Disusun oleh:
HANIFATUL ZAHRA
H3117034
Mengetahui,
Pembimbing Lapangan HRD PT Jala Sembilan
HALAMAN JUDUL................................................................................................
LAMPIRAN..............................................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Persyaratan Mutu Dan Keamanan Udang Berlapis Tepung Beku...........
Tabel 2.2 Syarat Mutu Keamanan Pangan...............................................................
Tabel 2.3 Syarat Mutu Roti Tawar...........................................................................
Tabel 5.1 Monitoring Form Raw Material Inspection.............................................
Tabel 5.2 Evaluasi Mutu Udang Berdasarkan Tes Organoleptik............................
Tabel 5.3 Hasil Uji TPC Pada Breadcrumb............................................................
DAFTAR GAMBAR
A. Latar Belakanng
Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
berperan dalam pembinaan kepribadian dan mental manusia yang mengarah
pada peningkatan daya pikir manusia dan penguasan ilmu dan teknologi.
Sebagai calon ahli madya teknologi pertanian, kita dituntut untuk dapat
memahami dan menerapkan ilmu teknologi pertanian dalam dunia kerja.
Kegiatan magang mahasiswa ini merupakan sarana bagi mahasiswa teknologi
hasil pertanian untuk dapat menerapkan teori-teori yang didapatkan selama di
bangku perkuliahan dan juga sebagai pengalaman kerja yang dapat melatih
mahasiswa untuk menemukan masalah-masalah yang dihadapi di lapang dan
mencari jalan pemecahannya selama magang mahasiswa. Magang di Industri
Pangan dan Hasil Pertanian merupakan salah satu bagian dari kurikulum
program Diploma III Teknologi Hasil Pertanian. Setiap mahasiswa
melaksanakan magang di industri pangan dan hasil pertanian sebagai syarat
untuk meraih gelar Ahli Madya (A.Md). Magang di Industri Pertanian
penting untuk melengkapi pengetahuan yang didapat selama masa
perkuliahan.
Udang merupakan hasil perikanan yang memiliki nilai ekonomis
tinggi yang termasuk jenis Crustacea, walaupun bagian yang enak dimakan
hanya sekitar 40% saja, tetapi rasanya lebih enak dibanding daging ikan
maupun hasil perikanan lain. Udang termasuk hasil perikanan yang mudah
membusuk. Dalam waktu ± 1 jam setelah penangkapan udang akan segera
menjadi busuk setelah melewati masa kekakuan. Mengolah udang menjadi
produk pangan jadi maupun setengah jadi merupakan salah satu alternatif
cara untuk memperpanjang umur simpan udang. Udang merupakan hasil
perikanan yang mengandung protein tinggi, daging udang dapat diolah
sebagai makanan olahan seperti bakso udang, ebi fry, maupun nugget udang.
Dengan kandungan protein tinggi dan sifat organoleptik yang meliputi
bentuk, warna, rasa, dan tekstur, oalahan produk udang dapat menjadi produk
olahan diversivikasi yang diminati (Nugroho dkk., 2014).
Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan
memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik
produk (warna, cita rasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi,
memberikan lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran,
meningkatkan nilai ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau
meningkatkan mutu, terutama mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi.
Kriteria atau komponen mutu yang penting pada komoditas pangan adalah
keamanan, kesehatan, flavor, tekstur, warna, umur simpan, kemudahan,
kehalalan, dan harga (Herawati, 2008).
B. Tujuan Umum Magang
Tujuan umum.
1. Pengertian Magang
Magang adalah bentuk studi dengan melaksanakan praktek kerja
langsung dilapangan, dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui problematika yang muncul di lapangan dan dikaitkan dengan
materi yang telah dipelajari.
2. Dasar Pemikiran
a. Adanya pemikiran kuliah magang pada kurikulum jurusan Teknologi
Hasil Penelitian D3 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta
b. Pentingnya Mahasiswa mengetahui secara langsung proses pengolahan
hasil Pertanian beserta Quality Controlnya dari PT Jala Sembilan serta
mengetahui permasalahan dan solusi-solusinya.
c. Mahasiswa kelak diharapkan ikut berperan dalam pembangun dan dapat
menerapkan ilmu yang dijumpai di lapangan dengan pengamatan.
3. Maksud dan Tujuan
a. Menambah ilmu dan pengalaman bagi mahasiswa D3 Teknologi Hasil
Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta agar
dapat menghubungkan ilmu yang didapat dibangku kuliah dengan
praktek yang dijumpai di lapangan.
b. Dapat mengetahui materi dilapangan sehingga timbul pemikiran yang
realistis dan sistematis dalam menuju prospek yang lebih baik.
c. Mengembangkan pengetahuan dilapangan sehingga mengetahui
kesesuaian dengan teori, untuk pengembangan pola pikir yang kreatif
dan potensial bagi mahasiswa semester akhir sehingga di dapat lulusan
yang handal.
d. Meningkatkan hubungan antara perguruan tinggi, pemerintah, Instansi
Swasta, Perusahaan dan Masyarakat, sehingga dapat meningkatkan
mutu pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi.
4. Lingkungan Permasalahan dan Pembahasan
Permasalah yang paling prinsip dalam magang adalah :
a. Permasalah yang diprioritaskan dalam proses yang ada di PT Jala
Sembilan serta hambatan yang ada.
b. Relevansi prinsip pengolahan QC di PT Jala Sembilan yang
diterapkan dilapangan serta segenap aplikasinya. Ruang lingkup
pembahasan sesuai dengan disiplin Ilmu Teknologi Hasil Pertanian
yang di dukung oleh ilmu-ilmu lain. Sedangkan materinya adalah
ruang lingkup Teknologi Hasil Pertanian.
c. Membantu Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
untuk mengisi dan melaksanakan program magang dalam rangka
penyiapan lulusan yang handal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ebi Fry
Ebi furai atau ebi fry merupakan olahan udang utuh tanpa kulit yang
dilapisi dengan tepung roti dan disimpan dalam keadaan beku serta
membutuhkan bahan pengemas yang baik. Proses pembuatan ebi fry terdiri dari
tahapan proses penerimaan udang headless, pencucian, bellycut, stretching,
koreksi kerusakan, pencucian, penampungan bahan baku, soaking, penirisan,
predusting, battering, breading, penyusunan pada tray plastik, penimbangan,
pembekuan, pengemasan menggunakan polybag, sealing metal detector,
packing master carton, penyimpanan dan distribusi (Fauziah, 2018).
Persyaratan mutu dan keamanan ebi furai atau udang berlapis tepung beku
menurut SNI 6163:2017 terdapat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.
Tabel 2.1 Persyaratan Mutu dan Keamanan Udang Belapis Tepung (Breaded)
Beku (SNI 6163:2017)
Parameter Uji Satuan Persyaratan
a. Sensori Min. 7*
b. Cemaran mikroba n c m M
- ALT Koloni/g 5 2 106 106
- Escherichia coli APM/g 5 1 <3 < 3,6
- Salmonella** Per 25g 5 0 negatif td
- Staphylococcus aureus Koloni/g 5 2 102 103
c. Cemaran logam
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,5
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 1,0
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 1,0
- Arsen (As)** mg/kg Maks. 1,0
d. Fisik
- Bobot tuntas***
Premium %(bobot) Min. 50
Standar %(bobot) Min. 30
0
- Suhu pusat C Maks. -18
e. Cemaran fisik
- Filth - 0
CATATAN * Untuk setiap parameter sensori
** Apabila diperlukan
*** Kelas mutu tersebut harus dicantumkan dalam
label
n Jumlah sampel uji
C 2 kelas Jumlah maksimum
pengemb sampel yang
ilan diperbolehkan
contoh melebihi batas
persyaratan
maksimum yang
tercantum pada
m
3 kelas Jumlah maksimum sampel
pengamb yang
ilan persyaratannya
contoh berada antara m
dan M dan tidak
boleh satupun
sampel melebihi
batas
persyaratan
maksimum yang
tercantum pada
M serta sampel
yang lain harus
kurang dari nilai
m
m 2 kelas Batas persyaratan
pengamb maksimum
ilan
contoh
M 3 pengambilan Batas persyaratan
contoh maksimum
td Tidak diberlakukan
Maks. Maksimum
Min. Minimum
Sumber: BSN (2017).
B. Bahan Baku
1. Udang Vaname
Udang dalam perdagangan sumber daya ikan di dunia merupakan
komoditas yang penting sebab paling banyak diminati dan tinggi
permintaannya baik di pasar lokal maupun ekspor. Udang merupakan
kelompok krustasea yang memiliki keragaman tinggi, saat ini mendekati
70.000 spesies krustasea dengan morfologi beragam. Udang merupakan
sumber daya yang ditemukan di seluruh perairan, asin maupun tawar. Data
dari halaman Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia menyatakan 9
jenis udang hasil tangkapan dan 2 jenis yang dibudidayakan yaitu udang
windu dan udang vaname (Salim dan Sutrisno., 2019).
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) berasal dari Pantai Barat
Pasifik Amerika Latin, mulai dari Peru di Selatan hingga Utara Meksiko.
Menurut Nadhif (2016) secara garis besar morfologi udang vaname
(Litopenaeus vannamei) terdiri dari dua bagian utama yaitu kepala
(cephalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vaname dibungkus
oleh lapisan kitin yang berfungsi sebagai pelindung, terdiri dari
antennulae, antenna, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang
vaname dilengkapi dengan 3 pasang maxiliped dan 5 pasang kaki jalan
(peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Jenis kelamin udang vaname
dapat dilihat dari luar. Pada udang betina disebut thelicum yang terletak
diantara kaki jalan ke 4 dan 5, pada udang jantan disebut patasma terletak
diantara kaki jalan ke 5 dan kaki renang pertama. Klasifikasi udang
vaname adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Vaname merupakan salah satu jenis udang yang sering
dibudidayakan. Hal ini disebabkan udang tersebut memiliki prospek dan
profit yang menjanjikan (Arsad dkk., 2017). Udang vaname memiliki
keunggulan untuk kegiatan budidaya udang dalam tambak antara lain:
Responsif terhadap pakan/nafsu makan yang tinggi, lebih tahan terhadap
serangan penyakit dan kualitas lingkungan yang buruk pertumbuhan lebih
cepat, tingkat kelangsungan hidup tinggi, padat tebar cukup tinggi dan
waktu pemeliharaan yang relatif singkat yakni sekitar 90-100 hari per
siklus (Purnamasari dkk., 2017). Udang segar memiliki syarat mutu yang
baik untuk dikonsumsi. Syarat mutu udang segar berdasarkan Badan
Standarisasi Nasional dalam SNI 01-2728.1-2006 ialah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Syarat Mutu Keamanan Pangan
Jenis uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Angka (1 – 9) Minimal 7
b. Cemaran Mikroba
- ALT koloni/g maksimal 5,0 x 105
- Escherichia coli APM/g Maksimal <2
- Salmonella APM/25 g negatif
- Vibrio cholerae APM/25 g negatif
c. Cemaran Mikroba
- Kloramfenikol μg/kg maksimal 0
- Nitoryfan μg/kg maksimal 0
- Tetrasiklin μg/kg maksimal 100
d. Filth - maksimal 0
CATATAN* Bila diperlukan
Sumber: SNI 01-2728.1-2006
2. Garam
Garam merupakan salah satu bahan kimia yang sering dimanfaatkan
oleh manusia. Penyusun terbesar garam yaitu senyawa Natrium Klorida.
Selain NaCl terdapat pula bahan pengotor antara lain CaSO4, MgSO4,
MgCl2 dll. Garam diperoleh dengan 3 cara, penguapan air laut dengan
sinar matahari, penambangan batuan garam dan air sumur air garam
(brine). Garam hasil tambang berbeda-beda dalam komposisinya,
tergantung pada lokasi, namun biasanya mengandung lebih dari 95% NaCl
(Maulana dkk., 2017).
3. Predust
Predust flour atau tepung predust adalah bahan pelapis pertama
berbentuk powder kering yang digunakan produk produk sejenis nugget,
adonan yang akan diolah digulingkan atau dilapisi dengan tepung ini.
Tepung predust bisa dalam bentuk instan dan siap saji maupun dibuat
sendiri. Bahan tepung predust berupa tepung terigu (bisa dengan tepung
jagung), garam, dan bumbu yang dicampur menjadi satu
(Yuyun dan Rudy, 2006).
4. Battermix
Menurut Yuyun dan Rudy (2006) bahwa Battermix atau batterer
ialah tepung pelapis kedua yaitu tepung terigu yang dicampur dengan
cairan dan diaduk sampai rata. Adonan ini menjadi adonan tepung
pencelup. Komponen utama batterer tetap tepung (bisa tepung terigu,
tepung jagung, tepung beras, ataupun tapioka), dan biasanya ditambahkan
telur, susu, baking soda, garam, CMC dan bumbu serta terpenting
diberikan penambahan air. Batterer yang digunakan bertujuan sebagai
lapisan pada udang untuk memberi kesan udang terlihat besar dan
memiliki daging yang tebal.
5. Breadcrumb
Siregar (2008) berpendapat bahwa tepung roti atau breadcrumb
adalah tepung yang dibuat dari roti tawar yang dikeringkan dan
dihancurkan. Tepung roti yang digunakan sebagai adonan dalam
pembuatan pangan olahan biasanya digunakan sebagai pelapis adonan
yang membantu produk menjadi renyah dan gurih. Bahan pengikat yang
biasa digunakan salah satunya ialah tepung roti. Menrut Yuyun dan Rudy
(2006) breader atau pelapis ketiga merupakan tepung pelapis paling akhir
setelaha adonan dicelupkan kedalam batter. Breader yang biasa digunakan
untuk nugget dan sejenisnya ialah tepung roti (breadcrumb). Syarat mutu
breadcrumb menurut SNI dalam Badan Standarisasi Nasional ialah sama
dengan standar mutu roti tawar yaitu:
Tabel 2.3 Syarat Mutu Roti Tawar
Kriteria uji Satuan Roti tawar
Kenampakan - Normal, Tidak Berjamur
Bau - Normal
Rasa - Normal
Kadar Air % b/b Maksimal 40
Kadar abu % b/b Maksimal 1
Kadar NaCl % b/b Maksimal 2,5
Serangga - Tidak boleh ada
Sumber: Standar Nasional Indonesia (1995)
6. MTR-79
MTR-79 digunakan sebagai campuran larutan untuk perendaman
(soaking) bersama dengan garam. Begitupun menurut Tasbih (2017)
bahwa pada proses soaking, udang direndam dalam cairan campuran
antara garam dan MTR-79. Muestra (MTR-79) merupakan Bahan
Tambahan Pangan yang digunakan dalam proses perendaman dan bersifat
panas.
7. Klorin
Klorin (Cl2) merupakan salah satu unsur yang ada di bumi dan jarang
dijumpai dalam bentuk bebas, berwarna kuning kehijauan dan memiliki
bau menyengat. Klorin dapat dengan mudah larut dalam air, tetapi apabila
kontak dengan uap maka akan berubah menjadi bentuk asam hipoklorus
(HClO) dan asam hidroklorik (HCl) yang dapat membentuk trihalometans
(THMs). Klorin biasa digunakan dalam sektor pengolahan ikan yang
sengaja ditambahkan kedalam air yang digunakan untuk mencuci dan
merendam ikan. Klorin dapat masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi
(saluran pernapasan), ingesti (pencernaan), kontak dengan kulit, dan mata.
Penggunaan klorin semakin marak digunakan dalam industri makanan.
Jenis makanan yang paling sering ditambahkan klorin yakni beras dan
udang. Penambahan klorin dilakukan sebagai pemutih dalam beras dan
desinfektan dalam udang (Rohmah dan Lilis, 2017).
C. Proses Pengolahan
1. Penerimaan bahan baku
Penerimaan bahan baku merupakan proses penerimaan bahan baku
dari berbagai daerah atau suplier. Proses penerimaan bahan baku
(receiving) merupakan tahap awal dari semua proses dalam pengolahan,
dimana bahan baku yang telah diterima dari supplier baik udang hasil
budidaya maupun udang tangkapan lainnya yang langsung dibawa ke
perusahaan untuk diolah menjadi produk sesuai permintaan buyer. Udang
segar diluar pabrik berada dalam bak fiberglass atau blogblo plastic yang
diberi es kemudian segera dibongkar di ruang penerimaan. Penerimaan
bahan baku ini harus dicontrol oleh yang ahli dalam bidang nya yaitu
QC (Zulfikar, 2016). Menurut Hadiwiyoto (1993) bahwa penerimaan
bahan baku membutuhkan kompetensi pegawai yang memahami tentang
keselamatan dan kesehatan kerja, kebiasaan berproduksi yang baik dan
SOP (standard operating procedure) terkait yang berlaku untuk bahan
yang ditangani.
2. Pencucian 1
Pencucian udang merupakan hal yang penting, sebab jumlah
bakteri dari udang yang baru ditangkap sekitar 1000 sampai 1.000.000
per gram sedangkan jumlah bakteri dalam udang yang telah dibekukan
masih dapat diterima ialah lebih kecil dari 500.000/gram. Oleh karena itu
air pencuci dan air untuk pengolahan harus memenuhi syarat sebagai air
minum, diantaranya pH 6,5–9,0 dan sisa chlorine 0,2–0,4 ppm. Dengan
pencucian ini diharapkan jumlah mikroba berkurang (Wahyudi, 2003).
Menurut Zulfikar (2016) proses pencucian dilakukan dengan cara disiram
1 kali setelah itu raw material dicelup kedalam air chlorine yang
kapasitasnya 25-35 ppm dan celup kembali raw material kedalam air
biasa, supaya udang yang banyak mengandung chlorine dapat tercuci,
standar suhu air pencucian yaitu 0-3°C.
3. Pemotongan kepala
Lukman dan Endri (2017) mengatakan bahwa proses pemotongan
kepala dapat dilakukan manual maupun menggunakan alat khusus. Pada
proses ini udang harus diberi perlakuan agar tetap mempertahankan
suhunya untuk tetap dibawah 7oC yang bertujuan mempertahankan rantai
dingin agar udang tetap segar sehingga tidak mengalami kebusukan.
Selama pomotongan kepala, udang yang belum dipotong kepalanya harus
ditaburi dengan es curah secara merata untuk menjaga kesegaran udang.
Menurut Wahyudi (2003) pembuangan kepala udang perlu dilakukan
secepatnya, sebab dalam pembuluh–pembuluh darah kepala banyak
terdapat enzim polyphenol oxidase yang menyebabkan black spot.
Disamping itu bagian kepala merupakan sumber kontaminasi, sebab 75%
bakteri pembusuk bersumber pada usus yang berada pada bagian ini.
4. Pencucian 2
Pencucian kedua bertujuan untuk membersihkan udang dari
kotoran-kotoran dan mikroba yang terdapat pada permukaannya serta
memisahkan udang dari pecahan-pecahan es dingin. Pencucian
menggunakan air es yang suhunya 0 – 2 ºC. Udang yang telah dipotong
kepala dicuci dengan larutan chlorine 10 ppm sebanyak 2x, selanjutnya
dilakukan sortasi (Wahyudi, 2003).
5. Sortasi dan sizing by hands
Sortasi ialah salah satu proses yang digunakan untuk
mengelompokkan udang berdasarkan range size yang dibutuhkan atau
diinginkan. Sortasi dilakukan dengan tenaga manusia yang meliputi
sortasi mutu, ukuran dan warna. Hasil sortasi ditampung pada keranjang
khusus dan selanjutnya akan ditaruh pada meja-meja karyawan (meja
proses) yang berbahan stainles ssteel berjumlah delapan buah untuk
dilakukan pemisahan berdasarkan mutu, ukuran dan warna
(Zulfikar, 2016).
6. Pengupasan dan cabut usus,
Pengupasan udang menghasilkan udang kupas sebanyak 35-40 %
berat semula atau penyusutan sebanyak 60-65%. (Wahyudi, 2003).
Menurut Tasbih (2017) pengupasan udang dilakukan secara cepat dan hati-
hati agar tidak melepas tubuh udang. Proses ini dilakukan dengan cepat,
cermat dan teliti oleh setiap karyawan borongan. Proses pengupasan kulit
udang yang pertama yaitu memegang udang pada bagian ekor dan ruas ke
6 lalu menarik 3 ruas kulit pertama atau ruas kulit 1, 2 dan 3. Caranya,
dengan memutar kulit dari bagian ruas kaki kearah atas dengan
menggunakan pisau quit, hingga bagian kaki dan kulit terlepas dari ruas
badan. Kedua, menarik ruas kulit 4, 5 dan 6 hingga terlepas, dengan cara
kulit tersebut ditarik kebagian belakang ekor, posisi jari yang memegang
ekor berubah menjadi memegang daging dengan posisi bagian perut
menghadap keatas dan ujung ekor ditarik dengan hati-hati agar bagian ekor
tidak putus.
7. Pengecekan akhir
Tasbih (2017) mengatakan bahwa setelah melalui proses pengecekan
pada meja penyinaran kemudian RM (raw meterials) dibawa ketempat
pengecekan Lbs dan keseragaman udang (univormity) yaitu membawa
bahan baku udang vannamei ke meja pengecekan akhir dan dilakukan
pengecekan. Pengecekan akhir (Final Checking) bertujuan untuk
mengetahui Lbs dan keseragaman udang setelah proses pengupasan karena
setiap bahan baku yang mengalami pengupasan otomatis Lbs nya akan
berubah karena penyusutan yang terjadi akibat pengupasan, meneyebabkan
jumlah bahan baku udang vannamei setiap Lbs yaitu 454g akan bertambah
sehingga perlu dilakukan pengecekan ulang untuk menentukan Lbs.
8. Pencucian 3
Pencucian ketiga biasanya dilakukan hanya untuk membersihkan
sisa chlorine dari proses sebelumnya. Sama seperti sebelumnya, pencucian
disini bertujuan untuk membersihkan udang dari kotoran-kotoran mikroba
yang terdapat pada permukaannya. Seperti yang dikatakan Wahyudi
(2003) oleh karena itu air pencuci dan air untuk pengolahan harus
memenuhi syarat sebagai air minum, diantaranya pH 6,5–9,0 dan sisa
chlorine 0,2–0,4 ppm. Dengan pencucian ini diharapkan jumlah mikroba
berkurang.
9. Belly cutting,
Setelah melalui proses pensortiran, untuk menghasilkan produk AVP
(added valeu product), udang harus melalui proses belly cut (penyayatan)
dan pelurusan (stretching). Penyayatan dilakukan pada bagian perut
kurang lebih 5-6 sayatan yang dapat merobek urat pada perut udang
(Herlina, 2016).
10. Stretching
Udang yang telah melalui proses belly cut (penyayatan) selanjutnya
dilakukan proses pelurusan. Proses pelurusan dilakukan dengan cara
menempatkan udang pada cetakan, kemudian udang dicetak pada bagian
punggung sampai lurus dan memiliki panjang 14-15 cm. Proses ini
bertujuan untuk memudahkan proses pengolahan AVP pada tahap
selanjutnya (Herlina, 2016).
11. Soaking (perendaman)
Soaking adalah proses perendaman udang menggunakan larutan
yang mengandung bahan kimia tertentu. Tujuan soaking adalah untuk
mencegah penyusutan atau pengkerutan udang selama proses. Proses
soaking dilakukan dengan merendam udang dalam air dingin yang telah
ditambahkan larutan garam fosfat (Herlina, 2016). Menurut Zulfikar
(2016) larutan yang digunakan untuk soaking adalah STPP posphat yang
berfungsi meningkatkan kekenyalan produk, brisol, garam dan air
bersuhu 0-3°C. Proses perendaman ini dilakukan di fiber yang berisi air
es selama 30 menit – 1 jam (Zulfikar, 2016).
12. Pencucian 4,
Pencucian keempat hampir sama dengan pencuain sebelumnya
dilakukan untuk membersihkan udang dari kotoran-kotoran mikroba
yang terdapat pada permukaannya. Dengan air pencuci memiliki pH 6,5–
9,0 dan sisa chlorine 0,2–0,4 ppm. Dengan pencucian ini diharapkan
jumlah mikroba berkurang (Wahyudi, 2003).
13. Pengkoreksian akhir
Menurut Purwaningsih (1995) pengecekan akhir (final checking)
dilakukan untuk mengoreksi hasil yang belum seragam, baik mengenal
mutu, ukuran, maupun warna, diperlukan pula ketelitian dan
keterampilan yang tinggi dibandingkan dengan sortasi sebelumnya.
14. Coating
Tepung balut (coating flour) merupakan tepung yang digunakan
sebagai pelapis sutau olahan yang terdiri dari tiga jenis, yaitu predust
flour, batter mix, dan tepung roti (bread crumb). Ketiga jenis tepung
balut ini dilapiskan secara berurutan. Pemilihan jenis tepung pelapis akan
mempengaruhi hasil akhir olahan (Yuyun dan Rudy, 2006).
a. Predust
Tepung ini memiliki tekstur yang mirip dengan campuran tepung
terigu dan tapioka, rasa gurih, warna putih, serta bau spesifik tepung.
Peran predust ialah sebagai perekat saat udang akan di battermix.
Predust juga berfungsi melindungi produk, dan menjaga flavour .
Predust dilakukan dengan memegang 1-5 ekor udang, kemudian
menggulingkan udang ke kiri dan ke kanan sebanyak satu kali dalam
tepung predust tanpa mengenai bagian ekor (Yuyun dan Rudy, 2006).
b. Battermix
Battermix merupakan tahap pelapisan kedua setelah dibaluri
tepung predust, dengan mencelupkan udang pada adonan cair. Tujuan
dari tahap ini adalah sebagai perekat kedua agar breadcrumbs dapat
melekat pada udang, memberikan tekstur yang baik pada produk,
meningkatkan volume produk, dan memberikan flavour pada produk.
Batterer yang digunakan dicampur air dengan perbandingan tepung
dan air es 1:3, sebagai lapisan pada udang untuk memberi kesan ebi
fry terlihat besar (Yuyun dan Rudy, 2006).
c. Breading
Breading atau breaded merupakan proses pelapisan paling akhir
yaitu dengan tepung roti (breadcrumbs), tujuanya adalah untuk
memberikan tekstur renyah dan lembut pada produk serta melidungi
produk dari dehidrasi. Pada pelapisan menggunakan tepung roti ini
hanya 27,61% tepung roti yang digunakan per pcs udang. Cara
membaluri udang dengan breadcrumb ialah ambil udang yang telah
melalui tahap battermix lalu taburi dengan tepung roti sambil ditekan
agar tepung roti melekat sempurna (Yuyun dan Rudy, 2006).
15. Penyusuan di atas tray
Penyusunan udang pada tray dilakukan untuk mempermudah
membentuk produk dan proses pembekuan. Penyusunan udang harud
diperhatikan kerapiannya, arah ekor udang serta keseragamannya
(Herlina, 2016).
16. Penimbangan
Penimbangan dilakukan untuk mengetahui jumlah udang yang
akan dibekukan. Penimbangan dilakukan untuk memudahkan proses
perhitungan. Tujuan dilakukan penimbangan adalah untuk mengetahui
berat udang yang akan diterima oleh buyer (Herlina, 2016).
17. Pembekuan
Suhu yang digunakan untuk proses pembekuan biasanya tidak
lebih tinggi dari -30oC. Berbagai alat pembeku dapat digunakan,
misalnya contact freezer, cabinet freezer dan air blast freezer.
Pembekuan dilakukan untuk memperpanjang usia produk. Pembekuan
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi kimia
dan aktivitas enzim (Herlina, 2016). Pembekuan adalah penyimpanan
bahan pangan dalam keadaan beku, agar reaksi – reaksi enzimatis, reaksi
– reaksi kimia serta pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan dan
kebusukan dapat dihambat. Pada proses pembekuan ini digunakan bahan
pendingin (refrigerant) tertentu (Wahyudi, 2003).
18. Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan ini bertujuan untuk melindungi produk dari resiko
kerusakan cacat fisik, mempermudah identifikasi produk, mempermudah
distribusi serta memperindah penampilan pada produk (Zulfikar, 2016).
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan
barang menjadi siap untuk didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai
(Mareta dan Shofia, 2011). Suhu produk saat pengemasan maksimum
5oC, sedangkan suhu ruangan maksimum 16oC (Herlina, 2016)
a. Pengemasan dengan polly bag
Pengemasan produk dilakukan dengan cepat dan hati-hati.
Pengemasan Poly Ethilen (PE) nylon dengan ketebalan ±6 mm ini
termasuk ke dalam kemasan primer (Tasbih, 2017).
b. Packing MC
Pengemasan menggunakan master carton ialah pengemasan yang
dilakukan setelah produk dikemas menggunakan engemas primer,
yang merupakan pengemas sekunder. Kemasan sekunder berfungsi
melindungi produk dari kerusakan, lingkungan luar dan
mempermudah penyimpanan serta distribusi (Herlina, 2016).
19. Metal detecting
Pendeteksi logam (Metal detector) dilakukan untuk mendeteksi
adanya bahan logam yang mengkontaminasi produk. Setiap produk yang
telah dikemas dengan kemsan sekunder akan dilewatkan dalam metal
detector untuk mendeteksi keberadaan logam dan benda asing dalam
produk. Produk yang terdeteksi mengandung logam akan memberikan
bunyi tanda ketika melewati metal detector (Herlina, 2016).
20. Penyimpanan beku
Pengemasan dan pelabelan yang telah selesai dilakukan kemudian
produk dimasukkan kedalam cold stroge dengan suhu -20oC sampai -
28oC yang merupakan penyimpanan terakhir dari produk sebelum
diekspor, dimana produk disimpan dengan menyusun berdasarkan
sizenya, hal ini dilakukan agar saat akan dilakukan pengiriman barang
petugas yang bertugas tidak akan kesulitan untuk mencari produk yang
dimaksud. Cara penyusunan juga harus diperhatikan agar tidak merusak
kemasan bahkan produk didalamnya yang dapat tertindih oleh produk
lainnya. Tujuan dari penyimpanan udang dalam cold storage yaitu untuk
menjaga kondisi udang beku agar selama menunggu proses pemasaran
tetap dalam kondisi yang segar dan masih fresh (Zulfikar, 2016).
21. Pemuatan
Produk yang akan diekspor melalui proses pemuatan, dimana
produk diangkut menggunakan truk kontainer menuju pelabuhan.
Kontainer yang digunakan untuk mengangkut produk dilengkapi dengan
mesin pendingin yang diaur pada kisaran suhu -25oC hingga -22oC.
Proses pengirimin produk harus dilakukan dengan waktu yang relatif
cepat. rantai dingin pada setiap proses termasuk pemuatan harus selalu
dipertahankan untuk meningkatkan mutu produk. Rantai dingin selalu
dijaga dengan suhu sebaiknya dibawah 5oC (Herlina, 2016).
BAB III
TATA LAKSANA KEGIATAN
A. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan magang mahasiswa ini telah dilaksanakan mulai tanggal 17
Februari 2020 sampai dengan 16 Maret 2020 dengan waktu kerja selama 6
hari, pukul 08.00–16.30 WIB. Bertempat di PT Jala Sembilan, Kawasan
Industri Wijaya Kusuma, Jalan Tugu Industri IV Nomor 3, Kelurahan
Randugarut, Kecamatan Tugu, Semarang, Jawa Tengah.
B. Metode Pelaksana Magang
Metode yang digunakan pada pelaksanaan magang antara lain :
1. Pengumpulan Data secara Langsung
a. Wawancara
Wawancara adalah melaksanakan wawancara dengan pihak- pihak
dari instansi yang bersangkutan untuk mengetahui segala hal yang
diperlukan.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung mengenai kondisi dan
kegiatan yang ada di lokasi magang mahasiswa.
2. Pengumpulan Data secara Tidak Langsung
a. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah mencari dan mempelajari pustaka
mengenai permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
pelaksanaan magang mahasiswa.
b. Dokumentasi
Dokumentasi dan data-data adalah pendokumentasian dan
mencatat data atau hasil-hasil yang ada pada pelaksanaan magang
mahasiswa.
3. Praktek dan Aktivitas Langsung
Praktek dan aktivitas langsung adalah ikut serta dengan melakukan
praktek kerja secara langsung dalam setiap kegiatan di PT Jala
Sembilan.
C. Jadwal Kegiatan Magang Mahasiswa
Berikut jadwal pelaksanaan kegiatan magang mahasiswa:
Minggu
No. Kegiatan
1 2 3 4
1. Pengenalan keadaan umum perusahaan
2. Penyediaan dan penyimpanan bahan baku
3. Proses produksi
4. Produk akhir dan penyimpanan produk akhir
5. Pemasaran ekspor dan lokal
6. Laboratorium quality control dan analisis
7. Evaluasi praktek kerja lapangan
BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN EMBAHASAN
A. Profil Perusahaan
1. Sejarah Umum Perusahaan
PT Jala Sembilan Pertama didirikan pada tahun 2008, dimana
awalnya bermula pada tahun 2004 di Indonesia Timur, ketika Bapak
David mengetahui bahwa ada kelebihan pasokan ikan yang ditangkap
oleh nelayan tradisional yang tidak dapat diterima pasar lokal. Beliau
segera melihat potensi industri makanan laut dan bagaimana hal itu dapat
memfasilitasi cara hidup nelayan skala kecil dan menengah. Kondisi ini
membuatnya mulai membangun pabrik pengolahan pertamanya. Seiring
berjalannya waktu dengan banyaknya pengalaman serta dengan
dukungan dari pemasok dan nelayan, PT Jala Sembilan didirikan pada
2008 untuk mematuhi peraturan dan standardisasi negara sebagai
perusahaan perikanan di Indonesia.
Saat ini Jala Group memiliki banyak pabrik yang berlokasi di
seluruh Indonesia dan kami terus tumbuh. Melihat prospek masa depan
dan meningkatnya permintaan untuk pasar lokal dan internasional, kami
akan selalu berusaha untuk meningkatkan standar, efisiensi, dan kualitas
kami untuk memberikan produk terbaik kepada pelanggan kami. PT Jala
Sembilan merupakan perusahaan milik keluarga yang bergerak dibidang
pengolahan hasil laut antara lain yaitu Frozen Seafood Indonesia dan
Value Added Product (VAP). Perusahaan ini telah mendapat sertifikat
sebagaimana Gambar 4.1 Sertifikat PT Jala Sembilan berikut:
2. Visi dan Misi Perusahaan
a. Visi
Untuk menjadi perusahaan makanan laut global dengan produk
berkualitas tinggi di Indonesia.
b. Misi
1) Membangun kemitraan yang baik dan saling menguntungkan dengan
semua mitra
2) Menghasilkan produk dengan kualitas terbaik untuk mencapai
kepuasan pelanggan
3) Berkomitmen untuk membangun kemitraan dengan pemasok yang
bertanggung jawab dan ramah lingkungan untuk memastikan
pasokan yang berkelanjutan dan berkelanjutan
3. Lokasi
PT Jala Sembilan berlokasi di Kawasan Industri Wijayakusuma,
Randu Garut, Kecamatan Tugu, Kabupaten Semarang, 50181, Provinsi
Jawa Tengah. Adapun batas-batas lokasi PT Jala Sembilan sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara: Pabrik Sablon
b. Sebelah Selatan: Distributor Bahan Kimia NAOH
c. Sebelah Barat: PT Excosindo Citra Persada
d. Sebelah Timur: PT IPAL
Bila ditinjau dari lokasi pabrik ada beberapa faktor pendukung yang
sangat menguntungkan, yaitu:
a. Sumber energi yang berupa listrik (PLN) dan jaringan telekomunikasi
tersedia cukup.
b. Kebutuhan air yang digunakan untuk kegiatan produksi diambil dari
sumur artesis (air tanah).
c. Berdekatan dengan PT IPAL sehingga memudahkan dalam proses
pengolahan limbah.
d. Kemudahan dalam mendapatkan sumber tenaga kerja karena berasal
dari penduduk sekitar perusahaan.
e. Keberadaan kawasan industri memberikan kemudahan dan kelancaran
transportasi bagi perusahaan dalam melakukan proses ekspor.
4. Tata Letak Bangunan, Mesin, dan Peralatan
Layout merupakan suatu desain atau tata letak dari fasilitas-fasilitas
produksi yang mencakup mesin-mesin, bahan baku, dan perlatan produksi
lainnya dalam satu tempat yang menentukan efisiensi sebuah operasi
dalam jangka panjang. Layout yang baik mempertimbangkan bagaimana
memperoleh penggunaan yang tinggi pada masing-masing ruangan
(Maarif dan Hendri, 2006). PT Jala Sembilan memiliki luas 1.500 m2
dimana bangunan pabrik terdiri dari kantor, laboratorium, ruang produksi,
Cold Storage, ABF, ruang mekanik, gudang, ruang mesin, tempat parkir,
ruang ganti karyawan, gudang penyimpanan MC, loker, ruang istirahat
karyawan, toilet, musholla, dan pos keamanan. Tata letak perusahaan
untuk lebih jelasnya dapat diketahui dengan melihat denah perusahaan
yang terdapat dalam Lampiran 2.
Pada ruang proses perusahaan ini menggunakan pola aliran
berbentuk U. Hal ini dikarenakan proses produksi berlangsung singkat,
relatif sederhana, dan hanya mengandung sedikit komponen atau beberapa
peralatan produksi serta lokasi yang sempit. Hal ini sesuai dengan Sahroni
(2003), kelancaran aliran proses produksi merupakan faktor utama yang
sangat berpengaruh terhadap efesiensi dan produktifitas produksi
perusahaan. Kelancaran proses produksi dipengaruhi beberapa faktor salah
satunya desain tata letak atau tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas
perusahaan. Penempatan fasilitas produksi yang tepat diharapkan
memberikan dampak terhadap pemanfaatan luas area atau keterbatasan
tempat pemesinan atau fasilitas lainnya, serta dapat memperlancar gerakan
perpindahan material dari setiap unit sehingga diperoleh suatu aliran
proses kerja yang lancar, teratur dan aman.
25 M
4.2 m
Ingredients
2.5 m
CONVEYOR RUANG
RUANG ALAT
7.4 m
2.5 m MESIN
GENCET
RUANG
PROCESSING AREA
SANITATION
ROOM
2.5 m
1.8 m
28 m
WASTAF
FOOTBA
EL &
ABF
TH
RUANG ROTI AREA PACKING
6.6 m
SOAKING OUT
ROOM IN
C/S
COLD STORAGE RUANG
GANTI
RUANG
GANTI
10.8 m
PREPARE RAW
MATERIAL
LOKER
15.5 M
TOILET
5m
ANTEROO M
TOILET
Ru an g
4m
4.2 M
HALAMAN
LABORATORIUM
BAK SAMPAH
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktek magang mahasiswa
dengan topik yang berjudul “Pengendalian Mutu Bahan Baku Ebi Fry di PT
Jala Sembilan, Semarang” adalah sebagai berikut :
1. Bahan baku yang ada di PT Jala Sembilan sebagai bahan baku pengolahan
ebi fry ialah udang vaname, tepung Predust CP-L00382, battermix CB-
L00582, breadcrumb white FW-735A10 dan breadcrumb orange FO-
729A10, garam, MTR-79.
2. Pengendalian mutu terhadap bahan baku meliputi pengendalian mutu
terhadap udang vaname, tepung predust, battermix, breadcrumb white dan
breadcrumb orange, garam, serta MTR-79.
3. Berdasarkan evaluasi mutu bahan baku yang dilakukan menunjukkan
bahwa telah dilakukan pengawasan mutu terhadap beberapa bahan baku di
PT Jala Sembilan.
B. Saran
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis memberikan saran
yang diharapkan menjadi masukan penting dan manfaat bagi perusahaan
untuk menentukan langkah lebih lanjut yang akan mempengaruhi kualitas
produk yang dihasilkan :
1. Memperhatikan sanitasi dan hygiene dengan memberikan jalur khusus dari
ruang penerimaan sampai kepada ruang penyimpanan produk akhir, agar
karyawan yang diharuskan berlalu-lalang tidak akan membawa cemaran
apapun dari luar ke dalam. Mempertegas adanya pemakaian seragam
lengkap dari penutup kepala sampai sepatu boots pada seluruh karyawan
tanpa pengecualian, untuk menghindari kontaminasi pada bahan baku yang
akan mempengaruhi pada produk akhir.
2. Melakukan penyimpanan bahan baku dengan baik dan benar, jika bahan
baku masih akan lama digunakan sebaiknya tidak terlalu lama dibiarkan
berada pada receiving room sebagai tindakan antisipasi rusak dan
tercemarnya bahan yang dapat kontak dengan benda lain maupun
karyawan.
3. Memperbaiki sarana dan prasarana kesehatan serta tempat beristirahat
karyawan. Sebab kesehatan dan semangat karyawan akan sangat
mempengaruhi pengolahan bahan baku mejadi produk akhir yang siap
untuk dieskpor. Karyawan yang kurang sehat juga dapat mencemari proses
pengolahan, dan jumlah karyawan yang bekerja dengan maksimal juga
akan mempengaruhi produk akhir.
4. Mempertahankan sistem pengendalian dan meningkatkan pengawasan
mutu pada bahan baku ebi fry pada PT Jala Sembilan agar tetap
mendapatkan bahan baku dengan kualitas terbaik dan menghasilkan
produk akhir yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arsad, Sulastri., Ahmad Afandy., Atika P. Purwadhi., Betrina Maya V., Dhira K.
Saputra., Nanik Retno dan Buwono. 2017. Studi Kegiatan Budidaya
Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Penerapan
Sistem Pemeliharaan Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan
9(1): 1 – 14.
BSN (Badan Standarisasi Nasional). 1995. SNI 01‐3840: Syarat Mutu Roti Tawar.
Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional). 2006. SNI 01-2728: Udang Segar – Bagian
1: Spesifikasi. Jakarta.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal
Litbang Pertanian. 27(4): 124 – 130.
Junais, Isnam., Nurdin Brasit dan Rindam Latie. 2011. Kajian Strategi
Pengawasan dan Pengendalian Mutu Produk Ebi Furay PT. Bogatama
Marinusa.
Lindawati, Nesti Anisa., Ishardita Pambudi Tama, dan Ceria Farela Mada
Tantrika. 2019. Perancangan Proses Produksi Alat Antrian C2000
dengan Menggunakan IDEFØ, FMEA dan RCA. Jurnal Rekayasa dan
Manajemen Sistem Industri. 3(2): 09-410.
Maulana, Khoironni Devi., Muhammad Mu’min Jamil., Priyus Eka Manunggal
Putra., Baiti Rohmawati dan Rahmawati. 2017. Peningkatan Kualitas
Garam Bledug Kuwu Melalui Proses Rekristalisasi dengan Pengikat
Pengotor CaO, Ba(OH)2, dan (NH4)2CO3. Journal of Creativity Student.
2(1): 42 – 46.
Nugroho, Setyo Adi., Eko Nurcahya Dewi, dan Romadhon. 2014. Pengaruh
Perbedaan Konsentrasi Karagenan Terhadap Mutu Bakso Udang
(Litopenaeus vannamei). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan. 3(4): 59 – 64.
Purnamasari, Indah., Dewi Purnama, dan Maya Angraini Fajar Utami. 2017.
Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak
Intensif. Jurnal Enggano. 2(1): 58 – 67
Suryaningrum, Theresia Dwi., Syamdidi dan Erna Maya Rizki. 2013. Penggunaan
Berbagai Garam dan Bumbu pada Pengolahan Pindang Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus). JPB Kelautan dan Perikanan. 8(1): 23 – 34.
Tasbih, Muhammad. 2017. Proses Pengolahan Udang Beku (Frozen Shrimp)
Peeled and Deveined (PD) dengan Metoda Pembekuan Individually
Quick Frozen (IQF) pada PT. Dua Putra Utama Makmur Tbk Pati Jawa
Tengah.
Wahyudi. 2003. Penerimaan dan Persiapan Bahan Baku Udang. Bagian
Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional.
Yusniaji, Fahmi dan Erni Widajanti. 2013. Analisis Penentuan Persediaan Bahan
Baku Kedelai yang Optimal dengan Menggunakan Metode Stockhastic
pada PT. Lombok Gandaria. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan.
13(2): 158 – 170.
Zulfikar, Rully. 2016. Cara Penanganan yang Baik Pengolahan Produk Hasil
Perikanan Berupa Udang. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 5(2): 29
–31.
Mareta, Dea Tio dan Shofia Nur A. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan
Bahan Kemas Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin.
Mediargo. 7(1): 26 – 40.
Nadhif, Muhammad. 2016. Pengaruh Pemberian Probiotik Pada Pakan dalam
Berbagai Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan dan Mortalitas Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei). Skripsi Universitas Airlangga,
Malang.
Rohmah, Shofiyatur dan Lilis Sulistyorini. 2017. Gambaran Konsumsi Udang
Berklorin Terhadap Keluhan Kesehatan Gastrointestinal Pekerja Sub
Kontrak Perusahaan X. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 9(1): 57 – 65.
Yuyun, A., dan Rudy Sujanto. 2006. Membuat Ayam Olahan Balut Tepung. Agro
Media Pustaka, Jakarta.
LAMPIRAN
Pencucian 1
Pencucian 1
Pemotongan kepala
Pencucian 2
Pensortasian
Pengupasan kulit
Pengecekan akhir
Pencucian 3
Stretching
Perendaman
Pencucian 4
Pengkoreksian akhir
Predust
Battermix
Breading
Penimbangan
Pembekuan
Pengemasan MC
Pendetekasian logam
Penyimpanan beku
Pemuatan