I. PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
2.1.Tinjauan Teoritik
2.1.1. Tanaman Ubi Kayu
2.1.1.1. Klasifikasi Tanaman Ubi Kayu
Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber
karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela
pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari benua
Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke
seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan
Tiongkok. Ubi kayu berkembang di negara–negara yang
terkenal dengan wilayah pertaniannya (Purwono 2009).
Ubi kayu atau singkong berasal dari Brazilia. Dalam
sistematika tanaman, ubi kayu termasuk ke dalam kelas
Dicotyledoneae. Ubi kayu berada dalam famili Euphorbiaceae
yang mempunyai sekitar 7.200 spesies, seperti karet (Hevea
brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas),
umbi-umbian (Manihot spp), dan tanaman hias (Euphorbia
spp.). Klasifikasi tanaman ubi kayu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta Crantz (Richana
2012).
Bagian tubuh tanaman ubi kayu terdiri atas batang,
daun, bunga, dan umbi. (1) Batang: tanaman ubi kayu
5
sampel 4 tanaman per petak. Total populasi tanaman berjumlah 216 tanaman
dengan total sampel berjumlah 144 tanaman.
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Penyiapan Media Tanam
Penyiapan media tanam dilakukan dengan mengisi polybag 20 kg
dengan komposisi:
a. Kontrol : tanah PMK + pasir
b. Perlakuan 1 : tanah PMK + pasir + pupuk kotoran sapi
c. Perlakuan 2 : tanah PMK + pasir + kompos tkks
3.4.2. Penyambungan Batang Ubi Kayu dan Ubi Karet
Sebelum penyambungan, dilakukan pemotongan batang ubi
kayu dan ubi karet secara miring dengan kemiringan (± 450).
Penyambungan dilakukan dengan menyatukan batang ubi kayu sebagai
batang bawah (panjang 20 cm) dan batang atas (20 cm) yang diikat
dengan menggunakan plastik es.
3.4.3. Penanaman Bibit
Bahan tanam yang telah di sambungkan langsung ditanam di
polybag dengan cara vertikal dengan ubi kayu sebagai batang bawah
dengan kedalaman 10 cm. Tanaman berada di dalam polybag selama
dua bulan (Darmiyanti 2012).
3.4.4. Persiapan Lahan
Tanah diolah dengan menggunakan hand tractor sampai
gembur kemudian diberikan kapur dolomit.Tanah yang sudah gembur
dibentuk menjadi petakan berukuran 2 x 3 m.
3.4.5. Penanaman Bibit di Lapangan
Penanaman bibit di lapangan dilakukan setelah bibit berumur
dua bulan di dalam polybag.
3.4.6. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, pembuangan
tunas ubi kayu, penyiangan gulma, pengendalian organisme penganggu
tanaman baik pada saat bibit dalam polybag maupun di lapangan dan
pemupukan . Penyiraman dilakukan sehari sekali. Pengendalian gulma
13
4.1. Hasil
4.1.1. Data Kuantitatif
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukan respon
pertumbuhan dan produksi ubi kayu mukibat dengan penambahan bahan
organik terhadap beberapa peubah pertumbuhan: tinggi tanaman, jumlah
daun, diameter batang, jumlah umbi dan berat umbi ditampilkan pada Tabel
1.
Tabel 1. Tabel uji F pertumbuhan dan produksi ubi kayu mukibat dengan
penambahan bahan organik.
Bahan
Aksesi Interaksi
Parameter Organik KK (%)
F hit Pr>f F hit Pr>f F hit Pr>f
Tinggi
0,35tn 0,788 6,95* 0,004 0,5tn 0,766 15,10
Tanaman
Jumlah
0,53tn 0,666 4,67* 0,021 3,05* 0,024 49,52
Daun
Diameter
0,20tn 0,892 3,15tn 0,063 1,37tn 0,269 13,45
Batang
Jumlah
2,82tn 0,062 0,91tn 0,418 0,77tn 0,600 61,43
Umbi
Berat
2,46tn 0,089 3,82* 0,038 0,41tn 0,866 123,66
Umbi
Keterangan
KK : Koefisien Keragaman
F hit : F Hitung
Pr>f : Nilai Probability
tn : Berpengaruh tidak nyata
* : Berpengaruh nyata pada taraf 5%
Tabel 2. Hasil uji lanjut pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, berat
umbi pada perlakuan bahan organik.
Parameter
Perlakuan Jumlah
Tinggi Tanaman Berat Umbi
Daun
Kontrol 186,42ab 84,45b 781,5a
Kompos Sapi 209,42a 112,04a 204,2b
Kompos TKKS 166,37b 59,39b 324,2b
Keterangan: Angka yang sama diikuti huruf yang sama menunjukan tidak
berbeda nyata pada uji DMRT pada α 5%.
Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Tabel 2) menunjukan
bahwa pupuk kotoran sapi memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman
yang bepengaruh nyata jika dibandingkan dengan kompos TKKS, namun
tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Perlakuan pupuk kotoran
sapi menunjukan jumlah daun tertinggi dan berbeda nyata pada dua
perlakuan lainnya. Berat umbi perlakuan kontrol menunjukan hasil tertinggi
dibandingkan dengan perlakuan pupuk kotoran sapi dan kompos TKKS.
Tabel 3. Uji Lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α 5%
untuk jumlah daun ubi kayu pada interaksi dua arah antara aksesi
dan bahan organik yang berbeda.
Aksesi Bahan Organik
Kontrol Pupuk Kotoran Sapi Kompos TTKS
Sutera 81,50Aa 89,00Ba 51,00Aa
Batin 123,50Aa 72,00Ba 45,75Aa
Mentega 47,78Ab 180,00Aa 41,56Ab
Malang 85,00Aa 107,17Aba 99,25Aa
Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada
kolom dan baris yang berbeda menunjukan tidak berbeda
nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%. Notasi dengan huruf
kapital dibaca secara vertikal dan huruf kecil dibaca secara
horizontal.
Hasil uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf
5% menunjukan tidak berbeda nyata antara masing-masing perlakuan.
Aksesi Mentega pada pupuk kotoran sapi menunjukan pengaruh yang
berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan kompos TKKS.
Hal ini menunjukan aksesi mentega memiliki interaksi yang paling baik
dengan pupuk kotoran sapi dibanding dengan bahan organik lainnya.
17
V1KO
V1K1
250 V1K2
V2K0
Pengamatan ke-
200
V1KO
180
V1K1
160 V1K2
Jumlah Daun (helai)
140 V2K0
120 V2K1
100 V2K2
80 V3K0
V3K1
60
V3K2
40
V4K0
20
V4K1
0 V4K2
1 2 3 4 5 6 7
Pengamatan ke-
Keterangan:
250 234 V1: Aksesi Sutera
211 217 V2:Aksesi Batin
197 196 203 V3:Aksesi Mentega
189
200 180 185 180 185 V4 :Varietas Malang
155 160 K0:Kontrol
K1: Kompos kotoran sapi
150 135 132 K2: Kompos TKKS
89 85
100 82
72 75
51 48
42 38
50
0
V1KO V1K1 V1K2 V2K0 V2K1 V2K2 V3K0 V3K1 V3K2 V4K0 V4K1 V4K2
Tinggi tanaman Jumlah daun
Perlakuan
Gambar 5. Rata-rata diameter batang aksesi ubi kayu lokal Bangka dan
varietas ubi kayu Nasional bulan ke 7.
19
4.2. Pembahasan
a b
c
Gambar 6. Umbi berukuran kecil (a), sedang (b), batang umbi kayu
mukibat yang mengalami pembengkakan (c)
24
5.1. Kesimpulan
1. Terdapat pengaruh teknik sambung mukibat dan bahan organik terhadap
pada pertumbuhan dan produksi ubi kayu.
2. Aksesi Mentega memiliki produksi yang terbaik dibandingkan aksesi lokal
lainnya.
3. Bahan organik pupuk kotoran sapi memberikan hasil pertumbuhan terbaik
pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun aksesi mentega.
4. Terdapat interaksi antara bahan organik dan aksesi ubi kayu lokal bangka
pada parameter jumlah daun.
5.2. Saran
Aksesi mentega mukibat dengan penambahan bahan organik pupuk
kotoran sapi dapat digunakan untuk menghasilkan pertumbuhan umbi yang
baik dan perlu diperhatikan teknik penyambungan agar kompatibilitas tanaman
dapat lebih baik.
25
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Ubi Kayu menurut Provinsi (ton)
1993-2015. . https://www.bps.go.id [17 September 2016].
Aquita S. 2010. Uji Daya Hasil 4 Varietas 8 Galur Harapan Kedelai pada Lahan
Podsolik Merah Kuning [skripsi]. Balunijuk: Universitas Bangka Belitung.
Arnika V. Yuni L. 2010. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sisa Media
Jamur Merang (Volvariella volvacea) sebagai Pupuk Organik dengan
Penambahan Aktivator Effective Microorganism (EM4) [skripsi].
Surabaya: Institut Teknologi Surabaya.
Atmojo SW. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya
Pengelolaannya. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Badan Litbang Pertanian. 2011. Varietas Ubi Kayu untuk Bahan Pangan dan Bahan
Industri. Agroinovasi. http://litbang.deptan.go.id.
Darmiyanti A. 2012. Pertumbuhan dan Produksi Lima Aksesi Ubi Kayu Lokal
Bangka dengan Teknik Mukibat [skripsi]. Balunijuk: Universitas Bangka
Belitung.
Darwis V, Muslim C, Askin A. 2009. Analisa Usaha Tani dan Pemasaran Ubikayu
serta Teknologi Pengolahan Tapioka di Kabupanten Pati Jawa Tengah.
Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Seminar Nasional
Bogor, 14 Oktober.
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Terjemahan: Sjamsudin E, Justika S, Baharsjah. Jakarta: UI Press.
Hafsah MJ. 2006. Bisnis Ubikayu Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hanafiah KA. 2010. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hanoto W. 2000. Pengaruh Batang Bawah dan Pengatur Zat Pertumbuhan terhadap
Tumbuhan Penyambungan Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.).
Jurnal Agrotropikal. 5(1): 1-4.
26
Lestari T. 2014. Pelestarian Plasma Nutfah Ubi Kayu Lokal Bangka sebagai
Diversifikasi Pangan Lokal. Jurnal Enviagro. 7(2): 7-12.
Radjit BS dan Prasetiaswati N. 2011. Potensi Hasil Umbi dan Kadar Pati pada
Beberapa Varietas Ubikayu dengan Sistim Sambung (Mukibat).Jurnal
Buana Sains. 11(1): 35-44.
Rafiq M. 2009. Pengaruh Perlukaan pada Batang Utama Batang Ubi Kayu terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Umbi. http://repositoryipb.ac.id [17 September
2016].
Riodevrizo. 2010. Pengaruh Umur Pohon Induk terhadap Keberhasilan Setek dan
Sambungan Shorea selanica BI. [skripsi]. Bogor: Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Roselina MD, Sriyadi B, Amien S, Kurniawan A. 2007. Seleksi Batang Atas Kina
(Chinchoma ledgenriana) Klon QRC dalam Pembibitan Stek Sambung.
Zuriat. 1(18): 192-200.
Setiawan BS. 2010. Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Sondakh TD, Paruntu CP, Tumewu P. 2015. Hasil Ubi Kayu (Manihot esculenta
Crantz) terhadap Perbedaan Jenis Pupuk. Jurnal LPPM Bidang Sains dan
Teknologi . 2(2).
Subandi, Widodo Y, Saleh S, dan Santoso LK. 2006. Inovasi Teknologi Produksi
Ubi Kayu untuk Agro Industri dan Ketahanan Pangan.
http://pustaka.litbang.go.id [17 September 2016].
Tirtawinata MR. 2003. Kajian Natomi dan Fisiologi Sambungan Bibit Manggis
dengan Beberapa Kerabat Clusiaceae [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Tumewu P, Paruntu CP, Sondakh TD. 2015. Hasil Ubi Kayu (Manihot esculenta
Crantz) terhadap Perbedaan Jenis Pupuk. Jurnal LPPM Bidang Sains dan
Teknologi. 2(2): 16-27.
Winata NASH, Karno dan Sutarno. 2012. Pertumbuhan dan Produksi Hijauan
Gamal (Gliricidia Sepium) dengan Berbagai Dosis Pupuk Organik Cair.
Animal Agriculture Journal. 1(1): 797-807.