Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIKUM TEKNIK KONVERSI BENTUK DAN SEPARASI BAHAN

PANGAN

Laporan Project Base


Kristalisasi Gula Semut

Kelompok 9B
Yasmine Almira F 240210170075
Adinda Selica V 240210170086
Christian Joddi 240210170110
Marco Yosia M 240210170116

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas project base
tentang kristalisasi gula semut.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan penulis makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik dari materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan
rendah hati dan tangan terbuka menerima masukan,saran,dan usulan guna
penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pembaca.

Jatinangor, 27 Mei 2019

Penulis
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gula semut atau sering disebut sebagai palm sugar adalah gula kelapa atau
gula aren yang berbentuk kristal atau bubuk, sehingga kadang-kadang gula ini juga
disebut gula merah bubuk atau kristal (Rahmadianti, 2012). Penggunaannya lebih
praktis dibandingkan dengan gula merah cetak karena lebih mudah larut. Gula ini bisa
ditambahkan ke dalam jamu atau minuman hangat, adonan roti, kue, atau makanan
lainnya. Bisa juga dijadikan taburan pada berbagai jenis hidangan sebagai pengganti
gula pasir. Perhatian masyarakat terhadap gula semut semakin meningkat, sejalan
dengan kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi produk pangan alami. Gula
semut dianggap lebih alami ketimbang gula pasir dan mempunyai dampak positif
bagi kesehatan.
Salah satu permasalahan dalam memproduksi gula semut adalah warnanya
yang kurang seragam dan sering terlalu gelap sehingga kurang disukai konsumen.
Warna gula semut yang terlalu gelap disebabkan karena reaksi pencoklatan yang
berlangsung saat pembuatannya terlalu intensif. Untuk mengendalikan warna gula
semut perlu dilakukan upaya penghambatan reaksi pencoklatan pada proses
pembuatannya. Menurut Putra (1990), reaksi pencoklatan yang terjadi pada
pembuatan gula semut adalah reaksi karamelisasi dan Maillard.
Reaksi karamelisasi merupakan reaksi yang terjadi karena adanya interaksi
gula – gula pada suhu yang tinggi (80⁰C). Reaksi ini merupakan serangkaian
reaksi yang kompleks dan menghasilkan senyawa intermediate dan produk yang
beberapa diantaranya mirip dengan reaksi Maillard (Davies and Labuza, 2003).
Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non-enzimatis antara gula pereduksi
dengan asam amino yang berlangsung pada pengolahan makanan secara thermal
(Carabasa-Giribet and Ibarz-Ribas, 2000). Reaksi ini menghasilkan berbagai senyawa
kompleks yang disebut sebagai Maillard reaction products (MRPs) (Mastrocola and
Munari, 2000).
Upaya meningkatkan nilai jual gula aren yang lembek dan mendapatkan
warna yang sesusai keinginan konsumen dengan cara mengolah menjadi gula aren
granular (gula semut), melalui peleburan kembali gula cetak dengan penambahan air
menjadi larutan gula, kemudian dimasak menjadi granular (serbuk). Upaya untuk
meningkatkan daya kristalisasi tersebut pada suatu kepekatan tertentu dapat
ditambahkan gula pasir sebagai inti proses kristalisasi (Purnomo et al., 2004). Untuk
mempercepat terbentuknya kristal dalam pengolahan dan meningkatkan kemampuan
untuk dapat digranulasi, maka perlu penambahan gula pasir sebagai bibit
(Soeharsono, 1988). Pada pembuatan gula granular suhu pema- sakan berkisar 100
0C – 125 0C. (Fennema, 1985; Wieenam dan Shallenberger, 1987).

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengaruh penambahan gula pasir terhadap warna gula semut yang
dihasilkan
2. Pengaruh penambahan gula pasir terhadap proses kristalisasi
1.3 Tujuan
Tujuan dari dilakukannya project ini adalah untuk mengetahui cara
mengrekristalisasi gula aren menjadi gula semut dengan bantuan penambahan gula
pasir.
II. TEMA PROJECT
2.1 Deskripsi Produk
Gula merupakan suatu senyawa karbohidrat sederhana yang berfungsi untuk
dapat mengubah rasa menjadi rasa manis yang terdapat dalam makanan dan
minuman. Gula ada beberapa macam jenisnya, yang menjadi fokus utama kami
adalah mengkristalisasi gula aren dan gula pasir yang semula padat menjadi bentuk
granula. Mengapa kami membuat suatu produk gula semut aren? Karena nira aren
sangat berpotensi untuk dijadikan gula, nila tersebut mengandung komponen gula
yang dominan dalam bentuk sukrosa, unsur yang terdapat pada nira aren ini relatif
cepat terurai dengan adanya aktifitas mikroba, mengakibatkan terjadinya perubahan
pH menjadi asam.
Selain itu, yang perlu diketahui adalah biasanya gula aren yang ada di pasaran
memiliki kadar air cukup tinggi dibandingkan gula gula lainnya, tingginya kadar air
gula aren dapat berpengaruh terhadap daya simpan gula tersebut , sekitar 3 sampai 4
minggu gula tersebut dapat berubah warna menjadi warna cokelat kehitaman dengan
tekstur lembek dan mudah meleleh.
Untuk itu, dengan adanya produk kami selain dapat mempertahankan daya
simpan juga menjadi nilai ekonomis tersendiri bagi gula aren, kami menjadikan gula
aren yang sebelumnya berbentuk pada menjadi granula-granula dengan bantuan
rekristalisasi gula pasir dengan gula aren. Untuk membantu terbentuknya granula,
kami memakai bantuan gula pasir untuk meningkatkan kemampuan granulasi itu
sendiri. Produk kami ini memiliki karakteristik bentuk yang berbubuk, berwarna
cokelat muda, dengan tekstur gula yang halus.

2.2 Teknologi yang digunakan


Produk kami menggunakan teknologi grinder sebagai alat bantu teknologi
pengolahan produk kami, seperti yang kita tahu biasanya grinder digunakan untuk
menggiling kopi, tetapi grinder juga dapat menghaluskan kristal gula aren dan gula
pasir yang sudah dicampur menjadi berbentuk bubuk. Dalam definisinya, grinder
adalah sebuah alat yang digunakan untuk melakukan pengikisan, penajaman,
pengasahan, atau pemotongan pada sebuah benda kerja sehingga menghasilkan
permukaan yang sangat halus dengan tingkat ketelitian sangat tinggi. Grinder
merupakan salah satu dari jenis mesin perkakas dengan mata potong jamak, mata
potong mesin grinder ini memiliki jumlah yang sangat banyak yang digunakan untuk
mengasah atau memotong benda kerja dengan tujuan tertentu. Adapun grinder
mendatangkan banyak manfaat dan fungsi diantaranya :
1. Digunakan untuk memotong benda kerja sehingga ketebalannya menjadi
relatif tidak tebal
2. Digunakan untuk mengikis dengan tujuan untuk meratakan dan menghaluskan
permukaan benda kerja
3. Digunakan untuk melakukan pekerjaan finishing pada benda alat kerja
III. METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Ayakan (ukuran 20 mesh)
2. Gelas Ukur
3. Grinder
4. Kompor gas
5. Oven
6. Panci
7. Pengaduk kayu
8. Pisau
9. Termometer
10. Timbangan
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Air 10 mL
2. Gula aren 50 gram
3. Gula pasir 15 gram

3.2 Pelaksanaan Percobaan


Pelaksanaan percobaan yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Gula aren cetak diiris halus
2. Ditambahkan air sebanyak 10 mL
3. Dimasukkan ke dalam panci dengan suhu 1200C sampai saat dimasukkan ke
dalam air berbentuk gumpalan/ serabut gula
4. Ditambahkan gula pasir 15 gram
5. Diaduk secara perlahan selama ±10 menit
6. Diaduk secara cepat sampai terbentuk butiran kristal
7. Dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven
8. Setelah dioven, gula dihancurkan dengan mesin grinder sehingga tekstur
menjadi bubuk
9. Dilakukan pengayakan 20 mesh
10. Gula semut yang sudah jadi dikemas dengan rapih
IV. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
No Nama Bahan Harga Satuan Jumlah (Rp)
1 Gula Aren 500 gram Rp 20.000 x 1/2 10.000
Gua Pasir (Gulaku) 1000
2 gram Rp 12.500 x 1 12.500
3 Air (Aqua Gelas) Rp 500 x 1 500
Total (Rp) 23.0 00

4.2 Jadwal Kegiatan


Tanggal/ Hari Kegiatan
30 April 2019/
Selasa Mengerjakan praktikum sampai terbentuk butiran kristal
Mengerjakan praktikum dari pengeringan gula,
2 Mei 2019/ Kamis pengayakan, hingga dikemas.
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Gula semut atau palm sugar merupakan gula merah versi serbuk/kristal yang
dihasilkan oleh pepohonan keluarga palma (Arecaceae) (Balai Informasi
Pertanian,2000). Gula semut adalah sebagian produk turunan yang dihasilkan dari
pohon aren dan kelapa. Penamaan gula semut karena bentuknya yang menyerupai
sarang semut di tanah. Gula semut memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan
dengan gula merah versi cetakan. Menurut Mustaufik dan Karseno (2004) di dalam
Pargita (2010) beberapa keunggulan gula semut adalah aroma yang khas, umur
penyimpanan yang panjang dengan kadar air 2-3%, mudah larut dalam air dingin atau
panas, pengemasan yang praktis dalam kantong dan mudah dikombinasikan dengan
bahan lain pada industri pengolahan makanan dan minuman.
Dalam proses dan persyaratan pembuatan gula semut, kandungan sukrosa pada
bahan baku sangat menentukan keberhasilan proses kristalisasi. Menurut SNI (SII
0268-85), gula semut dengan mutu baik mengandung minimal gula total 80% dan
maksimal gula reduksi 6%. Pada gula merah kelapa bermutu rendah, jumlah sukrosa
yang terkandung cukup rendah, sedangkan kadar gula reduksi tinggi.
Kristalisasi merupakan proses pemisahan bahan padat dari suatu larutannya, di
mana larutan dikondisikan dalam kondisi lewat jenuh (supersaturated) akan terjadi
nukleasi (pembentukan kristal) dari solut. Kondisi tersebut dapat diperoleh dengan
mengurangi temperatur atau meningkatkan konsentrasi solut sehingga kondisi lewat
jenuh (supersaturated) tercapai. Kesetimbangan antara kristal yang terbentuk dengan
residu (mother liquor) ditentukan oleh konsentrasi dan temperatur (Earle, 1983).
Pada praktikum kali ini dilakukan kristalisasi gula atau pembuatan gula semut
menggunakan gula aren sebanyak 500 gram yang dilarutkan dalam air sebanyak
100mL dan dipanaskan. Ketika gula aren dan air dipanaskan ditambahkan gula pasir
sebanyak 150 gram atau 30% dari berat gula aren. Gula pasir ditambahkan karena
dalam proses pengolahan panas memungkinkan terjadi hidrolisis sukrosa menjadi
gula pereduksi, sehingga akan sulit terkristalisasi. Dengan demikian harus
diintroduksikan gula pasir untuk menginduksi terjadinya kristalisasi dengan mudah.
Proses pemasakan hingga larutan gula mengental buih naik dan mencapai titik end
point, yakni jika larutan gula diteteskan pada air dingin akan menggumpal. Jika end
point tercapai maka larutan didinginkan dan dikristalisasi dengan pengadukan lebih
intensif untuk mempercepat penguapan dan kristalisasi. Dilakukan penambahan gula
pasir sebanyak 30% dari gula aren karena akan diperoleh rendemen tertinggi.
Semakin banyak bibit kristal yang ditambahkan maka rendemen gula kristal akan
semakin meningkat (Rumayar et al., 2011). Hal ini disebabkan penambahan gula
pasir yang semakin banyak akan memperlancar terbentuknya inti kristal yang akan
mempermudah proses kristalisasi, sehingga akan diperoleh rendemen gula aren gra-
nular yang tinggi. Berikut hasil percobaan pembuatan gula semut dari gula aren:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Gula Semut dari Gula Aren
Parameter Bahan Warna Tekstur Berat Gambar
dan
Volume
Gula Putih Halus 15 gram
pasir gading berpasir

Air bening 10 ml
SEBELUM

Gula Coklat Lembut, 50 gram


aren tua +++ sedikit
keras
Parameter Bahan Warna Tekstur Berat Gambar
dan
Volume
Kristal Coklat Sangat
gula tua ++ keras 64,88
dan gram
kasar

-
Gula Coklat Serbuk 64 gram
semut muda halus
bubuk

Sisa Coklat Kasar 2,88


kristal tua dan gram
gula berpasir
yang
tidak
tersaring
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019)

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, terjadi pengolahan gula semut


dengan bahan dasar gula aren (coklat tua +++) dan gula pasir (putih) menjadi kristal
gula (coklat tua ++) dan setelah mengalami proses pengecilan ukuran menjadi bubuk
gula (coklat muda). Pencoklatan saat pemasakan terjadi karena semakin tinggi suhu
pembibitan, indeks pencoklatan-nya semakin tinggi, sehingga warna coklat akan
semakin dominan pada gula aren granular. Hal ini disebabkan terurainya sukrosa
menjadi gula reduksi oleh suhu tinggi yang kemudian bereaksi dengan asam amino
membentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Kecepatan pembentukan
warna coklat dipengaruhi oleh sifat asam amino atau protein dan karbohidrat atau
gula yang bereaksi, sedangkan faktor lain yang mempengaruhi terhadap reaksi
pencoklatan adalah suhu, pH dan aktivitas air (Fennema, 1985).
Proses kristalisasi dilakukan dengan pengadukan memutar menggunakan alat
pengaduk kayu. Pengadukan dimulai dari bagian pinggir ke bagian tengah wajan,
setelah terbentuk Kristal maka pengadukan dipercepat. Apabila semuanya telah
mengkristal secara homogen, biarkan dulu beberapa menit supaya Kristal gula
mongering.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan kristalisasi :
• Konsentrasi Larutan
Agar dicapai proses pengkristalisasi yang lebih cepat maka perlu diusahakan
agar larutan pada kejenuhan yang tinggi karena pada keadaan ini kandungan
sukrosanya lebih besar dibandingkan bila pada kejenuhan yang lebih rendah sehingga
proses pengkristalan pada inti kristal lebih cepat.
• Kandungan Kotoran
Adanya kotoran yang terdapat di dalam bahan akan menyebabkan naiknya
viskositas sehingga berakibat turunnya nilai kemurnian, hal ini akan mengakibatkan
rendahnya kecepatan kristalisasi.
• Kualitas Nira Kental
Rendemen tebu berpengaruh besar terhadap kandungan nira kental yang akan
dihasilkan. Pada produksi gula dengan rendemen gula yang rendah akan
mengakibatkan penghasilan gula yang rendah. Hal ini dikarenakan kandungan nira
dalam tebu lebih kecil dibandingkan dengan kadar air dalam tebu.
• Tekanan Uap Pan
Standar proses kristalisasi dilakukan pada kondisi vakum antara 62-65 cmHg,
untuk batas bawah tekanan pada 58 cmHg
Kristal gula yang terbentuk kemudian dilakukan proses pengecilan ukuran
menggunakan grinder. Secara umum tujuan dari size reduction yaitu untuk
menghasilkan padatan dengan ukuran maupun spesifik permukaan tertentu dan
memecahkan bagian dari mineral atau kristal dari persenyawaan kimia yang terpaut
pada padatan tertentu (Indra, 2012). Selain itu menurut Brennan et.al. (1974),
pengecilan ukuran bertujuan untuk membantu proses ekstraksi, memperkecil bahan
sampai dengan ukuran tertentu dengan maksud tertentu, memperbesar luas
permukaan bahan untuk proses lebih lanjut, dan membantu proses pencampuran.
Dalam dunia industri.
Rendemen yang dihasilkan pada proses ini yaitu:
Berat sesudah
Rendemen : x 100%
berat awal

64
: x 100%
75

: 85,33%

Seharusnya rendemen yang dihasilkan lebih banyak. Hal ini dapat terjadi karena
banyak gula yang menempel pada panci saat pengadukan sehingga rendemen
berkurang.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan pada project kali ini adalah :
 Pernambahan gula pasir digunakan untuk mempermudah terjadinya
kristalisasi
 Pengadukan sangat mempengaruhi terjadinya proses kristalisasi
 Pengecilan gula kristal menjadi gula semut menggunakan alat grinder
bertujuan untuk merubah tekstur, mempermudah proses pencampuran,
meningkatkan nilai jual, dan warna yang sesuai dengan keinginan konsumen

6.2 Saran
Sebaiknya pengadukan saat peleburan gula pada proses pemasakan dilakukan
secara terus – menerus agar kristalisasi gula yang terbentuk hasilnya lebih merata dan
optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Balai Informasi Pertanian. 2000. Pembuatan Gula Semut. Liptan. Padang.

Brennan, J.G., J.R. Butlers, N.D. Cowell, dan A.E.V. Lilly. 1974. Food
Engineering Operations. Essex : Applied Science Publisher.

Davies, C.G.A. and T.P. Labuza. 2003. The Maillard reaction application to
confectionary products. Departement of Food Science and Nutrition, University
of Minesota

Dewartsi, S. dan Haryadi. 2011. Pengaruh variasi tingkat penambahan sodium


metabisulfit dan waktu inkubasi pada hancuran singkong terhadap residu
sianida, residu sulfit, dan warna tepung singkong. Prosiding, Seminar Nasional
Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal,
Surakarta, 8 Juni 2011

Earle, R.L.1983. Unit Operation in Food Processing. 2nd edition. Pergamon Press,
Oxford

Fennema, O.R. 1985. Food chemistry. Second Edition, Marcel Dekker Inc. New York
and Basel.

Hardiman, Muljoharjo, M. Tranggono dan K. Rahayu. 1973. Cara pengeringan Hasil-


hasil Pertanian. Skretariat Pengabdian pada Masyarakat UGM, Yogyakarta

Indra, Wibawa. 2012. Size Reduction. http://indrawibawads.com/2012/01/06/alat-


pengecil-ukuran-size-reduction. Diakses tanggal 30 Mei 2018

Martins, S.I.F.S. and M.A.J.S. vanBoekel. 2003. Melanoidins extinction coefficient in


the glucose/glycine Maillard reaction. Food Chem. 83: 135–142
Mastrocola, D. and M. Munari. 2000. Progress of the Maillard reaction and
antioxidant action of Maillard reaction products in preheated model systems
during storage. J. Agr. Food Chem. 48 (8): 3555 – 3559

Mustaufik dan Karseno.2004. Penerapan dan Pengembangan Teknologi Produksi


Gula kelapa kristal Berstandar Mutu SNI untuk Meningkatkan Pendapatan
Pengrajin Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas. Laporan Pengabdian
Masyarakat. Program Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Unsoed.
Purwokerto.

Pragita, T.E. 2010. Evaluasi Keragaman dan Penyimpangan Mutu Gula Kelapa
Kristal (Gula Semut) di Kawasan Home Industri Gula Kelapa Kabupaten
Banyumas. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.

Putra, I N.K. 1990. Kajian Reaksi Pencoklatan Thermal pada Proses Pembuatan
Gula Merah dari Nira Aren. Tesis. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor

Rahmadianti, F. 2012. Kenali Jenis – Jenis Si Gula Merah. http://food.detik.com.


Tanggal akses: 30 Mei 2018

Rumayar, H., J. Pontoh dan L. Kowel. 2011. Kristalisasi sukrosa pada pembuatan
gula kristal dari nira aren. Buletin Palma 12 (2): 100-114. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Bogor.

SNI 01-3743-1995. Uji Standar Gula Merah Yang Sehat Untuk Dikonsumsi.

Suprapto, H. 2006. Pengaruh perendaman pisang kepok (Musa acuminax balbisiana


calla) dalam larutan garam terhadap mutu tepung yang dihasilkan. Jurnal
Teknologi Pertanian. 1(2): 74 – 80.

Van Boeckel, M.A.J.S. 1998. Effect of heating on Maillard reactions in milk. Food
Chem. 62: 403–410
.

Anda mungkin juga menyukai