Anda di halaman 1dari 11

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Keju Mozzarella

Keju mozzarella merupakan salah satu jenis keju pasta vilata (curd

yang elastis) dan merupakan keju asli Italia. Keju ini sangat terkenal karena cara

pembuatannya dengan pemasakan dan pemuluran curd segar dalam penangas air

panas, sehingga mempunyai karakteristik struktur berserabut, daya leleh dan

kemuluran yang tinggi (DMI, 1998). Standart keju mozarella yaitu memiliki

kandungan air 52,0 – 60,0 %, lemak < 10,8 %, garam 1,2 %, Ph 5,3, citarasa : A

mild pleasing flavor, bodi dan teksturnya smooth, pliable, dan tanpa lubang, pada

ketampakan tidak ada tanda – tanda dicetak, warna putih alami hingga krem muda,

pengujian pada suhu 2320 C keju dapat meleleh dengan sempurna dan memiliki

karakteristik kemuluran >3 inchi ( USDA,2005 ).

Kenaikan suhu air pemuluran keju mozzarella sangat berpengaruh terhadap

peningkatan kadar minyak bebas, yaitu naik 24,1 % pada saat suhu air mencapai

550 C menjadi 34,5 % pada saat air mencapai suhu 750 C. suhu lebih tinggi dapat

menyebabkan matriks protein menjadi kurang elastik dan lebih lembek, sehingga

lemak bergabung dalam gumpalan yang lebih besar dan dapat meyebabkan

pembentukan lemak bebas. Kondisi reologis ini merupakan faktor penentu

mikrostruktur globula lemak yang besar dipengaruhi oleh suhu pemasakan dan suhu

pemuluran.Suhu pemuluran juga berpengaruh terhadap pematangan (aging) keju


mozzarella. Perbedaan suhu pemuluran yang relatif kecil dapat berpengaruh

terhadap beberapa sifat keju yang dihasilkan ( Rowney et al, 2003 ).

3.2 Proses Pembuatan Keju Mozzarella

a) Pasteurisasi Susu

Tahap pertama pada pembuatan keju adalah pasteurisasi. Pasteurisasi

bertujuan untuk mematikan semua organisme yang bersifat patogen dan sebagian

yang ada sehingga tidak merubah cita rasa maupun komposisi susu (Adnan, 1984).

Menurut Meyer (1982), terdapat dua metode dalam melakukan pasteurisasi, yaitu :

1) memanaskan pada suhu 61-650 C selama 30 menit, 2) memanaskan susu pada

suhu 710 C selama 15 detik. Dalam SNI (1995), susu segar, susu rekonstruksi, susu

modifikasi serta susu rekombinasi dipasteurisasi pada temperatur 63-660 C selama

minimum 30 menit atau pada temperatur 720 C selama 15 detik (BSN, 1995),

kemudian susu diturunkan suhunya sampai 400 C yang kemudian dilakukan

pemberian starter ataupun asam.

b) Pengasaman

Langkah selanjutnya ialah penambahan asam, hal ini dilakukan jika suhu susu

sudah mencapai temperatur 50-400 C pada Ph 5,8-6. Curd keju akan terbentuk

dibawah temperatur 380 C, curd keju yang terbentuk dalam proses ini bersifat lunak

(GREENFIELDS Indonesia, 2013).


c) Penambahan Rennet

Selanjutnya ialah penambahan rennet atau enzim rennin. Rennet yang

ditambahkan ke dalam susu akan menimbulkan denaturasi kasein, kasein akan

mengendap dan membentuk agar-agar atau cairan yang berwujud kental (Buckle et

al., 1987). Dosis pemberian rennet harus diukur secara pasti karena jika terlalu

banyak, akan menyebabkan curd keras dan susah untuk diolah. Pemberian rennet

untuk 1000 mL susu adalah 0,2 mL.

d. Pembentukan Curd

Penggumpalan bertujuan untuk menggumpalkan protein susu. Penggumpalan

merupakan hasil dari proses fermentasi yang berasal dari kinerja rennet, bakteri

asam laktat atau melalui perpaduan rennet dan bakteri asam laktat (Eckles et al.,

1980). Pembentukan curd ini memerlukan waktu 30 menit sampai satu jam

tergantung pada volume susu yang digunakan. Temperatur yang sesuai untuk

penggumpalan kurang lebih pada suhu 370 C (GREENFIELDS Indonesia, 2013).

e. Pemotongan Curd

Setelah proses penambahan rennet, susu yang awalnya berwujud cair akan

terbentuk dua lapisan yaitu curd dan whey. Curd ialah protein susu yang berhasil

diendapkan berbentuk semi padat, lunak, dan bewarna putih, sedangkan whey ialah

protein susu yang tidak mengendap yang biasanya berbentuk cair dan bewarna putih

kekuningan. Pemotongan curd bertujuan untuk mengeluarkan whey yang masih


terdapat didalam curd sehingga didapat curd yang bersifat kesat (GREENFIELDS

Indonesia, 2013).

f. Pemanasan Kembali (Scalding)

Scalding ialah pemanasan kembali curd keju pada suhu 420 C. Selama proses

scalding berlangsung, kubus-kubus curd akan mengkerut dan selanjutnya akan

kehilangan air dan akhirnya habis, suhu pemanasan yang lebih tinggi akan

menghasilkan curd keju yang lebih keras dan mempunyai mutu simpan yang lebih

lama (Buckle et al., 1987). Proses scalding menyebabkan matriks protein mengecil

dan mengeras sehingga membantu pemisahan whey.

g. Pemisahan Whey

Langkah selanjutnya jika sudah tercapai pH yang sesuai, maka curd dan whey

harus dipisahkan. Whey adalah protein yang tidak menggumpal saat penambahan

enzim, tujuan pemisahan whey dan curd adalah untuk mendapatkan curd yang kesat

sehingga akan mudah diolah. Pemisahan whey dapat dilakukan dengan mengalirkan

whey melalui saringan (Rahman et al., 1992). Menurut Hadiwiyoto (1983),

penyaringan bisa dilakukan dengan kain bersih. Whey yang terpisahkan biasanya

masih mengandung laktosa dan garam kecuali ion Ca2+ yang masih tersisa di dalam

matriks protein. Besarnya kandungan laktosa dan garam yang tersisa pada keju

sebanding dengan besarnya kandungan air pada koagulan. Kandungan laktosa

tersisa pada keju sangat berpengaruh terhadap keasaman dan kekerasan keju

(Widodo, 2003).
h. Pencampuran (Mixing)

Pencampuran ini mencampurkan curd keju dengan garam serta sedikit whey

untuk melemaskan keju. Fungsi dari pemberian garam sebagai pengawet keju

karena akan menghambat pertumbuhan mikroba, juga garam akan menambah cita

rasa gurih dalam keju. Tujuan lainnya ialah untuk meningkatkan sineresis atau

pemisahan whey dan mengurangi kadar air sehingga menjadi penentu kadar air

produk akhir keju Pemberian garam umumnya diberikan 1-3% dari total berat curd

yang dihasilkan (Daulay, 1991).

i. Pemadatan

Tujuan utama pemadatan adalah pembentukan partikel-partikel curd yang

masih lunak menjadi massa yang cukup kompak, serta mengeluarkan whey yang

masih tersisa (Daulay, 1991). Pemadatan menyebabkan karakteristik bentuk yang

khas, tekstur yang kompak, serta menyempurnakan jaringan curd (Rahman et al.,

1992). Pemadatan keju bertujuan untuk memberikan bentuk pada keju, memisahkan

whey dari curd, menjadikan curd lebih padat dan agar keju memiliki struktur yang

homogen terutama jika partikel curd sangat kering sebelum dipres (Spenberg and

Ingham, 1988).

j. Peregangan (Stretching)

Curd yang telah mengalami pemotongan akan dilakukan proses peregangan

atau stretching. Proses ini dilakukan dengan cara dilakukan dengan panas 800-850
C sambil dilakukan penarikan atau stretching. Sebelum proses ini dilakukan, curd

ditambahkan air panas dengan suhu 750-800 C secukupnya untuk menghasilkan keju

yang memiliki tekstur liat. Proses stretching ini biasanya akan menghasilkan keju

dengan tekstur mulur saat dipanaskan, keju yang tidak mengalami proses stretching

teksturnya tidak akan mulur (GREENFIELDS Indonesia, 2013).

k. Pencetakan

Langkah selanjutnya adalah pencetakan keju, dimana cetakannya telah

dilapisi oleh plastik food grade agar mudah dilepas (GREENFIELDS Indonesia,

2013).

l. Penyimpanan

Setelah itu, keju mozzarella disimpan dalam lemari pendingin dengan

temperatur 1-40 C. Penyimpanan dengan suhu rendah dimaksudkan untuk menjaga

keju tetap segar dan untuk inaktivasi mikroorganisme (GREENFIELDS Indonesia,

2013).
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Perlakuan pH pH setelah Berat Whey Berat
penambahan Awal penambahan curd (mL) Mozzarella
susu skim Susu asam sitrat (gram)
(%)
0 6,66 6,36 179 1850 124
1 5,85 5,20 206 1700 168
2 6,50 6,20 200 1750 176
3 6,68 6,24 232 1945 209
4 6,64 6,34 170 1300 137

4.2 Pembahasan

Keju Mozzarella adalah keju yang berasal dari susu dan memiliki tekstur khas

seperti elastis, berserabut dan lunak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Legowo ,

dkk (2009) yang menyatakan Keju adalah protein susu yang diendapkan atau

dikoagulasikan dengan menggunakan rennet atau enzim lain, fermentasi laktat, dan

penggunaan bahan penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut,

sehingga terbentuk curd. Menurut Willman dan Willman (1993), ciri-ciri keju

mozzarella yaitu elastis, berserabut, dan lunak. Karena memiliki ciri tersebut keju

mozzarella dimasukan dalam jenis keju lunak. Menurut purwadi (2008), Keju

mozzarella memiliki karakteristik berupa struktur yang terlihat berserabut serta

daya leleh dan kemuluran yang tinggi.

Pembuatan keju Mozzarella diawali dengan pengecekan pH awal susu. Rata-

rata pH susu yang digunakan sebagai bahan baku Mozzarella memenuhi standard

SNI oleh BSN (2011) yaitu berkisar 6,30-6,80. Namun ada pH susu yang tidak
sesuai dengan standard yaitu susu yang pH awalnya 5,85. Penyebab rendahnya pH

disebabkan karena tingginya asam laktat yang diproduksi oleh bakteri. pH yang

rendah ini mengindikasikan bahwa susu yang digunakan mengandung bakteri yang

masih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sasongko, dkk (2012) bahwa jumlah

bakteri dalam susu akan berpengaruh terhadap pH susu, semakin banyak bakteri

yang mencemari susu maka kualitas susu akan menurun dan ditunjukkan dengan

kecenderungan nilai pH susu menuju ke arah asam.

Penambahan asam sitrat dalam pembuatan keju Mozzarella untuk mengganti

peran starter dalam pengasaman susu. Pengasaman susu dilakukan untuk memenuhi

kondisi optimal untuk penambahan enzim rennin. Enzim rennin merupakan enzim

protease asam yaitu enzim yang keaktifannya pada pH asam. Enzim rennin stabil

dalam pH 5,3 – 6,3 dan optimum pada pH 6,0. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Al-Awwaly, dkk (2008) yang menyatakan aktivitas optimum enzim rennin dicapai

pada pH 6,0 yaitu sebesar 0,09599 unit/ml/menit.

Pembuatan keju dengan penambahan enzim rennin untuk mengkoagulasikan

protein susu. Protein susu yang menjadi substrat enzim rennin adalah kasein.

Penambahan susu skim dalam pembuatan keju Mozzarella akan meningkatkan

substrat. Oleh sebab itu, pada data hasil pengamatan terdapat kenaikan jumlah curd

yang terbentuk dari susu yang ditambahkan susu skim. Susu skim yang

ditambahkan dalam pembuatan keju Mozzarella selain berfungsi sebagai substrat

enzim juga merupakan bahan tambahan untuk meningkatkan BKTL yang akan

mempengaruhi nilai rendemen keju. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bylund

(2003) Skim Milk Powder (SMP) atau susu skim bubuk berfungsi sebagai penambah

kadar padatan bukan lemak (milk solid non fat). Menurut Komar, dkk (2009) nilai

rendemen keju mozzarella yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi curd itu
sendiri yaitu persentase lemak, bahan kering tanpa lemak, garam, air serta kadar

protein.

Penambahan susu skim sebanyak 4% terjadi penurunan jumlah curd

Mozzarella. Penurunan ini terjadi karena susu skim sebagai substrat sudah terlalu

banyak menyebabkan kejenuhan dalam aktivitas enzim rennin dan menyebabkan

kecepatan reaksi enzim menurun. Ketiks kecepatan enzim rennin menurun sebagian

substrat tidak dapat dibentuk menjadi produk sehingga curd yang terbentuk menjadi

lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kuchel dan Gregory (2002), pada

keadaan konsentrasi substrat yang berlebihan mengakibatkan terjadinya kejenuhan

pembentukan kompleks enzim substrat yang mengakibatkan sebagian besar

substrat tidak diubah menjadi produk.


Daftar Pustaka
Al-Awwaly, K.U., Mustakim, dan Rachmat, A.B. 2008. Karakteristik Ekstrak
Kasar Enzim Renin Mucor pusillus Terhadap Lingkungan. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Hasil Ternak. Vol 3, No. 2 : 1-7

Badan Standarisasi Nasonal (BSN). 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI)


3141:2011. Susu Segar Sapi. Badan Standarisasi Nasonal. Jakarta.

Bylund G. 2003. Dairy Processing Handbook. 2nd ed. Tetra Pak Processing
System AB. Lund, Sweden. 436 hlm.

Komar, N., L. C. Hawa dan R. Prastiwi. 2009. Karakteristik Termal Produk Keju
Mozzarella (Kajian Konsentrasi Asam Sitrat). Jurnal Teknologi Pertanian
10 (2):78-87.

Kuchel, P.W. and B.R. Gregory. 2002. Biokimia. Erlangga. Jakarta. 49-56.
Legowo, A. M, Kusrahayu. Teknologi Pengolahan Susu. Universitas Diponegoro.
Semarang

Purwadi.2008. elektroforesis protein whey dan air pemulur dalam pembuatan keju
mozzarella. Jurnal Teknologi Hasil Ternak. 5(1):23-31

Sasongko, D.A., T.H. Suprayogi dan S.M. Sayuthi. 2012. Pengaruh Berbagai
Konsentrasi Larutan Kaporit (CaHOCl) untuk dipping putting susu
kambing perah terhadap total bakteri dan pH susu. Journal of Animal
Agriculture. 1(2) :93-99.

Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Pertanian.


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet dan N. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Daulay, D. 1991. Fermentasi Keju. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
DMI. 1998. Improving Mozzarella Manufacture and Quality Part I : Processing
Technologies For Effiecient Manufacture of High Quality Mozzarella
Cheese. Dairy Management Inc. American Dairy Association National
Dairy Council. Dairy Export Council. Madison. United States
Eckles, C.H., Combs, W.B and Macy, H. 1980. Milk and Milk Products. New Delhi
: McGraw Hill.
Greenfields Indonesia. 2013. Greenfields Indonesia Department of Cheese.
Malang.
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Penerbit
Liberty. Yogyakarta.
Haenlein, G.F.W., and Anke, M. 2011. Mineral and Trace Element Research In
Goats: a Review. Small Ruminant Research. Journal of Dairy Science,
95(1), 2-19.
Meyer, L.H. 1982. Food Chemistry. Tokyo : Van Nostrand Reinhold.
Mitchel, B.B., Setiawan dan Dwita, H.R. 1977. Pengolahan Sumberdaya dan
Lingkungan. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Rahman, A., Srikandi, F., Winiati, P.R dan C.C. Nurwitri. 1992. Teknologi
Fermentasi Susu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Rowney and Steinbart,P. 2003. Accounting Information System 9th Edition.
International Edition. New Jersey : Upper Saddle River. Prentice Hall.
[SNI]. Standar Nasional Indonesia. 1995. Susu Pasteurisasi. SNI-01-3951-1995.
bbhip.kemenperin.go.id. Tanggal Akses 17 November 2019
Spenberg, D.S and S.C. Ingham. 2000. Comparison of Methods for Enomeration of
Yeast and Molds in Shredded Low Moisture Pasta Skim Mozzarella Cheese.
Journal Food Prof. 63 : 529-533.
[USDA]. United States Department of Agriculture. 2005. Cheese Mozzarella.
Tanggal Akses 17 November 2019
[USDA]. United States Department of Agriculture. 2012. Specifications for
Mozzarella Cheese. Tanggal Akses 17 November 2019
[USDA]. United States Department of Agriculture. 2013. Cheese. Tanggal Akses
17 November 2019
[USDA]. United States Department of Agriculture. 2016. Goat Cheese. Tanggal
Akses 17 November 2019
Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai