Anda di halaman 1dari 8

EFEKTIVITAS GEL BERBASIS KOPI (COFFEA) SEBAGAI

ANTIBAKTERI PADA LUKA


Oleh: Nany Masrurotin (151710101076)
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jember

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam, salah satu yaitu
kopi. Indonesia merupakan produsen penghasil kopi nomor 3 di dunia setelah
Brazil dan Vietnam (Siti dkk, 2015). Kopi secara umum memiliki beberapa
manfaat seperti merangsang proses pernapasan, membantu asimilasi dan
pencernaan makanan, menenangkan perasaan mental saat badan letih, sebagai
obat diare, pencegah muntah sesudah operasi, dan membantu mempercepat proses
penutupan luka yang pada penelitian sebelumnya telah dicobakan pada mencit.6,7
Kopi juga memiliki efek antibakteri bagi rongga mulut, hal ini disebabkan dalam
kopi terkandung beberapa zat antibakteri antara lain kafein, asam volatil, dan
fenol.
Penelitian zat yang berkhasiat sebagai antiseptik perlu dilakukan untuk
menemukan produk antiseptik baru yang berpotensi untuk menghambat,
membunuh bakteri bahkan menyembuhkan luka pada kulit dengan harga yang
terjangkau. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah memanfaatkan zat
aktif pembunuh bakteri yang terkandung dalam tanaman obat. Widjayanti (1999)
dalam Nur Iman (2009) menjelaskan salah satu tanaman yang secara empiris
digunakan sebagai obat antibakteri adalah kopi. Pemanfaatan ini daat
diformulasikan pada gel antiseptik berbahan ektrak kopi yang dapat
menyembuhkan luka.
Kopi robusta (Coffea canephora) banyak ditanam di Afrika, India dan
Indonesia, komoditas kopi robusta di Indonesia sendiri sangat tinggi hingga
menguasai pasar nasional, tapi hanya menguasai 30% pasar dunia jika
dibandingkan dengan komoditas kopi arabika yang menguasai 70% pasar dunia.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yaqin dan Nurmilawati (2015) tentang
pengaruh ekstrak kopi robusta (Coffea canephora) sebagai penghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus menyatakan pertumbuhan
Staphylococcus aureus akan terhambat setelah pemberian ekstrak kopi robusta
(Coffea canephora) dengan konsentrasi minimal sebesar 12,5% dan daya hambat
yang paling efektif adalah dengan konsentrasi 100%. Penelitian yang dilakukan
oleh Chamidah (2012), menyatakan ekstrak biji kopi robusta mempunyai daya
antibakteri terhadap pertumbuhan Porphyromonas gingivalis pada konsentrasi
100%, 50%, dan 25%. Atas dasar latar belakang tersebut maka pelu dilalkukan
praktikum untuk mencoba membuat gel antiseptik dari ekstrak kopi sebagai
penyembuh luka pada kulit.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk membuat gel antiseptik yang
terbuat dari ekstrak kopi robusta dengan perlakuan perbedaan penggunaan
formulasi CMC 5ml dan 6ml, dan hasil dianalisis berdasarkan uji kesukaan dan
fisik berpa nilai pH.
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain Erlenmeyer,
Timbangan analitik, Beaker glass, Pemanas air, Kain saring, Baskom, Pengaduk.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain Kopi robusta (120 g),
Etanol 96% (300 ml), Na-CMC (20 g), Gliserin (40 g), Propilen Glikol (20 g),
Aquadest (400 g)
Ekstraksi Sampel
Biji robusta yang telah disangrai dikecilkan ukurannya dengan cara
penggilingan. Setelah digiling kopi diekstraksi dengan air hangat. Sebanyak 100
gr kopi dimasukkan pada glass beaker dan ditambahkan air hanyak sebanyak 300
ml sambil diaduk hingga homogen. Kemudian dilakukan pendiaman selama 1 jam
bertujuan untuk memaksimalkan proses ekstraksi. Setelah itu disaring dan hasil
filtrat dibagi menjadi 2 bagian untuk proses selanjutnya.
Pembuatan Gel Antiseptik
Filtrat sebanyak 80 ml yang telah berada di beaker glass ditambahakan
formulasi CMC menggunakan jumlah yang berbeda sebagai perlakuan, yaitu 5ml
dan 6 ml. Kemudian ditambahkan formulasi gliserin sebanyak dan propelin glikol
sebanyak. Sediaan gel ini diaduk rata hingga tidak terjadi gumpalan. Setelah jadi
dilakukan uji kesukaan kepada 15 panelis dan uji fisik berupa nilai pH.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Uji Kesukaan
Hasil dari gel yang telah dibuat, dilakukan uji kesukaan pada 15 panelis
meliputi parameter aroma, kekentalan, warna, kenampakan dan keseluruhan.
Berikut hasil analisa aroma ditunjukkan pada grafik di bawah ini.

Aroma
3.85
3.8

3.75
aroma
3.7
3.65
264 583

Dapat dilihat dari grafik tersebut bahwa hasil parameter pada aroma,
panelis lebih suka pada sampel 583 dengan nilai 3,8. Sampel 583 adalah sampel
dengan perlakuan CMC 6 ml, sedangkan sampel 264 nilai aroma yang diberikan
panelis adalah 3,7, hanya selisih 0,1. Perbedaan ini tidak terlalu signifikan. Aroma
yang dihasilkan pada kopi memang terkenal khas dan banyak orang yang
menyukainya. Memiliki keunikan tersendiri sehingga banyak orang menjadi
penikmat minuman kopi.
Pada gel antiseptik ini, aroma kopi memang masih mendominasi, karena
proses yang dilakukan tidak terlalu rumit sehingga tidak menghilangkan senyawa
volatilnya. Menurut Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) senyawa yang
membentuk aroma di dalam kopi terdiri dari beberapa golongan, yaitu golongan
fenol dan asam yang tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam klorogenat,
asam ginat dan riboflavin; golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid,
propanon, alkohol, vanilin aldehid; golongan senyawa karbonil asam yaitu
oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat,
merkaptopiruvat; golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline,
hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam aspartat.

warna
3.25
3.2
3.15
3.1
warna
3.05
3
2.95
264 583

Parameter selanjutnya adalah warna yang dapat dilihat dari grafik di atas.
Hasil menunjukkan bahwa sampel 264 (penambahan CMC 5ml) nilainya 3,2,
sedangkan sampel 583 bernilai 3,06. Gel antiseptik yang dihasilkan ini berwarna
coklat gelap karena formulasi yang digunakan dari ekstraksi kopi yang diseduh.
Terdapat senyawa asam klorogenat, asam klorogenat terdekomposisi
bertahap seiring dengan pembentukan aroma volatil dan senyawa melanoidin, dan
terlepas sebagai CO2. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam
seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi
dengan asam amino membentuk senyawa melanoidin yang memberikan warna
cokelat (Mulato, 2002).

kekentalan
3.1
3
2.9
kekentalan
2.8
2.7
264 583

Parameter selanjutnya adalah kekentalan. Hasil menunjukkan bahwa


sampel 583 lebih disukai panelis dengan nilai 3,0 sedangkan sampel 264 nilainya
2,8. Sampel 583 kekentalan lebih tinggi, hal ini disebabkan pernggunaan CMC
yang lebih banyak. Fungsi CMC adalah untuk mengentalkan adonan gel sehingga
terbentuk sedian gel yang kental dan dapat dioleskan pada kulit. Carboxy Methyl
Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang mudah larut dalam air. Oleh
karena itu CMC mudah dihidrolisis menjadi gulagula sederhana oleh enzim
selulase dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol oleh bakteri (Masfufatun,
2010). Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator,
pembentuk gel,sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan
penyebaran antibiotik (Winarno, 1985).

kenampakan
3.45
3.4
3.35
3.3
3.25 kenampakan
3.2
3.15
3.1
264 583

Kenampakan menjadi salah satu ciri-ciri fisik yang dapat dilihat langsung
oleh mata panelis. Kenampakan akan dinilai paling awal karena jika kenampakan
bagu maka akan menambah daya tarik orang yang melihatnya. Dapat dilihat pada
grafik, hasil menunjukkan bahwa sampel 264 lebih tinggi dari pada sampel 583
yaitu masing-masing 3,4 dan 3,2, hasil tersebut tidak terlalu berbeda signifikan.
Kafein merupakan senyawa alkaloid yang berwujud kristal berwarna
putih. Kafein adalah satu kandungan dalam biji kopi yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri, dimana kopi robusta mempunyai kandungan sebanyak
1,6%- 2,4% (Widyotomo, dkk. 2007). Kemampuan senyawa alkaloid sangat
dipengaruhi oleh keaktifan biologis senyawa tersebut, yang disebabkan oleh
adanya gugus basa yang mengandung nitrogen. Adanya gugus basa ini apabila
mengalami kontak dengan bakteri akan bereaksi dengan senyawa asam amino
yang menyusun dinding sel dan DNA bakteri yang merupakan penyusun utama
inti sel, dimana merupakan pusat pengaturan segala kegiatan sel. Reaksi ini terjadi
karena secara kimia suatu senyawa yang bersifat basa akan bereaksi dengan
senyawa asam, dalam hal ini adalah asam amino. Reaksi ini mengakibatkan
terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino karena sebagian besar
asam amino telah bereaksi dengan gugus basa dari senyawa alkaloid. Perubahan
susunan asam amino ini jelas akan merubah susunan rantai DNA pada inti sel
yang semula memiliki susunan asam dan basa yang saling berpasangan.
Perubahan susunan rantai asam amino pada DNA akan menimbulkan perubahan
keseimbangan genetik sehingga DNA bakteri akan mengalami kerusakan. Dengan
adanya kerusakan pada DNA tersebut inti sel bakteri akan mengalami kerusakan.
Hal ini karena DNA merupakan komponen utama penyusun inti sel. Kerusakan
DNA pada inti sel bakteri ini juga akan mendorong terjadinya lisis pada inti sel
bakteri. Lisisnya inti sel bakteri akan menyebabkan juga kerusakan sel pada
bakteri karena inti sel merupakan pusat kegiatan sel. Kerusakan sel pada bakteri
ini lama kelamaan akan membuat sel-sel bakteri tidak mampu melakukan
metabolisme sehingga juga akan mengalami lisis. Dengan demikian bakteri akan
menjadi inaktif dan hancur (Gunawan, 2009). Hal ini diasumsikan bahwa cara
kerja kafein murni dalam menghambat pertumbuhan bakteri sama dengan kafein
yang berada dalam ekstrak biji kopi robusta.
keseluruhan
3.5

2.5

1.5 keseluruhan

0.5

0
264 583
DAFTAR PUSTAKA

Siti K, Laraswati M, Zatul S. Analisis konflik laten Jepang-Cina. Peluang,


hambatan dan kebijakan ekspor kopi Indonesia ke pasar Amerika Serikat.
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional. 2015;3(1):758-60.

Anda mungkin juga menyukai