PENDAHULUAN
2.1 Tebu
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Graminales
Famili : Graminae
Genus : Saccharum
Tanaman tebu memiliki batang yang berdiri lurus dan beruas-ruas yang
dibatasi dengan buku-buku. Tebu memilki daun tidak lengkap, karena hanya
terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja. Daun berkedudukan pada pangkal
buku. Panjang helaian daun antara 12 meter, sedangakan lebar 47 cm, dan
ujung daunnya meruncing (Supriyadi, 1992). Diameter batang antara 3-5 cm
dengan tinggi batang antara 2-5 meter dan tidak bercabang. Bentuk ruas batang
dan warna batang tebu yang bervariasi merupakan salah satu ciri dalam
pengenalan varietas tebu (Wijayanti, 2008).
Batang tebu merupakan bagian yang penting karena bagian inilah yang akan
dipanen hasilnya. Pada bagian ini banyak terdapat nira yang mengandung gula
dengan kadar mencapai 20%. Kandungan gula pada batang tebu optimal terjadi
setelah fase pertumbuhan vegetatif dan menurun sebelum fase kematian (Sutardjo,
1994). Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari
ruas ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas di
bawah (lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan
ruas di atasnya (lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh
karena itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di
sepanjang batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk
(Supriyadi, 1992). Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting
bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta
penambahan atau penghematan devisa, tetapi juga langsung terkait dengan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan penyediaan lapangan kerja (Farid,
2003).
Brix ialah zat padat kering terlarut dalam 100 gram larutan. Zat yang
terlarut sebagai gula (sukrosa, glukosa, fruktosa, dan lain-lain), atau garam-garam
klorida atau sulfat dari kalium, natrium, kalsium dan lain-lain merespon dirinya
sebagai brix (Risvank, 2009). Jadi jika di dalam suatu larutan diuji derajat
brixnya muncul angka 20, maka dalam 100 gram larutan nira tersebut 20 gramnya
merupakan padatan terlarut dan 80 gramnya adalah pelarut atau air. Sedangkan
untuk mengetahui banyaknya gula yang terkandung dalam gula lazim dilakukan
analisa brix dan pol. Kadar pol menunjukkan resultante dari gula (sukrosa dan
gula reduksi) yang terdapat dalam nira. Jika semakin besar kadar % brix maka
potensi kandungan sukrosa yang terkandung semakin besar pula (Kuswurj, 2011).
Menurut Pratama (2015) nira yang baik adalah yang nira memiliki derajat brix
sebesar 40%-75%. Apabila derajat brix kurang ataupun melebihi dari ketentuan
maka kualitas gula juga menjadi rendah.
Menurut Pratama (2015) pengukuran derajat brix dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu:
a. Pengukiran brix dengan piknometer
Piknometer adalah suatu alat untuk menentukan berat jenis benda. Alat ini
terbuat dari gelas berbentuk seperti botol kecil, dilengkapi dengan tutup
dengan lubang kapiler. Alat ini mempunyai volume tertentu dan dibuat
sedemikian sehingga pada t0 yang sama selalu terukur volume yang sama.
Dengan menggunakan piknometer yang berisi air kemudian setelah itu
piknometer diisi larutan gula, dan setelah dikoreksi dengan temperature maka
dapat dihitung berat jenis larutan tersebut. Dari tabel berat jenis brix didapat
brix yang belum dikoreksi. Kemudian dengan melihat tabel koreksi
temperature dapat dihitung brix terkoreksi.
b. Penentuan Brix dengan Hydrometer (Timbangan Brix)
Alat ini paling umum pemakaiannya di pabrik, karena pemakaiannya
mudah dan cepat. Terbuat dari bahan gelas, berbentuk silindris yang bagian
bawahnya berbentuk bola. Pada bagian atas meruncing dan pada bagian ini
terdapat skala yang menunjukkan derajat brix.
Prinsip kerjanya adalah bahwa gaya keatas yang dialami oleh suatu benda
yang dicelupkan dalam cairan tergantung dari berat jenis cairan. Jadi semakin
kecil berat jenis maka hidrometer semakin tenggelam. Kemudian brix akan
ditunjukkan pada skala yang persis berada di permukaan cairan tersebut.
c. Pengukuran Brix dengan indeks bias
Indeks bias suatu larutan gula atau nira mempunyai hubungan yang erat
dengan brix. Artinya bahwa jika indeks bias nira bisa diukur, maka brix nira
dapat dihitung berdasarkan indeks bias tersebut. Alat untuk mengukur brix
dengan indeks bias dinamanakan Refraktometer. Dengan menggunakan alat
ini contoh nira yang digunakan sedikit dan alatnya tidak mudah rusak.
2.4 Metode Pemurnian
Pemurnian nira memegang peranan sangat penting, terutama terhadap
kualitas produk gula. Menurut Moerdokusumo (1993) proses pemurnian bertujuan
untuk memurnikan nira mentah dengan perlakuan sedemikian rupa, sehingga
memudahkan proses selanjutnya. Di Indonesia proses standar yang ditetapkan
adalah meliputi :
a. Proses Defekasi
Wijayanti (2008) menyatakan bahwa, pemurnian cara defekasi
adalah cara pemurnian yang paling sederhana, bahan pembantu hanya
berupa kapur tohor. Kapur tohor hanya digunakan untuk menetralkan
asam-asam yang terdapat dalam nira dan mengendapkan kotoran yang ada
dalam nira. Nira yang telah diperoleh dari mesin penggiling diberi kapur
sampai diperoleh harga pH sedikit alkalis (pH 7,2). Nira yang telah diberi
kapur kemudian dipanaskan sampai mendidih. Endapan yang terjadi
dipisahkan. Cara ini adalah yang paling sederhana tetapi hasil
pemurniannya juga belum sempurna, terlihat dari hasil gulanya yang
masih berupa kristal yang berwarna merah atau coklat. Pada proses
pembuatan gula kasar dengan defekasi, penghilangan warna belum
berlangsung efektif karena hanya sebagian kecil zat pembentuk warna
yang dapat dihilangkan. Selain itu, masih terdapat bahan pengotor, seperti
asam amino dan gula pereduksi yang dapat membentuk warna dengan
mekanisme reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses penguapan dan
pemasakan sehingga zat warna tersebut terkristalkan dalam gula kasar.
Oleh karena itu, proses pemucatan gula kasar menjadi sangat penting
dalam meningkatkan kualitas gula kristal (Namiki, 1988).
b. Proses Sulfitasi
Yaitu proses pemberian SO2 ke dalam nira mentah. Sulfitasi dilakukan di
tangki sulfitasi. Proses sulfitasi dengan penambahan gas SO 2 hingga pH 6,5.
Penambahan gas SO2 suhu 70-80C bertujuan untuk:
c. Proses Karbonatasi
Karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu kapur
(Ca(OH)2) dan gas CO2 membentuk endapan senyawa kalsium karbonat
(CaCO3) (Mathur, 1978).Pada sulfitasi, bahan pengotor yang dihilangkan
masih lebih rendah dibandingkan karbonatasi. Selain itu, sulfitasi akan
menyebabkan korosi besi pada pipa-pipa. Bahan pengotor yang dapat
dihilangkan dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi adalah 12,7 %, 11,7 %,
dan 27,9 % (Mathur, 1978). Dalam karbonatasi, akan terjadi adsorpsi bahan
pengotor, bahan penyebab warna, gum, asam organik, dan lain-lain. Proses ini
diawali dengan terbentuknya senyawa intermediet antara sukrosa dan kalsium
hidroksida. Terbentuknya senyawa kalsium karbonat dapat mengadsorpsi dan
mengendapkan bahan pengotor (Goutara dan Wijandi, 1975).
Persyaratan
No. Parameter uji Sa-
tuan GKP 1 GKP 2
1. Warna
1.1 Warna Kristal CT 4,0 -7,5 7,6 -10,0
Gula kristal mentah (raw sugar) adalah gula kristal sakarosa yang dibuat dari
tebu melalui proses defekasi, yang tidak boleh langsung dikonsumsi oleh manusia
sebelum diproses lebih lanjut (Badan Standarisasi Nasional, 2008). Jadi gula
kristal mentah pembuatannya hampir sama dengan gula kristal putih akan tetapi
tidak melalui proses sulfitasi atau karbonatasi.
Gula kristal rafinasi (refined sugar) adalah gula sukrosa yang diproduksi
melalui tahapan pengolahan gula kristal mentah meliputi : afinasi, pelarutan
kembali (remelting), klarifikasi, filtrasi, dekolorisasi, kristalisasi, fugalisasi,
pengeringan, pengemasan (Badan Standarisasi Nasional, 2011). Gula kristal
rafinasi menggunakan bahan baku gula kristal mentah yang melalui proses afinasi
(pencucian) yang bertujuan untuk memnghilangkan lapisan molase pada gula
kristal mentah. Proses selanjutnya pelarutan kembali gula kristal mentah yang
dilanjutkan klarifikasi (penyaringan), fostfatasi (defekasi pada gula kristal mentah,
tetapi penambahan fosfat dari luar ), karbonatasi, filtrasi, dekolorisasi
(penghilangan kotoran atau pigmen warna dengan senyawa adsorben), fugalisasi,
pengeringan, pengemasan.
Gula merah tebu adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan air atau sari
tebu (Saccharum officinarum) melalui pemasakan dengan atau tanpa penambahan
bahan tambahan yang diperbolehkan, dan berwarna kecoklatan (Badan
Standarisasi Nasional, 2000). Proses pembuatan GMT hampir sama dengan gula
kristal putih, tetapi tidak melalui proses pemutihan/pemurnian
(sulfitasi/karbonatasi) dan pengkristalan.
SO 2
(Soemarno,1991). Menurut Goutara dan Wijandi (1975) akan memberikan
Refraktometer
Pengukuran derajat brix pada pengamatan ini dilakukan dengan
Pengamatan (3x ulangan)
menggunakan alat refraktometer. Refraktometer adalah alat untuk mengukur brix
dengan indeks bias, artinya bahwa jika indeks bias nira bisa diukur, maka brix nira
dapat dihitung berdasarkan indeks bias tersebut (Pratama, 2015). Pengamatan
dimulai dengan menyiapkan dua macam sampel nira yaitu nira dengan kulit (tebu
digiling bersama kulit) dan nira tanpa kulit (tebu digiling tanpa kulit). Sampel
yang dibutuhkan masing-masing sebanyak 150 ml, sampel diperlukan banyak
karena nantinya akan dilanjutkan dengan perlakuan defekasi setelah diukur derajat
brixnya. Mula-mula refraktometer dibersihkan menggunakan aquades dan
dikeringkan dengan tissue supaya debu dan kotoran yang menempel pada kaca
refraktometer tidak mempengaruhi nilai derajat brix yang diperoleh dari indeks
bias nira. Kemudian nira diteteskan pada permukaan kaca refraktometer dengan
pipet tetes dan ditutup dengan penutupnya. Penggunaan alat ini harus ditempat
yang cukup cahaya agar bisa terlihat skala yang diperoleh. Skala akan muncul
pada refraktometer dan pengamatan dilakukan dengan pengulangan tiga kali
sehingga lebih baik ketelitiannya.
3.2.2 Defekasi
Pemanasan 750C
Pemanasan 30 menit
Pengadukan
Pendinginan
Refraktometer (3x)
Pembandingan
Pengamatan dengandefekasi
dengan perlakuan sebelum defekasi
bertujuan untuk membandingkan
nilai derajat brix sesudah defekasi dan sebelum defekasi. Sampel yang digunakan
ada dua macam sampel nira yaitu nira dengan kulit (tebu digiling bersama kulit)
dan nira tanpa kulit (tebu digiling tanpa kulit). Sampel yang dibutuhkan masing-
masing sebanyak 150 ml. Masing-masing nira dimasukkan kedalam beaker glass
dan dipanaskan hingga suhu mencapai 75C. Setelah suhu mencapai 75C
ditambahkan larutan kapur pada masing-masing sampel sampai pH pada larutan
nira netral (diukur dengan kertas lakmus). Larutan kapur yang ditambahkan pada
nira akan berikatan dengan fosfat yang ada pada nira membentuk garam fosfat
yang akan mengendapkan kotoran, selain itu larutan kapur juga berfungsi
menaikkan pH agar sukrosa yang mudah terhidrolisis dalam keadaan asam tidak
terhidrolisa menjadi sukrosa dan fruktosa. Setelah penambahan larutan kapur
sampai pH netral, larutan nira dipanaskan selama 30 menit sambil diaduk.
Pengadukan bertujuan agar larutan kapur merata dalam nira. Kemudian nira
didinginkan dan memberi kesempatan kotoran untuk mengendap. Setelah dingin
ambil nira jernih dibagian atas dengan pipet dan ukur derajat brixnya dengan
Refraktometer. Penggunaan refraktometer sama dengan penggunaan pada acara 1
(derajat brix nira). Pengamatan juga dilakukan tiga kali ulangan agar mendapat
ketelitiuan yang baik. Hasil pengukuran derajat brix nira setelah defekasi
dibandingkan dengan hasil pemngamatan pada acara 1 (derajat brix nira tanpa
defekasi).
GKP 1 GKP2
Pengamatan
Pengamatan warna pada gula kristal putih dilakukan dengan dua sampel.
Sampel pertama adalah gula kristal putih yang berwarna putih bersih dan gula
kristal putih dengan warna agak gelap. Kedua sampel tersebut dimasukkan dalam
plastik bening. Perlakuan ini bertujuan untuk mempermudah pengamatan supaya
gula tidak tercecer dan warnanya lebih kelihatan. Sampel gula dalam plastik
kemudian diamati warnanya (kecerahan) menggunakan colour reader dengan
melihat nilai L. Pengamatan ini dilakukan dengan tiga kali ulangan untuk
memperoleh ketelitian yang baik. Hasil dari kedua sampel dibandingkan.
60 gram GKP
60 gram GKP
Penimbangan pada setiap fraksi
Pengayakan 10 menit
150 ml aquadest
Penambahan 10 ml indikator
amilum + 10 ml HCl
SO 2 /ml
disetarakan dengan mg . Setelah diperoleh larutan iod setara mg
SO 2 /ml
dilakukan titrasi blanko yang dimulai dengan persiapan blanko yakni
50 gr GKP 1 50 gr GKP 2
Penambahan 150 ml
aquadest
Penambahan 10 ml HCl +
10 ml amilum
4. 1 Hasil Pengamatan
4. 1. 1 Derajat Brix dan Defekasi
Tabel 3. Data Pengamatan Derajat Brix dan Defekasi Shift 1
Nira ulangan Derajat Brix Derajat Brix
setelah defekasi
Nira tebu bersama Shift 1 1. 17,6 1. 15,5
kulitnya 2. 17,6 2. 15,4
3. 17,8 3. 15,4
Shift 2 1. 16,5 1. 16,8
2. 17 2. 17,2
3. 17,2 3. 17,2
Nira tebu yang Shift 1 1. 17,4 1. 16
dikupas kulitnya 2. 17,4 2. 16
3. 17,6 3. 16,10
Shift 2 1. 16 1. 18,00
2. 16, 1 2. 18,6
3. 17,02 3. 18,8
4. 2 Hasil Perhitungan
4.2. 1 Derajat Brix dan Defekasi
Tabel 7. Data Hasil Perhitungan Derajat Brix dan Defekasi
Nira ulangan Derajat Brix Rata Derajat Brix Rata
rata setelah rata
defekasi
Nira tebu Shift 1 1. 17,6 17,67 1. 15,5 15,50
bersama 2. 17,6 2. 15,4
kulitnya 3. 17,8 3. 15,4
Shift 2 1. 16,5 16,90 1. 16,8 17,07
2. 17 2. 17,2
3. 17,2 3. 17,2
Nira tebu Shift 1 1. 17,4 17,47 1. 16 16,03
yang dikupas 2. 17,4 2. 16
kulitnya 3. 17,6 3. 16,10
Shift 2 1. 16 16,37 1. 18,00 18,47
2. 16, 1 2. 18,6
3. 17,02 3. 18,8
Pengamatan derajat brix dari yang diperoleh dua sampel nira yang berbeda
yakni nira dengan kulit dan nira tanpa kulit. Hasil pengamatan diperoleh rata-rata
17,67 untuk nira dengan kulit dan 17,47 untuk nira tanpa kulit pada shift 1
sedangkan pada shift 2 diperoleh nilai derajat brix 16,90 untuk nira dengan kulit
dan 16,37 untuk nira tanpa kulit. Hasil pengamatan derajat brix dari nira dengan
kulit lebih besar karena pada kulit tebu mengandung beberapa komponen padatan
yang menambah besar nilai derajat brix. Hal ini sesuai dengan literatur menurut
Setyohadi (2006) yang menyatakan bahwa di dalam nira terdapat banyak sekali
zat zat yang terkandung didalamnya, misalnya daun kering, blendok, pectin
serta polisakarida starch, karena biasanya tebu yang digiling didalam pabrik
dalam keadaan kotor, kering, tidak dicuci, dan tidak dikuliti terlebih dahulu.
Komposisi nira tebu rata-rata mengandung sukrosa (10 - 11%), air (2%), zat lain
bukan gula (74 76%) dan sabut (14%), kandungan ini tergantung jenis tebu.
Sehingga nira dengan kulit memiliki derajat brix yang lebih besar dibanding nira
tanpa kulit.
5.2 Defekasi
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Derajat brix nira tebu dengan kulit lebih besar dibandingkan derajat brix
nira tebu tanpa kulit.
6.1.2 Derajat brix nira sebelum didefekasi lebih besar dari pada nira yang telah
didefekasi pada shift 1. Sedangkan pada shift 2 diperoleh hasil sebaliknya
yang dapat disebabkan oleh pengendapan yang kurang sempurna serta
kaca refraktometer kurang bersih sebelum digunakan.
6.1.3 Warna (kecerahan) pada sampel gulaku lebih tinggi dari pada sampel gula
curah.
6.1.4 Kedua sampel dari pengamatan mempunyai berat jenis butir yang tidak
sesuai dengan standar berat jenis butir gula kristal putih menurut SNI.
6.1.5 Residu belerang pada sampel gula curah lebih besar dari pada residu
belerang pada sampel gulaku.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam praktikum ini untuk praktikan
lebih teliti dalam menggunakan alat pengukuran seperti refraktometer dan colour
reader serta dalam melakukan titrasi. Selain itu semua praktikum dan asisten
laboratorium lebih tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Goutara dan Wijandi. 1975. Dasar Pengolahan Gula. Bogor: Fatemeta IPB.
Indonesia. Bandung: ITB Press.
Indrawanto, C. et al. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Jakarta: ESKA
Media.
Irawan, S. A. 2015. Pengaruh Perlakuan Fisik dan Lama Penyimpanan Terhadap
Mutu Minuman Ringan Nira Tebu. Jurnal Rekayasa Pangan dan
Pertanian. Vol.3 No.3 Th. 2015. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Kuswurj, R., 2011. Sugar Technology and Research: Kualitas Mutu Gula Kristal
Putih. Surabaya: Institut Teknologi Surabaya.
Tjokroadikoesoemo, P.S. dan A.S. Baktir, 2005. Teknologi dan Peralatan Industri
Gula (I) Ekstraksi Nira Tebu. Surabaya: Yayasan Pembangunan Indonesia
Sekolah Tinggi Teknologi Industri.