PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor perkebunan adalah salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia. Hal
ini dilihat dari keunggulan perekonomian Indonesia yang lebih banyak terdapat pada kegiatan
produksi yang berbasis sumber daya alam dibandingkan dengan kegiatan produksi yang
berbasis teknologi maupun tanam modal. Salah satu sektor industri pengelolaan sumber daya
alam ini adalah melalui pemasaran produksi gula pasir.
Pada saat ini sudah banyak ditemukan berbagai macam cara produksi untuk
mendapatkan produk gula pasir dari bahan alam, seperti gula pasir dari jagung, dan gula pasir
dari jagung. Kedua bahan tersebut merupakan salah satu komoditi utama didalam sektor
pertanian Indonesia. Pada pembuatan gula pasir dari jagung umunya dilakukan beberapa
proses seperti :
Likuifikasi
Sacharifikasi
Filtrasi
Evaporasi
Isomerisasi
Dekolorisasi, dan lain-lain.
Keuntungan gula pasir dari bahan baku produksi jagung adalah gula ini baik bagi
penderita para diabetes karena jenis gula ini termasuk ke dalam jenis non-sintetis yang
memiliki kadar kalori cukup rendah yang bagus untuk mengontrol kadar glukosa di dalam
darah.
Namun, dilihat dari berbagai keuntungan tersebut permintaan pasar untuk konsumsi
gula jagung lebih kecil daripada gula tebu.
Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula.
Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-
rumputan. Di Indonesia, tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra. Untuk
pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di
pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan
sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan
dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasses) dan air (Hartoyo,
2011).
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu
rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting dalam genus
Saccharum sebab kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah
(Wijayanti, 2008) Beberapa peneliti berkesimpulan bahwa tanaman tebu berasal dari India,
berdasarkan catatan- catatan kuno dari negeri tersebut. Bala tentara Alexander the Great
mencatat adanya tanaman di negeri itu ketika mencapai India pada tahun 325 SM
(Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005). Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Glumiflorae
Famili : Graminae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L. (Tarigan dan Sinulingga, 2006).
Pada tanah yang cocok akar tebu dapat tumbuh panjang mencapai 0,5—1,0 meter.
Tanaman tebu berakar serabut maka hanya pada ujung akar-akar muda terdapat akar rambut
yang berperan mengabsorpsi unsur-unsur hara (Wijayanti, 2008). Tanaman tebu memiliki akar
setek yang disebut juga akar bibit, tidak berumur panjang, dan hanya berfungsi pada saat
tanaman masih muda. Akar ini berasal dari cincin akar dari setek batang, disebut akar primer
(Miller dan Gilbert, 2006). Kemudian pada tanaman tebu muda akan tumbuh akar tunas. Akar ini
merupakan pengganti akar bibit, berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama
tanaman tebu tumbuh (James, 2004).
Cara pemurnian nira yang banyak dilakukan di Indonesia ada 3 macam, yaitu :
1. Cara Defekasi ; cara ini adalah yang paling sederhana tetapi hasil pemurniannya juga belum
sempurna, terlihat dari hasil gulanya yang masih berupa kristal yang berwarna merah atau
coklat. Pada pemurnian ini hanya dipakai kapur sebagai pembantu pemurnian.
Pemurnian nira dengan cara defekasi dibagi menjadi :
Defekasi Dingin
Pada defekator ditambahkan susu kapur sehingga pH menjadi 7.2 – 7.4. Setelah itu
baru nira dipanaskan lalu menuju ke pengendapan. Pada defekasi dingin reaksi antara
CaO dengan Phospat lebih lambat, tetapi inversi dapat dikurangi. Karena suhu dingin
maka absorbsi bahan bukan gula oleh endapan yang terbentuk lebih jelek
dibandingkan defekasi panas.
Defekasi Panas
Nira mentah dari gilingan dipanaskan terlebih dahulu, lalu direaksikan dengan susu
kapur.
Defekasi Bertingkat
Susu kapur ditambahkan pada nira dalam keadaan dingin hingga pH 6.5, kemudian
nira dipanaskan dan ditambahkan susu kapur lagi hingga pH 7.2 – 7.4.
Defekasi sachharat
Sebagian nira ditambahkan susu kapur sedangkan sebagian yang lain dipanaskan,
kemudian dicampur.
2. Prinsip proses pemurnian ini adalah memproses nira mentah dengan menambahkan susu
kapur dan gas SO2. Susu kapur ditambahkan berlebih kemudian dinetralkan oleh gas SO2.
Dengan adanya penambahan reagen tersebut akan timbul endapan yang berfungsi sebagai
pengadsorbsi bahan bukan gula. Cara ini adalah lebih baik dari defekasi, karena sudah dapat
dihasilkan gula yang berwarna putih. Pada pemurnian cara ini dipakai kapur dan gas hasil
pembakaran belerang sebagai pembantu pemurnian. Beberapa modifikasi dalam proses
sulfitasi antara lain :
Sulfitasi Asam
Pada proses ini nira yang sudah dipanasi ditambahkan gas SO2 hingga pH 4.0
selanjutnya ditambahkan susu kapur hingga pH 8.5 dan dinetralkan kembali dengan
gas SO2 hingga pH 7.2 – 7.4.
Sulfitasi Alkalis
Pada proses ini nira ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5 kemudian dinetralkan
dengan gas SO2. Pertimbangan penggunaan sulfitasi alkalis karena tingginya kadar
P2O5.
Sulfitasi Netral
Pada proses sulfitasi ini pH nira dalam defekator sekitar 8.5. Pertimbangan
melakukan sulfitasi netral adalah seimbangnya kadar P2O5, Fe2O3 dan Al2O3.
3. Proses karbonatasi adalah pemurnian dengan menambahkan susu kapur berlebihan dan
dinetralkan menggunakan gas CO2. Endapan yang terbentuk adalah endapan CaCO3.cara ini
adalah yang terbaik hasilnya dibanding dengan dua cara diatas. Tetapi biayanya yang paling
mahal. Pada pemurnian ini dipakai sebagai bahan pembantu adalah kapur, gas asam arang
( CO2 gas hasil pembakaran belerang. Ada dua macam modifikasi dalam proses karbonatasi,
yaitu :
Karbonatasi Tunggal
Pada proses ini proses pencampuran dilakukan dalam satu reaktor. Nira ditambahkan
susu kapur berlebih kemudian dinetralkan menggunakan gas CO2. Alkalinitas dijaga
antara pH 9 sampai 10.
Karbonatasi Rangkap
Pada dasarnya prosesnya adalah sama dengan karbonatasi tunggal. Tetapi pemberian
gas CO2 terbagi, yaitu apabila susu kapur habis alkalinitas dijaga tetap pada pH 10.5
kemudian nira ditapis. Hasil tapisan ini dialiri gas CO2 lagi (Kuswurj, 2008).
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
2. beaker glass
3.alat pemanas
4.pengaduk magnetik
5.kertas lakmus
6.colour reader
7.neraca
8.mesin pengayak
11. erlenmeyer
2. larutan kapur
3. GKP
4. Larutan Iodium
6. HCL (5%)
7. larutan kanji (0,2%)
8. aquades
2. Defekasi
3. Warna GKP
4. Besar Butir
5. Residu SO2
A. Blanko
B. Sampel
1. Derajat Brix
Pada praktikum kali ini dilakukan lima acara, untuk acara pertama yaitu derajat
brix nira. Derajat brix merupakan jumlah zat padat yang terlarut. Hal pertama yang
dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Alat yang digunakan yaitu hand refractometer, sedangkan bahan yang digunakan yaitu
nira dari tebu dengan kulit dan nira tebu tanpa kulit. Pertama nira dengan kulit dan nira
tanpa kulit dilakukan pengukuran dengan han refraktrometer, fungsi dari reflaktometer
yaitu dapat digunakan untuk menganalisis kadar sukrosa pada bahan makanan.
Refraktometer terdiri atas beberapa bagian, yaitu kaca prisma, penutup kaca prisma,
sekrup pemutar skala, grip pegangan, dan lubang teropong (Atago 2000). Satuan skala
pembacaan refraktometer yaitu °Brix, yaitu satuan skala yang digunakan untuk
pengukuran kandungan padatan terlarut (Purwono 2002). Skala °Brix dari refraktometer
sama dengan berat gram sukrosa dari 100 g larutan sukrosa. Jika yang diamati adalah
daging buah, skala ini menunjukkan berat gram sukrosa dari 100 g daging buah.
Selanjutnya pengukuran dilakukan tiga kali pengulang dan setelah itu diamati
perbedaannnya.
2. Defekasi
Acara kedua yaitu defekasi pada derajat brix nira, defekasi merupakan suatu
kegiatan pemurnian nira dengan menggunakan kapur. Hal pertama yang dilakukan
sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang
digunakan yaitu beaker glass, alat pemanas, pegaduk magnetik, kertas lakmus, hand
refractrometer. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu nira dengan kulitnya, nira tanpa
kulit dan larutan kapur. Pertama ambil 150 nira dengan kulit dan nira tanpa kulit, setelah
itu dilakukan pemanasan dan dilakukan penambahan kapur fungsi dari penambahan
kapur ini yaitu untuk memurnikan nira, dan dilakukan pemanasan kembali dengan
diaduk fungsi dari pengadukan yaitu menghomogenkan larutan. Setelah pemanasan
selesai didinginkan sebentar, kemudian direflaktometer, fungsi dari reflaktometer yaitu
dapat digunakan untuk menganalisis kadar sukrosa pada bahan makanan. Refraktometer
terdiri atas beberapa bagian, yaitu kaca prisma, penutup kaca prisma, sekrup pemutar
skala, grip pegangan, dan lubang teropong (Atago 2000). Dan selnjutnya dilakukan
perbandingan sebelum dan sesudah didefekasi.
3. Warna GKP
Acara yang ketiga yaitu pengukuran warna. Pengukuran warna dilakukan untuk
mengetahui perbedaan antara gula kristal putih denngan kualitas 1 dan gula kristal putih
dengan kualitas 2. Hal pertama yang dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan
alat dan bahan. alat yang digunakan yaitu coloureader, sedangkan bahan yang digunakan
yaitu gula kristal putih kualitas 1 dan gula kristal putih kualitas 2. Pertama ambil sampel
gula dengan perbedaan kualitas ukur dengan menggunakan coloureader, fungsi dari
pengukuran menggunakan coloureader yaitu warna dapat diukur secara sistematis (de
Man,1999).
4. Besar Butir
Acara yang keempat yaitu pengukuran besar butir dari gula kristal putih.
Pengukuran ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran butir dari masing-masing gula
kristal putih. Sama seperti acara yang lain hal pertama yang dilkukan sebelum praktikum
yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum. Alat yang
digunakan yaitu neraca, mesin pengayak, dan ayakan 16, 18, 20, 25 dan 40 mesh
sedangkan bahan yang digunakan yaitu gula kristal putih dengan perbedaan ukuran.
Pertama siapkan masing-masing 60 gram gula kristal putih dengan perbadaan ukuran
dan lakukan pengayakan menggunakan ayakan dengan perbedaan mesh, fungsi dari
ayakan ini yaitu untuk memperoleh kristal gula dengan ukuran terkecil. Standar nasional
indonesia (2010), menyatakan bahwa standar besar jenis butir yaitu antara 0,8-1,2.
5. Residu SO2
A. Blanko
Acara penentuan residu belerang oksida dibagi menjadi dua yaitu titrasi
blanko dan titrasi sampel. Untuk titrasi blanko bahan yang digunakan yaitu
aquadest, indikator, dan HCL. Pertama ambil 150 ml aquadest, lakukan
penambahan 10 ml indikator amilum dan 10 l HCL. Setelah itu titrasi
menggunkan larutan Iodin sampai berubah warna, fungsi dari tirasi iodin ini yaitu
untuk mendeteksi adanya residu belerang pada gula kristal putih.
B. Sampel
Titrasi sampel ini dilakukan sama seperti dengan titrasi blanko, hanya saja
di titrasi sampel ini menngunakan sampel berupa gula kristal putih. Bahan yang
digunakan yaitu aquades, HCL, dan indikator amilum. Pertama larutkan gula
kristal putih dalam 10 ml aquadest aduk dengan spatula sampai homogen. Setelah
itu lakukan penamabahan 10 ml HCL dan 10 ml amilum. Titrasi dengan iodin
sampai berubah warna, fungsi dari tirasai iodin ini yaitu untuk mendeteksi adanya
residu belerang pada gula kristal putih.
DAFTAR PUSTAKA
Hana, 2013. Ketetapan SO2 pada bahan makanan dan minuman. Yogyakarta.
Penerbit Andi.
Kuswurj, R., 2009. Sugar Technology and Research: Kualitas Mutu Gula Kristal Putih.
Surabaya : Institut Teknologi Surabaya
Purnomo, 2003. Penentuan Rendemen Gula Tebu Secara Cepat. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Risvan, K. 2009. Penentuan Kadar Gula Reduksi Nira Tebu. semarang. Permata
indah
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/04/05/produksi-gula-tebu-perkebunan-
besar-capai-1000-ton-pada-2021#:~:text=Menurut%20keterangan%20di%20situs
%20resmi,juta%20ton%20gula%20kebutuhan%20industri.
https://pdfcoffee.com/makalah-gula-jagung-pdf-free.html