Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gula
2.1.1. Pengertian Gula
Menurut Darwin (2013), gula merupakan jenis karbohidrat sederhana yng dapat
larut dalam air dan dapat diserap diserap oleh tubuh untuk diubah menjadi
energi. Gula dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, daun-
daunan, biji-bijian, umbi-umbian, bunga-bungaan dan lain-lainnya. Gula dapat
berbentuk cair, brupa larutan atau padatan yang berupa kristal, memiliki warna
gelap (coklat) atau putih, dan rasanya manis. Secara umum gula dibedakan
menjadi 2 yaitu
1. Monosakarida
Gula yang terbentuk dari satu molekul gula. Contohnya yaitu glukosa,
fruktosa dan galaktosa.
2. Disakarida
Gula yang terbenrtuk dari 2 molekul gula. Contohnya seperti sukrosa yaitu
gabungan dari glukosa dan fruktosa, laktosa yaitu gabungan dari glukosa
dan galaktosa, dan maltosa yaitu gabungan dari dua molekul glukosa.
Sukrosa terdapat pada beberapa jenis tanaman, seperti jagung, kelapa, aren bit, dan ketela
pohon. Untuk bahan baku pati seperti jagung dan ubi kayu dapat digunakan untuk pemanis,
yang berupa fruktosa. Tingkat kemanisan fruktosa lebih tinggi dibandingkan dengan sukrosa
(gula), namun gula pati tidak dapat dikristalkan pada suhu kamar sehingga produk akan
berupa cairan (sirup). Oleh karena untuk pengangkutan lebih sulit dibandingkan gula padatan,
hal ini yang membuat gula fruktosa jarang diproduksi. Untuk daerah tropis seperti Indonesia
bahan baku utama penghasil sukrosa yaitu tebu, dan untuk daerah yang beriklim dingin
seperti Eropa bahan baku utama yang digunakan adalah bit.

2.1. Sifat Bahan Baku Tebu

Tanaman tebu termasuk dalam keluarga rumput-rumputan(Gramineae) tumbuh dengan


baik (tinggi 2,5-3 meter) di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia dan Filipina.
Sedangkan bit tumbuh di daerah yang beriklim dingin seperti di Eropa dan Amerika
(Harjono dkk, 1985).

Sebagian besar bahan baku gula di Indonesia berasal dari tebu, di mana sekitar 60%
konsumsi gula di dunia dipenuhi dari gula tebu (Bubnik, 1995). Setiap hektar lahan
tanaman tebu dapat menghasilkan ± 60 – 120 ton tebu.

Tanaman tebu berwarna abu-abu hingga hijau tua. Warna tebu tergantung pada zat-zat
yang terkandung di dalamnya. Tebu mengandung sukrosa, selulosa atau serat-serat kayu,
gula reduksi, dan sejumlah bahan lain yang dapat larut dalam air.

Untuk pembuatan gula, batangtebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras
(machinepress) di pabrik gula. Nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan
diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pengolahan tebu
tersebut akan dihasilkan gula sebanyak 7%-10%, ampas tebu sebanyak 30%-33%, tetes
(molasses) sebanyak 4,5%-5%, ash 1,5-2,0%, filter cake 1% dan sisanya air.

Daun tebu yang kering adalah biomassa yang memiliki nilai kalori cukup tinggi. Daun
tebu dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak. Selain untuk penghematan
dalam penggunaan minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar dari daun tebu kering ini
juga cepat panas.

Dalam konversi energi, daun tebu dan ampas batang tebu digunakan untuk bahan bakar
boiler, yang kemudian uapnya digunakan untuk proses produksi dan pembangkit listrik.
Komposisi tanaman tebu dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Tanaman Tebu
Komposisi % Berat
Air 69-75
Sukrosa 11-15
Serat 10-16
Gula Reduksi 0,5-2,0
Zat Organik non Gula 0,5-1,0
Nitrogen 0,5-1,0
Abu 0,3-1,8
Zat Anorganik 0,2-1,6
(sumber : Harjono dkk, 1985)

Tabel 2.2. Komposisi Senyawa dalam Air Nira

Komposisi % Berat
Air 75-88
Sukrosa 10-21
Gula Reduksi 0,3-3,0
Bahan Organik bukan gula 0,5-1,0
(termasuk asam organik)
Bahan anorganik 0,2-0,6
Gugus Nitrogen 0,5-1,0
(Sumber : PTPN VII, 2018)

Nira adalah cairan yang diperoleh dari pemerahan (ektraksi) tanaman tebu. Nira mentah
(hasil tahap penggilingan) mempunyai pH 4,5-6 serta sangat kental. Kekentalan nira
sendiri disebabkan adanya koloid yang terlarut yang juga meningkatkan kekeruhan nira.
Kekeruhan nira dapat dikurangi dengan cara mengendapkan koloid dengan cara
menambahkan bahan kimia berupa Akrilamida (flokulan) dan koagulan menurunkan
kandungan koloid terlarut dalam nira. Adapun komposisi senyawa yang terkandung dalam
air nira pada Tabel 2.2.

Kandungan gula dalam tebu dipengaruhi oleh jenis tebu, tingkat kemasakan tebu (umur
tebu), struktur kondisi tanah, iklim/musim, metode pemanenan, pemeliharaan dan
penebangan tebu.
Ciri-ciri varietas tebu unggul adalah:
1. Tingkat produktifitas yang tinggi
2. Tahan terhadap hama dan penyakit
3. Produktivitas tanaman yang stabil
4. Mempunyai kemampuan yang tinggi untuk dikeprass

Pertumbuhan tebu terbagi menjadi 2 masa yaitu masa vegetatif dan masa pemasakan.
Masa vegetatif merupakan masa pertumbuhan tebu. masa pemasakan adalah masa untuk
memperbanyak kandungan sukrosa. Sukrosa yang dihasilkan disimpan dalam sel-sel
penyusun batang. Dengan demikian, sel-sel penyusun batang yang dibuat terlebih dahulu
akan mengandung sukrosa yang lebih banyak daripada sel-sel penyususn batang
sesudahnya. Dalam pertumbuhanya, tebu hanya tumbuh sampai ketinggian tertentu,
sehingga kandungan sukrosa akan merata diseluruh batang. Hal ini menunjukan bahwa
tebu sudah siap tebang. Umur tebu yang siap tebang berkisar antara 9 sampai 14 bulan
bergantung dengan varietasnya. Tebu yang sudah dalam masa tebang harus segera di
tebang agar kandungan sukrosa tidak turun. Jumlah asam organik dalam tebu bergantung
pada tingkat kemasakan tanaman tebu. tebu yang melebihi batas kemasakanya akan
mengandung asam organik dan gula reduksi yang tinggi serta semakin banyak sukrosa
yang terurai menjadi glukosa dan fruktosa.

2.2. Proses Pembentukan Sukrosa

Gula adalah nama umum untuk sukrosa atau sakarosa. Gula merupakan salah satu bentuk
karbohidrat yang terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen. Gula (sukrosa) merupakan
disakarida yang terbentuk dari monosakarida D-glukosa dan D-fruktosa.

Proses pembentukan sukrosa melalui tiga tahapan reaksi antara lain :


1. Reaksi Fotosintesis
Pada reaksi fotosintesis terbentuk glukosa dari air (H2O) dan karbondioksida (CO2)
dengan bantuan sinar matahari. Reaksi yang terjadi adalah:

6CO2 + 6H2O → C6H12O6 + 6O2 ........1)

2. Reaksi Isomerisasi
Pada proses isomerisasi sebagian glukosa mengalami isomerisasi menjadi fruktosa.
Reaksinya ialah sebagai berikut :

Gambar 2.2. Reaksi Isomerisasi Glukosa menjadi Fruktosa

Sumber: Buku PengantarInjiniring Pa brik Gula, 1998

3. Reaksi Kondensasi Sukrosa


Pada tahap ini terjadi pembentukan sukrosa dari glukosa dan fruktosa. Reaksi ini
berlangsung tanpa bantuan matahari dengan reaksi sebagai berikut :

C6H12O6 + C6H12O6 → C12H22O11 + H2O .......2)

Glukosa Fruktosa Sukrosa Air


2.3. Sifat-Sifat Sukrosa

Sukrosa pada dasarnya di hasilkan oleh berbagai jenis tanaman. Bahan baku utama yang
digunakan di PT. Buma Cima Nusantara Pabrik Gula Bungamayang adalah tebu karena
kandungan gulanya yang cukup tinggi, penanamannya yang mudah dan produktivitasnya
yang besar. Kadar sukrosa yang ada dalam batang tebu bervariasi antara 8 – 13% pada
tebu segar yang mencapai kemasakan optimal. Sukrosa adalah senyawa disakarida dengan
rumus molekul C12H22O11. Sukrosa terbentuk melalui proses fotosintesis yang ada pada
tumbuh-tumbuhan. Bentuk sederhana dari persamaan tersebut adalah:

6 CO2 + 6 H2O —–> C6H12O6 + 6 O2 ........3)

Gula tebu adalah disakarida, gula tersebut dapat dibuat dari gabungan dua gula yang
sederhana yaitu glukosa dan fruktosa (monosakarida). Penggabungan dari unit-unit
karbon monosakarida menjadi C12H22O11 yang selanjutnya dinamakan sukrosa atau
saccharose (Kuswurj, 2010).

Gambar 2.3. Struktur Kimia Sukrosa (Jurnal Kimia Organik, 2015)


Pertumbuhan tebu terbagi menjadi dua yaitu masa vegetatif dan masa pemasakan. Masa
vegetatif merupakan masa pertumbuhan tebu. Sedangkan masa pemasakan merupakan
masa untuk memperbanyak kandungan sukrosa. Sukrosa yang dihasilkan disimpan dalam
sel-sel penyusun batang. Pada pertumbuhannya tebu tidak dapat bertambah panjang lagi
sampai tinggi tertentu, sehingga kandungan sukrosa akan merata diseluruh batang. Hal ini
menunjukkan bahwa tebu sudah tua dan siap ditebang. Umur tebu yang siap tebang
berkisar antara 9 bulan sampai 14 bulan bergantung pada varietasnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terurainya kandungan sukrosa saat tebang sampai


penggilingan antara lain:

1. Jenis Tebu
2. Umur Tebu
3. Pemeliharaan
4. Iklim atau Musim
(Harjono, dkk 1985).

2.3.1 Sifat-Sifat Fisik Sukrosa

Sifat-sifat fisik sukrosa dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Sifat Fisik Sukrosa


Sifat Fisik Keterangan
Berat molekul 342,298
Spesific Gravity 1,588 (15oC)
Titik Lebur 170oC
Entalpi Pembentukan (1 atm,25oC) -2228,3 kj/mol
Bentuk Kristal Monoklin
Densitas 1,606
Kalori 3,96 kcal/gram
(Sumber : Perry, 1986)

A. Kelarutan Sukrosa Murni dalam Air

Kelarutan sukrosa murni dalam air secara empirik dapat dihitung dengan persamaan:

S = 64,397 + 0,07251 T + 0,0020569 T2 – 9,035 x 10-6 T 3

S = kadar sukrosa

T = Temperatur

Kelarutan sukrosa teknis (mengandung bahan lain selain sukrosa) sedikit berbeda
dengan kelarutan sukrosa murni.
Tabel 2.4. Kelarutan Sukrosa dalam Air

Suhu (0C) Gram Sukrosa/100 Gram Air


0 179,2
10 190,5
20 203,9
30 219,5
40 238,1
50 260,4
60 287,3
70 320,5
80 362,2
90 415,7
100 487,2
(Sumber : Sugiarto, Yan, 1986)

B. Kelarutan Sukrosa dalam Nira

Nira adalah cairan yang diperoleh dari pemerahan (ekstraksi) tanaman tebu. nira
mentah (hasil tahap penggilingan) mempunyai pH 4,5 – 6 dan sangat kental.
Kekentalan nira disebabkan adanya koloid yang terlarut yang juga meningkatkan
kekeruhan nira. Kekentalan ini dapat dikurangi dengan cara mengendapkan koloid.
Salah satu caranya yaitu dengan menambahkan flokulan dan koagulan. Adapun
komposisi persenyawaan yang terdapat dalam nira mentah dapat diihat pada Tabel
berikut ini:
Tabel 2.5. Komposisi Senyawa Dalam Nira

Komponen Persen Berat


Air 75 – 88
Sukrosa 10 – 21
Gula reduksi 0,3 – 3,0
Bahan organik bukan gula 0,5 – 1,0
Bahan anorganik 0,2 – 0,6
Gugus nitrogen 0,5 – 1,0

Kelarutan sukrosa dalam nira bergantung pada tinggi rendahnya nilai HK (Hasil Bagi
Kemurnian). Nilai HK ini terjadi karena adanya komponen selain sukrosa yang
terlarut dalam nira. Pengaruh ini diselidiki oleh Thieme dan pada umumnya diperoleh
hasil kelarutan sukrosa akan turun dengan turunnya nilai HK pada suhu tertentu.

Tabel 2.6. Hubungan antara Nilai HK dan FK menurut Thime

HK FK
100 – 86 1,00 – 0,95
86 – 68 0,95 – 0,90
68 – 58 0,90 – 9,85
58 – 50 0,85 – 0,80
50 – 42 0,80 – 0,75
42 – 35 0,75 – 0,70
35 – 30 0,70 – 0,65
30 0,65
(Sumber : Sugiarto, Yan, 1986)

2.3.2 Sifat Kimia Sukrosa

Sifat-sifat kimia sukrosa dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain :

1. Hidrolisis
Pada suasana asam, sukrosa mudah terinversi dan bereaksi dengan air menjadi D-
Glukosa dan D-Fruktosa. Sukrosa murni memutar bidang polarisasi ke kanan (+),
sedangkan hasil hidrolisis berupa campuran senyawa yang memutar bidang polarisasi
ke kiri (-), sehingga proses ini disebut inversi. Hasil inversi tersebut disebut dengan
gula inversi dan akan terjadi dengan naiknya temperatur. Akibatnya kuantitas gula
produksi menurun dan hasil samping berupa molasses atau tetes akan bertambah.

C12H22O11 + H2O → C6H12O6 + C6H12O6 ...........4)

Sukrosa D-Glukosa D-Fruktosa

Sukrosa stabil pada suasana netral dan basa. Akan tetapi sukrosa tidak dapat berada
dalam waktu yang lama pada suasana basa, hal tersebut karena akan menyebabkan
destruksi fruktosa yang menimbulkan warna pada gula, sehingga kualitas gula
menurun karena sukrosanya. Pada suhu tinggi terjadi pembentukan senyawa berwarna
coklat yang rasanya lebih manis dari sukrosa (proses karamelisasi).
2. Pengaruh Larutan Alkali dan Alkali Tanah
Larutan alkali dan alkali tanah yang bersifat pekat dapat menguraikan sukrosa
menjadi asam laktat, asam formiat, dan asam asetat. Asam-asam tersebut bereaksi
dengan ion-ion logam alkali dan alkali tanah membentuk garam. Kosentrasi alkali
yang sedang (tidak pekat dan tidak encer) pada suhu rendah mampu bergabung
dengan sukrosa membentuk ikatan bersifat basa yang disebut dengan sakarat (Othmer,
2004). Reaksi dengan kapur akan membentuk tiga macam ikatan yang bergantung
dari jumlah basa yaitu:

Calcium mono - saccharate (C12H22O11.CaO)

Calcium di - saccharate (C12H22O11.2CaO)

Calcium tri - saccharate (C12H22O11.3CaO)

Calcium mono - saccharate dan calcium di – saccharate mampu larut dalam air,
sedangkan calcium tri – saccharate tidak larut dalam air.

3. Dekomposisi Termal
Kristal sukrosa kering yang dipanaskan pada suhu 160 0C akan menyebabkan kristal
sukrosa meleleh menjadi pekat transparan. Jika pemanasan dilakukan pada waktu
yang lama maka sukrosa teruai menjadi glukosa dan levolusana. Reaksi penguraian
tersebut ialah:

C12H22O11 → C6H12O6 + C6H12O5 ............5)

Sukrosa D-Glukosa Levolusana

Pemanasan pada suhu yang lebih tinggi antara 1900C-2200C akan membuat
penguraian lebih sempurna dan terbentuknya karamel (proses karamelisasi). Pada
pemanasan lebih lanjut akan mengakibatkan gula terurai menjadi CO dan CO2
(Kuswurj, 2010; Othmer, 2004). Pemanasan larutan sukrosa yang cukup lama pada
titik didihnya dan adanya tekanan udara luar juga akan menyebabkan larutan sukrosa
mengalami hidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa.

4. Dekomposisi oleh Mikroba


Dekompisisi sukrosa dapat dikatalis oleh enzim tertentu yang dihasilkan oleh
mikroba. Misalnya, enzim invertase yang menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa. Larutan sukrosa yang encer (nira) merupakan media yang disukai oleh
mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Salah satu mikroba yang terdapat pada nira
dengan kualitas tebu yang rendah adalah Leuconostoc Mesentroides atau bakteri
pembentuk dekstran. Bakteri tersebut selain memakan sukrosa dalam nira juga
memproduksi dekstran. Dekstran adalah polisakarida yang terbentuk dari molekul D-
glukosa. Dekstran mempunyai berat molekul tinggi sehingga sangat merugikan bagi
proses di pabrik gula. Hal tersebut dikarenakan dekstran menyebabkan gangguan di
berbagai stasiun di pabrik gula.

2.4. Sifat Produk

Gambar 2.3. Kristal Gula Sukrosa


Kristal gula sukrosa berbentuk monoklin bersumbu tiga dengan panjang tidak sama,
keras, tak berwarna, tembus cahaya, dan anhydrous. Kristal sukrosa larut dalam air dan
alkohol encer, tetapi tidak larut dalam kloroform, alkohol absolut, eter, dan gliserin. Sifat
optis aktif dari kristal sukrosa akan memutar bidang polarisasi 66,50 ke arah kanan.
Kelarutan kristal sukrosa meningkat dengan kenaikan temperatur.

2.5. Brix dan Pol Gula

Istilah-istilah pol dan brik muncul dalam analisa gula, baik dari nira sampai menjadi gula
kristal. Kandungan nira tebu terdiri dari dua zat yaitu zat padat terlarut dan air. Zat padat
terlarut terdiri dari dua zat lagi yaitu gula dan bukan gula.

Brix adalah jumlah semua zat padat yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan atau
kandungan zat kering yang terdapat dalam larutan nira Jadi misalnya brix nira = 16,
artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram
adalah air. Alat ukur yang umum digunakan dalam mengetahui banyaknya zat padat
yang terlarut dalam larutan (brix) ialah brix weigher, hand brix , hydrometer, dan
refraktometer.

Derajat pol atau pol adalah jumlah gula (dalam gram) yang ada dalam setiap 100 gram
larutan yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan polarimeter secara
langsung. Jadi menurut pengertian ini jika pol nira = 15, berarti dalam 100 gram larutan
nira terdapat gula 15 gram. Selebihnya 85 gram adalah air dan zat terlarut bukan gula.
Jika yang dimaksud gula adalah sukrosa maka pengertian ini kurang tepat. Sebab di
dalam pengukuran pol ada pengaruh dari senyawa gula selain sukrosa yang
menimbulkan perbedaan pengukuran. Jadi jelasnya pol tidak sama dengan sukrosa
(Kuswurj, 2010).
2.6. HK (purity)

Hasil Kemurnian (purity) merupakan perbandingan antara pol terhadap brix dalam nira
(larutan gula). Biasanya ditulis dalam satuan % dengan satu angka dibelakang koma,
dimana semakin mendekati 100% , maka akan semakin besar pula tingkat kemurnian
gula yang dihasilkan. Adapun rumus untuk menentukan HK sebagai berikut :

POl
HK = x 100 %
Brix

2.7. Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan antara jumlah gula yang dihasilkan dengan jumlah
tebu yang diolah. Adapun rumus yang biasa digunakan untuk mencari rendemen sebagai
berikut :

Re = (% Pol - 0,4 (% Brix - % Pol) x Faktor Rendement

W nira
Dimana : Faktor Rendement =
W tebu
(Sumber : PTPN V11, 2018)

Anda mungkin juga menyukai