Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum

Teknologi Pati, Gula


Dan Sukrokimia

Hari, tanggal : Selasa, 14 April 2015


Dosen
: Dr. Ir. Titi Candra Sunarti,M.Si
Asisten
:
1. Choirul May Affandi
( F34110002 )
2. Mutiatul Chosyiah
( F34110017 )

KARAKTERISTIK KOMODITAS PATI DAN GULA,


PEMBUATAN GULA MERAH CETAK, GULA SEMUT, GULA
INVERT, PRODUK HIDROLISAT PATI DAN ANALISIS
PRODUK GULA

Disusun oleh :
Ilham Marvie
Sulastri
Kadek Didit Agus P.

(F341200
(F341200
(F34120030)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam
(SDA), baik flora, fauna dan tanah yang begitu amat subur. Tanaman apapun
mudah tumbuh subur di tanah air Indonesia tercinta ini. Begitu banyak tanaman
yang berpotensi dalam pengembangan pangan yang ada di Indonesia. Komoditas
penghasil pati dan gula sangat potensial di Indonesia yang dapat terlihat dari
tingkat konsumsi komoditi tersebut. Contohnya tanaman tebu yang mudah
tumbuh subur terutama dipulauan jawa. Perkebunan tebu tidak hanya dapat dilihat
dari hasil (produk akhir), melainkan benar-benar usaha produksi, yaitu
pendayagunaan tanah, investasi, tenaga kerja dan manajemen.Tanaman penghasil
pati seperti umbi-umbian, serealia, bahkan buah-buahan yang dapat diproses
menjadi bahan pangan, sebagai bahan baku industri ( fermentasi dan bioetanol ).
Tebu merupakan salah satu tanaman yang merupakan penghasil gula
utama di Indonesia. Gula yang dihasilkan dari proses pengolaha tebu biasanya
merupakan gula kristal putih yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan besar.
Tak hanya tebu yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber gula, ada beberapa
tanaman yang telah dikenal merupakan penghasil gula. Dalam masyarakat
tradisional sangat mengenal istilah gula merah cetak. Gula merah cetak
merupakan salah satu produk hasil pengolahan gula dari sumber gula. Gula merah
cetak biasanya di hasilkan dari tanaman palma, diantaranya adalah siwalan, kelapa
dan aren. Beberapa tanaman tersebut merupakan tanaman penghasil utama gula
setelah tanaman tebu.
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang
berperan sebagai pemanis dan sumber kalori dalam struktur konsumsi masyarakat
selain bahan pangan. Pentingnya gula bagi masyarakat di Indonesia tercermin
pada kebijakan pemerintah yang menetapkan bahwa gula pasir adalah salah satu
dari sembilan bahan pokok kebutuhan rakyat secara global. Sebagai komoditi
strategis, gula senantiasa dicermati oleh pemerintah terutama dalam hal
pergerakan harganya dan pemerintah pun berkewajiban untuk menjamin
ketersediaan gula di pasar domestik pada tingkat harga yang terjangkau bagi
seluruh masyarakat.
Dalam hal ini proses pengolahan atau produksi gula sangat penting untuk
diketahui. Karakteristik nira yang sangat sensitif akan mudah mengalami
kerusakan seperti oksidasi apabila tidak mengalami proses yang tepat. Untuk
mendapatkan gula yang memiliki kualitas dan mutu yang tinggi juga dibutuhkan
beberapa tindakan yang tepat. Proses pembuatan gula yang memenuhi standar
akan menghasilkan gula dengan kualitas mutu yang sesuai standar yang
diharapkan. Untuk mengetahui kualitas mutu dari produk olahan pati maupun gula
sangat penting apabila dilakukan analisis mutu. Analisis dilakukan dengan
maksud mengetahui tingkat kualitas produk olahan serta mampu melakukan
tindakan yang tepat untuk mempertahankan ataupun meningkatkan mutu dari
produk olahan tersebut.

1.2. Tujuan
Praktikum bertujuan untuk mengetahui karakteristik komoditas pati dan
gula dari beberapa komoditas hasil pertanian. Mengetahui proses dan karakteristik
tebu yang diolah menjadi gula merah. Mengetahui dan memahami proses
produksi gula semut serta karakteristiknya. Mengetahui dan memahami proses
pembuatan gula invert dan karakteristiknya. Mengetahui dan memahami proses
pembuatan produk hidrolisat pati dan karakteristiknya. Melihat mutu gulam
meliputi sifat fisik dan kimia.

II. METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah wajan, kain saring,
timbangan, kompor, sendok dan pengaduk kayu. Pipet ukur, tabung reaksi, gelas
piala, spektrofotometer, kuvet, colorimeter, penetrometer, refractometer,
Erlenmeyer, pendingin balik, pemanas, labu ukur, gelas ukur, buret. Bahan yang
digunakan dalam praktikum adalah nira aren, gula aren, gula palem, minyak
nabati, larutan luff, KI 20%, H2SO4 24%, Na2S2O5 0,1 N, indikator kanji 0,5%,
DNS, NaOH, potassium sodium tartarat, phenol, sodium metobisulfat, glukosa.
2.2. Metode
2.2.3. Metode Pembuatan Gula Semut
START

Nira disaring atau gula cetak dicairkan

Nira dipanaskan dengan menggunakan api


sedang

Nira dalam keadaan panas ditambahkan


satu sendok makan minyak nabati

Setelah nira mengental, diteteskan dalam


air dan diaduk. Benang-benang gula yang
terbentuk diamati

Nira diangkat dan diaduk terus sampai


terbentuk Kristal ( butiran-butiran gula )

Gula semut digerus dan diayak

END
2.2.6. Metode Analisa Gula

START

Uji warna
Pengujian dilakukan dengan menggunakan
colorimeter dengan mencari nilai L, a dan b

Uji kekerasan
Pengujian dilakukan dengan menggunakan
penetrometer

Bagian yang tidak larut air


Contoh dilarutkan dalam 200 ml air panas,
disaring, kertas saring dioven

Gula pereduksi ( metode Luff )


Gula dilarutkan dalam labu ukur sampai tanda
tera, kemudian disaring , ditambahkan larutan
luff dan batu didih, kemudian dititrasi

Gula pereduksi ( DNS )


DNS ditambahkan NaOH ditambahkan
akuades, ditambahkan potassium sodium
tartarat, ditambahkan phenol ditambahkan
sodium metbisulfat dan dititrasi dengan HCL
indikator PP. analisa dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer.

Kadar sukrosa ( metode Luff )


Larutan contoh ditambahkan HCL. Dihidrolisis
selama 10 menit ditambahkan NaOH
ditambahkan akuades dan batu didih, kemudian
dipanaskan 10 menit ditambahkan larutan KI
dan H2SO4 selanjutnya dititrasi dengan larutan
tio indikator kanji.

Kandungan Total Gula


Larutan sampel ditambahkan larutan fenol,
ditambahkan asam sulfat pekat dan diukur
dengan spektofotometer ( panjang gelombang :
490 nm )

END

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
( terlampir )
3.2. Pembahasan
3.2.3. Gula Semut
Gula semut merupakan salah satu bentuk diversifikasi gula merah
yang berbentuk serbuk atau butiran kecil-kecil yang berwarna kuning
hingga kecoklatan. Gula semut dihasilkan dari pengolahan nira palma,
baik nira yang berasal dari pohon kelapa (Cocos nucifera.), pohon aren
(Arenga pinnata.), dan pohon lontar (Borassus flabelifer ) (Rumokoi
dan Joseph, 1994).
Gula semut adalah gula merah berbentuk serbuk, beraroma khas,
dan berwarna kuning kecoklatan. Proses pengolahan gula semut sama
dengan pengolahan gula cetak, yaitu tahap pemanasan nira hingga
menjadi kental. Pada pengolahan gula cetak, setelah diperoleh nira
kental, wajan diangkat dari tungku, dilakukan pencetakan, sedangkan
pada pengolahan gula semut setelah diperoleh nira kental dilanjutkan
dengan pendinginan dan pengkristalan. Pengkristalan dilakukan dengan
cara pengadukan menggunakan garpu kayu. Pengadukan dilakukan
secara perlahan-lahan, dan makin lama makin cepat hingga terbentuk
serbuk gula (gula semut).
Langkah selanjutnya adalah pengeringan gula semut. Pengeringan
dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) pengeringan dengan sinar
matahari selama 3-4 jam dan (2) pengeringan dengan oven dengan
suhu pengeringan 45oC-50oC selama 1,5 - 2,0 jam. Untuk keseragaman
ukuran butiran, dilakukan pengayakan I menggunakan ayakan stainless
steel ukuran 18-20 mesh . Butiran gula yang tidak lolos ayakan akan
dikeringkan ulang dan dilanjutkan dengan penghalusan butiran.
Penghalusan ukuran butiran dengan grinder mekanis, diikuti dengan
pengayakan II. Gula semut kering dikemas dalam kantong plastik
( Anonim, 2011 ).
Kualitas produk gula semut dapat dikatakan baik, apabila produk
tersebut telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Standar
Industri Indonesia (SII) nomor 2043 tahun 1987 (Tabel 1).
Tabel 1. Syarat Mutu Gula Semut (SII No. 2043-87)

Sumber : Rumokoi dan Joseph, 1994.


No Jenis
Satuan
Persyaratan
1.
Bentuk
Serbuk
2.
Warna
Kuning kecoklatan
3.
Rasa
Normal dan khas
4.
Gula sukrosa
%
Minimum 80,0
5.
Gula reduksi
%
Maksimum 6,0
6.
Kadar air
%
Maksimum 3,0
7.
Kadar abu
%
Maksimum 2,0
8.
Bagian yang tidak %
Maksimum 0,2
larut
9.
Cemaran logam
a. Timbal (Pb)
mg/kg
Maksimum 1,0
b. Seng (Zn)
mg/kg
Maksimum 25,0
c. Air raksa (Hg)
mg/kg
Maksimum 0,005
d. Arsen (As)
mg/kg
Maksimum 1,0
Gula semut memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan gula
merah cetak, seperti yang dinyatakan oleh Hamzah dan Hasbullah (1997) yaitu
lebih awet (sekitar 8-12 bulan bahkan lebih) karena kadar airnya lebih rendah
(sekitar 2,5 - 3% bk). Bentuknya yang serbuk membuat gula semut mudah dalam
pengemasan, mudah larut dan penggunaannya lebih praktis, tetapi harganya lebih
tinggi dari gula merah cetak. Hasil analisis contoh gula palma menunjukkan
bahwa gula semut lebih baik dibandingkan dengan gula palma yang lain. Hasil
analisis contoh gula palma disajikan pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Hasil Analisis Gula Palma
No Contoh Palma
Brix
Sukrosa Gula Reduksi
1. Kelapa
93,5
75,85
5,22
2. Semut
99,3
90,34
3,51
3. Aren
89,7
83,44
4,23
4. Siwalan
86,9
77,26
4,97
5. Nipah
94,2
78,95
4,52
Sumber : Sunantyo, 1997.
Praktikum dilakukan pembuatan gula semut terhadap dua jenis
sumber nira yaitu kelompok satu sampai tiga menggunakan gula aren
dan kelompok empat sampai enam menggunakan gula kelapa.
Pembuatan gula semut dilakukan tiga perlakuan yaitu kelompok satu
dan empat tanpa pancingan, kelompok dua dan lima gula pasir 5%,
kelompok tiga dan enam gula pasir 10%. Analisis hasil pembuatan gula
semut dianalisis terhadap empat parameter yaitu warna, aroma, rasa dan
bobot akhir. Parameter warna gula kelapa kelompok 4 dan 5 memiliki
warna yang lebih baik dibandingan yang lainnya serta gula kelapa
kelompok 6 memiliki warna yang lebih buruk dibandingkan lainnya.
Secara keseluruhan parameter aroma menunjukan aroma khas gula
merah walaupun beberapa menyatakan aroma karamel dan manis.
Parameter rasa menunjukan secara keseluruhan gula semut memiliki
rasa manis dan beberapa dengan sensasi asam dan pahit. Bobot akhir

dari gula semut itu sendiri adalah secara berturut-turut kelompok satu
sampai kelompok enam , 447.42 gram, 447.42 gram, 420 gram, 393.17
gram, 446 gram, dan 480 gram.
3.2.6. Analisis Produk Gula
Uji DNS maupun uji total gula menggunakan metode fenol samasama menghasilkan nilai R kuadrat yang tinggi. Hal ini menunjukkan
kurva standar yang dibuat memiliki ketelitian yang sangat tinggi
sehingga kurva standar tersebut layak untuk dijadikan acuan.
Hidrolisat pati dapat dilakukan oleh asam ataupun enzim.
Maltodekstrin merupakan salah satu produk hidrolisat pati yang
mengandung unit alpha-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui
ikatan 1,4 glikosidik. Sirup glukosa mengandung D-glukosa, maltosa,
dan polimer D-glukosa. Nilai kemanisan sirup glukosa relatif lebih
rendah dibandingkan dengan sukrosa. Makin tinggi derajat
konversinya, makin tinggi pula kemanisannya. Hidrolisis secara
enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan
tertentu. Sedangkan hidrolisis dengan asam, molekul pati akan dipecah
secara acak oleh asam dan gula yang dihasilkan sebagian besar
merupakan gula pereduksi.
Uji iod adalah uji yang bertujuan untuk mengidentifikasi
polisakarida. DE atau angka pereduksi menunjukan jumlah gula
pereduksi dari pati atau turunannya yang dihitung sebagai nilai
dekstrosa pada bobot kering, sedangkan DP menunjukkan rata-rata
jumlah unit monomer yang terkandung dalam molekul. Semakin besar
nilai DE, maka semakin besar persentase pati yang berubah menjadi
gula pereduksi.
DNS memiliki fungsi untuk menghentikan reaksi pada metode
deteksi amilase. Pengukuran absorbansi suatu cairan pada metode
DNS menggunakan alat yang bernama spektrofotometer yang prinsip
kerjanya, dengan menggunakan gelombang dengan panjang tertentu
yang diatur agar dapat menembus suatu larutan. Semakin kecil
kerapatan yang dimiliki suatu larutan maka semakin mudah suatu
gelombang alpha menembusnya, akhirnta berkolerasi dengan nilai
absorban yang semakin kecil pula (Winarno, F. G. 1997).
Analisis produk gula dilakukan dengan beberapa parameter analisis
yaitu diantaranya analisis mutu gula invert. Gula invert yang dianalisis
adalah hasil dari pengolahan gula pasir (HCL dan asam tartarat), gula
aren (HCL dan asam tartarat), gula kelapa (HCL dan asam tartarat).
Gula total yang diperoleh dari analisis adalah kelompok satu gula pasir
HCL 62.5%, kelompok dua gula aren HCL 7.8%, kelompok tiga gula
kelapa HCL 1.78%, kelompok empat gula pasir asam tartarat 0%,
kelompok lima asam tartarat 36.75% dan kelompok enam gula kelapa
asam tartarat 5.4%.
Analisis mutu gula cetak dilakukan uji warna dengan hasil yang
diperoleh adalah kelompok satu dengan derajat H sebesar 66.60,
kelompok dua 66.44, kelompok tiga 66.46, kelompok empat 66.45,
kelompok lima 66.70 dan kelompok enam 66.54. uji kekerasan
diperoleh data berturut-turut kelompok satu sampai enam yaitu 70, 20,

0, 289, 171 dan 13. Bahan yang tidak larut diperoleh data sebagai
berikut berturut-turut kelompok satu sampai kelompok enam yaitu
0.096 gram, 0.142 gram, 0.014 gram, 0.015 gram, 0.246 gram, dan
0.057 gram.
Analisis mutu sirup glukosa total gula dilakukan dengan mengukur
larutan dengan menggunakan alat spektrofotometer yang dipereloh
hasil absorbansi sebagai berikut secara berturut kelompok satu sampai
enam -0.063, 0.043, -0.128, 0.165, 0.042 dan 0.121. Dengan jenis
masing-masing sirup glukosa yaitu sagu metode HCL, tapioca metode
HCL, maizena metode HCL, sagu metode enzim, tapioca metode
enzim dan maizena metode enzim,. Analisis mutu sirup glukosa gula
pereduksi
( DNS ) diperoleh hasil secara berurutan yaitu nilai
transmitan yang dihasilkan 10.3, 10.1, 30.9, 8, 25.3, dan 29.2 dengan
konsentrasi PPM 264320.6, 264895.1, 205142.2, 270927.9, 221229.5
dan 210025.9.

III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Analisis hasil pembuatan gula semut dianalisis terhadap empat parameter
yaitu warna, aroma, rasa dan bobot akhir. Parameter warna gula kelapa kelompok
4 dan 5 memiliki warna yang lebih baik dibandingan yang lainnya serta gula
kelapa kelompok 6 memiliki warna yang lebih buruk dibandingkan lainnya.
Secara keseluruhan parameter aroma menunjukan aroma khas gula merah
walaupun beberapa menyatakan aroma karamel dan manis. Parameter rasa
menunjukan secara keseluruhan gula semut memiliki rasa manis dan beberapa
dengan sensasi asam dan pahit. Bobot akhir dari gula semut itu sendiri adalah
secara berturut-turut kelompok satu sampai kelompok enam , 447.42 gram, 447.42
gram, 420 gram, 393.17 gram, 446 gram, dan 480 gram.
Analisis mutu sirup glukosa total gula dilakukan dengan mengukur larutan
dengan menggunakan alat spektrofotometer yang dipereloh hasil absorbansi
sebagai berikut secara berturut kelompok satu sampai enam -0.063, 0.043, -0.128,
0.165, 0.042 dan 0.121. Dengan jenis masing-masing sirup glukosa yaitu sagu
metode HCL, tapioca metode HCL, maizena metode HCL, sagu metode enzim,
tapioca metode enzim dan maizena metode enzim,. Analisis mutu sirup glukosa
gula pereduksi
( DNS ) diperoleh hasil secara berurutan yaitu nilai transmitan
yang dihasilkan 10.3, 10.1, 30.9, 8, 25.3, dan 29.2 dengan konsentrasi PPM
264320.6, 264895.1, 205142.2, 270927.9, 221229.5 dan 210025.9.
3.2. Saran
Praktikum telah berjalan dengan lancar. Kelancaran praktikum sangat
ditunjang dengan perlengkapan alat dan bahan yang baik. Peralatan juga sangat
dibutuhkan peralatan yang masih memiliki ketelitian yang baik, karena terkadang

akibat alat yang sudah rusak ( tidak baik ) hasil yang diperoleh selama praktikum
sangat menyimpang dari apa yang diharapkan.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2011.
Gula
Semut.
[
terhubung
berkala
].
http://balitka.litbang.pertanian.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=148%3Agula-semut&catid=46%3Apaket-teknologi-pasca panen&Itemid=80&lang=en (
13 April 2015 )
Joseph, H.G., Rumukoi dan Kembuan. 1994. Perbaikan Teknik Pengolahan dan
Penganekaragaman Produk Aren, Lontar, Pinang dan Sagu.
Hamzah N, Hasbullah. 1997. Evaluasi mutu gula semut yang dibuat dengan
menggunakan beberapa bahan pengawet alami. Di dalam Budijanto
S, Zakaria F, Haryadi RD, dan Satiawiharja B (eds), Prosiding
Seminar Teknologi Pangan. Perhimpunan Ahli Pangan Indonesia
(PATPI). Hlm. 175 - 180.
Sunantyo.1997. Pengaruh pemakaian bahan pengawet terhadap kualitas hasil nira
Sadapan kelapa dan hasil Gula kelapa kristal. Proseding Seminar
Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gamedia Pustaka Utama :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai