Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

Tebu
Tebu merupakan tanaman yang tumbuh dengan baik di Indonesia. Menurut
data yang berhasil dihimpun, perkebunan tebu di Indonesia mencapai luas areal
dengan kisaran 321 ribu hektar, 64,74% diantaranya terdapat di pulau jawa
(Departemen Pertanian, 2004). Indonesia merupakan daerah yang cocok untuk
tanaman tebu, karena iklim yang hadir di Indonesia sangat cocok untuk kebutuhan
pertumbuhan tebu, karena tebu membutuhkan musim hujan pada saat penanaman
dan sedikit hujan saat proses pemanenan.
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman yang berasal dari
Guinea. Tanaman ini termasuk ke dalam kelompok Gramineae (rumput-rumputan).
Tebu merupakan tanaman dengan aktifitas fotosintesis yang tertinggi (aktifitasnya
bila dibandingkan dengan tanaman lainnya sekitar 150-200 persen). Tanaman
tahunan yang terus tumbuh dengan memiliki kemampuan adaptasi yang baik.
Tumbuh dengan tinggi antara 3-5 meter dan mengandung sukrosa antara 11-16%
(Augstburger, dkk., 2000)
Tebu termasuk komoditas perkebunan penting di Indonesia. Perkebunan
tebu berkaitan erat dengan industri gula dan produk derivat tebu. Kondisi hulu
perkebunan tebu merupakan hal penting dalam mewujudkan tujuan swasembada
gula nasional. Luas areal tebu di Indonesia pada sepuluh tahun terakhir secara
umum mengalami pertumbuhan 0,71 persen per tahun. Produksi tebu juga tumbuh
dengan laju sebesar 3,54 persen per tahun, dengan produktivitas rata-rata hablur

baru mencapai 5,82 ton/ha. Hal ini menunjukkan masih berada di bawah kondisi
produksi potensialnya yang dapat mencapai 8 ton/ha (Fitriani, dkk., 2013).
Tebu adalah tanaman tropis yang mirip sifatnya dengan sorgum. Pemanenan
tebu bertujuan untuk memproduksi batang tebu yang memiliki kandungan sukrosa
yang tinggi, dengan rentang kandungan 10-15% dari total nira tebu. Kebanyakan
sukrosa disimpan di bagian dalam batang tebu yang kemudian diekstrak, juga
mengandung antioksidan, dan komponen lainnya yang terkandung di dalam batang
tebu (Koge, dkk., 2003).
Tanaman tebu juga termasuk kelompok tanaman rumput-rumputan, yang
merupakan produk tahunan yang dipotong batang utamanya untuk diambil
ekstraknya dari batangnya. Gula cair diproduksi dari cairan ini akhirnya akan
menjadi gula putih. Sebagai sebuah tanaman tahunan yang terus tumbuh, satu
tanaman tebu akan mampu dipanen tiga hingga enam kali panen sebelum pergantian
(Taghijarah, dkk., 2011).
Morfologi tanaman tebu secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 4
bagian, yaitu:
a. Akar: berbentuk serabut, tebal dan berwarna putih
b. Batang: berbentuk ruas-ruas yang dibatasi oleh buku-buku, penampang
melintang agak pipih, berwarna hijau kekuningan.
c. Daun: berbentuk pelepah, panjang 1-2 m, lebar 4-8 cm, permukaan kasar
dan berbulu, berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua.
d. Bunga: berbentuk bunga majemuk, panjang sekitar 30 cm.
(Nadia, 2012).

Pada bagian pangkal sampai pertengahan batang memiliki ruas yang


panjang, sedangkan pada bagian pucuk memiliki ruas yang pendek. Pada bagian
pucuk batang terdapat titik tumbuh yang penting untuk pertumbuhan meninggi.
Selain itu juga terdapat lapisan berlilin di bagian bawah ruas dan pada ruas di bagian
pucuk batang. Daun tanaman tebu merupakan jenis daun tidak lengkap, karena
terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja. Sendi segitiga terdapat di antara
pelepah daun dan helaian daun. Pada bagian sisi dalamnya, terdapat lidah daun yang
membatasi antara helaian daun dan pelepah daun, dalamnya terdapat lidah daun
yang membatasi helaian dan pelepah daun. Warna daun tebu bermacam-macam ada
yang hijau tua, hijau kekuningan, merah keunguan, dan lain-lain. Ujung daun tebu
meruncing dan tepinya bergerigi. Bunga tebu merupakan malai yang berbentuk
piramida yang terdiri dari 3 helai daun tajuk bunga, 1 bakal buah, dan 3 benang sari.
Kepala putiknya berbentuk bulu (Putri, dkk., 2010).
Berikut merupakan klasifikasi botani tanaman tebu (Plantamor, 2012):
Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)


Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi

: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu/monokotil)

Sub kelas

: Commelinidae

Ordo

: Poles

Famili

: Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus

: Saccharum

Spesies

: Saccharum officinarum L.

Tebu juga sumber utama produksi gula komersial. Gula merupakan


komoditas yang penting bagi masyarakat Indonesia dan perekonomian pangan
Indonesia, baik sebagai kebutuhan pokok maupun sebagai bahan baku industri
makanan atau minuman. Kebutuhan gula saat ini semakin meningkat dengan
meningkatnya jumlah penduduk Indonesia serta semakin beraneka ragamnya jenis
makanan yang hadir di tengah-tengah masyarakat (Fitriani, dkk., 2013).
Tebu mengandung flavonoid seperti apigenin dan luteoledin. Akar dan
batangnya digunakan di klinik kesehatan untuk perawatan kulit dan infeksi kandung
kemih, juga baik untuk bronkitis, gangguan hati, dan kehilangan kemampuan
memproduksi susu, batuk dan anemia. Komponen phenol dalam sari tebu secara
parsial (Pallavi, dkk., 2012).
Varietas Tebu
Varietas tebu di Indonesia cukup beragam. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan wilayah dan iklim di masing-masing daerah. Perbedaan varietas ini juga
memberikan perbedaan terhadap komponen yang dikandung oleh tebu. Adapun
varietas tebu dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut:
a. Berdasarkan kepentingan gilingnya, yaitu (Kultsum, 2009):
1. Tebu Genjah (masak awal), mencapai masak optimal <12 bulan
2. Tebu Sedang (masak tengahan), mencapai masak optimal pada umur 1214 bulan
3. Tebu Dalam (masak akhir), mencapai masak optimal pada umur lebih
dari 14 bulan
b. Varietas Tebu Unggul versi Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI, 1986):

Co (Combiatore) 281, CP (Canal Point) 29-116, CP 48-103, CP 29320, Phil (Philipine) 56-226, HQ (Hambledon Queensland) 114, PSCO
(Pasuruan- Comal) 90-2411, PS (Pasuruan) 58.
Para praktisi dapat memilih varietas tebu untuk penataan varietas mulai dari
kebun pembibitan dalam upaya pencapaian produksi dan produktivitas gula yang
tinggi. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian pada lahan
penanaman, kebutuhan bahan baku tebu pada periode giling tertentu serta potensi
produksi tebu (Kultsum, 2009).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Purnama (1993) mulai
dari tahun 1989-1992 di pabrik gula (PG) Sei Semayang dan Kwala Madu, varietas
yang tersedia di adalah Phil 56-226, F171, dan PS 79-176.

Nira Tebu
Nira tebu merupakan cairan hasil perasan yang diperoleh dari penggilingan
tebu yang memiliki warna coklat kehijauan. Nira tebu selain mengandung gula, juga
mengandung zat-zat lainnya (zat non gula). Perbedaan kandungan sukrosa dalam
batang tebu berlainan karena dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a. cara pemeliharaan
b. jenis tebu
c. iklim
d. umur tebu (Widyastuti, 1999).
Perolehan nira tebu yang mengandung sukrosa, diperoleh dari tebu dengan
pemerahan dalam unit penggilingan setelah melalui proses dalam unit pencacah
tebu. Proses ini dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi berikutnya.

Dalam unit penggilingan tebu, nira terperah keluar, yang tersisa adalah ampas
(Kultsum, 2009).
Nira tebu mengandung senyawa-senyawa kimia baik yang membaur terlarut
maupun yang membentuk koloid. Komposisi senyawa kimia di dalam nira tebu
berbeda-beda tergantung jenis tebu, lokasi penanaman dan umur tebu saat dipanen
(Purnomo, 2003).
Dalam persyaratan SII (Standar Industri Indonesia) minuman ringan tidak
dinyatakan batas nilai pH, hal ini disebabkan minuman ringan yang diproduksi
selama ini bervariasi nilai pH-nya, tergantung dari jenis bahan baku dan rasanya.
Biasanya pH produk minuman ringan dari nira yang diperoleh selama delapan
minggu tidak berubah, maka masih layak untuk dikonsumsi (Yeanny, 1999).
Nira memiliki sifat yang tidak tahan lama disimpan, setelah 4 jam akan
terjadi penurunan pH, hal ini disebabkan terjadinya proses fermentasi oleh khamir.
Untuk menjaga agar supaya tidak terjadi proses fermentasi selama penyimpanan,
maka perlu dicari cara terbaik untuk mempertahankan mutu nira tersebut
(Laksamahardja, 1993).
Penurunan mutu fisikokimia nira terutama disebabkan oleh kandungan
mikroba. Nira merupakan media hidup yang baik bagi mikroba, baik bakteri,
khamir, dan kapang. Mikroba-mikroba tersebut memanfaatkan sukrosa dan
komponen kimia lainnya untuk hidupnya dan akan mengalami perkembangbiakan
sehingga jumlah dan jenis mikroba akan semakin meningkat yang menyebabkan
perubahan fisikokimia pada nira (Winarno, 1993).

Sifat-sifat Fisik Nira Tebu


1. Warna

Menurut Arifa (2008), nira hasil penggilingan tebu memiliki warna coklat
kehijauan. Warna yang dihasilkan dari pemerahan tebu, tergantung dari umur
tanaman tebu tersebut. Jika umur tanaman tebu muda yang diperah, maka nira
yang dihasilkan akan berwarna hijau muda namun keruh, sedangkan batang
tebu yang sudah tua akan menghasilkan nira tebu dengan warna yang lebih
gelap, biasanya berwarna lebih kecoklatan.
Nira tebu adalah cairan yang diperoleh dari pemerasan batang tebu. Nira
tebu berbentuk suspensi berwarna gelap dan mengandung gula dengan
sejumlah udara yang membentuk buih dari permukaannya (Dewi, 2007).
2. Aroma
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmad, dkk.
(2013), menyatakan bahwa aroma nira tebu yang siap digiling memiliki aroma
yang sangat khas dan segar. Berbeda dengan nira yang telah melalui proses
pemanasan, aroma yang dihasilkan mendekati aroma gula merah. Aroma ini
sangat khas dan dapat dikenali oleh siapapun.
3. Kekentalan
Menurut Tzia dan Liadakis (2003), nira tebu memiliki kekentalan yang
mirip dengan kekentalan air biasa. Hal ini disebabkan karena nira tebu
mengandung 75 persen air, sedangkan sisanya serat 13 persen dan padatan
terlarut sebesar 12 persen.

Manfaat Nira Tebu


Dewasa ini banyak penelitian berskala internasional yang telah memberikan
bukti bahwa tanaman tebu memiliki beragam manfaat untuk kesehatan manusia.

Terlebih lagi manfaat yang dimiliki oleh nira tebu untuk kesehatan manusia.
Adapun manfaat dari nira tebu adalah sebagai berikut:
1.

Kesehatan Jantung
Menurut Chow (2002), mengonsumsi nira tebu secara teratur, dapat
menjaga metabolisme tubuh dari kekurangan cairan yang diakibatkan
banyaknya kegiatan yang dilakukan, sehingga dapat terhindar dari serangan
stroke. Selain menjaga kesehatan jantung, nira tebu juga dapat menjaga
kesehatan mata, ginjal, dan otak.

2.

Antidiabetik
Takahashi (1985) mengemukakan bahwa di dalam nira tebu terkandung
senyawa antidiabetik. Senyawa tersebut adalah saccharant yang merupakan
senyawa dari jenis polisakarida non-pati yang berkhasiat sebagai antidiabetik.

3.

Obat Alami yang Multifungsi


Telah dilaporkan bahwa tebu memiliki komponen yang efektif. Memiliki
aktivitas antioksidan yang cocok untuk menangkal penyakit hiperlipidemia.
Octacosanol pada sari tebu dapat mengganti performa fisik. Telah dilaporkan
juga bahwa sari tebu dapat digunakan untuk menjaga kulit agar tetap putih,
sebagai anti mutagenetik. Dan di Jepang sendiri telah dimanfaatkan untuk
dijadikan sabun wajah sejak waktu yang lama (Koge, dkk., 2003).

Komposisi Nira Tebu


Sukrosa dalam nira tebu serta selulosa dalam serat merupakan dua
komponen utama penyusun tanaman tebu, masing-masing komponen tersebut
tersusun atas bahan-bahan gula sederhana. Sukrosa atau yang biasa dikenal sebagai
gula pasir merupakan gabungan dari glukosa dan fruktosa. Selulosa yang

merupakan serat-serat penyusun ampas adalah suatu polimer dari glukosa. Secara
bebas tanpa berikatan, glukosa, dan fruktosa ditemukan pada tebu dalam jumlah
yang lebih sedikit dibanding dengan sukrosa (Lahay, 2009). Komponen yang
terkandung di dalam nira tebu dapat dilihat pada Tabel 1 :
Tabel 1. Komposisi nira tebu
Komposisi nira tebu
Air
Sukrosa
Gula Reduksi
Organik non-gula
Mineral
Serat
Sumber: Loto, dkk., 2012.

Jumlah
70-75%
11-16%
0,4-2%
0,5-1%
0,5-1%
10-16%

Pengawetan
Pengawetan merupakan proses pengolahan hasil panen atau produk pangan
untuk memperpanjang masa simpan dari produk pangan atau bahan pangan. Untuk
mengawetkan makanan dapat dilakukan beberapa teknik baik yang menggunakan
teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan
berbagai tingkat kesulitan, namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya
untuk menahan laju pertumbuhan mikroorganisme pada makanan (Pipim, 2007).
Ilmu teknologi makanan tidak mengajarkan cara-cara merubah bahan
makanan yang busuk menjadi baik, melainkan mempertahankan yang baik (bentuk
kekerasan, warna, rasa, dan sebagainya) agar tetap baik, teknologi makanan adalah
ilmu yang memperlakukan bahan makanan menjadi makanan yang harus memenuhi
kepuasan mata (warna, ukuran, keseragaman, konsisten), kepuasan hidung (bau,
aroma), kepuasan tangan (keras, empuk, liat, butir, tepung, dan sebagainya),
kepuasan lidah (cita rasa), kepuasan gizi (keras, empuk, dan sebagainya) disamping

memperbaiki gizi untuk pencukupan kebutuhan pertumbuhan badan yang sehat,


kuat dan cerdas serta pengamanan dan penyelamatan sosial (Santoso, 1997).
Peran teknologi pascapanen adalah untuk mengurangi susut sebanyak
mungkin selama periode antara panen dan konsumsi. Ini membutuhkan pemahaman
struktur, komposisi, biokimia, dan fisiologi dari produk hortikultura yang mana
teknologi pascapanen secara umum akan bekerja menurunkan laju metabolisme
namun tidak menimbulkan kerusakan pada produk. Walaupun terdapat struktur dan
metabolisme umum, namun jenis produk yang berbeda mempunyai respon beragam
terhadap kondisi pascapanen tertentu. Teknologi pascapanen yang sesuai harus
dikembangkan untuk mengatasi perbedaan tersebut (Arifin, 2010).
Pengawetan nira tebu secara tradisional telah dilakukan oleh masyarakat
dengan memanfaatkan akar kawao (Milletia sericea) dan kulit batang manggis
(Garcinia mangostana) sebagai pengawet alami. Penggunaan pengawet ini pada
nira tebu memerlukan kondisi proses tertentu agar dihasilkan kinerja pengawetan
yang optimal. Pengaturan pH, suhu, dan waktu reaksi mempengaruhi laju reaksi
enzimatis dan mikrobiologis. Perubahan kualitas nira tebu berdasarkan perubahan
kadar sukrosa menunjukkan bahwa penambahan bahan pengawet dapat
menghambat degradasi sukrosa yang tampak jelas. Hal itu juga didukung oleh
perubahan kadar gula pereduksi, total asam, dan nilai pH yang menunjukkan
pengaruh bahwa bahan pengawet mampu menurunkan laju kerusakan sukrosa
dalam nira tebu (Filianty, dkk., 2006).
Pendinginan merupakan penyimpanan bahan pangan di atas suhu
pembekuan -2 sampai 10oC, pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam
lemari es pada umumnya mencapai suhu 5-8oC. Meskipun air murni membeku pada

suhu 0oC tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai suhu -2oC atau
di bawahnya, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zat-zat yang
terdapat di dalam makanan tersebut (Winarno, dkk., 1980).
Pengaruh pendinginan terhadap mikroba dalam bahan pangan tergantung
pada suhu penyimpanannya. Semakin besar perbedaan suhu penyimpanan dengan
suhu pertumbuhan optimum mikroba, maka kecepatan pertumbuhannya menjadi
lambat dan akhirnya terhenti sama sekali. Mendekati suhu minimum untuk
pertumbuhan mikroba, maka fase adaptasinya (fase lag) bertambah lama
(Nurwantoro dan Djarijah, 1997).

Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Fillianty, dkk (2006), terhadap pengawetan
nira tebu adalah dengan memanfaatkan akar kawao (Milletia sericea) dan kulit
batang manggis (Garcinia mangostana) sebagai pengawet alami dalam nira tebu.
Namun, dalam pengawetan menggunakan bahan-bahan tersebut memerlukan
kondisi proses tertentu agar dihasilkan kinerja pengawetan yang optimal. Selain itu,
kemampuan dari akar kawao dan kulit batang manggis juga dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar komponen yang terdapat dalam bahan tersebut untuk
mengawetkan nira tebu. Hasil yang diperoleh dari penelitan yang telah dilakukan
oleh Fillianty, dkk., yaitu nira tebu yang diberikan pengawet berupa akar kawao
dan kulit batang manggis, memberikan pengaruh positif terhadap kualitas nira tebu.
Seperti faktor suhu dan pengawet memberikan pengaruh positif terhadap kadar
sukrosa sebesar 0,452% dan 2,019% dengan signifikansi 94,6% dan 94%. Kedua
faktor tersebut juga memberikan pengaruh positif terhadap kadar gula pereduksi
sebesar 0,554% dan 2,072% dengan signifikansi 97,9% dan 97,3%.

Telah dilakukan pula penelitian terhadap nira tebu yang dilaksanakan oleh
Kultsum (2009), bahwa beliau meneliti nira tebu yang dimanfaatkan menjadi etanol
yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar bensin. Penelitian yang
dilakukan oleh Kultsum menggunakan nira tebu yang diperoleh dari 7 varietas tebu,
yaitu A1, A2, A3, A4, A5, A6, dan A7. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh variasi nira tebu dari beberapa varietas tebu dengan
penambahan sumber nitrogen (N) dari tepung kedelai hitam sebagai substrat
terhadap efisiensi fermentasi etanol. Variasi nira tebu dengan penambahan tepung
kedelai hitam dapat meningkatkan efisiensi fermentasi sebesar 22,01%.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Koge, dkk. (2003), telah melakukan
penelitian terhadap kandungan antioksidan pada nira tebu dan fungsi lainnya dari
nira tebu. Mereka menyatakan bahwa di dalam nira tebu terdapat kandungan
antioksidan yang tinggi, antioksidan yang dikandung oleh nira tebu yaitu kakutou
yang bisa menghambat hyperlipemia, octacosanol yang bisa meningkatkan
aktivitas fisik, pemutih kulit manusia, sebagai anti-mutasi gen, dan untuk terapetik
lainnya.
Penelitian mengenai tebu juga dilakukan oleh Pallavi, dkk. (2012), yang
menganalisa antosianin pada tebu dan kemampuan anti kanker dari tebu. Penelitian
yang telah dilakukan ini memberikan hasil bahwa komponen antosianin dan
senyawa fenolik ditemukan di tebu dalam kadar yang tinggi. Data yang telah
disajikan terkait dengan komponen fenolik dan antosianin dari tebu serta aktifitas
anti kanker yang dimiliki oleh tebu seperti cytotoxicity memberikan efek 51,2%
terhadap aktifitas penghambatan kanker kolon.

Anda mungkin juga menyukai