Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH BEBERAPA KOMPOSISI CAMPURAN MEDIA TANAM

TERHADAP KEBERHASILAN DAYA TUMBUH DAN TAMPILAN BIBIT


STEK PURING TERI (Codiaeum variegatum)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh

NATAN KOSMAS

1304062089

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

KUPANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini
mulai banyak digemari oleh masyarakat. Berbagai tanaman hias dibudidayakan
karena tanaman hias merupakan tanaman yang mempunyai banyak kelebihan,
diantaranya warna yang beragam, bentuk yang menarik serta mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi. Tanaman hias dapat digolongkan menjadi tanaman hias
bunga dan tanaman hias daun. Tanaman hias daun merupakan tanaman dengan
daun yang menarik. Jumlah tanaman hias daun tidak dapat dihitung secara pasti
karena makin banyak tumbuhan liar yang kini digolongkan menjadi tanaman hias.
Tanaman hias daun dipilih karena penampilan aneka ragam daunnya yang
berwarna-warni. Mulai dari yang berwarna tunggal merah, hijau, kuning, oranye,
perak, warna kombinasi, warna strip-strip, warna zebra, warna bintik-bintik dan
warna merah-ungu.
Puring (Codiaeum variegatum) atau disebut juga croton merupakan salah
satu tanaman hias daun termasuk keluarga Euphorbiaceae. Tanaman ini sangat
banyak jenisnya, diduga diseluruh Asia dan Pasifik, jenis puring mencapai sekitar
1600 varietas. Di Indonesia, tanaman yang memiliki daun dengan banyak corak
warna, sudah lama dikenal dan ditanam sebagai penghias taman, untuk pagar, atau
sebagai tanaman peneduh di makam-makam. Keanekaragaman tanaman puring
pada saat ini sangat tinggi khususnya keanekaragaman helaian daun, yang
ditunjukkan dari bentuk, warna, dan ukuran daun (Nasib et al. 2008). Mollick et
al. (2011) menyatakan bahwa mutasi somatik atau penyerbukan oleh semut
memberikan peluang terbentuknya keanekaragaman yang tinggi pada puring.
Budidaya tanaman hias daun, khususnya tanaman puring dapat dilakukan
relatif mudah. Seperti kebanyakan tanaman hias lain, maka salah satu cara
memperbanyak tanaman ini adalah dengan cara perbanyakan vegetatif. Kelebihan
dari perbanyakan vegetatif adalah sifat sama dengan induknya, sifat ini meliputi
ketahanan terhadap serangan penyakit, rasa keindahan bunga dan sebagainya. Stek

1
merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif. Stek
adalah suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian tanaman (akar,
batang, daun dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu membentuk akar.
Kelebihan stek dari perbanyakan vegetatif lainnya adalah dengan kekuatannya
sendiri akan menumbuhkan akar dan daun sampai menjadi tanaman sempurna dan
mampu menghasilkan bunga dan buah. Cara stek banyak dipilih orang, karena
bahan untuk membuat stek ini hanya sedikit, tapi dapat diperoleh jumlah bibit
tanaman dalam jumlah yang banyak. Selain itu, dapat memperoleh tanaman yang
sempurna yaitu tanaman telah mempunyai akar, batang dan daun dalam kurun
waktu yang relatif singkat (Widianto, 1994 : 46-47).
Media tanam merupakan salah satu faktor penting dalam lingkungan hidup
tanaman yang menjadi tempat tumbuhnya. Media tanam yang sesuai, baik media
tanam tunggal maupun campuran, menunjang pertumbuhan dan produksi
tanaman, karena dapat menyediakan air dan unsur hara serta menyangga
keseluruhan tanaman. Tanaman yang tumbuh dalam wadah memiliki ketersediaan
air yang kurang dan unsur hara serta drainase yang terbatas (Dole dan Wilkins,
2005).
Ragam media yang banyak digunakan untuk media tumbuh pembibitan,
termasuk tanaman hias adalah sekam, pupuk organik seperti pupuk kandang
kotoran sapi dan pupuk kandang kotoran ayam. Sekam padi adalah pencampur
media yang baik karena ringan, memiliki drainase dan aerasi yang baik, tidak
mempengaruhi pH, mengandung hara atau larutan garam, mempunyai kapasitas
menyerap air, serta harganya murah. Sekam padi mengandung unsur N 1% dan K
2%. (Rahardi 1991). Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak
tanah, menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan belerang)
dan mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Selain itu, pupuk
kandang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan terhadap air, aktivitas
mikrobiologi tanah, nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur tanah.
Pupuk kandang dapat diperoleh dari kandang ternak sendiri seperti sapi, kerbau,
kuda, kambing, babi dan ayam. Produksi pupuk masing-masing hewan tersebut
tidak sama tergantung jenis dan ukuran/berat badan.

2
Berdasarkan berbagai kandungan unsur hara yang dikandung bahan-bahan
pencampur media tanam dan karasteristik masing-masing bahan tersebut, akan
berpengaruh terhadap keadaan media baik kesuburan fisik, kimia dan biologi
untuk mendukung pertumbuhan bibit khususnya bibit vegetatif tanaman puring.
Oleh karena itu dilakukan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Beberapa
Komposisi Campuran Media Tanam Terhadap Keberhasilan Daya Tumbuh Dan
Tampilan Bibit Stek Puring (Codiaeum Variegatum)”.

B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa komposisi
campuran media tanam terhadap pertumbuhan bibit stek puring dan mengetahui
komposisi campuran media tanam yang memberikan pertumbuhan bibit stek
puring yang terbaik.

C. Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi bagi
pihak yang membutuhkannya terutama aspek penggunaan media tanam yang tepat
dalam proses pembibitan tanaman hias terutama pembibitan stek tanaman puring.

D. Hipotesis
1. Perbedaan komposisi campuran media tanam berpengaruh terhadap
keberhasilan daya tumbuh dan tampilan bibit stek puring.
2. Terdapat salah satu komposisi campuran media tanam yang terbaik
terhadap keberhasilan daya tumbuh dan tampilan bibit stek puring.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi Tanaman Puring


Puring merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini pertama kali
diberi nama oleh penemunya yang berasal dari Belanda pada tahun 1690 oleh G.E
Rumphius. Rhumpius memberi nama Codiaeum pada tanaman ini. Pada tahun
1762 Carl Von Linne memberi nama populer pada tanaman ini dengan nama
Croton (Rahma, 2009). Puring (Codiaeum variegatum) atau disebut juga croton
termasuk keluarga euphorbiaceae, berupa perdu atau pohon kecil dengan tinggi
mencapai 1.5-3 m (Steenis 2006). Tanaman ini sangat banyak jenisnya, diduga
diseluruh Asia dan Pasifik jenis puring mencapai sekitar 1600 varietas. Saat ini
kultivar puring tersebar di negara tropik, diantaranya Indonesia, Malaysia,
Filipina, India, Thailand, Srilangka, dan Kepulauan Pasifik (Nasib et al. 2008;
Younis et al. 2010). Di Indonesia, tanaman yang memiliki daun dengan banyak
corak warna ini ditanam sebagai penghias taman, untuk pagar, atau sebagai
tanaman peneduh di makam-makam.
Menurut Tuzammi (2010), kedudukan tanaman puring dalam taksonomi
adalah :
Diviso : Spermatophyta
Subdiviso : Angiospermae
Klass : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Codiaeum
Spesies : Codiaeum variegatum

4
B. Morfologi Tanaman Puring
Keanekaragaman tanaman puring pada saat ini sangat tinggi khususnya
keanekaragaman helaian daun, yang ditunjukkan dari bentuk, warna, dan ukuran
daun. Puring merupakan tanaman menahun berupa perdu, tinggi antara 1-3 m,
batang bercabang banyak, bulat, berkayu, berkulit tipis, kehijauan pada waktu
muda kemudian coklat setelah tua; daun tunggal berseling; tangkai daun
membulat, panjang 1-4 cm; bentuk daun beragam: membundar, membulat telur,
mengipas, menjari, keriting, perrnukaan mengkilap, licin, ukuran 2-10 x 5-36 cm;
warna daun beragam: putih, kuning, merah, hijau, atau kecoklatan. Puring Teri
(Codiaeum variegatum Bi) termasuk keluarga puring yang memiliki daun lembut,
dengan daun kecil yang rimbut, serta bercabang sangat banyak atau lebat.
Bentuk daun tanaman puring sangat bervariasi, ada yang berbentuk bulat
telur (ovatus), lonjong (oblongus), jorong (ellipticus) dan ada juga yang berbentuk
pita (Linear). Masing-masing daun mempunyai corak dan warna yang berbeda-
beda. Tepi daun puring ada yang rata, bergelombang dan berpilin. Ujung daun
puring ada yang berbentuk runcing (acutus), tumpul (obtusus) dan meruncing
(acuminatus). Daun puring tersusun berselang-seling atau saling berhadapan dan
duduk pada ruas batang tanaman. Daun yang masih muda akan selalu berwarna
hijau cerah. Seiring dengan perkembangannya, daun-daun baru ini akan berubah
warnanya sesuai dengan jenisnya (Mitto, 2011). Ciri khas puring adalah dengan
perkembangan tanaman ini warna daun muda akan berbeda dengan warna daun
tua. Akibatnya akan terjadi perpaduan warna yang sangat indah. Bentuk daun
puring teri termasuk lonjong (oblongus), tepi daunnya bergelombang, Ujung
daunnya tumpul (obtusus).
Bentuk batang puring ada dua macam yaitu bulat dan bersudut.
Pertumbuhan batang tegak dan menjulang keatas dengan percabangan banyak.
Seperti tanaman Euphorbiaceae lainnya, batang puring bergetah. Semakin lama
umur tanaman maka batang akan berkayu dan mengeras ( Rahma, 2009 ). Bentuk
batang puring teri berbentuk bulat

5
Puring merupakan tanaman berumah satu (monoeciouse). Jadi bunga
jantan dan bunga betina terpisah dalam tandan bunga yang berbeda. Puring
termasuk tanaman protandri, yaitu bunga jantan akan muncul dan masak terlebih
dahulu dibanding bunga betina. Bunga tersusun berangkai dalam satu tangkai
bunga. Setiap bunga mempunyai 5-10 tangkai benang sari. Bunga betina hanya
tersusun dari mahkota bunga semu, pistil (putik), dan ovari (bakal buah). Kepala
putik merupakan rongga atau lubang dangkal berisi cairan kental (agak lengket).
Lubang ini merupakan tempat meletakkan pollen dan masuknya tabung pollen ke
dalam ovari pada waktu penyerbukan ( Rahma, 2009 ). Bunga muncul dari ujung
batang dalam karang yang berupa bulir. Bunga berukuran kecil memiliki mahkota
berwarna putih kusam atau kekuningan.
Buah puring berbentuk bulat. Pada saat muda, buah berwarna hijau
berkilat, dan kemudian berubah menjadi hijau tua kusam setelah buah tua. Biji
juga berbentuk bulat, terdapat di dalam buah ( Rahma, 2009 ).
Karakter akar puring adalah akar serabut (radix adventicia). Akar ini dapat
menentukan kesehatan tanaman. Dengan akar yang memiliki banyak rambut,
puring berkesempatan untuk tumbuh secara cepat. Pada puring, akar yang sehat
berwarna putih. Bila cukup kuat, akar tersebut mampu menahan terpaan angin
(Mitto, 2011).

C. Kesesuaian Lingkungan Tumbuh Tanaman Puring


Tanaman puring di Indonesia dapat tumbuh di dataran rendah ataupun di
dataran tinggi, dengan ketinggian mencapai 1.500 m dpl. Untuk mendapatkan
warna yang jelas dan cerah, puring menghendaki intensitas cahaya yang penuh
dan temperatur udara berkisar 200 C – 350 C ( Ulisrifai, 2014 ).
Puring tumbuh dengan sinar matahari penuh. Tetapi, puring juga dapat
tumbuh ditempat yang teduh. Puring membutuhkan sinar matahari dalam proses
metabolismenya, terutama dalam proses fotosintesis. Tanpa sinar matahari, proses
tumbuh dan berkembangnya tanaman akan terhambat. Intensitas cahaya adalah
banyaknya cahaya yang diterima setiap tanaman setiap harinya. Kebutuhan
intensitas cahaya puring berkisar antara 90-100%, dengan lama penyinaran 10-12

6
jam/hari. Oleh karena itu, pada umumnya puring tidak membutuhkan naungan.
Jika cahaya terlalu sedikit, warna daun tidak cemerlang, rata-rata warna yang
muncul hanya hijau (Rahma, 2009).
Puring tumbuh paling ideal pada temperatur antara 20-35 derajat celcius.
Suhu tersebut merupakan suhu rata-rata di Indonesia. Pada suhu rendah, daun
akan lebih sempit tetapi tebal, sedangkan pada suhu tinggi, daun akan lebih lebar
tetapi tipis (Rahma, 2009).
Puring menyukai kelembaban sedang. Kelembaban optimal untuk puring
berkisar antara 30-60%. Puring mampu tumbuh di daerah kering. Kelembaban
yang terlalu tinggi perlu diwaspadai karena akan merangsang munculnya serangan
hama dan penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan
cendawan (Rahma, 2009).
Media tumbuh yang baik bagi puring adalah mampu mengikat,
menyimpan air dan hara dengan baik, memiliki sistem sanitasi, aerasi dan
drainase yang baik, sehingga tidak menjadi sumber penyakit dan bersifat tahan
lama, jangan sampai kondisi media tanam tersebut terlalu lembab Anonim (2008).

D. Manfaat Tanaman Puring


Salah satu usaha pembudidayaan tanaman yang menjadi perhatian adalah
pembudidayaan tanaman hias. Berbagai tanaman hias dibudidayakan karena
tanaman hias merupakan tanaman yang mempunyai banyak kelebihan,
diantaranya warna yang beragam, bentuk yang menarik serta mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi. Ada banyak jumlah tanaman yang saat ini banyak
dibudidayakan orang misalnya adenium, anggrek, aglaonema, kaktus, mawar,
puring dan lain-lain. Salah satu tanaman hias yang banyak disukai oleh orang-
orang adalah puring. Di Indonesia, tanaman yang memiliki daun dengan banyak
corak warna ini ditanam sebagai penghias taman, untuk pagar, atau sebagai
tanaman peneduh di makam-makam.
Akar, kulit batang dan daunnya dapat digunakan sebagai ramuan obat
diantaranya yaitu digunakan untuk mengobati sembelit, cacingan, kurang nafsu

7
makan, penyakit saluran kencing pada anak-anak, badan kurang fit, eksim dan
sukar berkeringat (Tuzammi, 2010).
Selain puring dapat digunakan sebagai makanan dan obat-obatan puring
juga mempunyai kemampuan tinggi menyerap polutan. Dengan demikian, apabila
sekitar rumah ditanami tumbuhan puring maka kondisi udara semakin bagus
untuk kesehatan. Puring juga sangat baik ditanam disekitar sumur sehingga akar-
akarnya akan memperbaiki kwalitas air. Akar puring dapat menangkap fosfor
yang terkandung didalam air.

E. Teknik Perbanyakan Tanaman Puring


Secara umum, perbanyakan tanaman dapat dibedakan menjadi dua yaitu
generatif (penggunaan biji) dan vegetatif (penggunaan bagian tubuh tanaman).
Adapun teknik perbanyakan yang diterapkan pada tanaman hias, tergantung jenis
tanamannya misalnya ada tanaman yang diperbanyak secara generatif saja
ataupun secara vegetatif saja bahkan kedua-duanya.
Faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan stek antara
lain adalah kondisi lingkungan, Fisik dan fisiologi dari bahan yang digunakan
sebagai stek. Suhu dan kelembaban suatu media merupakan faktor lingkungan
yang sangat menentukan keberhasilan stek. Karena ketiga faktor ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam mempertahankan kesegaran stek serta
mempengaruhi pembentukan dan diferensiasi kalus menjadi akar. Stek yang akan
digunakan secara fisik harus sehat, kekar dan pertumbuhan normal. Sedangkan
secara fisiologis, stek harus mengandung cadangan makanan dan hormon tubuh
yang cukup untuk pembentukan akar tunas (Sugito, 1991).
Perbanyakan melalui stek dapat menggunakan sebagian batang, akar atau
daun untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Metode perbanyakan buatan ini
memberikan beberapa keuntungan, yaitu lebih ekonomis, mudah dalam
pelaksanaan dan tidak memerlukan keterampilan khusus. Keberhasilan stek
dipengaruhi salah satunya oleh jenis tanaman. Tanaman yang mudah berakar
keberhasilan akan lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang sulit berakar.

8
Keberhasilan dapat ditandai dengan adanya regenerasi akar dan pucuk pada bahan
stek (Dewi et al. 2016).
Menurut Wudianto (1991), perbanyakan vegetatif dengan stek meliputi:
1. Stek batang
Sebagian orang menyebutnya dengan stek kayu, karena umumnya tanaman
yang dikembangbiakan dengan stek batang adalah tanaman berkayu. Untuk
memudahkan pertumbuhan akar stek ini kadang-kadang kita juga perlu
mengikutkan sebagian kayu dari cabang induk, sehingga bentuk stek batang ini
tidak hanya lurus tetapi bertumut atau dapat juga dibentuk seperti martil.
2. Stek daun
Untuk memperbanyak tanaman ini biasanya digunakan sehelai daun
lengkap dengan tangkainya. Contoh tanaman seperti ini adalah lidah mertua
(Sanciviera sp), tanaman yang dapat diperbanyak dengan cara ini biasanya pada
ujung daunnya akan keluar tunas. Dan tunas inilah yang kita tanam.
3. Stek akar
Mengakarkan stek ini sebaiknya dilakukan pada musim dingin, sekalipun
tidak menutup kemungkinan adanya suatu jenis yang menyukai situasi yang
hangat. Stek akar muda akan berakar lebih cepat dan lebih baik bila dibandingkan
dengan stek akar sebesar pensil
4. Stek mata
Stek mata yang juga sering disebut stek tunas ini, sebenarnya merupakan
stek batang, hanya saja batang yang digunakan untuk stek hanya mempunyai satu
mata.
5. Stek pucuk
Sesuai dengan namanya, stek pucuk ini diambil dari pucuk-pucuk batang
yang masih muda dan masih dalam masa tumbuh. Media yang digunakan
merupakan campuran kompos dengan pasir yang sudah bersih dan bebas dari
penyakit. Bisa juga digunakan media campuran pasir yang sudah bersih, tanah
gembur dan sejenis mineral yang disebut vermikulit.

9
6. Stek umbi
Dari sekian banyak umbi-umbian hanya separuh yang merupakan tanaman
berumbian sebenarnya atau sering disebut bulb. Sedang yang lainnya dapat
digolongkan dalam umbi palsu (corm), umbi batang (tubers), umbi akar (tuberous
root), dan akar batang (rhizomes).
Cara stek banyak dipilih orang, apalagi untuk pengebun buah-buahan dan
tanaman hias. Alasannya, karena bahan untuk membuat stek ini hanya sedikit, tapi
dapat diperoleh jumlah bibit tanaman dalam jumlah yang banyak. Selain itu kita
juga dapat memperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman telah mempunyai
akar, batang dan daun dalam kurun waktu yang relatif singkat (Widianto, 1994).

F. Pengaruh Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Tanaman


Untuk menghasilkan bibit yang berkualitas diantaranya diperlukan media
yang kaya dengan bahan organik dan mempunyai unsur hara yang diperlukan
tanaman (Durahim dan Hendromono, 2001). Umumnya media pembibitan
menggunakan media topsoil namun untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik
maka perlu diperhatikan media yang baik untuk pertumbuhan tanaman seperti
ketersediaan unsur hara setiap media tanam tersebut.
Pemberian pupuk organik dapat meningkatan kemampuan tanah
menyangga kadar air. Buckman dan Brady (1982) menyatakan bahwa bahan
organik dapat meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air, memperbaiki
aerasi, dan meningkatkan granulasi serta agregasi. Bahan organik juga berperan
dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga sesuai bagi
pertumbuhan tanaman. Media tanam merupakan salah satu faktor penting dalam
lingkungan hidup tanaman yang menjadi tempat tumbuhnya. Media tanam yang
sesuai, baik media tanam tunggal maupun campuran, sangat menunjang
pertumbuhan dan produksi tanaman karena dapat menyediakan air dan unsur hara
serta menyangga keseluruhan tanaman.
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam,
yang juga akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin
ditanam. Setiap tanaman hias menghendaki tempat hidup yang berbeda-beda agar

10
tumbuh optimal. Pasalnya, karakteristik setiap tanaman juga berbeda, jenis media
tanam yang digunakan pun sangat beragam. Media tanam untuk tanaman hias
umumnya merupakan campuran dari berbagai jenis media tanam yang akan saling
melengkapi. Kunci kesuksesan dan kecantikan tanaman hias tergantung pada
media tanam yang akan dipakai, salah pemilihan dan media tanam bisa berakibat
fatal bagi kelangsungan hidup tanaman hias, termasuk puring. Media tanam
memegang peranan penting dalam perawatan tanaman sebagai tempat tumbuhnya
akar serta media untuk mensuplai unsur hara yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
dan perkembangan tanaman.
Menurut Nosiani (2015), terdapat adanya pengaruh media tanam dengan
komposisi media berbeda terhadap jumlah mata tunas puring (Codiaeum
variegatum) yakni kombinasi media sekam bakar, tanah, serutan kayu dan
kompos pada perbandingan dengan komposisis 1 : 1 : 1 : 1 menghasilkan jumlah
mata tunas lebih banyak.
Menurut Eliyani (1999), pupuk kandang ayam dapat meningkatkan
produktivitas tanaman dan memiliki pengaruh yang baik terhadap tanah melalui
perbaikan fisik, biologi, dan kimia tanah. Pupuk kandang ayam mengandung
unsur hara lebih tinggi dibanding pupuk kandang lainnya. Penambahan pupuk
kandang ayam pada berbagai dosis dapat mengubah sifat fisik dan kimia tanah.
Hal ini terlihat antara lain dengan peningkatan kegemburan media dan perubahan
pH tanah yang telah dicampur dengan dosis pupuk kandang ayam 5, 10, dan 15
ton/ha adalah 6.08, 5.93, dan 6.47 pada level agak masam (Susanti et al. 2008).
Soepardi (1983) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang selain dapat
menambah tersedianya unsur hara juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah.
Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain
kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas, dan daya pegang
air. Berdasarkan hasil penelitian Simatupang (2010) menyatakan bahwa dosis
pupuk kandang ayam yang semakin meningkat akan meningkatkan pertumbuhan
dan produksi daun segar, serta kandungan minyak atsiri kemangi.

11
Pupuk kandang sapi dan ayam memiliki efek terhadap kesuburan tanah
gambut yang cukup baik karena mengandung unsur hara yang lengkap (makro
dan mikro) serta mikroorganisme yang ada di dalamnya. Berdasarkan hasil
penelitian Elisman (2001) diketahui pupuk kandang ayam dapat memperbaiki
sifat fisik dan kimia tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur. Sementara
Baherta (2009) menjelaskan kandungan kotoran ayam dalam setiap tonnya adalah
10 kg N, 8 kg P205, dan 4 kg K2O.
Campuran dua macam media atau lebih dapat memperbaiki kekurangan
masing-masing media tersebut, antara lain dalam kecepatan pelapukan dan
penyediaan hara tanaman, serta kemampuan mempertahankan kelembapan media
(Satsijati 1991). Salah satu media tanam yang baik adalah sekam padi karena
ringan, memiliki drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH,
mengandung hara atau larutan garam, mempunyai kapasitas menyerap air, serta
harganya murah. Sekam padi mengandung unsur N 1% dan K 2% (Rahardi 1991).
Pengaruh pemberian pupuk kandang secara tidak langsung memudahkan
tanah untuk menyerap air. Pemakaian pupuk kandang sapi dapat meningkatkan
permeabilitas dan kandungan bahan organik dalam tanah, dan dapat mengecilkan
nilai erodobilitas tanah yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan tanah
terhadap erosi. Pupuk kandang ayam dapat memberikan kontribusi hara yang
mampu mencukupi pertumbuhan bibit tanaman, karena pupuk kandang ayam
mengandung hara yang lebih tinggi dari pupuk kandang lainnya (Santoso et al.,
2004).
Menurut Ingels (1985) media tanam yang tepat merupakan salah satu
syarat keberhasilan budidaya tanaman khususnya budidaya dalam wadah.
Keberhasilan pertumbuhan tanaman ditentukan oleh perkembangan akarnya. Akar
tanaman hendaknya berada pada suatu lingkungan yang mampu memberikan
pendukung struktural, memungkinkan absorbsi air dan ketersediaan nutrisi yang
memadai. Selain itu, media tanam memungkinkan drainase dan pH yang baik bagi
tanaman.

12
Pupuk kandang dari kotoran sapi memiliki kandungan serat yang tinggi.
Serat atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami
proses dekomposisi lebih lanjut. Proses dekomposisi senyawa tersebut
memerlukan unsur N yang terdapat dalam kotoran sapi, sehingga kotoran sapi
tidak dianjurkan untuk diaplikasikan dalam bentuk segar, perlu pematangan atau
pengomposan terlebih dahulu. Apabila pupuk diaplikasikan tanpa pengomposan,
akan terjadi perebutan unsur N antara tanaman dengan proses dekomposisi
kotoran (Anonim 2017).
Kotoran ayam sangat diminati petani sayuran daun karena reaksinya yang
cepat, cocok dengan karakter sayuran daun yang rata-rata mempunyai siklus
tanam pendek. Pupuk ini mempunyai kandungan unsur hara N yang relatif tinggi
dibanding pupuk kandang jenis lain. Terlebih lagi, unsur N dalam kotoran ayam
bisa diserap tumbuhan secara langsung, sehingga relatif tidak perlu proses
dekomposisi terlebih dahulu (Anonim 2017).

13
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian,
Universitas Nusa Cendana, Kupang, yang berlangsung dari bulan Mei 2018
sampai Juli 2018.

B. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek puring, pupuk
kandang kotoran ayam, pupuk kandang kotoran sapi, sekam padi, topsoil, polibag,
label, air.

Alat yang digunakan adalah alat tulis menulis, alat penyiraman, parang,
gunting stek, meteran, timbangan, kamera, alat tugal, mistar dan Jangka sorong.

C. Metode Penelitian
1. Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan percobaan yang menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) terdiri dari 5 perlakuan dalam 3 kelompok. Perlakuan yang
dicobakan adalah perbedaan komposisi campuran media tanam untuk
keberhasilan daya tumbuh bibit stek puring; selengkapnya adalah :
A. Media Tanah (Po)
B. Campuran Tanah dan Pupuk Kandang Kotoran Ayam dengan
perbandingan 1 : 1 (P1)
C. Campuran Tanah dan Pupuk Kandang Kotoran Ayam dan Sekam
dengan perbandingan 1 : 1 : 1 (P2)
D. Campuran Tanah dan Pupuk Kandang Kotoran Sapi dengan
perbandingan 1 : 1 (P3)
E. Campuran Tanah dan Pupuk Kandang Kotoran Sapi dan Sekam
dengan perbandingan 1 : 1 : 1 (P4).

14
Pengelompokan dilakukan berdasarkan ukuran diameter stek puring yakni
yang berukuran kecil, sedang dan besar. Pendekatan perbandingan campuran
media menggunakan pendekatan berat. Setiap perlakuan dalam ulangan dibuat
rangkap 5 polibag, sehingga unit percobaan berjumlah 75 polibag.

2. Medel Matematika dan Analisis Data


a) Model Matematika
Model analisis data dari percobaan faktor tunggal Rancangan Acak
Kelompok (RAK) menurut Gaspersz adalah :

Yij = µ + Ti + βj + Ɛij

Keterangan :
Yij : nilai pengamatan pada perlakuan komposisi campuran media
tanam ke-i dan ulangan ke-j
µ : nilai tengah populasi
Ti : pengaruh perlakuan komposisi campuran media tanam ke-i
β : pengaruh blok ke-j
Ɛij : galat percobaan dari perlakuan komposisi campuran media
tanam ke-i dan ulangan ke-j
b) Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan Sidik Ragam


(Anova) untuk mngetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan
bibit stek Puring. Apabila ada pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji
Tukey yang sering disebut Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% untuk
mengetahui perbedaan antar rerata pasangan perlakuan.

D. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Media Tanam


Media tanam sesuai dengan perlakuan, dibuat dengan cara mencampurkan
bahan-bahan media dengan perbandingan 1 : 1 : 1 (kg). Media tanah yang

15
digunakan adalah tanah Latosol yang diambil di sekitar lingkungan kampus
Fakultas Pertanian, Universita Nusa Cendana.
Pupuk kandang kotoran ayam adalah pupuk yang sudah matang (tidak
menghasilkan panas lagi dan siap digunakan); demikian juga dengan pupuk
kandang sapi. Perbandingan campuran 1 : 1 : 1 artinya tanah 10 kg, dicampurkan
pupuk kandang (ayam atau sapi) 10 kg, dicampurkan sekam padi 10 kg.
Pencampuran dibuat secara merata sesuai dengan perlakuan. Campuran media
tanam tersebut, kemudian diisi pada polibag berukuran 15 cm x 30 cm kurang
lebih 90% terisi. Setiap perlakuan dalam ulangan dibuat rangkap 5 polibag
sehingga terdapat 75 polibag.
2. Persiapan Stek Tanaman Puring
Stek puring diambil dari cabang sekunder yang sudah cukup tua (tidak
terlalu muda dan tidak terlalu tua/berkayu). Waktu pengambilan stek yakni pada
saat sore hari atau diatas jam 03.00. Ukuran panjang stek 15 cm. Pengambilan
batang stek dan pemotongan stek tersebut menggunakan gunting steril dan tajam.
Bagian pangkal stek puring, dipotong miring, sekaligus digunakan sebagai tanda
stek yang akan ditancapkan pada media tanam nanti. Stek dikelompokan ats 3
yakni ukuran kecil, sedang dan besar.
3. Penyiraman
Polibag media, diletakan sesuai hasil pengacakan kemudian disiram secara
homogen atau jumlah air yang diberikan sama. Penyiraman harian dilakukan
terkendali untuk menjamin ketersediaan air untuk pertumbuhan stek (tidak terlalu
basah dan tidak terlalu kering).
4. Penanaman Stek Tanaman Puring
Stek yang sudah siap, ditancapkan sedalam 5 cm, dengan posisi tegak.
5. Pemeliharaan
Pengendalian gulma dilakukan secara mekanis dengan mencabut gulma
yang tumbuh dipolibag. Pengendalian hama dan penyebab penyakit dilakukan
secara terkontrol dan memanfaatkan pestisida yang sesuai jika sudah dibutuhkan.

16
Penyiraman rutin harian dilakukan pagi dan sore, jumlah air yang
diberikan homogen dan cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan bibit stek
puring.

E. Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap keadaan pertumbuhan bibit stek puring


pada saat stek puring berumur 3 bulan stelah tanam (BST), meliputi :

1. Persentasi keberhasilan tumbuh stek puring (%)

Ɛ stek yang berhasil tumbuh


Persentasi keberhasilan stek = X 100%
Ɛ stek yang dibibitkan

2. Jumlah tunas setiap stek


Dihitung semua jumlah tunas yang terbentuk dan yang telah
membentuk daun sempurna, tidak termasuk calon tunas yang
masih dorman atau tidur.
3. Panjang tunas
Panjang tunas diukur dari permukaan batang stek cabang primer
dan sekunder, sampai bagian ujung tunas terjauh. Tunas adalah
calon cabang, daun yang organnya secara visual masih muda dan
jaringan masih berair, berwarna hijau terang.
4. Berat kering akar
Berat kering akar adalah berat kering oven dari semua akar stek
yang dipotong rata sampai permukaan stek, dibersihkan (dicuci),
kemudian dikering anginkan sebelum dioven. Pengamatan
dilakukan secara destruktif dengan mencabut hati-hati stek agar
akarnya tidak terputus.
5. Waktu tumbuh tunas
Waktu tumbuh tunas dihitung saat bibit stek mulai ditanam.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Puring/Croton.(http://denydendhi.blogspot.co.id/2011/04/puring-


croton.html. diakses 9 april 2017).
Anonim,2017. Jenis Dan Karakteristik Pupuk Kandang. Http://Alamtani.Com/Pupuk-
Kandang.Html. Diakses 15 April 2017.

Buckman HO, NC Brady. 1982. The Nature and Properties of Soil. The
MacMillan Company. New York.
Baherta. 2009. Respon Bibit Kopi Arabika Pada Beberapa Takaran Pupuk
Kandang Kotoran Ayam. Jurnal Ilmiah Tambua, 8 (1) :467-472.
Dewi, E., Handayani, S., Rosnina. 2016. Modul Praktikum Teknologi
Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Dan Generatif. Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh.
Durahim dan Hendromono. 2001. Kemungkinan Penggunaan Limbah Organik
Sabut Kelapa Sawit dan Sekam Padi sebagai Campuran untuk Media
Pertumbuhan Bibit Mahoni (King). Buletin Penelitian Hutan no. 628.
Hal.13-26.
Dole, J.M., H.F. Wilkins. 2005. Floriculture: Principles and Species. Prentice
Hall, Upper Saddle River. New Jersey.
Elisman, R. 2001. Pengaruh pemberian beberapa jenis pupuk kandang terhadap
pertumbuhan bibit kopi Arabika(Coffee Arabika Var. Kartika 1). Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Taman Siswa. Padang Sari et al.,2006).
Eliyani. 1999. Pengaruh pupuk kotoran ayam dan pengapuran terhadap produksi
galur kedelai berumur panjang. (Tesis). Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Gaspersz, V,. 2001. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung.
Ingels, J.E. 1985. Ornamental Horticulture: Principles And PracticesState
University Of New York Agricultural And TechnicalCollege. Delmar
Publisher Inc. 524

18
Mitto, 2011. Puring Sejuta Warna Sejuta Manfaat. http://mittho-
floweris.blogspot.com. diakses tanggal 14 april 2017.
Mollick AS, Shimoji H, Denda T, Yokota M, Yamasaki H. 2011. Croton
Codiaeum variegatum (L.) Blume cultivars characterized by leaf
phenotypic parameters. Hort Science. 132:71-79.9.
Nasib,A, Ali K, Khan S. 2008. In vitro propagation of croton (Codiaeum
variegatum). Pak J Bot. 40(1):99-104.

Nosiani, 2015. Pengaruh Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Puring (Codiaeum


Variegatum) Jurnal Pena Sains Vol. 2, No. 2, Oktober 2015 Issn: 2407-
2311
Rahma. 2009. Syarat Tumbuh. Artikel Tanaman Hias (Online). (http://denydendhi
.blogspot. co.id/2011/04/puring-croton.html. diakses 4 april 2017)

Rahardi, F. 1991. Hidroponik semakin canggih. Trubus XXII(264):196-198.

Steenis CGGJ van. 2006. Flora. Soerjowinoto M, penerjemah. Jakarta (ID):


Pradya Paramita. hlm 269.

Sugito, L., Jawal. M., Wijaya. 1991. Pengaruh IBA dan Pengeratan Terhadap
Keberhasilan Stek Rambutan Binjai. Penelitian Holtikultura 4 (2):1-8.

Susanti H, Aziz S, Melati M. 2008. Produksi Biomassa dan Bahan Bioaktif


Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dari Berbagai Asal Bibit
dan Dosis Pupuk Kandang Ayam. Jurnal Hortikultura. Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bul. Agron. 48 – 55 (2008).
Satsijati. 1991. Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan bibit anggrek
Dendrobium Youpphadeewan. Jurnal Hortikultura (3): 15-22.
Santoso, B., F. Haryanti dan S.A. Kadarsih. 2004. Pengaruh pemberian pupuk
kandang ayam terhadap pertumbuhan dan produksi serat tiga klon rami di
lahan aluvial Malang. Jurnal Pupuk. 5(2):14-18.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB Press. Bogor. 591 hal.

19
Simatupang, D.V. 2010. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang TerhadapPertumbuhan,
Produksi Daun Segar, DanKandungan Minyak Atsiri Dari Dua
AksesiKemangi (Ocimum Basilicum L.).Skripsi. Departemen Agronomi
Dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2010.
Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 110 hal.

Wudianto. Rini, 1991. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya.
Wudianto, R. 1994. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi.. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Younis A, Riaz A, Waseem M, Khan A, Nadeem M. 2010. Production of quality
croton (Codiaeum variegatum) plant by using different growing media. J
Agric & Environ Sci. 7(2):232-237.
Tuzammi. 2010. Ensiklopedia Flora. jilid 5. PT. Kharisma Ilmu, Bogor.

Zakaria, A. and P. Vimala. 2002. Research and development of organic crop


production in Malaysia. http://www.FAO.org. [1 Februari 2010].

20

Anda mungkin juga menyukai