Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu atau tanaman yang memiliki nama ilmiah Saccharum officinarum merupakan
tanaman yang bersala dari Guinea. Tebu termasuk dalam kelompok Gramineae atau rumputrumputan yang tumbuh dengan baik di Indonesia. Menurut data Departemen Pertanian (2004),
perekbunan tebu di Indonesia mencapai luas areal dengan kisaran 321 ribu hektar, 64,74 %
diantaranya terdapat di daerah Pulau Jawa. Iklim yang ada di Indonesia mendukung
pertumbuahan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tebu, tebu membutuhkan musin hujan
pada saat tanam dan sedikit hujan saat proses pemanenan.
Tebu memiliki aktivitas fotosintesis yang tinggi dibandingkan dengan tanaman lain dan
memiliki kemampuan beradaptasi yang baik. Tumbuh dengan tinggi antara 3-5 meter dan
mengandung sukrosa kisaran 11-16% (Augustburger, dkk., 2000). Tebu termasuk salah satu
komoditas perkebunan penting di Indonesia, berkaitan dengan industri gula dan produk
derivat tebu. Secara umum sepuluh tahun terakhir luas areal tebu di Indonesia mengalami
pertumbuhan 0,71 pertahun. Pertumbuhan tebu juga mengalami peningkatan sebesar 3,54%
oertahun denga produktivitas rata-rata hablur baru mencapai 5,82 ton/ha (Fitriani, dkk., 2013).
Produk akhir yang didapat dari pengolahan tebu adalah gula. Gula merupakan
komoditas yang penting bagi masyarakat Indonesia dan perekonomian pangan , baik sebagai
kebutuhan pokok maupun sebagai bahan baku industri makanan atau minuman. Kebutuhan
gula semakin menigkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (Fitriani,
dkk., 2013). Gula memiliki 3 jenis, yaitu gula kristal putih, gula rafinasi dan gula kristal
mentah. Ketiga produk tersebut harus melewati beberapa proses pengolahan untuk
mendapatkan gula kristal. Gula kristal putih hasil produk dari pengolahan tebu memiliki
standart mutu yang telah dicantumkan dalam SNI 3140:3.2010.
Mutu tebu dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jumlah derataj brik, derajat
polarisasi, warna gula, besar jenis butir, belerang dioksidasi dan lain sebagai seperti yang
tercantum dalam SNI gula kristal putih. Selain itu perlakuan proses pengolahan juga
mempengaruhi mutu gula kristal. Salah satu peran yang paling penting adalah dalam proses
pemurnian nira tebu untuk mendapatkan gula kristal. Proses pemurnian menggunakan cara
defekasi dan sulfitasi atau bisa dengan defekasi dan karbonatasi. Mutu setiap tebu yang

dihasilkan dari nira memiliki mutu yang berbeda pada tiap pabrik pengolahan. Faktor yang
paling mempengaruhi adalah proses pengolahannya. Oleh karena itu praktikum ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan mutu gula kristal putih yang akan diamati serta untuk
mengetahui penentuan residu belarang oksidasi (H2SO4) pada gula krista yang akan diamati.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Pengolahan Perkebunan Hulu adalah;
a. Mengetahui pengaruh derajat brik nira
b. Mengetahui pengaruh perlakuan defekasi terhadap derajat brix nira
c. Mengamati warna (kecerahan) gula kristal putih
d. Menentukan besar jenis butir gula kristal putih, dan
e. Menentukan residu belerang oksidasi pada gula kristal putih dan gula merah tebu

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tebu
Tebu (Saccarum ifficinarum) merupakan tanaman yang berasal dar Guinea. Tebu termasuk
dalam kelompok Gramineae (rumput-rumputan).

Kadar gula mencapai 20% dari pangkal

sampai ujung batang. Air gula inilah yang akan dibuat kristal-kristal gula atau gula pasir.
Disamping itu, tebu juga dapat menjadi bahan baku pembuatan gula merah (Setyamidjaja dan
Husaini, 1992). Tebu memiliki aktivitas fotosintesis yang tertinggi yaitu sekitar 150-200%.
Tumbuh dengan tinggi antara 3-5 meter dan mengandung sukrosa antara 11-16% (Augsburger,

dkk., 200). Tebu adalah tanaman tropis yang mirip sifatnya dengan sorgum. Pemanenan tebu
bertujuan untuk memproduksi batang tebu yang memiliki kandungan sukrosa tinggi, dengan
rentang kandungan 10-15% dari total nira tebu. Kebanyakan sukrosa disimpan di bagian dalam
batang tebu yang kemudian diekstrak, selain itu juga mengandung antioksidan dan komponen
lain yang terkandung di dalam batang tebu (Koge, dkk., 2003).
Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermathophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledone

Ordo

: Glumiflorae

Famili

: Graminae

Genus

: Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum L.


(Tarigan dan Sinulingga, 2006).
Batang tanaman tebu beruas-ruas, dari bagian pangkal sampai pertengahan, ruasnya
panjang-panjang, sedangkan di bagian pucuk ruasnya pendek. Tinggi batang antara 2 sampai 5
meter, tergantung baik buruknya pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Pada pucuk
batang tebu terdapat titik tumbuh yang mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan
meninggi (Supriyadi, 1992).
Tebu mengandung flavonoid seperti apigenin dan luteoledin. Akar dan batangnya
digunakan di klinik kesehatan untuk perawatan kulit dan infeksi kandung kemih, juga baik untuk
bronkitis, gangguan hati, dan kehilangan kemampuan memproduksi susu, batuk dan anemia
(Pallavi, dkk., 2012).
2.2 Nira Tebu
Tebu yang telah melalui proses penggilingan akan menghasilkan cairan dan ampas, cairan
itulah yang disebut nira tebu. Nira tebu memiliki warana cairan hijau. Nira akan diproses melalui
penyaringan yang disebut ekstraksi. Nira yang keluar dari gilingan belum siap untuk dimasukkan
kedalam proses kristalisasi, karena masih mengandung banyak kotoran-kotoran. Kotoran tersebut

sebelumnya harus dipisahkan terlebih dahulu. Didalam stasiun pemurnian kotoran akan
dihilangkan, meskipun dalam pelaksanaannya penghilangan kotoran belum dapat sempurna
khususnya terhadap kotoran yang terlarut dan melayang, hanya dapat dihilangkan sekitar 10-25%
dari jumlah kotoran yang ada. Kualitas gula yang dihasilkan dan sifat intrinsik gula ditentukan
oleh kualitas nira mentah. Kualitas gula yang memenuhi spesifikasi diperoleh dari pemurnian
larutan serta susunan bahan bukan gula dalam larutan tersebut. (Moerdokusumo, 1993).
Sukrosa dalam nira tebu serta selulosa dalam serat merupakan dua komponen utama
penyusun tanaman tebu, masing-masing komponen tersebut tersusun atas bahan-bahan gula
sederhana. Sukrosa atau yang biasa dikenal sebagai gula pasir merupakan gabungan dari glukosa
dan fruktosa. Selulosa yang merupakan serat-serat penyusun ampas adalah suatu polimer dari
glukosa. Secara bebas tanpa berikatan, glukosa dan fruktosa ditemukan pada tebu dalam jumlah
yang lebih sedikit dibanding dengan sukrosa (Lahay, 2009). Komponen yang terkandung di
dalam nira tebu dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi nirab tebu komposisi
Komposisi
Air
Sukrosa
Gula Reduksi

Jumlah
70 - 75 %
11 - 16 %
0,4 - 2 %

Organik non-gula
Mineral

0,5 - 1 %
0,5 - 1 %

Serat

10 - 16 %

Sumber: Loto, dkk., 2012


Syarat mutu nira yang baik menurut penelitian Sumarno, (1997) ada pada tabel 2.
Komposisi
Polarisasi
Hk Pol
Warna
Turbidy

Besarnya
93,34%
94,40%
50,63%
394

Sumber: Sumarno, 1997


2.3 Derajat Brix
Derajat brix adalah satuan yang umum digunakan untuk mengukur KPT dalam suatu
larutan. Sebagian besar kandungan padatan terlarut (KPT) pada buah atas gula-gula sederhana
seperti fruktosa, glukosa dan sukrosa (Dinding Subandi, 2008). Satuan brix merupakan satuan

yang digunakan untuk menunjukkan kadar gula yang terlarut dalam suatu larutan. Semakin
tinggi nilai derajat brix makan semakin manis larutan tersebut. Alat yang biasa digunakan dalam
pengukuran derajat brix adalah refraktometer.
Menurut Risvan (2009) brix adalah zat padat kering terlarut dalam suatu larutan (gram
per 100 gram larutan)

yang dihitung sebagai sukrosa. Zat terlarut seperti gula (sukrosa,

glukoasa, fruktosa dan lin-lainnya), atau garam-garam klorida atau sulfat dari kalium, natrium,
kalsium dan lain-lainya yang merespon dirinya sebagai brix sehingga dihitung setara dengan
sukrosa.
2.4 Derajat Pemurnian

BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Refraktometer
2. Glass beaker
3. Pipet tetes
4. Hot plate
5. termometer
6. Colorreader
7. Ayakan mesh, ukuran 16, 18, 20, 30 dan 50 mesh
8. Neraca analiti
9. Stopwacth
10. Erlenmenyer
11. Burret mikro 10 ml
3.1.2 Bahan
1. Nira penggilingan dengan kulit dan tanpa kulit
2. Larutan kapur
3. Gula pasir curah
4. Gulaku

5. Larutan Iodium
6. Larutan standart tio sulfat
7. HCl
8. Larutan kanji
9. Aquades
10. Plastik
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Pengukuran derajat brix nira
Nira tebu
(dikupas/tidak dikupas)

Teteskan pada refraktometer

Amati derajat brix nira


(3x pengamatan)

Bandingkan derajat brix kedua jenis nira


Nira tebu
(dikupas/tidak dikupas)
3.2.2 Pengaruh defekasi terhadap derajat brix nira
Panaskan hingga suhu 750C

+ susu kapur hingga pH netral


Panaskan kembali selama 30 sambil diaduk
Tunggu hingga dingin
Teteskan pada refraktometer
Amati derajat brix nira
(3x pengamatan)
Bandingkan derajat brix kedua jenis nira sebelum & setelah defekasi

3.2.3 Pengukuran warna (kecerahan) Gula Kristal Putih

3.2.4 Pengukuran berat jenis butir Gula Kristal Putih


Susun ayakan sesuai ukuran mesh
(16, 18, 20, 25, & 40 mesh)

Timbang 60 gr GKP

Pengayakan

GKP

Timbang GKP pada tiap ayakan


Masukkan dalam plastik tebal
Hitung presentase & berat jenis butir GKP
Amati warna (kecerahan) GKP dengan colorreader
(3x pengamatan)
Bandingkan dengan SNI
Bandingkan kedua jenis GKP

3.2.5 Penentuan residu Belerang dioksida (SO2)


a. Blanko
150 ml Akuades
+10 ml indikator amilum
10 ml HCl
b. Contoh
Titrasi dengan larutan iodium
ungu
50(warna
gr GKP1
danmuda)
GKP2
+ aquades 10 ml
+10 ml HCl & 10 ml indikator amilum
Titrasi dengan larutan iodium
(warna ungu muda)

Anda mungkin juga menyukai