Anda di halaman 1dari 21

Makalah Industri Hilir Agro

Pembuatan Gula Cair dari Singkong dan Kulit Singkong Bagian Dalam dan
Perancangan Tangki Berpengaduk Pada Proses Likuifikasi dan Proses
Evaporasi

Disusun oleh :

Muhammad Andri Apriadi 0616 4042 2656

Dosen : Ir.Erwana Dewi, M. Eng

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG

2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan pangan merupakan hal yang sangat kompleks dalam
kehidupan manusia. Bahan pangan ini harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup
manusia itu sendiri. Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk
terbanyak di dunia, tentu memerlukan bahan pangan yang banyak pula. Sehingga
dalam pemenuhan bahan pangan, berbagai cara dilakukan seperti penggunaan
bibit unggul sampai perluasan lahan produksi. Bahkan jika produksi dalam negeri
tidak mencukupi kebutuhan pangan nasional, impor pun menjadi jalan terakhir.
Indonesia sendiri masih tergantung pada impor untuk lima bahan pokok, salah
satunya adalah gula. Produksi gula dalam negeri masih belum mampu memenuhi
kebutuhan gula nasional, apalagi di Indonesia para produsen gula masih
mengeluhkan biaya produksi yang mahal dan hasilnya pun belum mampu
bersaing dengan gula impor baik dalam kualitas maupun kuantitas.
Pemanis alternatif yang berpotensi adalah gula cair. Gula cair mudah
dibuat dari hidrolisis pati. Sumber pati pun melimpah seperti singkong (Dr. Nur
Richana, periset di Balai Besar Pascapanen Pertanian). Namun, sumber pati tidak
hanya terdapat pada daging singkongnya saja, tetapi juga ada dalam kulit
singkong. Pada penelitian kali ini dilakukan pembuatan gula cair dengan
menggunakan daging singkong dan kulit bagian dalam singkong. Selama ini kulit
singkong hanya menjadi limbah. Mengapa kulit singkong? Kulit singkong
memiliki kandungan karbohidrat tinggi yang dapat dikonsumsi pula oleh manusia.
Presentase jumlah limbah kulit singkong sendiri untuk bagian luar sebesar 0,5-2%
dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8-15%.
Kulit bagian dalam inilah yang digunakan untuk dijadikan gula cair. Limbah kulit
singkong ini dapat menjadi alternatif lain sehingga produksi singkong tidak hanya
difokuskan pada isinya saja sedangkan kulitnya hanya terbuang percuma.
Selain itu pada penelitian ini juga dirancang alat untuk pemasakan pada
proses likuifikasi tujuannya untuk memudahkan pada proses pengadukan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembuatan gula cair dari singkong dan kulit singkong ?
2. Bagaimana cara membuat perancangan tangki berpengaduk pada proses
likuifikasi dan proses evaporasi ?

1.3 Tujuan
1. Memanfaatkan singkong menjadi gula cair
2. Memanfaatkan limbah yang dianggap tidak berguna menjadi olahan
makanan yang bermanfaat.
3. Mengolah singkong dan kulit singkong menjadi gula cair
4. Menjelaskan proses pembuatan singkong dan kulit singkong menjadi gula
cair
5. Gula cair sebagai solusi alternatif pengganti glukosa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsumsi Gula Di indonesia


Konsumsi gula pada tahun ketahun selalu meningkat di berbagai sektor.
Banyaknya gula yang dikonsumsi ini adalah tanda bahwa keinginan konsumsi
pangan juga semakin tinggi. Maka itu gula sering dikaitkan dengan kesejahteraan
suatu bangsa. Berbeda dengan konsumsi garam dan lainnya. Gula yang
dibutuhkan adalah gula pasir maupun gula cair oleh industri kecil maupun
menengah. Namun, persediaan gula di Indonesia tidak mencukupi sehingga
pemerintah mengambil kebijakan untuk impor. Indonesia merupakan negara
pengimpor gula mentah terbesar di dunia. Menurut pelaku bisnis, total impor
tahun ini akan naik 200 ribu ton menjadi 3,2 juta ton, termasuk 400 ribu ton untuk
membuat monosodium glutamate.
Sekitar setengah dari jumlah permintaan gula di Indonesia diproduksi
dengan cara mengolah tebu lokal. Sisanya didapat dengan memurnikan gula
mentah impor. Sudah ada tiga pabrik gula berkapasitas total 1 juta ton yang siap
beroperasi pada akhir tahun ini. Dengan tambahan ini, kapasitas produksi gula
mencapai 3,7 juta ton. Namun pabrik-pabrik itu kemungkinan beroperasi di bawah
kapasitasnya ketika total produksi sudah lebih besar dari permintaan. (Manoj
2013).
Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya tren impor mengalami
kenaikan yang cukup signifikan. Hal itu terlihat dari data BPS di mana sejak tahun
2009 hingga 2011 selalu meningkat, 2009 impor sebanyak 1,3 juta ton, 2010 1,7
juta ton dan 2011 sampai dengan September mencapai 1,8 juta ton. Menurutnya,
dengan membesarnya porsi impor gula hal itu akan berdampak negatif bagi
Indonesia, apakah dari harga gulanya atau keberlangsungan industri dan tenaga
kerjanya. "Semakin banyak gula impor yang masuk, tentu hal itu akan
menurunkan harga gula itu, di samping juga industrinya. Ini yang harus kita
waspadai. Kalau kita melihat data impor saat ini, kita perkirakan impor gula pasir
dan gula tebu hingga akhir tahun mencapai 2,4 juta ton (Wahyuningsih 2013).
Tabel 2.1 Kebutuhan Gula Nasional
Tahun Total Produksi (ton) Kubutuhan Nasional (ton)
2009 2.299.504 2.593.658
2010 2.214.488 2.663.003
2011 2.228.259 2.692.833
2012 2.662.127 2.613.272
2013 2.551.024 2.642.125
2014 2.579.173 2.841.897
2015 2.623.923 2.817.743

Sumber : http://ptpn10.co.id/blog/2015-impor-gula-indonesia-capai-2882811-ton
diakses tanggal 18 Mei 2017

Dari data di atas kebutuhan gula nasional setiap tahun semakin meningkat,
untuk itu perlu dilakukan pembuatan gula alternatif baik dari buah-buahan
ataupun dari pati seperti dari singkong.

2.2 Singkong
Singkong Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik
rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis
singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan.
Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin.
Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya
asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan
mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan
racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida. Umbi yang rasanya manis
menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih
segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis
singkong yang manis, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan
kadar racunnya. Dari umbi ini dapat pula dibuat tepung tapioka (Anonima,2010).
Singkong sebagai sumber pati ketersediaannya memadai. Luas penanaman
singkong cenderung meningkat. Pada 2008, luas tanam kerabat jarak itu 1.204.933
ha meningkat dari setahun sebelumnya yang 1.201.481 ha. Harganya pun lebih
murah ketimbang sumber pati lain seperti jagung. Selain itu rendemen juga sangat
tinggi, mencapai 8095%. Artinya dari sekilo tapioka menghasilkan 800-950 gram
gula cair. Untuk memproduksi gula cair, produsen dapat memanfaatkan tapioka
alias tepung singkong. Dari sekilo singkong menghasilkan 250-300 g pati
(Anonimb, 2010).
Tabel 2.2 Komposisi kandungan kimia per 100 gr singkong
Unsur Kimia Kandungan Kimia
Kalori 146 kal
Protein 1,2 gr
Lemak 0,3 gr
Hidrat Arang 34,7 gr
Kalsium 33 mg
Fosfor 40 mg
Zat Besi 0,7 mg
Vitamin B1 0,06 mg
Vitamin C 30 mg
Dari kandungan tersebut 75 % bagian buah atau umbi dapat dimakan . (Thomas
A.N.S 1989).
Saat ini harga gula pasir Rp 14.000 per kg. Gula asal tebu Sacharum
officinarum merupakan sumber pemanis utama. Kebutuhan gula nasional
mencapai 4,3-juta ton per tahun. Padahal, produksi dalam negeri hanya 2,72-juta
ton per tahun, sehingga untuk mencukupi kebutuhan Indonesia harus mengimpor.
Pantas bila harga gula cenderung melonjak karena hampir 50% kebutuhan
nasional bergantung pada impor. Bila harga gula di pasar dunia naik, maka harga
di dalam negeri pun ikut melonjak. Oleh karena itu konsumen-terutama dunia
industri-melirik sumber pemanis alternatif.
Menurut Dr Nur Richana, periset di Balai Besar Pascapanen Pertanian,
pemanis alternatif yang berpotensi adalah gula cair. ‘Gula cair dapat mudah dibuat
dari hidrolisis pati. Sumber pati pun melimpah seperti singkong, kata Richana
(Anonimc, 2010). Hidrolisis langsung dapat dijadikan sebagai proses alternatif
pengolahan singkong guna mengoptimalkan pemanfaatan singkong.
Melalui proses ini, sejumlah tahapan proses seperti ekstraksi dan
pengeringan pati, serta penanganan onggok atau limbah cairnya dapat
dikurangi. Produk hasil hidrolisis dapat berupa hidrolisat pati dan serat pangan
(dietary fiber). Hidrolisat pati dapat dimanfaatkan untuk keperluan
industriindustri pembuatan sirup glukosa, high fructose syrup, high glucose
syrup, dan lainlain sementara serat pangan dapat diaplikasikan di industri-
industri pengolahan pangan.

2.3 Pembuatan Gula Cair dengan Menggunakan Hidrolisis Pati dengan


Asam
Hidrolisis dengan HCl Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan katalis
asam maupun enzim. Jika pati dipa naskan dengan asam akan terurai
menjadi molekul yang lebih kecil secara berurutan dengan menghasilkan
glukosa. Asam akan menghidrolisis semua jenis polisakarida yang mampu
terhidrolisis (Radley, 1976).
Asam lebih cepat mengkatalis hidrolisis komponen pati dibandingkan
dengan polisakarida non-pati lainnya. Ikatan α-1,4-glikosidik pada pati
bersifat lebih fleksibel sedangkan ikatan β-1,4-glikosidik padaselulosa
berbentuk lurus dan lebih keras (Pomeranz, 1991). Asam akan merusak
danmemutus ikatan polimer terutama bagianamorf terlebih dahulu dan reaksi
akan lebih cepat pada suhu tinggi [Murphy (2000) didalam Phillips dan
William (2000)].
1. Hidrolisat Pati
a. Gula Pereduksi dan Gula Total Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan
bantuan asam maupun enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai
menjadi molekul-molekul yang lebih kecil secara ber-urutan dengan hasil
akhir glukosa (Gaman dan Sherington, 1981). Asam akan meng-hidrolisis
semua jenis polisakarida yang mampu terhidrolisis. Hidrolisis asam mampu
mendegradasi komponen pati dan non-pati dalam suatu polisakarida (Radley,
1976). Secara umum, kandungan gula pereduksi mengalami peningkatan
dengan berbedanya perlakuan penam-bahan HCl. Perbedaan nilai gula pere-
duksi dapat disebabkan oleh perbedaan konsentrasi substrat yang akan
dihidrolisis.
Pada perlakuan 3, konsen-trasi HCl yang ditambahkan lebih banyak
sehingga tingkat degradasi pati selama hidrolisis lebih tinggi. Asam kuat HCl
akan merusak ikatan polisakaridadalam bahan dengan memotong secara acak
molekul polisakarida menjadi bagian yang lebih kecil. Akibatnya, jumlah
polisakarida yang terhidrolisis lebih banyak dan jumlah gula pereduksi serta
gula total dalam hidrolisat lebih tinggi. Komponen utama dalam bahan
sebagian besar adalah serat (selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin) se-
dangkan pati sebagian besar telah terhid-rolisis pada proses sebelumnya. Gula-
gula yang dihasilkan terutama berasal dari selulosa dan hemiselulosa,
sedangkan lignin tersusun dari senyawa fenolik bukan termasuk polisakarida.
Baik gula pereduksi maupun non-pereduksi terbaca sebagai gula total (Setiawan,
2006).
Hidrolisa merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil atau OH-oleh suatu
senyawa. Gugus OH-dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisa dapat
digolongkan menjadi hidrolisa murni, hidrolisa asam (penambahan katalis
asam), hidrolisa basa (penambahan katalis basa), dan hidrolisa enzim.
Hidrolisa ampas singkong terjadi antara ampas singkong dengan air. Pada
reaksi hidrolisa ini air akan memecah komponen karbohidrat atau
hemiselulosa menjadi gula atau monosakarida yang lebih sederhana seperti
glukosa, galaktosa, dan mannose.
Reaksinya :
(C6H10O5)n+nH2O nC6H12O6...........................................................(1)
Hidrolisa polisakarida menjadi glukosa berlangsung sangat lambat,
sehingga dalam reaksinya membutuhkan katalisator untuk mempercepat
terjadinya proses hidrolisa. Katalisator yang biasa digunakan adalah asam atau
enzim. Asam yang digunakan dalam hidrolisa bisa asam-asam organik (zahro
dan Istiorini,2006 )
b) Hidrolisis asam dengan HCl Bahan hidrolisis asam adalah residu (serat)
hasil filtrasi hidrolisis enzimatis. Asam yang digunakan adalah HCl tek-nis pada
tiga konsentrasi (0,1 N; 0,3 N; dan 0,5 N). Penambahan asam dilaku-kan hingga
pH 2,3 untuk mencapai kondisi optimal hidrolisis. Hidrolisis dilakukan dalam
autoklaf pada suhu 115 °C selama 1 jam. Hasil hidrolisis dipisahkan dengan
filtrasi untuk meng-hasilkan hidrolisat dan serat (residu). Sebelum dianalisis,
hidrolisat dinetral-kan dengan NaOH 0,1 N. Kebutuhan gula Indonesia secara
nasional pada tahun 2006 diperkirakan mencapai 3,8 juta ton, sementara produksi
gula diperkirakan hanya sekitar 2,6 juta ton.
Data ini menggambarkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri, Indonesia harus mengimpor gula sebanyak 1,2 juta ton (Susila, 2006).
Sampai saat ini peran gula sebagai pemanis masih didominasi oleh gula pasir
(sukrosa). Berdasarkan kenyataan tersebut, harus diusahakan alternatif bahan
pemanis selain sukrosa. Dewasa ini telah digunakan berbagai macam bahan
pemanis alami dan sintesis baik itu yang berkalori, rendah kalori, dan nonkalori
yang dijadikan alternatif pengganti sukrosa seperti siklamat, aspartam, stevia, dan
gula hasil hidrolisis pati.
Contoh gula hasil hidrolisis pati adalah sirup glukosa, fruktosa, dan
maltosa. Industri makanan dan minuman saat ini memiliki kecenderungan untuk
menggunakan sirup glukosa. Hal ini didasari oleh beberapa kelebihan sirup
glukosa dibandingkan sukrosa diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal seperti
halnya sukrosa jika dilakukan pemasakan pada suhu tinggi, inti kristal tidak
terbentuk sampai larutan sirup glukosa mencapai kejenuhan 75% (Sa’id, 1987).
Bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa adalah pati, misalnya tapioka,
sagu, pati jagung, dan pati umbi-umbian. Salah satu pati umbi-umbian yang
memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi sirup glukosa adalah pati ubi
jalar. Menurut Bouwkamp (1985), ubi jalar mengandung 20% sampai 30% pati.
Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair mengandung D-glukosa, maltosa,
dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati. Proses hidrolisis
pati menjadi sirup glukosa dapat menggunakan katalis enzim, asam atau gabungan
keduanya (Judoamidjojo, Darwis, dan Sa’id, 1992).

2.4 Pembuatan Gula Cair dengan Menggunakan Hidrolisis Pati dengan


Enzim
Pembuatan Glukosa melalui Hidrolisis Pati dengan Enzim Proses
pembuatan glukosa melalui hidrolisis pati dengan enzim dilakukan dengan cara
sebagai berikut : Dengan proses ini dibuat laturan pati 30-40 % (atas dasar bahan
kering) dalam air, setelah itu diatur pH-nya sebesar 6-6,5 dengan menggunakan
NaOH. Kemudian larutan ditambah enzym termamyl 60 L dengan perbandingan
1-1,5 untuk tiap ton pati kering. Setelah itu dipanaskan pada suhu 85 oC selama 2
jam sambil diaduk.
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam pemanas bertekanan (autoclave)
pada suhu 105 oC selama 5 menit, kemudian suhu diturunkan menjadi 95 oC – 100
o
C dan dibiarkan pada suhu tersebut selama 90-120 menit hingga larutan menjadi
dextrin. Kemudian dilakukan uji pati dan proses pemurnian.
Dalam proses pemurnian larutan dextrin suhunya diturunkan menjadi 60
o
C, kemudian pH-nya diturunkan menjadi 4,5 - 5 dengan menambah HCI,
kemudian ke dalam larutan dekstrin ditambahkan enzim amiluglokosida (AMG)
o
dan dipanaskan pada suhu 60 C selama 48 jam sambil diaduk. Untuk
menjernihkan larutan dengan ditambahkan arang aktif dan kemudian disaring
untuk memisahkan kotoran, arang aktif dan pati sisa, hingga di dapat sirup
glukosa yang jernih. (Dziedzic, 1994).
Adapun kelebihan dan kekurangannya adalah :
Kelebihan :
- Bahan baku mudah didapat
- Proses lebih sederhana dibandingkan dengan menggunakan asam
- Peralatan tidak rumit sehingga operasi tidak butuh tenaga banyak
- Akan di dapat hasil sirup glukosa yang lebih jernih dan bersih
Kekurangan :
- Pemakaian enzim banyak
- Enzim yang dipakai masih import dan harganya relatif mahal.
Pembuatan Glukosa melalui Hidrolisis Pati dengan Asam Pembuatan
glukosa melalui hidrolisis pati dengan asam dilakukan dengan melarutkan pati
dalam air, selanjutnya di dalam larutan ditambahkan zat asam untuk mengatur
pHnya sambil diaduk sehingga di dapat larutan yang serba sama. Kemudian
larutan dipanaskan pada suhu 85-140 oC hingga proses hidrolisis pati selesai.
Setelah proses hidrolis selesai maka dilakukan proses netralisasi dengan
menambahkan larutan basa sampai pH larutan 4,5-5. Basa yang digunakan
tergantung jenis asam yang digunakan. Setelah larutan netral kemudian dilakukan
penjernihan dengan menambahkan larutan bleaching agent yaitu karbon aktif,
koalin dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan penyaringan untuk
memisahkan kotoran. Untuk memperoleh sirup glukosa dengan kepekatan yang
diinginkan dapat dilakukan dengan cara pemekatan pada evaporator (Schenck,
1992).
Kegunaan Produk Pada saat ini sirup glukosa (glucose syrup) banyak
digunakan dalam industri makanan, seperti penyedap rasa, pembuatan mono
sodium glutamat, High Boiled Sweet, Caramels, Toffee, Fondants Creams, Gums,
Jelies, Pastilles, Marsh mallow, Nougat, Frozen Dessert, Dried Glucose Syrup,
Maltodextrins (Dried Starch Hydrolisates), Soup sauce mixes, Coffee whitener,
topping, dessert powders, plefillings, sugar confectionery, Dextrose Monohydrate
(D Glucose) dan lain-lain.
Tepung Tapioka (starch)
Fase : padat
Kecerahan : 98,2 %
Kelembaban : 12,67 %
pH : 4,4
Pati : 86,45 %
Serat : 0,09 %
Abu : 0,17 %,
(Parlindungan, 2005)
Pembuatan glukosa melalui hidrolisis pati dengan asam dilakukan dengan
mensuspensikan pati dalam air. Suspensi ini dipanaskan pada suhu 74 oC sehingga
terjadi proses gelatinisasi. Selanjutnya pati tergelatinisasi didinginkan menjadi 50
o
C dan ditambahkan enzim glukoamilase sehingga terjadi proses hidrolisis.
Setelah proses hidrolisis selesai maka dilakukan filtrasi untuk memisahkan
sirup glukosa dari pati tergelatinisasi. Untuk memperoleh sirup glukosa (Glucase
syrup) dengan kepekatan yang diinginkan dilakukan pemekatan pada evaporator.
Terakhir warna sirup glukosa dihilangkan dengan penjernihan menggunakan resin
macronet (Fatimah, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pembuatan Gula Cair


Pembuatan gula cair dari singkong dan kulit singkong ini di buat dengan
teknik enzimatis dengan melalui dua tahap utama yaitu likuifikasi dan
sakarifikasi.
Likuifikasi merupakan pemecahan pati menjadi dekstrin dengan bantuan
enzim alfa-amilase. Sedangkan sakarifikasi berupa penguraian dekstrin menjadi
glukosa dengan enzim amiloglukosidase. Hidrolisis secara enzimatis ini dapat
menghasilkan derajat konversi pati menjadi glukosa lebih tinggi dan juga dapat
mencegah terjadinya kehilangan flavor (aroma). Sehingga pada akhirnya dapat
menghasilkan gula cair dengan kualitas yang baik meskipun berbahan dasar
limbah kulit singkong. Penjelasan beberapa tahapan utamanya adalah sebagai
berikut :

3.1.1. Likuifikasi
Proses likuifikasi adalah proses perubahan pati dari kental menjadi encer.
Campuran pati dan air (suspensi pati) yang dipanaskan sampai mendidih akan
berubah bentuk menjadi kental yang disebut tergelatinisasi. Perbandingan antara
air dan tepung yaitu 3:1 kemudian diaduk sampai tercampur rata. Selanjutnya ke
dalam tangki tersebut dimasukan sejumlah enzim alfa amilosa sebanyak 1 ml/kg
pati.
Pengaturannya pH yaitu antara pH 6.2-6.4 dengan penambahan kapur
tohor satu sendok makan. Proses likuifikasi dapat dihentikan apabila larutan
sudah betul-betul cair dan berwarna coklat bening.

3.1.2. Sakarifikasi
Proses sakarifikasi adalah proses perubahan dekstrin menjadi gula. Pati
telah terpecah menjadi desktrin selanjutnya didinginkan dari 105oC menjadi 60oC.
Larutan pati selanjutnya dimasukan ke dalam tangki sakarifikasi dengan
penambahan enzim amiloglukosidase sebanyak 1 ml/kg pati. Enzim ini berfungsi
untuk memecah rantai desktrin menjadi glukosa. Proses sakarifikasi
membutuhkan waktu maksimal 76 jam.
Proses sakarifikasi selesai bila telah tercapai nilai kekentalan 30-35 Brix.
Nilai tersebut dapat diukur dengan meneteskan cairan gula pada alat baumeter .
Semakin rendah kandungan glukosa maka semakin tinggi kandungan dekstrin dan
maltosannya.

3.1.3. Proses Pemucatan (Bleaching)


Proses pemucatan bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan warna
yang tidak dikehendaki atau untuk penjernihan. Pemucatan dilakukan dengan
mencampur cairan glukosa dengan carbon aktif. Carbon aktif memiliki
kemampuan adhesi atau penyerapan sangat kuat sehingga dapat mengikat,
menggumpalkan dan mengendapkan komponen anorganik atau organic untuk
membebaskan sirup dari kotoran yang tak diinginkan.
Pemucatan dilakukan dengan mencampur cairan glukosa dengan arang
aktif. Suhu selama pemucatan diatur 80oC.

3.1.4 Penyaringan (Filtrasi)


Penyaringan berguna untuk memisahkan arang aktif dan komponen yang
melekat pada cairan sirup. Cairan bercampur karbon dialirkan pada saringan.
Penyaringan ini diharapkan dapat menahan partikel kotoran yang telah
digumpalkan sebelumnya oleh arang aktif sehingga cairan yang dihasilkan
berwarna kuning muda bening. Jika tingkat kejernihan tersebut tidak tercapai,
tambahkan lagi arang aktif ke dalam cairan gula kemudian didaur ulang.

3.1.5. Proses Penguapan (Evaporasi)


Penguapan dilakukan pada tangki pemasakan yang sebelumnya digunakan
untuk proses likuifikasi dan sakarifikasi. Proses dilakukan pada suhu 70oC.
Dengan penguapan ini akan diperoleh gula yang berwarna jernih kekuningan.
Penguapan bertujuan untuk memekatkan glukosa dari 30-35 brix sampai 43-80
brix.

3.1.6. Penyimpanan dan Pengemasan


Kondisi penyimpanan memegang peranan penting. Suhu yang digunakan
untuk penyimpanan sirup glukosa adlah 35oC, dimana suhu tersebut kristalkisasi
dekstrosa yang terkandung di dalamnya dapat dicegah.
Pada suhu yang lebih rendah (dibawah 21oC) dekstrosa akan terkristalisasi
sehingga dapat menurunkan mutu dan dapat menimbulkan kesulitan dalam
penanganannya. Sebaliknya suhu penyimpunan yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan timbulnya perubahan warna pada produk, terutama jika disimpan
pada periode cukup lama.
Dengan demikian kalau yang diproduksi adalah tepung glukosa maka
setelah di evaporasi, dilakukan penyimpanan pada suhu rendah dan kelembaban
rendah, sehingga akan berubah menjadi tepung lebih cepat.
Kemasan mempunyai peranan penting dalam industri. Kemasan selain
berfungsi sebagai wadah atau tempat, juga berfungsi sebagai pelindung, sebagai
penunjang cara penyimpanan dalam transportasi dan sebagai alat persaingan
dalam pemasaran. Selain produk dengan kualitas yang baik namun kemasan juga
harus menarik agar konsumen lebih tertarik untuk membeli dengan melihat
kemasan yang menarik.
DIAGRAM ALIR PROSES PEMBUATAN PATI DARI SINGKONG DAN
KULIT SINGKONG

Singkong

Pemisahan daging dan


kulit singkong

Pemisahan kulit Kulit


Daging singkong singkong bagian luar bagian luar
dan dalam

Kulit bagian dalam

Proses Penghalusan
Singkong dan kulit
singkong bagian dalam

Pati Ampas

Proses pengedapan
sampai terpisah Air
antara pati dan air

Pati

Gambar 3.1 Flow Diagram pembuatan pati dari singkong


DIAGRAM ALIR PROSES PEMBUATAN GULA CAIR DARI
SINGKONG DAN KULIT SINGKONG

Pati

Likuifikasi (Proses Pengenceran)


Pati dan air = 1:3 suhu 95-105oC

Penambahan enzim alfa amilosa


sebanyak 1 ml/kg pati
pH 6,2-6,4 selama 60 menit

Proses Pendinginan dari suhu


105 oC ke 60oC

Sakarifikasi (Proses Pengubahan


dekstrin menjadi gula)

Penambahan enzim
amiloglukosidase sebanyak 1
ml/kg pati selama 76 jam pH
4-4,6

Proses Bleaching (pemucatan) dengan


penambahan karbon aktif sebanyak 0,5-
1 % perkilogram pati selanjutnya proses
penyaringan

Vaporasi (penguapan kadar air


ynag terkandung dalam gula cair
suhu 50-70oC

Gula Cair

Gambar 3.2 Flow Diagram Gula Cair dari Singkong dan Kulit singkong
3.2 Perancangan tangki berpengaduk pada proses likuifikasi dan proses
evaporasi
Peralatan pada pengolahan gula cair dari singkong dan kulit singkong
skala industri rumah mengunakan tangki berpengaduk yang berfungsi sebagai
wadah untuk proses likuifikasi atau proses perubahan pati dari kental menjadi
encer. Campuran pati dan air (suspensi pati) yang dipanaskan sampai mendidih
akan berubah bentuk menjadi kental yang disebut tergelatinisasi.

Gambar 3.3 penampang tangki reaktor berpengaduk

Tangki berpengaduk ini juga berfungsi untuk proses evaorator untuk


menghilangkan sejumlah kadar air yang terdapat pada gua cair setelah proses
sakarifikasi dan belaching.
Proses sakarifikasi sendiri membutuhkan waktu sekitar 76 jam dengan
bantuan enzim amiloglukosidase yang berfungsi memecah rantai deksrtin menjadi
glukosa.
Setelah proses sakarifikasi dilakukan tahap bleaching, proses belaching
menggunakan karbon aktif sabagai absorben untuk menyerap kotoran-kotan yang
terlarut dalam gula cair dan penyaringan untuk mendapatkan produk gula cair
yang jernih.
Tangki berpengaduk yang digunakan memiliki kapasitas 50 liter, terbuat
dari bahan stainless steel serta memiliki mesin pengaduk dengan kecepatan 600-
800 rpm. Mesin ini juga dilengkapi dengan control panel sebagai pengatur suhu
dan boiler, yaitu panci yang melingkupi bagian luar permukaan tangki. Pada saat
proses adsorpsi, boiler akan diisi dengan air yang berfungsi sebagai media panas.
Hal ini bertujuan agar pemanasan pada tangki terjadi secara merata.
Menurut Moreno (2006) hal penting yang perlu diperhatikan tentang
penggandaan skala yaitu, cara yang diusulkan tidak membutuhkan perhitungan
yang rumit, menggunakan korelasi, maupun penentuan koefisien dari tipe apapun
sehingga membuatnya mudah untuk diwujudkan selama dupliklat dari perlakuan
dibawah sistem dapat di jamin. Karena itu, kejadian adsorbsi harus dijamin pada
desain parameter yang tetap seperti, 1) karbon aktif digunakan untuk fixed bed, 2)
kecepatan rendah dari sistem pada waktu penyimpanan harus tetap dijaga.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

1. Pembuatan gula cair dengan menggunakan singkong dan kulit singkong


menjadi alternatif pengganti glukosa. Proses pembuatan gula cair dari pati
ini melalui beberapa tahap yaitu tahap likuifikasi, sakarifikasi, bleacing,
filterisasi, evaporasi dan produk gula cair. Gula cair kini dapat
dimanfaatkan untuk membuat produk yang bernilai tinggi. Jika di produksi
dalam skala besar karena mampu membatu kebutuhan gula nasional yang
setiap tahun semakin tinggi.
2. Pada perancangan tangki berpengaduk bertujuan untuk memudahkan pada
saat proses pemasakan itu sendiri dalam pembuatan gula aren misalnya
diperlukan pengadukan secara kontinyu tujuannya agar pemanasan merata,
maka di makalah ini dibuat tangki berpengaduk selain untuk pemanasan
merata pemanasan di tangki pengaduk juga dapat disesuaikan dengan
rentang waktu pemasakan 60 menit. Hal ini akan menghemat waktu dan
biaya. Tangki berpengaduk ini juga berfungsi sabagai evaporator untuk
menguapkan kandungan air yang terikat dalam gula cair sebelum menjadi
produk. Pada tangki berpengaduk ini di lengkapi dengan panel untuk
mengatur suhu pada saat pemasakan ataupun proses evaporasi itu sendiri.

4.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk makalah ini selain
mengetahui komposisi yang pas serta kualitas produk yang sesuai dengan
standar gula.
2. Untuk rancangan alat perlu dilakukan perhitungan lebih detil untuk
menghitung kapasitas, energi yang dipakai serta kecepatan pengadukan
agar didapatkan produk gula cair yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Azis, Abdul dkk GUCAKUSI: GULA CAIR DARI KULIT SINGKONG


SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER GLUKOSA. IPB. 2014

Prasetya, Novy. Pembuatan gula merah dari Tebu. Jurnal


NasionalEcopedon JNEP Vol 3. No.1(2016) 17 – 20. 2016

http://ptpn10.co.id/blog/2015-impor-gula-indonesia-capai-2882811-ton
diakses tanggal 18 Mei 2017

Pranowo, Dodik dkk. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI SIRUP GULA


KELAPA PADA BERBAGAI JENIS BAHAN BAKU DAN BAHAN BAKAR
YANG DIGUNAKAN. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. 2014

Indah Hairani, Ratri. ANALISIS TREND PRODUKSI DAN IMPOR


GULA SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR GULA
INDONESIA. Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jember. 2014

Yuanika Rahmawati, Alifia. Sutrisno, Aji. HIDROLISIS TEPUNG UBI


JALAR UNGU (Ipomea batatas L.) SECARA ENZIMATIS MENJADI SIRUP
GLUKOSA FUNGSIONAL: KAJIAN PUSTAKA. Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran,Malang. 2015

Anda mungkin juga menyukai