Anda di halaman 1dari 45

DIVERSIFIKASI OLAHAN JAGUNG BENTUK SETENGAH JADI DAN

JADI
(Makalah Teknologi Serealia dan Palawija)

Oleh

Kelompok 7 :

1. Davita Nathania P. 1414052019


2. Fatimah 1414051038
3. Jerry Kenezi 1414051051
4. Ria Apriani 1414051080
5. Riki Satria R. 1414051083

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan pertanian mencapai


107 juta hektar. Pada tahun 2004, luas lahan jagung sekitar 3,35 juta hektar
mampu menghasilkan jagung sebanyak 11,22 juta ton. Jagung menduduki
urutan ketiga setelah gandum dan padi sebagai bahan makanan pokok di
dunia. Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman yang memiliki
manfaat penting bagi masyarakat Indonesia untuk kelangsungan hidup
manusia. Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua
terpenting setelah padi, bahkan dibeberapa daerah seperti Madura dan
Gorontalo, jagung merupakan makanan pokok. Jagung sebagai bahan pangan
pokok mempunyai nilai gizi yang cukup baik, selain kandungan
karbohidratnya mencapai 63,60 persen juga mengandung lemak dengan asam
lemak tak jenuh yang cukup tinggi, protein 7,90 persen, mineral dan vitamin
termasuk kandungan vitamin A yang tinggi (440 SI) dibanding jenis biji-biji
lainnya. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisi tersebut, jagung
mempunyai prospek sebagai pangan dan bahan baku industri (Rahman,
2015).

Jagung menempati posisi penting dalam perekonomian nasional, khususnya


untuk mendukung perekonomian di Sumatera. Jagung telah menjadi
pengganti sebagian produk yang memiliki nilai gizi yang hampir sama
dengan nilai gizi produk aslinya. Presentase penggunaan jagung di Indonesia
cukup tinggi, meliputi 71,7 % untuk bahan makanan manusia, 15,5 % untuk
pakan ternak, 0,8 % untuk industri, 0,1 % untuk diekspor, dan 11,9 % untuk
kegunaan lainnya. Kebutuhan jagung dalam negeri untuk pakan ternak
mencapai 4,90 juta ton dan bahkan masih mengimpor jagung sebanyak 1.80
juta ton tahun 2005 dan diprediksi menjadi 6,60 juta ton dan diperkirakan
akan terus mengimpor jagung mencapai 2.20 juta ton tahun 2010, jika
produksi nasional tidak dipicu (Ditjen Tanaman Pangan, 2006).
Penanganan dan pengolahan hasil pertanian memang penting untuk
meningkatkan nilai tambah, terutama pada saat produksi melimpah dan harga
produk rendah, juga untuk produk produk yang rusak atau bermutu rendah.
Namun potensi produksi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Salah
satu cara meningkatkan nilai tambah produk jagung adalah dengan
mengolahnya menjadi berbagai macam produk olahan jagung (diversifikasi
olahan jagung). Diversifikasi ini akan menciptakan produk olahan dalam
bentuk barang jadi maupun barang setengah jadi yang bahan baku utamanya
merupakan jagung. Dengan kata lain, jagung diproses menjadi bentuk lain
yang lebih menarik dan memberikan nilai tambah serta meningkatkan
kesejahteraan penduduk pedesaan dan petani jagung khususnya, sehingga
pengembangan diversifikasi olahan jagung menjadi berbagai produk diatas ini
diharapkan akan menambah deretan perbendaharaan hasil olahan jagung dan
dapat meningkatkan konsumsi jagung untuk pangan. Oleh karena itu,
perlunya mengetahui diversifikasi olahan jagung bentuk setengah jadi dan
jadi (Arief, dkk., 2014).

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu memberikan informasi kepada


pembaca, khususnya mahasiswa mengenai diversifikasi olahan jagung bentuk
setengah jadi dan jadi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jagung

Jagung (Zea mays ssp.) adalah salah satu tanaman pangan penghasil
karbohidrat yang terpenting di dunia, selain gandum dan padi. Jagung tumbuh
pada suhu 21-30oC, usia rata-rata jagung berkisar tiga sampai empat bulan.
Sebagian jagung merupakan tanaman hari pendek yang pembungaannya
terjadi jika mendapat penyinaran sekitar 12,5 jam. Bagian-bagian jagung
terdiri dari batang, daun, akar, bunga, dan biji(buah). Tinggi tanaman jagung
rata-rata dalam budidaya mencapai 2,0 sampai 2,5 m. Tangkai batang beruas-
ruas dengan tiap ruas kira-kira 20 cm, dari buku melekatlah pelepah daun
yang memeluk tangkai batang (Zenir, 2015).

Daun tidak memiliki tangkai, helai daun biasanya memiliki lebar 9 cm dan
panjang dapat mencapai 120 cm. Bunga betina jagung berupa tongkol yang
terbungkus semacam pelepah dengan rambut. Rambut jagung tersebut
sebenarnya adalah tangkai putik. Sebagai anggota monokotil, jagung berakar
serabut yang dapat mencapai kedalaman 80 cm meskipun sebagian besar
berada pada kisaran 20cm (Zenir, 2015).

Berikut ini adalah taksonomi jagung (Nurainal, 2012) :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
B. Klasifikasi Jagung
1. Berdasarkan Tujuan Pemanfaatannya

Berdasarkan tujuan pemanfaatannya komoditas jagung di Indonesia


dibedakan atas jagung untuk bahan pangan, bahan industri pakan, bahan
industri olahan, dan bahan tanaman atau disebut benih. Jagung sebagai
bahan pangan dapat dikonsumsi langsung maupun perlu pengolahan
seperti jagung rebus, bakar, maupun dimasak menjadi nasi. Sebagai
bahan pakan ternak, biji pipilan kering digunakan untuk pakan ternak
bukan ruminan seperti ayam, itik, puyuh, dan babi. Sedangkan seluruh
bagian tanaman (brangkasan) jagung atau limbah jagung, baik yang
berupa tanaman jagung muda maupun jeraminya dimanfaatkan untuk
pakan ternak ruminansia. Selain itu, jagung juga berpotensi sebagai
bahan baku industri makanan, kimia farmasi dan industri lainnya yang
mempunyai nilai tinggi. Contoh hasil olahannya yaitu tepung jagung,
gritz jagung, minyak jagung, dextrin, gula, etanol, asam organik, dan
bahan kimia lain (Budi, 2013).

2. Berdasarkan Penampilan Dan Tekstur Biji (Kernel)

Jagung diklasifikasikan ke dalam 7 tipe yaitu (Budi, 2013) :

a. Jagung mutiara/flint corn(Zea mays indurata)

Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat, licin, mengkilap dan keras,
bagian pati yang keras terdapat di bagian atas dari biji. Pada waktu
masak, bagian atas dari biji mengkerut bersama-sama, sehingga
menyebabkan permukaan biji bagian atas licin dan bulat. Pada
umumnya varietas lokal di Indonesia tergolong ke dalam tipe biji
mutiara. Sekitar 75% dari areal pertanaman jagung di Pulau Jawa
bertipe biji mutiara. Tipe biji ini disukai oleh petani karena tahan
hama gudang.

b. Jagung gigi kuda/dent corn(Zea mays identata)


Bagian pati keras pada tipe biji dent berada di bagian sisi biji,
sedangkan pati lunaknya di tengah sampai ke ujung biji. Pada waktu
biji mengering, pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih
mengkerut dari pada pati keras, sehingga terjadi lekukan (dent) pada
bagian atas biji. Tipe biji dent ini bentuknya besar, pipih dan
berlekuk. Jagung hibrida tipe dent adalah tipe jagung yang populer di
Amerika dan Eropa. Di Indonesia, terutama di Jawa, kira-kira 25%
dari jagung yang ditanam bertipe biji semi dent (setengah gigi kuda).

c. Jagung manis/sweet corn(Zea mays saccharata)

Bentuk biji jagung manis pada waktu masak keriput dan transparan.
Biji jagung manis yang belum masak mengandung kadar gula lebih
tinggi dari pada pati. Sifat ini ditentukan oleh satu gen sugary (su)
yang resesif. Jagung manis umumnya ditanam untuk dipanen muda
pada saat masak susu (milking stage).

d. Jagung berondong/pop corn(Zea mays everta)

Pada tipe jagung pop, proporsi pati lunak dibandingkan dengan pati
keras jauh lebih kecil dari pada jagung tipe flint. Biji jagung akan
meletus kalau dipanaskan karena mengembangnya uap air dalam
biji. Volume pengembangannya bervariasi (tergantung pada
varietasnya), dapat mencapai 15-30 kali dari besar semula. Hasil biji
jagung tipe pop pada umumnya lebih rendah daripada jagung flint
atau dent.

e. Jagung tepung/floury corn(Zea mays amylacea)


Zat pati yang terdapat dalam endosperma jagung tepung semuanya
berupa pati lunak, kecuali di bagian sisi biji yang tipis adalah pati
keras. Pada umumnya tipe jagung floury ini berumur dalam
(panjang) dan khususnya ditanam di dataran tinggi Amerika Selatan
(Peru dan Bolivia).

f. Jagung ketan/waxy corn(Zea mays ceratina)

Endosperma pada tipe jagung waxy seluruhnya terdiri dari


amylopectine, sedangkan jagung biasa mengandung 70%
amylopectine dan 30% amylose. Jagung waxy digunakan sebagai
bahan perekat, selain sebagai bahan makanan.

g. Jagung pod/pod corn(Zea mays tunicata)

Setiap biji jagung pod terbungkus dalam kelobot, dan seluruh


tongkolnya juga terbungkus dalam kelobot. Endosperma bijinya
mungkin flint, dent, pop, sweet atau waxy.

3. Berdasarkan Umur Tanam

Kelompok varietas tanaman jagung berdasarkan umur tanamannya


terbagi menjadi tiga seperti dijelaskan dibawah ini (Budi, 2013) :

a. Varietas Berumur Pendek (Genjah) : umur panennya berkisar antara


70-80 hari setelah tanam (HST). Contohnya adalah varietas Medok,
Madura, Kodok, Putih Nusa, Impa Kina, dan Abimayu.
b. Varietas Berumur Sedang (Medium) : umur panennya berkisar antara
80 100 HST. Contohnya adalah varietas Panjalinan, Bromo,
Arjuna, Sadewa, Parikesit, Hibrida C-1 dan CPI-1.
c. Varietas Berumur Panjang (Dalam) : umur panennya berkisar antara
80 110 HST. Contohnya adalah varietas Harapan, Metro, Pandu,
Bima dan Composit-2.
4. Berdasarkan Tempat Penanaman

Tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi.


Berdasarkan ketinggian tempat penanaman, jagung dibedakan menjadi
dua kelompok varietas sebagai berikut (Budi, 2013) :

a. Varietas jagung dataran rendah : dapat tumbuh dan berproduksi baik


di daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 1.000 m dpl.
Contohnya adalah varietas Harapan, Arjuna, Sadewa, Parikesit,
Bromo, Abimayu, Kalingga dan Wiyasa.
b. Varietas jagung dataran tinggi : dapat tumbuh dan berproduksi baik
di daerah yang mempunyai ketinggian lebih dari 1.000 m dpl.
Contohnya adalah varietas Bima, Pandu, Kania Putih, dan Baster
Kuning.

5. Berdasarkan Ketahanan Terhadap Hama dan Penyakit

Setiap varietas jagung memiliki ketahanan yang berbeda dengan varietas


lain terhadap serangan hama dan penyakit. Berdasarkan sifat ketahanan
tersebut tanaman jagung dapat dibedakan menjadi empat jenis varietas
(Budi, 2013) :

a. Varietas yang Tahan (Resisten) : varietas yang tahan (tetap tumbuh


dan berproduksi dengan baik) apabila dalam keadaan hama dan
penyakit berkembang dengan baik serta merupakan tanaman yang
jagungnya terserang kurang dari 10%. Contoh : C-1, Pioneer-1,
Pioneer-2, Sadewa, Semar-1 dan Semar-2.
b. Varietas yang Toleran : varietas yang toleran terhadap hama dan
penyakit ditandai dengan kemampuan varietas jagung yang hanya
terserang 11%-25% pada saat hama dan penyakit berkembang
dengan baik. Contoh : DMR 5, C1, C2, dan IPB-4.
c. Varietas Setengah Toleran : tanaman yang ditandai dengan
kemampuan terserang antara 26%-50% oleh hama dan penyakit pada
saat organisme tersebut berkembang dengan baik. Cotohnya : semua
varietas jagung unggul.
d. Varietas Peka : tanaman yang ditandai dengan kemampuan terserang
lebih dari 50% pada waktu organisme tersebut berkembang biak.
Contohnya : varietas Metro.

6. Berdasarkan Pembentukannya
Tanaman jagung adalah tanaman yang menyerbuk silang, artinya
sebagian besar ( 95%) penyerbukannya berasal dari tanaman lain. Pada
umumnya tanaman menyerbuk silang atau bersari bebas, susunan genetik
antar satu tanaman dengan yang lain dalam suatu varietas akan berlainan.
Oleh sebab itu sifat-sifat pada tanaman menyerbuk silang akan
menunjukkan suatu varietas yang besar. Walaupun demikian, varietas
tersebut masih menunjukkan sifat-sifat yang dapat diukur, seperti tinggi
tanaman, bentuk tongkol, tipe biji, warna biji dan sebagianya. Varietas
yang telah mengalami seleksi dan adaptasi pada suatu lingkungan akan
menunjukkan suatu keseragaman fenotipe yang dapat dibedakan dengan
varietas lain (Budi, 2013).

Pada dasarnya varietas jagung digolongkan ke dalam dua golongan


varietas berikut :

a. Varietas bersari bebas (non hibrida atau Open Pollinated Variety /


OPV)
b. Varietas hibrida

Jagung hibrida terdiri dari beberapa jenis, yaitu (Budi, 2013) :

- Jagung Hibrida BISI 2 (berdasarkan SK Menteri No :


589/Kpts/TP.240/9/95)
Ciri-ciri dari jenis jagung ini yaitu: pertumbuhan tanaman tegak,
seragam dan tahan roboh, tahan terhadap serangan penyakit bulai,
karat daun dan bercak daun, dapat menghasilkan dua tongkol
pertanaman yang sama besar. Rendemen sangat tinggi yaitu 83%,
karena memiliki ukuran janggel kecil, dengan tongkol besar dan
silindris. Tongkol tertutup rapat sehingga serangan busuk buah
berkurang, populasi tanaman sekitar 62.000 per ha. Kebutuhan benih
sekitar 15 kg per ha, dapat dipanen umur 103 hari setelah tanam,
serta potensi hasil 13 ton per ha pipil kering.

- Jagung Hibrida BISI 3 (berdasarkan SK. Menteri No :


835/Kpts/TP.240/11/96)

Ciri-ciri dari jenis jagung ini yaitu: pertumbuhan tanaman kuat,


kokoh dan tahan roboh dengan bentuk daun tegak, warna daun hijau
gelap. Tahan terhadap serangan penyakit bulai, karat daun dan busuk
batang dan rendemen cukup tinggi karena ukuran janggelnya kecil.
Tongkol tertutup dengan sempurna.dan panjang tongkol antara 22
25 cm. Panen dapat dilakukan sekitar 95 hari setelah tanam. Potensi
hasil sekitar 9,7 ton pipil kering per ha. Kebutuhan benih sekitar 20
kg per ha.

- Jagung Hibrida BISI 5 (berdasarkan SK. Menteri No :


711/Kpts/TP.240/8/98.)

Ciri-ciri dari jenis jagung ini yaitu: pertumbuhan tanaman tegak,


seragam dan tahan roboh. Kemampuan beradaptasi cukup luas baik
didataran rendah menengah maupun dataran tinggi. Sangat tahan
terhadap serangan penyakit bulai, karat daun dan bercak daun.
Rendemen sangat tinggi yaitu sekitar 83%, karena memiliki janggel
kecil dan biji penuh. Tongkol tertutup rapat dengan baik, sangat
cocok dipanen muda untuk konsumsi jagung muda. Siap dipanen
pada umur sekitar 97 hari setelah tanam, dengan potensi hasil sekitar
11,7 ton pipil kering per ha, dan kebutuhan benih sekitar 20 kg per
ha.

- Jagung Hibrida BISI 7 (berdasarkan SK. Menteri No :


713/Kpts/TP.240/8/98.)

Ciri-ciri dari jenis jagung ini yaitu: pertumbuhan tanaman tegap,


seragam dan tahan roboh. Tahan terhadap serangan penyakit bulai,
karat daun dan bercak daun. Warna daun hijau tua dengan posisi
daun tegak dan tongkol jagung tertutup dengan baik. Kemampuan
beradaptasi sangat luas baik pada dataran rendah, menengah maupun
dataran tinggi. Potensi hasil sekitar 10,4 ton pipil kering/ ha, serta
panen dapat dilakukan pada umur 98 hari setelah tanam.

7. Berdasarkan Warna Biji


a. Jagung Kuning

Jagung ini banyak mengandung vitamin dan protein. Jagung ini


banyak digunakan sebagai pakan ternak, terutama unggas. Hal ini
karena akan membuat unggas cepat bertelur.

b. Jagung Putih

Jagung ini banyak mengandung zat tepung, sedikit vitamin dan


protein. Jagung ini banyak dikonsumsi manusia.

Selain itu, terdapat beberapa warna biji lainnya, yaitu hitam, ungu,
merah, dan jingga. Hal ini menunjukkan adanya kandungan senyawa
pigmen antosianin (antosianidin, aglikon, glukosida), karotenoid dan
lainnya (Mashudi, 2007).

C. Kandungan Gizi Jagung


Analisis kimia biji jagung menunjukkan bahwa masing-masing fraksi
mempunyai sifat yang berbeda. Dalam proses pengolahan dengan
menghilangkan sebagian dari fraksi biji jagung akan mempengaruhi mutu gizi
produk akhirnya. Berikut ini merupakan tabel mengenai komposisi kimia
pada bagian biji jagung berdasarkan bobot kering dan berbagai tipe jagung:

Tabel 1. Komposisi kimia pada bagian biji jagung berdasarkan bobot kering.

Tabel 2. Komposisi kimia berbagai tipe jagung(%).

Kandungan zat gizi pada jagung biasa dan jagung manis disediakan pada
tabel di bawah ini:

Tabel 3. Kandungan zat gizi jagung biasa dan jagung manis.


Tabel 4. Kandungan serat pangan pada jagung biasa dan QPM.

Tabel 5. Kadar asam amino penyusun protein jagung varietas Srikandi dan
lokal.
Kandungan zat gizi utama di dalam jagung adalah pati 72-73%, dengan rasio
amilosa: amilopektin berkisar antara 25-30% : 70-75%, namun jagung ketan
(waxy maize) memiliki kadar amilopektin yang dapat mencapai 100%.
Kandungan gula sederhana (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) berkisar antara 1-
3%. Balitsereal sedang merakit jagung pulut dengan produksi yang lebih
tinggi dengan tetap mempertahankan kadar amilosa rendah. Amilopektin
merupakan polisakarida bercabang, dengan ikatan glikosidik -1,4 pada
rantai lurusnya dan ikatan -1,6 pada percabangannya. Komposisi amilosa
dan amilopektin di dalam biji jagung terkontrol secara genetik dan
berpengaruh terhadap sifat sensoris jagung, terutama tekstur dan rasa. Pada
prinsipnya, semakin tinggi kandungan amilopektin semakin lunak tekstur,
semakin pulen dan enak rasa jagung (Suarni dan Firmansyah, 2005).

Tabel 6. Kandungan amilosa/amilopektin biji jagung dari beberapa varietas.


III. PEMBAHASAN

Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan lebih


dari satu jenis barang/komoditi yang dikonsumsi. Di bidang pangan, diversifikasi
memiliki dua makna, yaitu diversifikasi tanaman pangan dan diversifikasi
konsumsi pangan. Kedua bentuk diversifikasi tersebut masih berkaitan dengan
upaya untuk mencapai ketahanan pangan. Apabila diversifikasi tanaman pangan
berkaitan dengan teknis pengaturan pola bercocok tanam, maka diversifikasi
konsumsi pangan akan mengatur atau mengelola pola konsumsi masyarakat dalam
rangka mencukupi kebutuhan pangan (Arief, dkk., 2014).

Penganekaragaman pangan ditujukan tidak hanya untuk mengurangi


ketergantungan akan jenis pangan tertentu, akan tetapi dimaksudkan pula untuk
mencapai keberagaman komposisi gizi sehingga mampu menjamin peningkatan
kualitas gizi masyarakat. Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam
peristilahan kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia karena konsep
tersebut telah banyak dirumuskan dan diinterprestasikan oleh para pakar.
Diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memperoleh keragaman zat gizi
sekaligus melepas ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok
tertentu yaitu beras. Ketergantungan yang tinggi dapat memicu ketidakstabilan
jika pasokan terganggu dan sebaliknya jika masyarakat menyukai pangan
alternatif maka ketidakstabilan akan dapat dijaga (Mahendradatta dan Tawali,
2008).

Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting


kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan
manusia yaitu kalori, dan protein. Dengan mengkonsumsi aneka macam produk
olahan jagung, berarti telah melaksanakan program diversifikasi pangan non
beras. Pengolahan jagung menjadi berbagai macam produk olahan, akan dapat
meningkatkan nilai ekonomi dan nilai guna jagung sebagai bahan pangan non
beras, disamping dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Teknik
pengolahannya dapat berasal dari jagung yang masih segar maupun yang telah
kering ataupun dibuat jagung (Arief, dkk., 2014).

Sebagai sumber pangan, jagung dapat di olah menjadi olahan bentuk setengah jadi
maupun olahan bentuk jadi. Pengolahan aneka bentuk jagung dimanfaatkan
sebagai makanan pokok, sayur mayur serta makanan ringan (snack). Alternatif
produk pangan yang dapat dikembangkan dari jagung menjadi olahan pangan
setengah jadi antara lain jagung pipil kering, beras jagung, tepung jagung, pati
jagung, dan jagung instan. Sementara itu, olahan bentuk jadi dapat berupa tortilla,
kerupuk jagung, bakpia jagung, emping jagung, dan kue jagung (Hambali, 2006).

A. Olahan Jagung Bentuk Setengah Jadi


1. Tepung Jagung
Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung
kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung
lebih dianjurkan dibanding produk setengah jadi lainnya, karena tepung
lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dapat diperkaya dengan zat gizi
(fortifikasi), dan lebih praktis serta mudah digunakan untuk proses
pengolahan lanjutan. Jagung kuning maupun putih dapat diolah menjadi
tepung jagung, perbedaan produk hanya terletak pada warna tepung yang
dihasilkan (Arief, dkk., 2014).

Gambar 1. Tepung Jagung


Pada prinsipnya penggilingan jagung pipilan menjadi bentuk tepung
adalah memisahkan kulit, endosperm, lembaga, dan tip cap. Kulit
merupakan bagian yang paling tinggi kandungan seratnya sehingga harus
dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar. Lembaga
merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya
sehingga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung mudah tengik.
Kandungan lemak pada lembaga sekitar 34.5 %. Tip cap merupakan
tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga
merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung
menjadi kasar. Selain itu pada tepung akan terlihat butir-butir hitam
apabila pemisahan tip cap tidak sempurna. Endosperm merupakan bagian
biji jagung yang digiling menjadi tepung. Endosperm merupakan bagian
dari biji jagung yang paling tinggi kandungan karbohidratnya (Koswara,
2009).

Tepung jagung memiliki standar mutu tertentu. Berikut ini merupakan


standar mutu tepung jagung.
Tabel 7. Standar mutu teung jagung
Menurut Qanitah (2012) dalam Arief, dkk. (2014), teknologi pembuatan
tepung jagung pada umumnya dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut
ini:
a. Pembuatan Beras Jagung
Tahap awal pembuatan jagung dimulai dengan proses pemberasan
jagung pipilan. Sebelum biji jagung (jagung pipilan) diproses untuk
tepung terlebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan selama 1-2 jam
pada suhu 50 C. Setelah itu dilakukan penggilingan untuk
memisahkan kulit ari, lembaga dan endosperm. Hasil penggilingan
kemudian dikeringkan hingga kadar air 15-18 %.

b. Penepungan Kering
Umumnya pembuatan tepung jagung dilakukan dengan memisahkan
lembaga dan kulitnya. Penepungan dilakukan menggunakan ayakan
berukuran 50 mesh. Selanjutnya tepung dikeringanginkan dan
kemudian diayak dengan pengayak bertingkat untuk mendapatkan
berbagai tingkatan, misalnya butir halus, kasar, agak halus, dan
tepung halus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tepung
jagung tanpa pemisahan lembaga akan didapatkan kadar lemak yang
cukup tinggi (7,33%). Tingginya kadar lemak tersebut berhubungan
dengan ketahanan produk terhadap ketengikan akibat oksidasi
lemak.

c. Perendaman dengan Air


Pada pembuatan tepung jagung dengan metode perendaman air,
beras jagung direndam selama 24 jam dengan air, ditiriskan, dijemur,
digiling dan diayak dengan saringan 60 mesh. Tepung yang
dihasilkan dijemur kembali dengan sinar matahari agar kadar airnya
rendah. Proses ini relatif mudah dan murah, sehingga sangat sesuai
untuk diaplikasikan di tingkat pedesaan.
d. Penggunaan Larutan Kapur
Selain dengan metode perendaman air, proses penepungan jagung
juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan kapur. Pada
metode ini, biji jagung direndam dengan larutan kapur (5%) selama
24 jam kemudian dikeringkan sampai kadar air 14%, digiling dan
diayak menjadi tepung. Penggunaan larutan kapur 5% dapat
melepaskan perikarp dalam jumlah yang besar. Selain itu juga dapat
ditambahkan Calsium Hidroksida (CaOH) atau kapur tohor atau lime
dengan konsentrasi penambahan harus lebih rendah dari 5%, dan
konsentrasi yang sering digunakan adalah 1%. Penambahan lime
akan menghancurkan pericarp dan kemudian terbuang selama
pencucian, selain itu penambahan lime juga akan mengurangi jumlah
mikroba, memperbaiki tekstur, aroma, warna, dan umur simpan
tepung. Lime yang digunakan biasanya terlarut dalam air, jagung
akan menyerap 28-30% air selama pemasakan dan 5-8% selama
perendaman.

e. Fermentasi menggunakan Ragi


Pembuatan tepung jagung juga dapat melalui proses fermentasi.
Prosesnya sama dengan perendaman menggunakan air maupun
dalam larutan kapur. Hal yang membedakan yaitu pada proses
fermentasi ini terdapat penambahan ragi, bukan air ataupun kapur.
Proses fermentasi dilakukan untuk meningkatkan kandungan asam
amino tepung jagung dengan menggunakan mikroba/kapang tertentu.
Tepung jagung yang dihasilkan mempunyai kandungan protein dan
serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Hal ini diduga disebabkan oleh aktifitas mikroba yang terdapat di
dalam ragi tape bersifat proteolitik yang akan memecah senyawa
protein kompleks menjadi protein yang lebih sederhana, sehingga
kandungan protein yang terukur semakin tinggi. Selain itu aktifitas
mikroba juga dapat memecah dinding selulosa pada jagung, sehingga
kadar serat kasar dalam tepung jagung semakiin tinggi.
Hasil analisis kandungan gizi tepung jagung menunjukkan bahwa, tepung
jagung yang dibuat dengan perendaman larutan ragi, mempunyai
kandungan protein dan serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh aktifitas mikroba yang
terdapat di dalam ragi tape bersifat proteolitik yang akan memecah
senyawa protein kompleks menjadi protein yang lebih sederhana,
sehingga kandungan protein yang terukur semakin tinggi. Selain itu
aktifitas mikroba juga dapat memecah dinding selulosa pada jagung,
sehingga kadar serat kasar dalam tepung jagung semakiin tinggi.
Fermentasi digunakan secara luas untuk pengolahan dan pengawetan
pangan karena teknologinya sederhana, muda diterapkan, dan
membutuhkan energi yang rendah, namun produk akhir yang dihasilkan
mempunyai kualitas organolpetik yang lebih baik. Teknik fermentasi
dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain perendaman bahan
dalam air biasa atau penambahan starter yang mengandung kapang
tertentu pada konsentrasi tertentu (Arief, dkk., 2014).

Tabel 7. Data analisis proksimat tepung jagung

Tepung A : cocok untuk bahan baku kerupuk, dan tidak cocok untuk
pembuatan kue, karena bila dibuat kue teksturnya sangat kasar dan keras.
Tepung B : cocok untuk bahan baku kerupuk dan kue. Tepung C : cocok
untuk bahan baku pembuatan aneka kue, karena akibat proses fermentasi
dengan ragi tape, tepung jagung yang dihasilkan menjadi lebih putih,
lebih halus, dan aromanya lebih baik, namun tidak cocok sebagai bahan
baku pembuatan kerupuk, karena warna kerupuk yang dihasilkan pucat
dan kurang menarik (Arief, dkk., 2014).

Tepung jagung sebagai bahan pangan mengandung serat pangan yang


lebih tinggi dibandingkan tepung terigu. Kelebihan tepung jagung
sebagai pangan fungsional mengandung serat, karbohidrat, antioksidan,
mineral Fe dan nutrisi lainnya, yang kurang dimiliki oleh terigu. Serat
sebagai pangan fungsional dapat berperan menurunkan kadar gula darah
dan kolesterol, sedangkan mineral Fe dapat menjaga metabolisme tubuh.
Tepung jagung juga mempunyai kandungan pangan fungsional
betakaroten (pro vitaminA) yang berfungsi sebagai antioksidan atau zat
yang bermanfaat untuk memproteksi dan melindungi tubuh dari radikal
bebas dan menjaga kekebalan tubuh dari serangan penyakit. (Suarni dan
Firmansyah 2005).

2. Pati Jagung
Pati tersusun atas rangkaian unit-unit glukosa yang terdiri dari fraksi
rantai bercabang (amilopektin) dan fraksi rantai lurus (amilosa). Dengan
demikian secara ratio jika kandungan amilosa pati rendah, maka
kandungan amilopektinnya tinggi. Jenis pati yang berkadar amilosa
rendah hasil penelitian terdapat pada pati jagung varietas pulut. Perbedaan
ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti
dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Pati berkadar amilosa rendah
(amilopektin tinggi) paling sesuai untuk produksi makanan yang
menghendaki tekstur yang agak lengket. Penggunaan pati jagung sangat
luas, baik untuk bahan pangan maupun non pangan. Sebagai bahan
pangan, pati dan tepung jagung dapat digunakan untuk bahan baku
pembuatan dekstrosa, sirup jagung fruktosa tinggi, sirup jagung dan
maltodekstrin. Sebagai bahan industri non pangan, pati jagung dibutuhkan
antara lain dalam industri plastik, industri kertas, industri tekstil dan untuk
bahan perekatan (Alam dan Nurhaeni, 2008).
Gambar 2. Proses Pembuatan Pati Jagung

Pati jagung dalam perdagangan disebut tepung maizena. Proses


pembuatan pati meliputi perendaman, penggilingan kasar, pemisahan
lembaga dan endosperm, pemisahan serat kasar dari pati dan gluten,
pemisahan gluten dari pati, dan pengeringan pati. Dari 100 kg jagung
pipilan kering dapat diperoleh 3,4-4,0 kg minyak jagung, 27-30 kg
bungkil, dan 64-67 kg pati, sedangkan 15-25 kg sisanya hilang terbuang
dalam tahapan prosesing. Pati jagung dianggap baik mutunya untuk
penggunaan normal biasanya mengandung 0,025-0,030% protein terlarut
dengan protein total 0,35-0,45%. Pati jagung normal mengandung 74-
76% amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis pulut mengandung 95-99%
amilopektin, sedangkan amilomaize hanya mengandung 20%
amilopektin dan 80% amilosa. Penggunaan pati dalam makanan sangat
terbatas, karena tidak tahan terhadap asam, suhu, dan shear. Ketiga faktor
tersebut sangat berperan dalam proses suatu makanan. Masalah ini dapat
diatasi dengan cara memodifikasi pati secara kimia atau enzimatik
(Richana dan Suarni, 2006).

Gambar 3. Pati Jagung

Modifikasi tepung jagung secara enzimatik menunjukkan perubahan sifat


fisikokimia dan fungsional, kadar amilosa, dan derajat polimerisasi (DP)
mengalami penurunan, gula reduksi dan dekstrosa eqivalent (DE)
mengalami kenaikan. Tekstur tepung termodifikasi lebih halus
dibandingkan tepung aslinya (Suarni 2006).

Tabel 8. Kandungan gizi pati jagung berbagai varietas

Pati jagung varietas lokal kuning mengandung pati sebesar 88,22%


dengan kadar amilosa 59,83% lebih tinggi jika dibandingkan ketiga
vareitas lainnya. Peneliti sebelumnya melaporkan bahwa pati jagung
mengandung pati antara 95,37 - 97,98% dan amilosa 37,10 - 57,29%.
Tanaman penghasil pati yang kandungan patinya tinggi memberi peluang
yang lebih baik untuk digunakan sebagai sumber energi. Sedangkan pati
yang kandungan amilosanya tinggi potensi pengembangan
pemanfaatannya lebih banyak jika dibandingkan berkadar amilosa
rendah. Pati berkadar amilosa tinggi paling ideal untuk pembuatan Starch
Noodle atau Instant Starch Noodle (Alam dan Nurhaeni, 2008).

Sifat fungsional pati jaung adalah sifat yang berkaitan dengan daya serap
air, minyak, kelarutan, viskositas gel, tekstur, kerekatan, dan sebagainya.
Daya serap air dan kelarutan tertinggi diperoleh pada pati jagung varietas
lokal kuning. Sebaliknya daya serap minyak paling tinggi didapatkan
pada pati jagung varietas pulut. Tingkat pengembangan dan penyerapan
air tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan
amilosa, kemampuan pati untuk menyerap air dan mengembang menjadi
lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan
hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Amilosa termasuk
senyawa yang bersifat polar, oleh karena itu makin tinggi kadar amilosa
pati kelarutannya dalam air juga meningkat. Daya serap minyak yang
tinggi pada pati jagung varietas pulut juga dipengaruhi oleh komponen
kimianya. Molekul amilopektin tersusun dari unit-unit glukosa, rantai
bercabang dengan ikatan 1,4 glikosidik dan 1,6 glikosidik. Diduga
bahwa minyak terperangkap kedalam rantai cabangnya sehingga daya
serapnya terhadap minyak menjadi tinggi. Sifat kelarutan pati jagung
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan (Suarni dan
Yasin, 2011).

Daya serap air dan kelarutan yang tinggi pada pati jagung varietas lokal
kuning disebabkan oleh komponen kimia pati ini yakni kadar amilosanya
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar amilosa pati jagung varietas
lainnya. Kandungan amilosa pati jagung varietas pulut paling rendah
(amilopektin tinggi) dibanding dengan pati jagung varietas lainnya. Sifat
fungsional pati jagung yang diekstrak dengan pelarut natrium bikarbonat
juga menunjukkan perbedaan dengan pati jagung komersial. Daya serap
air, minyak dan kelarutan tertinggi diperoleh pada pati jagung komersial.
Hal ini disebabkan oleh komponen kimia pati ini yakni kadar amilosanya
lebih tinggi daripada kadar amilosa pati jagung yang diekstrak dengan
pelarut natrium bikarbonat. Sifat kelarutan keempat varietas pati jagung
yang diteliti menunjukkan pola yang sama yaitu meningkat dengan
meningkatnya suhu pemanasan, tetapi besarnya kelarutan pada setiap
suhu pengukuran berbeda pada setiap varietas pati jagung. Demikian juga
dengan sifat kelarutan antara pati jagung yang diekstrak dengan pelarut
natrium bikarbonat dengan pati jagung komersial (Alam dan Nurhaeni,
2008).

3. Beras Jagung

Gambar 4. Beras Jagung

Beras jagung merupakan produk pangan berbentuk granulat, yang


mengandung karbohidrat sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu
makanan pokok pengganti beras. Meskipun berpenampilan seperti beras
padi, proses pemasakan beras jagung tidak sama dengan beras padi.
Pemasakannya cukup direbus dengan air atau susu dalam waktu singkat
(Richana dan Suarni, 2006).
Gambar 5. Granulator Beras Jagung

Cara pembuatannya yaitu jagung pipilan digiling kasar, lalu diayak


menggunakan ayak dengan ukuran lubang 1,4 mm. Bahan selanjutnya
diberi air 400 ml dan diaduk hingga merata. Proses selanjutnya
adalah pembutiran, bahan tepung yang telah homogen dan di
beri air tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam bidang
granular (lingkaran) mesin granulator kemudian mesin
dihidupkan. Bahan tepung tersebut akan berputar mengikuti
putaran bidang granular. Bahan tepung tersebut diberi air
kembali menggunakan semprotan air/sprayer sebanyak 300 ml
hingga butiran/granul beras terbentuk. Beras jagung cepat
mengalami kerusakan, sehingga diperlukan upaya untuk memperpanjang
masa simpan, yaitu dengan cara pemberian kemasan yang sesuai
(Santoso, dkk., 2013).
Tabel 9. Kandungan gizi beras jagung

Jagung merupakan komoditi potensial untuk dikembangkan menjadi


pangan pokok alternatif karena tingkat produksi jagung yang cukup besar
dan juga kandungan gizi jagung khususnya protein dan karbohidrat tidak
kalah dengan beras. Tepung jagung memiliki kandungan gluten dan
amilopektin yang cukup tinggi sehingga berfungsi sebagai perekat dalam
proses pembuatan butiran beras sintetis. Beras jagung memiliki sifat
menyerupai bahan bakunya (jagung) (Kurniawati, 2006).

4. Mie Jagung Instan


Mie jagung merupakan produk baru yang dapat dikembangkan dalam
rangka diversifikasi pangan. Pembuatan produk mie dari bahan baku
jagung memerlukan beberapa bentuk penyesuaian. Proses pengolahan
mie jagung berbeda dengan pengolahan mie terigu karena setelah
pencampuran bahan dilakukan pengukusan. Pengukusan diperlukan agar
terbentuk adonan sehingga dapat dicetak menjadi mie. Hal ini disebabkan
protein total endosperm dalam jagung 80-85% terdiri dari zein dan
glutelin. Sedangkan protein total endosperm dalam gandum 80-85 %
terdiri dari gliadin dan glutenin. Gliadin dan glutenin merupakan jenis
protein yang mempunyai sifat membentuk adonan yang elastis-cohessive
bila ditambah air dan diuleni (Kurniawati, 2006).

Gambar 6. Proses Pembuatan Mie Jagung Instan


(Sumber : Koswara, 2009)

Proses pembuatan mie jagung terdiri dari proses pencampuran bahan,


pengukusan pertama, pencetakan (pembentukan lembaran, pembentukan
untaian mie, pemotongan), pengukusan kedua dan pengeringan.
Pencampuran merupakan tahap awal dari proses pembuatan mie. Pada
tahap ini dilakukan pencampuran dan pengadukan bahan yang terdiri dari
tepung jagung, air, garam 1 %, dan bahan pengembang 0.3 %.
Perbandingan tepung jagung dan air yang digunakan adalah 1:1. Tujuan
dari proses ini adalah untuk membentuk adonan yang dapat dibuat
menjadi lembaran dengan penambahan air yang tepat, mengaduknya dan
mengukusnya. Untuk mendapatkan adonan yang baik dengan ciri-ciri
kompak, warna homogen, penampakan mengkilat, tekstur halus, plastis
dan elastis serta adonan tidak pera ataupun lembek, harus diperhatikan
jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan suhu adonan
(Koswara, 2009).

Jumlah air yang ditambahkan pada mie terigu umumnya adalah 28-38 %.
Jika melebihi batas 38 %, biasanya adonan menjadi basah dan
menyulitkan dalam proses selanjutnya. Jika air yang ditambahkan kurang
maka adonan menjadi rapuh. Sedangkan dalam pembuatan mie dari beras
(bihun) air yang diperlukan dalam adonan 38-40 %. Pada proses
pencampuran ini tidak dapat dihasilkan massa adonan yang kohesif
sehingga adonan tidak dapat langsung dicetak dalam bentuk lembaran
dan mie. Oleh karena itu, untuk membentuk massa adonan yang kohesif
dan cukup elastis diperlukan proses pengukusan. Proses pengukusan
pertama ini dilakukan pada suhu 100oC selama 10-15 menit. Suspensi
tepung dan air pada saat pengukusan mengalami proses gelatinisasi pati.
Pada saat gelatinisasi, maka granula pati tepung akan mengembang
karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula pati
dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan
amilopektin (Koswara, 2009).

Pengembangan granula pati berpengaruh terhadap massa adonan. Setelah


pengukusan, dihasilkan massa adonan yang kohesif dan cukup elastis
ketika diuleni. Massa adonan yang kohesif dan elastis ini, mudah dibuat
lembaran, mudah dicetak dan menghasilkan mie dengan tekstur yang
halus dan tidak mudah patah. Setelah pencampuran bahan dan menjadi
adonan, kemudian dilakukan tahap pengepresan yang bertujuan untuk
membentuk adonan menjadi lembaran-lembaran tipis yang halus dan
kenyal dengan ketebalan 0.5 mm. Lembaran-lembaran yang halus
dengan ketebalan yang sama tersebut kemudian dipotong menjadi bentuk
untaian mie (Koswara, 2009).
Mie hasil pengukusan pertama tidak dapat langsung dikeringkan karena
pada pengukusan pertama proses gelatinisasi pati belum sempurna atau
mie yang dihasilkan belum matang sehingga diperlukan pengukusan
kedua. Pengukusan pertama memang tidak ditujukan untuk membuat mie
matang namun untuk menghasilkan massa adonan yang dapat dicetak.
Sedangkan pengukusan kedua bertujuan untuk mematangkan adonan.
Pengukusan kedua dilakukan pada suhu 100oC selama 30 menit atau
sampai mie terlihat tergelatinisasi sempurna. Selanjutnya dilakukan
proses pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 60-750C
selama 2- 3 jam. Pengeringan dianggap cukup jika mie mudah
dipatahkan. Prinsip proses pengeringan ini adalah menurunkan kadar air
sehingga mie yang dihasilkan memiliki kadar air yang rendah (kering)
dan dapat disimpan lama. Kadar air yang dapat dicapai dengan
pengeringan ini adalah sekitar 10 % (Koswara, 2009).

Mie hasil pengukusan pertama apabila langsung dikeringkan maka ketika


dimasak akan hancur. Hal ini disebabkan apabila proses gelatinisasi
belum cukup maka pati tergelatinisasi yang mampu bertindak sebagai zat
pengikat tidak dapat mengikat secara sempurna aprtikel-partikel yang ada
dalam bahan sehingga ketika dimasak dalam air akan larut. Proses
pematangan mie atau gelatinisasi lebih lanjut dilakukan pada pengukusan
kedua. Pada saat pengukusan kedua akan terjadi penyerapan air dan
gelatinisasi pati. Gelatinisasi lebih lanjut akan menyebabkan amilosa
berdifusi keluar dari granula dan ketika sudah dingin akan membentuk
matriks yang seragam, kekuatan ikatan antar granula pun akan
meningkat. Oleh karena itu mie hasil pengukusan kedua setelah
dikeringkan apabila dimasak tidak hancur. Bahan pengembang yang
digunakan adalah baking powder. Baking powder adalah bahan tambahan
yang dapat membuat struktur bahan menjadi lebih berpori karena dapat
membentuk gas CO2. Struktur bahan yang berpori dapat lebih mudah
menyerap air atau waktu rehidrasi yang dibutuhkan akan menjadi lebih
singkat. Selain itu, penambahan baking powder dapat mempersingkat
waktu pengukusan pertama. Mie jagung umumnya memiliki kadar serat
yang lebih tinggi (Koswara, 2009).

Tabel 8. Perbandingan komposisi kimia mie jagung instan dan mie terigu
instan

Nilai energi yang terkandung dalam mie jagung lebih tinggi


dibandingkan dengan nilai energi pada nasi, singkong, dan ubi jalar.
Akan tetapi mie jagung memiliki nilai energi yang lebih rendah
dibandingkan dengan mie terigu instan. Tingginya nilai energi pada mie
terigu instan karena proses pengolahan mie terigu instan menggunakan
proses penggorengan sehingga menyebabkan tingginya kandungan lemak
pada mie terigu instan. Apabila dilihat dari bahan bakunya, kandungan
energi yang terdapat pada jagung lebih tinggi dibandingkan dengan
gandum. Mie terigu yang dibuat tanpa melalui proses penggorengan
mempunyai nilai energi yang lebih rendah dibandingkan mie jagung.
Tingginya nilai energi yang terdapat pada mie jagung instan
menunjukkan bahwa produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan
pangan pokok alternatif pengganti nasi. Akan tetapi, untuk keseimbangan
konsumsi gizi, tetap dibutuhkan bahan pangan lain yang dapat
mencukupi kebutuhan gizi seperti protein hewani, sayuran dan buah-
buahan. Mie jagung instan juga mengandung serat makanan yang lebih
tinggi (6.80 %) dibandingkan dengan mie terigu (2.85 %) (Juniawati,
2003).

Kebutuhan serat makanan per hari adalah 25-30 gram/orang. Apabila mie
jagung instan disajikan sebanyak 100 gram maka kandungan serat yang
terdapat di dalamnya adalah 6.80 gram. Dengan jumlah tersebut maka
kebutuhan serat yang dapat dipenuhi dari mie jagung instan adalah 23-
27% per 100 gram. Kandungan serat yang terdapat pada mie terigu instan
dalam 100 gram adalah 2.85 gram. Dengan jumlah tersebut maka
kebutuhan serat yang dapat dipenuhi adalah 10-11% per 100 gram.
Kandungan lemak mie jagung instan jauh lebih rendah dibandingkan
dengan kandungan lemak pada mie terigu instan. Rendahnya lemak (low
fat) pada mie jagung instan dapat menjadi nilai plus bagi produk tersebut.
Tingginya kadar lemak pada bahan pangan merupakan hal yang dihindari
oleh kelompok konsumen tertentu diantaranya karena dapat
menimbulkan kegemukan. Mie jagung instan juga tidak menggunakan
pewarna seperti halnya mie terigu instan (Juniawati, 2006).

Pewarna kuning yang biasa digunakan dalam pengolahan mie terigu


instan adalah tartrazine. Warna kuning pada mie jagung instan
merupakan warna alami yang disebabkan oleh pigmen kuning pada
jagung yaitu beta karoten, lutein dan xanthin. Ketiga pigmen tersebut
termasuk dalam karotenoid. Di antara ratusan karotenoid yang terdapat di
alam, hanya bentuk alfa, beta, dan gamma yang tergolong kriptosanthin
yang berperan sebagai provitamin A. Beta karoten adalah bentuk
provitamin A yang paling aktif. Adanya beta karoten pada jagung
menyebabkan mie jagung instan tidak memerlukan pewarna. Warna
kuning mie jagung instan juga berbeda dengan mie terigu instan. Warna
mie jagung instan umumnya lebih kuning dibandingkan dengan mie
terigu instan. Terdapat hubungan antara beta karoten dengan vitamin A
yang berhubungan dengan pencegahan dan penyembuhan penyakit
jantung koroner dan kanker. Hal ini dikaitkan dengan fungsi beta karoten
dan vitamin A sebagai antioksidan yang mampu berperan pada fungsi
kekebalan dan sistem perlawanan tubuh (Rianto, 2006).

B. Olahan Jagung Bentuk Jadi


1. Tortilla
Tortilla merupakan salah satu produk siap santap dalam bentuk kering
Pembuatan tortilla jagung dilakukan dengan perlakuan pendahuluan,
yaitu nikstamalisasi jagung. Proses nikstamalisasi merupakan proses
perendaman butiran jagung dalam larutan alkali yang diikuti dengan
pemasakan jagung selama beberapa jam. Penggunaan alkali dalam proses
perendaman dapat membantu dalam memperoleh tekstur yang renyah.
Dalam mempertahankan kerenyahan tortilla dan agar penyimpanan lebih
lama maka jagung direndam dengan larutan kapur. Larutan kapur banyak
mengandung kalsium sehingga kalsium tersebut terserap kedalam daging
buah. Selain itu juga dapat mempercepat pemasakan, meningkatkan
kemampuan pengikatan air serta menghambat terjadinya retrogradasi.
Semua hal tersebut pada akhirnya berpengaruh pada tekstur produk
olahan dari tepung jagung yang dihasilkan (Febrianto, dkk., 2014).

Gambar 7. Tortilla

Cara pembuatan tortilla yaitu jagung pipilan dibersihkan kemudian


direbus dengan menambahkan kapur atau sode kue. Nisbah jagung dan
air adalah 1:10. Perebusan dilakukan 1-2 jam. Selanjutnya, jagung
direndam selama 22 jam lalu dicuci sampai bersih, ditambahkan bawang
putih 2% dan garam 1,25%, kemudian digiling dan dibuat lempengan
tipis lalu dipotong kecil-kecil dengan ukuran 2 cm x 3 cm dan dijemur 1-
2 hari. Setelah kering lalu digoreng dan dikemas untuk dipasarkan
Perendaman dalam larutan alkali akan menurunkan intensitas warna
oleh pigmen karotenoid dalam biji jagung. Selama perendaman, butir
jagung yang terdiri atas hemiselulosa dan lignin sangat larut dalam
larutan alkali, dimana kernel akan melunak dan pericarps menjadi
longgar (Jumadi, 2008).

Tabel 9. Kandungan gizi tortilla jagung


Informasi Gizi
per porsi
Kilojoule 368 kj
Kalori 88 kkal
Lemak 2,89 g
Lemak Jenuh 0,539 g
Lemak tak Jenuh Ganda 0,955 g
Lemak tak Jenuh Tunggal 0,955 g
Kolesterol 1 mg
Protein 1,65 g
Karbohidrat 13,95 g
Serat 1,1 g
Gula 0,1 g
Sodium 191 mg
Kalium 52 mg

2. Kerupuk Jagung

Kerupuk adalah makanan ringan yang populer, disukai dewasa dan anak-
anak yang dikonsumsi sebagai lauk pauk ataupun makanan kecil.
Umumnya kerupuk merupakan sumber karbohidrat sehingga diperlukan
peningkatan nilai gizinya terutama kandungan proteinnya. Pemanfaatan
jagung dalam pembuatan kerupuk sangat bermanfaat untuk menambah
nilai gizi dari kerupuk. Kecenderungan konsumen yang lebih menyukai
produk makanan ringan yang praktis dan siap santap seperti kerupuk
jagung ini nampaknya memberikan harapan baru bahwa diversifikasi
jagung menjadi kerupuk jagung dapat diterima oleh masyarakat
Indonesia. Mutu produk olahan yang baik dapat meningkatkan nilai jual
dan memperluas pasar (Alami, 2006).

Gambar 8. Kerupuk Jagung

Pembuatan kerupuk jagung ini dapat dilakukan dalam bentuk bahan


kerupuk jagung (kerupuk jagung mentah) maupun kerupuk jagung yang
siap saji (kerupuk jagung matang). Urutan proses pembuatan kerupuk
jagung adalah dari jagung pipilan kering kemudian digiling menjadi
beras jagung dengan polysher. Beras jagung dimasukkan dalam air
(direndam) selama 24 jam, lalu digiling halus dengan alsin penepung
sehingga diperoleh tepung jagung. Tepung jagung diolah menjadi nasi
jagung dengan cara dikukus. Pengukusan nasi jagung dilakukan sebanyak
sekali saja dan pada waktu pengukusan juga dimasukkan bumbu
bumbu, seperti : garam dan bawang putih. Kemudian nasi jagung
ditumbuk dalam sebentar, tidak sampai lembut. Hasil tumbukan ini
kemudian dicetak tipis tipis, dengan alat penggiling mie. Potongan
kerupak jagung dengan ukuran 2 x 3 cm, dijemur sampai kering pada
panas matahari. Kerupuk jagung mentah bisa langsung dikemas dan
dijual dipasar, ataupun dijual sebagai kerupuk jagung siap saji (Sutanto,
2011).
Tahapan proses pembuatan kerupuk jagung sebagai berikut :

Gambar 9. Proses Pembuatan Kerupuk Jagung


(Sumber : Sutanto, dkk., 2011)

Tabel 10. Kandungan gizi kerupuk jagung


Kandungan gizi Komposisi
Kadar air 3,2 %
Kadar abu 2,2%
Kadar lemak 20,9%
Kadar serat 6.5%
Kadar protein 6,4%

3. Emping Jagung

Emping jagung merupakan makanan ringan khas indonesia dibuat


dengan cara tradisional bentuk emping mirip kerupuk. Emping dibuat
dari berbagai bahan yang penting mengandung cukup sari pati. Emping
jagung terbuat dari jagung yang ditumbuk, emping jagung biasa
dijadikan cemilan gurih atau makanan ringan dengan variasi aneka rasa.
Emping jagung yang memiliki ukuran lebih kecil namun tak kalah gurih.
Taburan bumbu pada emping jagung juga membuat emping ini terasa
istimewa (Sepriliyana, 2010).

Gambar 10. Emping Jagung

Emping jagung telah memiliki banyak varian rasa, mulai dari emping
jagung rasa balodo pedas, jagung manis, sapi panggang, dan keju pizza.
Proses pembuatan emping jagung relatif mudah namun memerlukan
kesabaran dan kehati hatian karena bentuknya yang kecil dan tipis. Bahan
yang digunakan hanyalah jagung, garam dan bumbu sesuai selera. Jagung
yang digunakan harus besar dan tua (jagung pipil) agar saat di pipihkan
tidak rusak (Antarlina, dkk, 1994).

Proses pembuatan emping jagung di awali dengan mencuci jagung pipil


kering hingga bersih dan dipastikan bebas dari jamur. Setelah itu jagung
direbus dengan air kapur selama kurang lebih 1 jam untuk
menghancurkan kulit ari. Selanjutnya dicuci kembali dan direndam
selama semalam baru kemudian jagung dikukus selama 1 jam. Setelah
matang jagung yang masih panas dipipihkan atau digenjet dengan mesin
pemipih emping jagung untuk menghasilkan emping jagung mentah.
Emping jagung mentah dijemur dibawah terik matahari selama 1 sampai
2 hari. Emping jagung kering digoreng dengan minyak panas selama
beberapa detik. Jika ingin menciptakan emping berbagai rasa, minyak
yang digunakan untuk menggoreng ditambahkan garam atau larutan
bumbu sambil diaduk aduk agar bumbu dapat tercampur rata hali ini
yang membuat emping jagung terasa gurih dengan bumbu yang meresap.
Terakhir, masukan emping jagung kedalam plastik atau toples kedap
udara. Emping jagung siap dinikmati (Sepriliyana, 2010).

Gambar 11. Diagram Alir Pembuatan Emping Jagung

(Sumber : Sepriliyana, 2010)

Emping jagung mempunyai komposisi berupa kadar air 2,15%, kadar abu
1,38%, kadar asam lemak bebas 0,00766 %, kadar protein 5,56 % dan
kadar cemaran logam timbal (Pb) 0,16 (mg/kg).

4. Marning Jagung
Gambar 12. Marning Jagung

Jagung pipilan kering dapat diolah menjadi jagung marning jagung.


Olahan tersebut sangat digemari masyarakat sehingga dapat menjadi
produk industri rumah tangga. Jagung marning adalah sejenis makanan
ringan (snack) yang dikonsumsi setelah melalui proses pengolahan
sederhana. Pipilan jagung putih yang telah disortir direndam dengan air
selama 15 jam, kemudian direbus selama 4 jam dengan air yang
diberi soda dan air kapur, agar jagung cepat mengembang dan menjadi
renyah setelah digoreng. Selanjutnya, jagung masak dicuci hingga lendir
hilang dan bersih, ditiriskan, kemudian dijemur selama 2-3 hari,
bergantung keadaan cuaca (Richana dan Suarni, 2006).
Gambar 13. Proses Pembuatan Marning Jagung

Marning jagung memiliki kadar air 1,586%, kadar abu 1,702%, kadar
lemak 15,01%, kadar protein 19,56%, kadar serat kasar 1,95%, kadar
karbohidrat 62,142 %. Aroma dan rasa marning dapat diperbaiki dengan
cara menambahkan bumbu masak seperti garam, cabai, bawang putih,
bawang merah, dan merica (sesuai selera konsumen). Bumbu masak
dihaluskan dan ditumis, kemudian dicampurkan pada jagung yang sudah
digoreng, diaduk hingga merata, dan dikemas dalam kantong plastik.
Jagung pulut mengandung amilosa rendah dan amilopektin tinggi,
sehingga sesuai untuk olahan jagung marning (Suarni, 2003).
IV. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Penganekaragaman atau diversifikasi olahan jagung dapat meningkatkan nilai
ekonomi dan nilai guna jagung sebagai bahan pangan non beras.
2. Diversifikasi olahan jagung bentuk setengah jadi antara lain tepung jagung,
pati jagung, dan beras jagung.
3. Diversifikasi olahan jagung bentuk jadi antara lain tortila, kerupuk jagung,
emping jagung, dan marning jagung.
4. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk
setengah jadi lainnya, karena tepung memliki daya disimpan yang lebih lama,
mudah dicampur, dan dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi).
5. Hasil olahan jagung dalam bentuk jadi berupa tortila, dalam proses
pembuatannya perlu dilakukan dengan perlakuan pendahuluan yaitu
nikstamalisasi jagung agar memperoleh tekstur yang renyah.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Nur dan Nurhaeni. 2008. Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati
Jagung Berbagai Varietas Yang Diekstrak dengan Pelarut Natrium
Bikarbonat. J. Agroland 15 (2) : 89 - 94, Juni 2008 ISSN : 0854 641X.
Universitas Tadulako, Palu.

Alami, Ericha N. 2006. Studi Pembuatan Kerupuk Jagung (Zea mays L.) : Kajian
Penambahan Tepung Jagung sari Berbagai Varietas dan Konsentrasi
Tepung Tapioka. https://www.researchgate.net/publication/. Diakses pada
12 September 2016 pukul 10.47 WIB.

Antarlina, S.S, D. Harnowo dan E. Ginting.1994. Teknologi Pengolahan Jagung


untuk Menunjang Program Diversifikasi Makanan Edisi Khusus.
Balittan.Malang.

Arief, R.W., Alvi Y., Asropi1, dan Fatma D. 2014. Kajian Pembuatan Tepung
Jagung dengan Proses Pengolahan yang Berbeda. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung. Prosiding Seminar Nasional
Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Banjarbaru 6-7 Agustus
2014 | 611

Budi, Arifin. 2013. Jenis dan Klasifikasi Jagung di Indonesia.


http://arifinbudi.blogspot.com. Diakses pada 10 September 2016 pukul
10:47 WIB.

BSN. 1995. SNI 01-3920-1995 Jagung. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Ditjen Tanaman Pangan. 2006. Road Map Swasembada Jagung 2010-2014.


http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/psn9new.pdf.

Febrianto, Andri, Basito, dan Choirul A. 2014. Kajian Karakteristik Fisikokimia


dan Sensoris Tortilla Corn Chips dengan Variasi Larutan Alkali Pada
Proses Nikstamalisasi Jagung. Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli
201. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Hambali. 2006. Membuat Aneka Olahan Jagung. Penebar Swadaya Jakarta. Cet I.

Inglett, G. E. 1987. Kernel, Structure, Composition and Quality. ed. Corn:


Culture. Processing and Products. Avi Publishing Company, Westport.

Jumadi, 2008. Pengkajian Teknologi Pengolahan Tortila Jagung. Buletin


TeknikPertanian. Vol 13 No. 2 Hal 73- 74.

Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan


Preferensi Konsumen. IPB. Bogor. 34-67.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek).
ebookpangan.com. Diakses pada 12 September 2016 pukul 10:50
WIB.

Kurniawati, R.D. 2006. Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal


Pembuatan Mie Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn
Gluten Meal (CGM). IPB. Bogor. 46-76.

Mahendradatta dan Tawali, 2008. Jagung dan Diversifikasi Produk Olahannya.


Masagene Press. Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Mashudi. 2007. Bercocok Tanam Palawija. https://books.google.co.id. Diakses


pada 09 September 2016 pukul 12:28 WIB.

Nurainal, Leni. 2012. Taksonomi Tanaman Jagung. http://leniblogs.blogspot.com.


Diakses pada 09 September 2016 pukul 09:40 WIB.

Rahman, Syamsul. 2015. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Chips Jagung.


Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4 (3) 2015. Universitas Islam
Makassar. Makassar.

Rianto, B.F. 2006. Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mie Basah
Berbahan Baku Tepung Jagung. IPB. Bogor. 25-26

Richana, Nur dan Suarni. 2006. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen. Bogor.

Santoso, Arief D., Warji, Dwi D.N., dan Tamrin. 2013. Pembuatan dan
UjiKarakteristik Beras Sintetis Berbahan Dasar Tepung Jagung.
Universitas Lampung. Lampung.

Sepriliyana,W.R.2010. Analisis Potensi Hasil dan Kualitas Hasil Beberapa


Verietas Jagung (Zea mays) sebagai Jagung Jemi (Baby Cron).
Skirpsi,Departemen Agronomi , Fakultas Pertanian,Insitut Pertanian
Bogor.Bogor.

Suarni. 2003. Jagung Pulut: Pemanfaatan dan Pengolahan sebagai Pangan


Lokal Potensial di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Tepat Guna Perteta dan LIPI. Bandung.

Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Beras jagung: Prosesing dan Kandungan
Nutrisi sebagai Bahan Pangan Pokok. Prosiding Seminar dan
LokakaryaNasional Jagung:Makassar. p. 393-398.

Suarni. 2006. Modifikasi Tepung Jagung secara Enzimatik (a-amilase) untuk


Bahan Pangan. Disertasi Pascasarjana Unhas.
Suarni dan S. Widowati. 2007. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Bagian
Buku Jagung. Puslitbang Tanaman Pangan. p. 410-426.

Suarni, M. Aqil and I.U. Firmansyah. 2008. Effect of Drying Temperature on


Nutritional Quality of Protein Maize. Proceeding of The10th Asian
RegionalMaize Workshop (ARMW). p. 79-81.

Suarni dan Muh. Yasin. 2011. Jagung sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek
Tanaman Pangan Vol. 6 No.1.

Sutanto, Agus. 2011. Pengolahan Jagung Sebagai Bahan Pangan.


http://jateng.litbang.deptan.go.id/ind/publikasi/artikel/jagung.pdf

Sutanto, Agus, Dwi N., dan Kendriyanto. 2011. Alternatif Teknologi Pasca Panen
dan Pengolahan Jagung. http://jateng.litbang. deptan .go.id/ind/
publikasi/artikel/jagung.pdf.

Anda mungkin juga menyukai