknya dan tersusun rapih. Battermix yang
akan digunakan sebelum dicampur dengan air terlebih dahulu dilakukan
pengecekan. Pengecekan secara langsung dengan melakukan pengayakan
sesaat sebelum battermix digunakan dan melakukan pengecekan frekuensi
benda asing yang terdapat dalam battermix serta warna, dan bau battermix
sebelum digunakan..
6. MTR-79
Dilakukan pengecekan pada MTR-79 dengan pengecekan suhu
gudang kering secara berkala, memastikan kebersihan dan keamanan dari
tempat dan kemasan, serta memastikan penempatan MTR-79 telah sesuai
dengan kelompoknya dan tersusun rapih. Pengecekan secara langsung
dengan memperhatikan ada tidaknya benda asing, dan warna MTR-79
sebelum digunakan.
C. Evaluasi Mutu Bahan Baku Ebi Fry
Evaluasi mutu diperlukan untuk mengetahui permasalahan mutu
sebenarnya yang terjadi. Evaluasi dilakukan setelah tersedianya informasi
untuk menunjang penilaian terhadap mutu produk tersebut. Evaluasi ini
sangat dibutuhkan untuk menentukan kelayakan bahan yang digunakan,
proses yang dilakukan, dan produk akhir (Wahyudi dkk., 2008). Suatu produk
dapat dikatakan layak setelah dinyatakan layak dalam evaluasi.
1. Udang
Tabel 5.2 Evaluasi Mutu Udang Berdasarkan Test Organoleptik
Sampling
Spesifikasi Nilai
1 2 3
A. Kenampakan 9
- Utuh, bening, bercahaya asli menurut jenis antar 8 8
ruas kokoh
- Utuh, kurang bening, cahaya mulai pudar, berwarna 7
asli antar ruas kokoh
- Utuh, kebeningan agak hilang, sedikit kusam, antar 5
ruas kurang kokoh
- Utuh, kebeningan hilang, kusam, warna agak merah 3
muda, sedikit noda hitam, antar ruas kurang kokoh
- Warna merah muda, noda hitam banyak, kulit 1
mudah lepas dari daging
- Warna merah sangat kusam, banyak noda hitam
B. Bau
- Bau sangat segar spesifik jenis 9
- Bau segar spesifik jenis 8 8
- Bau spesifik jenis netral 7
- Mulai timbul bau amoniak 5
- Bau asam sulfit 3
- Bau amoniak kuat dan bau busuk 1
C. Tekstur
- Sangat elastis, kompak dan padat 9
- Elastis, kompak dan padat 8 8
- Kurang elastis, kompak dan padat 7
- Tidak elastis, tidak kompak dan tidak padat 5
- Agak lunak 3
- Lunak 1
Total Score : 24
Mean score : 8
Criteria : very good
Sumber: Monitoring Form PT Jala Sembilan
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa udang yang akan di
proses pada PT Jala Sembilan telah memenuhi syarat dan layak untuk
dikonsumsi. Udang pada PT Jala Sembilan juga telah melalui pengawasan
mutu.
2. Breadcrumb
Tabel 5.3 Hasil Uji TPC pada Breadcrumb
Bread After Defrost
Sesuai/Tidak
Tanggal Hasil
6/01/20 7x103 Sesuai
11/01/20 2,9x104 Sesuai
18/01/20 1,3x104 Sesuai
27/01/20 1x104 Sesuai
1/02/20 7x103 Sesuai
19/02/20 1,1x104 Sesuai
24/02/20 3x103 Sesuai
2/03/20 6x103 Sesuai
9/03/20 5x103 Sesuai
Sumber: Hasil Uji Lab PT Jala Sembilan
Pada Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa bahan baku breadcrumb telah
melalui pengawasan mutu dari PT Jala Sembilan melalui uji TPC yang
telah dilakukan. Breadcrumb yang telah diuji dan melalui pengawasan
mutu, selanjutnya akan ditetapkan oleh analis apakah breadcrumb telah
sesuai atau belum dengan syarat mutu.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktek magang mahasiswa
dengan topik yang berjudul “Pengendalian Mutu Bahan Baku Ebi Fry di PT
Jala Sembilan, Semarang” adalah sebagai berikut :
1. Bahan baku yang ada di PT Jala Sembilan sebagai bahan baku pengolahan
ebi fry ialah udang vaname, tepung Predust CP-L00382, battermix CB-
L00582, breadcrumb white FW-735A10 dan breadcrumb orange FO-
729A10, garam, MTR-79.
2. Pengendalian mutu terhadap bahan baku meliputi pengendalian mutu
terhadap udang vaname, tepung predust, battermix, breadcrumb white dan
breadcrumb orange, garam, serta MTR-79.
3. Berdasarkan evaluasi mutu bahan baku yang dilakukan menunjukkan
bahwa telah dilakukan pengawasan mutu terhadap beberapa bahan baku di
PT Jala Sembilan.
B. Saran
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis memberikan saran
yang diharapkan menjadi masukan penting dan manfaat bagi perusahaan
untuk menentukan langkah lebih lanjut yang akan mempengaruhi kualitas
produk yang dihasilkan :
1. Memperhatikan sanitasi dan hygiene dengan memberikan jalur khusus dari
ruang penerimaan sampai kepada ruang penyimpanan produk akhir, agar
karyawan yang diharuskan berlalu-lalang tidak akan membawa cemaran
apapun dari luar ke dalam. Mempertegas adanya pemakaian seragam
lengkap dari penutup kepala sampai sepatu boots pada seluruh karyawan
tanpa pengecualian, untuk menghindari kontaminasi pada bahan baku yang
akan mempengaruhi pada produk akhir.
2. Melakukan penyimpanan bahan baku dengan baik dan benar, jika bahan
baku masih akan lama digunakan sebaiknya tidak terlalu lama dibiarkan
berada pada receiving room sebagai tindakan antisipasi rusak dan
tercemarnya bahan yang dapat kontak dengan benda lain maupun
karyawan.
3. Memperbaiki sarana dan prasarana kesehatan serta tempat beristirahat
karyawan. Sebab kesehatan dan semangat karyawan akan sangat
mempengaruhi pengolahan bahan baku mejadi produk akhir yang siap
untuk dieskpor. Karyawan yang kurang sehat juga dapat mencemari proses
pengolahan, dan jumlah karyawan yang bekerja dengan maksimal juga
akan mempengaruhi produk akhir.
4. Mempertahankan sistem pengendalian dan meningkatkan pengawasan
mutu pada bahan baku ebi fry pada PT Jala Sembilan agar tetap
mendapatkan bahan baku dengan kualitas terbaik dan menghasilkan
produk akhir yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arsad, Sulastri., Ahmad Afandy., Atika P. Purwadhi., Betrina Maya V., Dhira K.
Saputra., Nanik Retno dan Buwono. 2017. Studi Kegiatan Budidaya
Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Penerapan
Sistem Pemeliharaan Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan
9(1): 1 – 14.
BSN (Badan Standarisasi Nasional). 1995. SNI 01‐3840: Syarat Mutu Roti Tawar.
Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional). 2006. SNI 01-2728: Udang Segar – Bagian
1: Spesifikasi. Jakarta.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal
Litbang Pertanian. 27(4): 124 – 130.
Junais, Isnam., Nurdin Brasit dan Rindam Latie. 2011. Kajian Strategi
Pengawasan dan Pengendalian Mutu Produk Ebi Furay PT. Bogatama
Marinusa.
Lindawati, Nesti Anisa., Ishardita Pambudi Tama, dan Ceria Farela Mada
Tantrika. 2019. Perancangan Proses Produksi Alat Antrian C2000
dengan Menggunakan IDEFØ, FMEA dan RCA. Jurnal Rekayasa dan
Manajemen Sistem Industri. 3(2): 09-410.
Maulana, Khoironni Devi., Muhammad Mu’min Jamil., Priyus Eka Manunggal
Putra., Baiti Rohmawati dan Rahmawati. 2017. Peningkatan Kualitas
Garam Bledug Kuwu Melalui Proses Rekristalisasi dengan Pengikat
Pengotor CaO, Ba(OH)2, dan (NH4)2CO3. Journal of Creativity Student.
2(1): 42 – 46.
Nugroho, Setyo Adi., Eko Nurcahya Dewi, dan Romadhon. 2014. Pengaruh
Perbedaan Konsentrasi Karagenan Terhadap Mutu Bakso Udang
(Litopenaeus vannamei). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan. 3(4): 59 – 64.
Purnamasari, Indah., Dewi Purnama, dan Maya Angraini Fajar Utami. 2017.
Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak
Intensif. Jurnal Enggano. 2(1): 58 – 67
Suryaningrum, Theresia Dwi., Syamdidi dan Erna Maya Rizki. 2013. Penggunaan
Berbagai Garam dan Bumbu pada Pengolahan Pindang Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus). JPB Kelautan dan Perikanan. 8(1): 23 – 34.
Tasbih, Muhammad. 2017. Proses Pengolahan Udang Beku (Frozen Shrimp)
Peeled and Deveined (PD) dengan Metoda Pembekuan Individually
Quick Frozen (IQF) pada PT. Dua Putra Utama Makmur Tbk Pati Jawa
Tengah.
Wahyudi. 2003. Penerimaan dan Persiapan Bahan Baku Udang. Bagian
Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional.
Yusniaji, Fahmi dan Erni Widajanti. 2013. Analisis Penentuan Persediaan Bahan
Baku Kedelai yang Optimal dengan Menggunakan Metode Stockhastic
pada PT. Lombok Gandaria. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan.
13(2): 158 – 170.
Zulfikar, Rully. 2016. Cara Penanganan yang Baik Pengolahan Produk Hasil
Perikanan Berupa Udang. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 5(2): 29
–31.
Mareta, Dea Tio dan Shofia Nur A. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan
Bahan Kemas Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin.
Mediargo. 7(1): 26 – 40.
Nadhif, Muhammad. 2016. Pengaruh Pemberian Probiotik Pada Pakan dalam
Berbagai Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan dan Mortalitas Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei). Skripsi Universitas Airlangga,
Malang.
Rohmah, Shofiyatur dan Lilis Sulistyorini. 2017. Gambaran Konsumsi Udang
Berklorin Terhadap Keluhan Kesehatan Gastrointestinal Pekerja Sub
Kontrak Perusahaan X. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 9(1): 57 – 65.
Yuyun, A., dan Rudy Sujanto. 2006. Membuat Ayam Olahan Balut Tepung. Agro
Media Pustaka, Jakarta.
LAMPIRAN

Penerimaan bahan baku

Pencucian 1

Pencucian 1

Pemotongan kepala

Pencucian 2

Pensortasian

Pengupasan kulit

Pengecekan akhir

Pencucian 3

Pengirisan perut (belly cut)

Stretching

Perendaman

Pencucian 4

Pengkoreksian akhir

Predust
Battermix

Breading

Penyusunan diatas tray

Penimbangan

Pembekuan

Pengemasan polly bag

Pengemasan MC

Pendetekasian logam

Penyimpanan beku

Pemuatan

Lampiran 1 Diagram Alir Proses


Pengolahan Ebi Fry

Lampiran 2 Seragam Karyawan PT Jala


Sembilan Tampak depan dan
Belakang

Anda mungkin juga menyukai