Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERMASALAHAN STUNTING
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH “45” KUNINGAN
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Gizi

Dosen :
Endah Wulandari, S.TP., M.Si.

Disusun oleh:
Adinda Selica V 240210170086
Astri Puji A 240210170082
Marco Yosua M 240210170116
Ghifari Akbar 240210170097
Yadi Supriadi 240210170113
Arelina Zalukhu 240210157002

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
JATINANGOR
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
Ilmu Gizi tentang Permasalahan Stunting di Rumah Sakit Umum Daerah “45”
Kuningan.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan penulis makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan baik dari materi maupun cara penulisannya.
Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, penulis dengan rendah hati dan tangan terbuka menerima
masukan,saran,dan usulan guna penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jatinangor, 14 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan ..................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 6
A. Pengertian Stunting ............................................................................................... 6
B. Pentingnya Pemberian ASI Terhadap Gizi Bayi-Balita ............................................ 9
C. Status Perkembangan Gizi Bayi – balita Terkait Pemberian ASI di Indonesia ........... 9
D. Penilaian Status Stunting di Rumah Sakit Umum Daerah "45" Kuningan........... 11
E. Upaya Pemerintah dalam Peningkatan Gizi Bayi-Balita......................................... 21
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 24
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 24
B. Saran ................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Di negara berkembang, kesakitan dan kematian pada anak balita banyak


dipengaruhi oleh status gizi (Supariasa, 2001). Status gizi balita perlu
dipertahankan dalam status gizi baik, dengan cara memberikan makanan bergizi
seimbang yang sangat penting untuk pertumbuhan (Paath, 2004).
Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, salah
satunya yaitu mengenai persoalan Balita Pendek (stunting). Stunting dapat di
diagnosis melalui indeks antropometri tinggi badan menurut umur yang
mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan
dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak
memadai. Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai
potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi
(ACC/SCN, 2000).
Secara umum gizi buruk disebabkan karena asupan makanan yang tidak
mencukupi dan penyakit infeksi. Terdapat dua kelompok utama zat gizi yaitu zat
gizi makro dan zat gizi mikro (Admin, 2008). Zat gizi makro merupakan zat gizi
yang menyediakan energi bagi tubuh dan diperlukan dalam pertumbuhan,
termasuk di dalamnya adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan zat gizi
mikro merupakan zat gizi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi tubuh
lainnya, misalnya dalam memproduksi sel darah merah, tubuh memerlukan zat
besi. Termasuk di dalamnya adalah vitamin dan mineral.
Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini
berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan Indonesia
masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami stunting
tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas 2010, secara nasional prevalensi
kependekan pada anak umur 2-5 tahun di Indonesia adalah 35,6 % yang terdiri dari
15,1 % sangat pendek dan 20 % pendek.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian stunting ?
2. Apa pentingnya pemberian ASI terhadap gizi bayi-balita?
3. Bagaimana status perkembangan gizi bayi-balita terkait pemberian ASI di
Indonesia ?
4. Bagaimana penilaian status stunting di Rumah Sakit Umum Daerah “45”
Kuningan?
5. Apa saja upaya pemerintah dalam peningkatan gizi bayi – balita ?

C. Tujuan
1. Mengetahui stunting dan faktor penyebab stunting.
2. Mengetahui dan memahami pentingnya pemberian ASI pada bayi-balita
terhadap gizi bayi-balita.
3. Mengetahui status perkembangan gizi bayi-balita terkait pemberian ASI di
Indonesia.
4. Mengetahui kondisi status stunting di sebagian kecil wilayah Kuningan
dengan mengambil sampel di Rumah Sakit Umum Daerah “45” Kuningan
5. Mengetahui upaya pemerintah dalam peningkatan gizi bayi – balita.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Balita Pendek (Stunting)


Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada
empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan
prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular dan
pengendalian penyakit tidak menular. Upaya peningkatan status gizi masyarakat
termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas
pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana
Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 – 2019. Target penurunan prevalensi
stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) adalah
menjadi 28% (RPJMN, 2015 – 2019). Oleh karenanya Infodatin yang disusun
dalam rangka Hari Anak – anak Balita tanggal 8 April ini mengangkat data yang
terkait dengan upaya penurunan prevalensi balita pendek.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely
stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang
balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan
standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Balita pendek adalah balita dengan
status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference
Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat
pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD.

6
Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis,
dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk
penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi lainnya, tidak
hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi berbagai kondisi lain
yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan.
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada
kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui,
dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif
dilakukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi yang 270 hari selama
kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi yang dilahirkan telah dibuktikan
secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan. Oleh
karena itu periode ini ada yang menyebutnya sebagai "periode emas", "periode
kritis", dan Bank Dunia (2006) menyebutnya sebagai "window of opportunity".
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut,
dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan,
gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan
dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga
mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua,
serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya
produktivitas ekonomi.
Upaya intervensi tersebut meliputi:
1. Pada Ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam
mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga
apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang
Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu
hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal

7
90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak
mengalami sakit.
2. Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir
melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan
diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif)
3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.
Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, imunisasi dasar lengkap.
4. Memantau pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya yang sangat
strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan Walaupun
remaja putri secara eksplisit tidak disebutkan dalam 1.000 HPK, namun status
gizi remaja putri atau pra nikah memiliki kontribusi besar pada kesehatan dan
keselamatan kehamilan dan kelahiran, apabila remaja putri menjadi ibu.
5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah
tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi,
serta menjaga kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit
terutama penyakit infeksi yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan
teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap
oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.

Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi disebabkan
oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu dengan
yang lainnya.
Ada beberapa faktor utama penyebab stunting (UNICEF, 2007) yaitu :
a. Asupan makan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam
makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air)
b. Asupan ASI ekslusif kurang
c. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR)

8
d. Riwayat penyakit (UNICEF, 2007).

B. Pentingnya Pemberian ASI (Air Susu Ibu) Terhadap Gizi Bayi-Balita


Air Susu Ibu merupakan sumber gizi yang paling sempurna, baik kualitas
maupun kuantitasnya dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan
kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI bukan sekedar sebagai makanan melainkan juga
sebagai suatu cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup (seperti darah). ASI
mengandung sel darah putih, antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim,
serta zat yang dapat membunuh bakteri dan virus. Menggunakan tata laksana
menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi
kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan (Roesli, 2005).
ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan tanpa makanan tambahan
sekurang-kurangnya sampai usia 4 bulan dan jika mungkin sampai usia 6 bulan.
Pemberian ASI eksklusif sejak lahir pada anak akan mempengaruhi masukan zat
gizi anak sehingga pertumbuhan anak juga akan berpengaruh. Dengan pemberian
MP-ASI (Makanan Pengganti-ASI) dini maka konsumsi energi dan zat gizi dari
ASI akan menurun yang berdampak pada kegagalan pertumbuhan bayi dan anak
(Fikawati et al., 2015). Status gizi balita merupakan hal penting yang harus
diketahui oleh setiap orangtua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di
usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada usia emas ini
bersifat irreversible (tidak dapat pulih) (Marimbi, 2010).

C. Status Perkembangan Gizi Bayi-Balita Terkait Pemberian ASI di Indonesia


Gizi merupakan suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan serta menghasilkan
energi, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari
organ-organ (Proverawati A, 2009).
Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat
kesehatan antara pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan

9
gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Salah satu upaya
yang ditempuh untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yaitu dengan
peningkatan status gizi masyarakat. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung, salah satunya pengukuran antropometri (Budiyanto,
2002).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah
satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik
bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap
kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui
melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun
kualitatif (Supariasa, 2001).
Status gizi erat kaitannya dengan pertumbuhan sehingga untuk mengetahui
pertumbuhan bayi, perlu memperhatikan status gizinya. Menurut pendapat Menteri
Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), status gizi Indonesia
saat ini lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya cakupan ASI
Eksklusif dan menurunnya angka Balita pendek (stunting) di Indonesia.
Pemberian ASI eksklusif untuk bayi yang berusia kurang dari 6 bulan
secara global dilaporkan kurang dari 40%. Secara nasional cakupan ASI untuk
bayi sampai umur 6 bulan mengalami fluktuasi, hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan cakupan ASI eksklusif bayi 0-6 bulan
pada tahun 2002 sebesar 40%, tahun 2007 sebesar 32%, dan tahun 2012 sebesar
42% (Roesli, 2005; Depkes, 2014).
Namun, sekarang dunia kini mengakui bahwa Lancet Breastfeeding Series
2016 menyebutkan ASI Eksklusif kita meningkat dari sebelumnya 38%
(Riskesdas, 2013) naik menjadi 65%.
Sementara itu, keberhasilan lainnya adalah Indonesia berhasil menurunkan
angka stunting yang sebelumnya mencapai 37,2% (Riskesdas, 2013) menjadi
29,0% berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di 496 Kabupaten/Kota dengan
melibatkan 165.000 balita sebagai sampelnya. Hasil ini diperkuat juga dengan data

10
UNICEF yang melakukan intervensi selama tiga tahun sejak 2011-2014 di tiga
Kabupaten di Indonesia (Sikka, Jayawijaya, Klaten) dan berhasil menurunkan
angka stunting sebesar 6%.
Perlu diketahui, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Anak dengan
stunting memiliki kelemahan dan berkorelasi terhadap : IQ yang rendah, tinggi
badan dan berat badan tidak sesuai grafik perkembangan, serta rentan terhadap
penyakit. Oleh karena itu, masyarakat utamanya para remaja harus mengerti dan
memahami bagaimana merencanakan keluarga, utamanya mengenai nutrisi.
Bagaimana kesiapannya untuk menikah, hamil dan memiliki anak, serta
bagaimana agar dapat menjaga kecukupan nutrisi anak tersebut dan dirinya
sendiri.
D. Penilaian Status Gizi di Rumah Sakit Umum Daerah “45” Kuningan
Menurut Supariasa (2001) penilaian status gizi dibagi menjadi dua, yaitu
secara langsung dan tidak langsung.
1. Penilaian Gizi Secara Langsung, dapat dilakukan dengan:
 Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi
adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum
digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan
tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Antropometri sebagai
indicator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, antara
lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar
pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Beberapa indeks antropometri yang sering
digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
 Klinis

11
Pemeriksaan klinis adalah metode untuk menilai status gizi berdasarkan atas
perubahanperubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi,
seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
 Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan. Jaringan tubuh
yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh
seperti hati dan otot.
 Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melibat kemamapuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

2. Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung, di bagi menjadi tiga yaitu :
 Survey Konsumsi Makanan
adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah
dan jenis zat dan gizi yang dikonsumsi. Kesalahan dalam survey makanan
bisadisebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat dalam menentukan jumlah
makanan yang dikonsumsi balita, kecenderungan untuk mengurangi makanan
yang banyak dikonsumsi dan menambah makanan yang sedikit dikonsumsi (The
Flat Slope Syndrome ), membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai
sosial tinggi, keinginan melaporkan konsumsi vitamin dan mineral tambahan
kesalahan dalam mencatat (food record).
 Statistik Vital
Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesebatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian karena penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
 Faktor Ekologi

12
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara beberapa
faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain.

Berikut merupakan data yang kami dapatkan dari Rumah Sakit Umum Daerah
“45” Kuningan
Tabel 1. Data Balita Gizi Buruk Yang Mendapatkan Pelayanan Gizi Dari
Bulan Januari 2019 s/d Mei 2019
No Nama L/P Umur (thn) BB (kg) TB (cm)
1 Silmi P 5,8 16 111
2 Ahmad L 1,6 13 99
3 Yosef L 1,11 15 105
4 M.Yusuf L 6,1 14 104
5 Erlina P 5,1 17 110
6 Adara P 5,8 15 107
7 Zidan L 5,7 17 106
8 Refaz L 5,1 15 107
9 Nabila P 5,9 17 110
10 Nazwa P 5,1 17 110,5
11 Karaya P 5,9 20 115
(Sumber : Rumah Sakit Umum Daerah “45” Kuningan, 2019)
Perhitungan Status Gizi
Berdasarkan data diatas maka dapat dilakukan perhitungan dengan memperhatikan
Baku Acuan diatas sebagai berikut :
a. Silmi, 5 tahun 8 bulan
BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 16−18,9 −2,9
Nilai Real :16 kg Skor Z = = 18,9−14,6 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 4,3

Median :18,9
Upper :20,0
Lower :14,6 = -0,67 Normal

13
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 111−112,6 −1,6
Nilai Real :111 cm Skor Z = = 112,6−107,9 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 4,7

Median :112,6
Upper :117,3
Lower :107,9 = -0,34 Normal
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 16−18,6 −2,6
Nilai Real :16 kg Skor Z = = 18,6−16,9 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 1,7

Median :18,6
Upper :20,6
Lower :16,9 = -1,52 Normal

b. Ahmad, 1 tahun 6 bulan


BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 13−19,7 −6,7
Nilai Real :13 kg Skor Z = = = 2,3
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 19,7−17,4

Median :19,7
Upper :22,3
Lower :17,4 = -2,91 Gizi Kurang
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 99−113,1 −14,1
Nilai Real :99 cm Skor Z = = 113,1−108,4
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 4,7

Median :113,1
Upper :117,8
Lower :108,4 = -3 Pendek
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 13−15,5 −2,5
Nilai Real :13 kg Skor Z = = 15,5−14,1 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 1,4

Median :15,5
Upper :17,0
Lower :14,1 = -1,78 Normal

14
c. Yosef , 1 tahun 11 bulan
BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 15−20,5 −5,5
Nilai Real :15 kg Skor Z = = 20,5−18,2 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 2,3

Median :20,5
Upper :23,4
Lower :18,2 = -2,39 Gizi Kurang
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 105−115,6 −10,6
Nilai Real :105 cm Skor Z = = 115,6−110,5 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 5,1

Median :115,6
Upper :120,4
Lower :110,5 = - 2,07 Pendek
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 15−17,1 −2,1
Nilai Real :15 kg Skor Z = = 17,1−15,6 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 1,5

Median :17,1
Upper :18,8
Lower :15,6 = -1,4 Normal

d. M. Yusuf,1 tahun 1 bulan


BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 14−20,9 −6,9
Nilai Real :14 kg Skor Z = = 20,9−18,5 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 2,4

Median :20,9
Upper :23,8
Lower :18,5 = -2,20 Gizi Kurang
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 104−116,6 −12,6
Nilai Real :104 cm Skor Z = = 116,6−111,7 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 4,9

Median :116,6
Upper :121,5

15
Lower :111,7 = -2,57 Pendek
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 14−16,9 −2,9
Nilai Real :14 kg Skor Z = = 16,9−15,4 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 1,5

Median :16,9
Upper :18,4
Lower :15,4 = -1,93 Normal

e. Erlina, 5 tahun 10 bulan


BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 17−20,3 −3,3
Nilai Real :17 kg Skor Z = = 20,3−18,0 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 2,3

Median :20,3
Upper :23,2
Lower :18,0 = -1,43 Normal
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 110−115,1 −5,1
Nilai Real :110 cm Skor Z = = 115,1−110,8 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 4,3

Median :115,1
Upper :120,4
Lower :110,8 = -1,18 Normal
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 17−18,7 −1,7
Nilai Real :17 kg Skor Z = =18,7−17,1 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 1,6

Median :18,7
Upper :20,4
Lower :17,1 = -1,06 Normal

f. Adara, 5 tahun 8 bulan


BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 15−18,9 −3,9
Nilai Real :15 kg Skor Z = = =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 18,9−16,7 2,2

Median :18,9

16
Upper :22,0
Lower :16,7 = -1,77 Normal
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 107−112,6 −5,6
Nilai Real :107 cm Skor Z = = 112,6−107,9 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 4,7

Median :112,6
Upper :117,3
Lower :107,9 = -1,19 Normal
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 15−17,3 −2,3
Nilai Real :15 kg Skor Z = = =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 17,3−15,8 1,5

Median :17,3
Upper :19,2
Lower :15,8 = -1,53 Normal

g. Zidan, 5 tahun 7 bulan


BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 17−18,7 −1,7
Nilai Real :17 kg Skor Z = = =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 18,7−16,6 2,1

Median :18,7
Upper :21,8
Lower :16,6 = -0,80 Normal
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 106−112,1 −6,1
Nilai Real :106 cm Skor Z = = =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 112,1−107,4 4,7

Median :112,1
Upper :116,8
Lower :107,4 = -1,29 Normal
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 17−17,0 0
Nilai Real :17 kg Skor Z = = 17,0−15,5 = 1,5
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿

Median :17,0
Upper :18,9

17
Lower :15,5 = 0 Normal

h. Refaz, 5 tahun 10 bulan


BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 15−18,7 −3,7
Nilai Real :15 kg Skor Z = = 18,7−16,6 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 2,1

Median :18,7
Upper :21,8
Lower :16,6 = -1,76 Normal
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 107−113,6 −6,6
Nilai Real :107 cm Skor Z = = 113,6−108,8 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 4,8

Median :113,6
Upper :118,4
Lower :108,8 = -1,37 Normal
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 15−17,3 −2,3
Nilai Real :15 kg Skor Z = = 17,3−15,8 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 1,5

Median :17,3
Upper :19,2
Lower :15,8 = -1,53 Normal

i. Nabila, 5 tahun 9 bulan


BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 17−19,0 −2
Nilai Real :17 kg Skor Z = = 19,0−16,9 = 2,1
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿

Median :19,0
Upper :22,2
Lower :16,9 = -0,95 Normal
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 110−113,1 −3,1
Nilai Real :110 cm Skor Z = = 113,1−108,3 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 4,8

Median :113,1

18
Upper :117,9
Lower :108,3 = -0,64 Normal
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 17−18,2 −1,2
Nilai Real :17 kg Skor Z = = 18,2−16,6 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 1,6

Median :18,2
Upper :20,2
Lower :16,6 = -0,75 Normal

j. Nazwa,5 tahun 10 bulan


BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 17−19,2 −2,2
Nilai Real :17 kg Skor Z = = 19,2−17.0 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 2.2

Median :19,2
Upper :22,4
Lower :17,0 = -1 Normal
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 110,5−113,6 −3,1
Nilai Real :110,5 cm Skor Z = = 113,6−108,8 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 4,8

Median :113,6
Upper :118,4
Lower :108,8 = -0,64 Normal
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 17−18,4 −1,4
Nilai Real :17 kg Skor Z = = 18,4−16,8 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 1,6

Median :18,4
Upper :20,4
Lower :16,8 = -0,87 Normal

k. Karaya, 5 tahun 9 bulan


BB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 20−20,2 −0,2
Nilai Real :20 kg Skor Z = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿
= 20,2−17,9 = 2,3

19
Median :20,2
Upper :23,0
Lower :17,9 = -0,08 Normal
TB/U
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 115−114,6 0,4
Nilai Real :115 cm Skor Z = = 119,4−114,6 = 4,8
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑈−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀

Median :114,6
Upper :119,4
Lower :109,8 = 0,08 Normal
BB/TB
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀 20−20,3 −0,3
Nilai Real :20 kg Skor Z = = 20,3−18,6 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐿 1,7

Median :20,3
Upper :22,4
Lower :18,6 = -0,17 Normal

Tabel 2. Hubungan jenis kelamin dengan stunting.


Jenis Status Gizi Total
Kelamin TB/U
Pendek Normal
n % n % n %
Laki-laki 3 27,3 2 18,2 5 45,5
Perempuan 0 0 6 54,5 6 54,5
Total 3 27,3 8 72,7 11 100

Tabel di atas menunjukkan masalah stunting lebih banyak diderita oleh anak
laki-laki. Beberapa yang menjadi penyebabnya adalah perkembangan motorik kasar
anak laki-laki lebih cepat dan beragam sehingga membutuhkan energi lebih banyak.

Tabel 3. Tabulasi silang stunting dengan umur


Kategori Umur
Kategori Stunting Total
< 2thn >2 thn

20
Kategori Umur
Kategori Stunting Total
< 2thn >2 thn
Stunting 3 0 3
Normal 0 8 8

Tabel diatas menunjukan proporsi masalah stunting lebih besar pada umur
kurang dari 2 tahun. Idealnya seorang anak yang mendapat ASI eksklusif sampai usia
6 bulan. Biasanya balita ini akan mengalami pertumbuhan pesat baik berat badan
maupun tinggi badan. Setelah usia 6 bulan ke atas, anak mulai mendapat Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) dan mulai bertambah perkembangan motorik kasarnya.
Sehingga anak membutuhkan zat gizi lebih banyak. Namun ada beberapa masalah
yang umumnya terjadi di masa ini. Diantaranya, balita susah makan dibarengi dengan
kualitas dan kuantitas ASI yang semakin berkurang dengan bertambahnya umur anak.
Sehingga sampai usia 24 bulan bisa dianggap sebagai masa adaptasi untuk dapat
mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan zat gizi. Biasanya setelah balita disapih,
pada usia 24 bulan ke atas balita akan mulai mampu melahap makanan lebih banyak
dibandingkan sebelum disapih. Oleh karena itu masalah gizi termasuk stunting tidak
banyak dialami oleh anak usia >24 bulan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan di Kalimantan Barat yang mengambil subjek stunting pada umur 6-36
bulan. Pada penelitian ini juga dijelaskan bahwa kemunculan stunting dimulai dari
usia 6 bulan dan muncul utamanya pada usia 1,5-2 tahun dan memberikan dampak
jangka panjang (Wahdah, et al., 2015).
3. Upaya Pemerintah Dalam Peningkatan Gizi Bayi-Balita
Upaya perbaikan gizi sebaiknya dilakukan melalui pendekatan continuum
of care dengan fokus yang diutamakan adalah 1000 hari pertama kehidupan, yaitu
mulai dari masa kehamilan sampai anak berumur 2 tahun. Pemerintah telah
mengupayakan penanggulangan masalah gizi dengan mengembangkan suatu
program yaitu usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK). Kegiatan utama UPGK
adalah penyuluhan gizi melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat .

21
Ketiga masalah tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan,
dan keterampilan keluarga. Pokok permasalahan yang menyebabkan kurang gizi
pada balita adalah kurangnya pemberdayaan wanita dalam keluarga dan kurangnya
pemanfaatana sumberdaya masyarakat berkaitan dengan faktor penyebab langsung
dan tidak langsung (Azwar A, 2004). Kegiatan pengabdian masyarakat berupa
penyuluhan kesehatan tentang KADARZI akan meningkatkan pengetahuan dan
peran serta ibu tentang perilaku apa saja yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan gizi balitanya. Ibu akan dapat meningkatkan gizi balita dan
keluarganya dengan berperilaku sadar gizi, antara lain; memantau berat badan
balita secara teratur setiap bulan ke Posyandu, mengkonsumsi makanan yang
beraneka ragam, hanya mengkonsumsi garam beryodium, memberikan hanya Asi
saja kepada bayi sampai usia 6 bulan, serta mendapatkan dan memberikan
makanan tambahan bagi balitanya.

Kegiatan penyuluhan ini juga dilakukan untuk membantu mengatasi


masalah gizi makro. Strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi makro
adalah melalui pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan dan gizi, subsidi
loangsung berupa dana untuk pembelian makanan tambahan dan penyuluhan pada
ibu balita gizi buruk dan ibu hamil yang mengalami kurang gizi kronis (Depkes
RI, 2006).

Di samping upaya tersebut diatas, Pemerintah juga melakukan sosialisasi


perbaikan pola asuh pemeliharaan balita, seperti promosi pemberian ASI secara
eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan dan rujukan dini kasus gizi kurang.
Karena sampai saat ini perilaku ibu dalam menyusui secara eksklusif masih rendah
yaitu baru mencapai 39% dari seluruh ibu yang menyusui bayi 0 – 6 bulan. Hal
tersebut merupakan penyebab tak langsung dari masalah gizi pada anak balita.
Menurut WHO, cara pemulihan gizi buruk yang paling ideal adalah dengan
rawat inap di rumah sakit, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit anak dengan
gizi buruk yang di rawat di rumah sakit, karena berbagai alasan. Salah satu

22
contohnya dari keluarga yang tidak mampu, karena rawat inap memerlukan biaya
yang besar dan dapat mengganggu sosial ekonomi sehari-hari. Alternatif untuk
memecahkan masalah tersebut dengan melakukan penatalaksanaan balita gizi
buruk di posyandu dengan koordinasi penuh dari puskesmas. Oleh karena itu
Pemerintah membentuk Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter, perawat, bidan,
ahli gizi, serta dibantu oleh tenaga kesehatan yang lain. Diharapkan dapat
memberikan penanganan yang cepat dantepat pada kasus gizi buruk baik di tingkat
puskesmas maupun di rumah sakit, untuk membantu pemulihan kasus gizi buruk
pada anak balita.
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus selalu memberikan konseling dan
penyuluhan tentang pentingnya pemberian gizi yang tepat sesuai dengan usia dan
perkembangannya. Konseling tentang gizi balita bisa dilakukan ketika posyandu
diadakan, ketika ibu balita berkunjung ke bidan desa untuk menggunakan KB.
Disamping itu hendaknya tenaga kesehatan selalu memberikan penyadaran tentang
pentingnya pemberian nutrisi tepat untuk balitanya. Hal itu bisa dilakukan melalui
penyuluhan rutin, penyebaran leaflet dan pemasangan spanduk yang berhubungan
dengan pemenuhan asupan nutrisi. Kegiatan ini diupayakan dilakukan secara
berkala dan terus menerus agar ibu termotivasi untuk memberikan makanan
tambahan sesuai dengan kebutuhan dan jadwal pemberian makanan .

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Di Daerah Kuningan masih memiliki berbagai macam masalah dalam
perkembangan gizi seperti stunting atau balita pendek, pemberian ASI, dan
berbagai kendala lainnya yang mengancam keselamatan dan kesehatan anak
usia balita khususnya pada umur kurang dari 2 tahun. Untuk mengatasi hal
tersebut perlu adanya upaya pencegahan dari pemerintah maupun masyarakat
seperti pemberian penyuluhan akan pentingnya gizi dan sosialisasi mengenai
dampak negatif kurang gizi bagi mmasyarakat.

B. Saran
1. Pemerintah perlu gencar dalam melakukan perbaikan gizi pada bayi dan
balita
2. Pemerintah perlu meningkatkan mutu pangan pada masyarakat khusunya
bagi bayi dan balita agar berbagai masalah gizi bisa dicegah.
3. Pemerataan program bulan vitamin A di Puskesmas dan Posyandu di
seluruh Indonesia.
4. Pemberian penyuluhan kesehatan pada masa kehamilan bagi ibu hamil.
5. Meningkatkan kinerja program gizi dengan memperbaiki manajemen
perencanaan, pengadaan, distribusi, dan pengawasan bantuan 20 keranga
kebijakan 1000 hari pertama kehidupan suplemen tablet zat besi dan
pemeberian makan tambahan.

24
DAFTAR PUSTAKA

http://www.varia.id/2015/02/11/upaya-pemerintah-percepat-perbaikan-kesehatan-dan-gizi-
masyarakat/#ixzz4uUz0Xi00

http://adisubagio92.blogspot.co.id/2015/01/upaya-peningkatan-status-gizi-
balita.html
Infodatin, Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI ISSN 2442-7659

25

Anda mungkin juga menyukai