PENDAHULUAN
Tebu merupakan tanaman perdagangan yang menghasilkan produk gula.
Mekanisme pengolahan tebu yang baik akan menghasilkan gula yang berkualitas.
Gula tebu memegang peranan penting dalam sistem ekonomi pangan di Indonesia,
karena gula termasuk sembilan bahan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat
dan industri.
Pada tahun 1928, Jawa merupakan pengekspor gula terbesar kedua di
dunia setelah Kuba. Saat ini penurunan produktivitas tanah menyebabkan
produksi gula menurun. Lahan-lahan untuk penanaman tebu semakin sempit,
karena banyak yang digunakan sebagai lahan pemukiman penduduk. Penurunan
produksi gula mengakibatkan pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri kurang
optimal, sehingga pemerintah menerapkan kebijakan impor untuk memenuhi
kebutuhan yang semakin meningkat. Dampak penerapan kebijakan gula impor
semakin lama akan dapat mematikan industri gula dalam negeri , sebab masuknya
gula impor tersebut tanpa dikenakan pajak. Penerapan kebijakan tersebut tidak
menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan banyak pabrik gula dalam negeri
yang terpaksa ditutup. Penerapan mekanisme produksi gula yang berkualitas
adalah salah satu cara untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri.
TINJAUAN PUSTAKA
Tebu
Tebu (Sacharum offinarium) merupakan tanaman perkebunan yang
memiliki umur tanam kurang lebih 12 bulan. Pada saat tebu telah cukup umur
untuk ditebang, maka tebu dibawa ke unit pengolahan. Tebu diolah dalam bentuk
gula pasir atau gula merah. Tanaman tebu dapat dikembangbiakkan secara
vegetatif yaitu dengan cara stek bagal, stek pucuk, lonjoran dan rayungan (Dirjen
Perkebunan 1950).
Kandungan nira dalam tebu dipengaruhi oleh jenis tanah. Tanaman tebu
dapat diusahakan pada berbagai jenis tanah dengan tekstur ringan sampai berat
seperti regosol, podsolik, latosol, mediteran, hidromorp, gtei humus, grumosol,
dan alluvial. Teknik budidaya tanaman tebu dipengaruhi pula oleh keadaan aerasi,
drainase, pH, kesuburan kimiawi, jenis tebu, waktu tanam, penyebaran, dan
jumlah curah hujan. Komposisi bahan yang terkandung dalam tebu dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1 Komposisi bahan yang terkandung dalam tebu
Bahan Komposisi (%)
Sukrosa 8-16
Gula Reduksi 0.5-2
Serabut (Serat) 8-16
Abu 0.3-0.8
Bahan Organik Lain 0.5-1
Gula 0.2-0.5
Air 69-75
Komposisi nira mentah yang diperoleh dari tebu sangat bergantung pada
perlakuan mekanis, yaitu cara panen (penebangan), pengangkutan dan
penggilingan. Penebangan tebu yang dilakukan secara manual (dengan
menggunakan tangan) hasilnya lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
mesin. Tebu yang ditebang dengan tangan umumnya lebih bersih dan seluruh
batang tebu termasuk bagian bawah turut terbawa, sedangkan bagian pucuknya
dibuang (Neulicht R & Shular J 1997).
Sifat Fisik dan Kimia Sukrosa
Gula (sukrosa) yang biasa disebut dengan gula tebu adalah disakarida
dengan rumus molekul C12H22O11, struktur kimianya dapat dilihat pada Gambar 1.
Kata sugar dan Sukrosa berasal dari kata Sansekerta sarkara.
CH2OH
H CH2OH
C O
OH O OH
C C O C C
C C C C
OH OH
OH OH
Gambar 1 Struktur kimia sukrosa.
Komposisi kimia dari gula baik yang beasal dari tebu maupun bit adalah
sama, yaitu satu satuan fruktosa yang digabung dengan satu satuan glukosa.
Ikatan glikosida menghubungkan karbon ketal dan asetal dan bersifat β dari
fruktosa dan α dari glukosa. Dalam sukrosa, kedua atom karbon anomerik (tidak
sekedar satu) digunakan untuk ikatan glikosida. Baik fruktosa maupun glukosa
tidak memiliki gugus hemiasetal, oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada
dalam kesetimbangan dengan suatu bentuk aldehida atau keto. Sukrosa tidak
menunjukkan mutarotasi dan bukanlah gula pereduksi (Fessenden&Fessesnden
1986).
Sukrosa merupakan hasil sintesis biokimia antara dua monosakarida, yaitu
D-fruktosa dan D-glukosa. Monosakarida pembentuk sukrosa tersebut dihasilkan
oleh fotosintesis antar gas CO2 dan air dengan bantuan sinar matahari. Proses
fotosintesis tersebut tejadi dalam zat hijau daun (klorofil).
Sukrosa dapat terhidrolisis dengan adanya ion hidrogen menjadi gula
invert (gula inversi), yaitu campuran antara fruktosa dan glukosa.
C12H22O11 + H2O → C6H12O6 + C6H12O6
Sukrosa D-glukosa D-fruktosa
Polarisasi +66,6o +52,8o -92,8o
Gula inversi diturunkan dari inversi (pembalikan) tanda rotasi jenis bila skrosa
dihidrolisis. Polarisasi sukrosa murni sebesar +66,6o, setelah mengalami hidrolisis
diperoleh gula inversi yang merupakan campuran dengan polarisasi -20,0o (Austin
G T 1984). Hidrolisis sukrosa menjadi gula invert dapat pula terjadi akibat
aktivitas mikroorganisme yang dapat melepaskan enzim invertase. Enzim ni
bersifat spesifik untuk ikatan β-D-fruktofuranosida dan terdapat dalam ragi dan
lebah (madu terutama terdiri dari gula inversi). Enzim tersebut akan menyebabkan
nira tebu menjadi lebih asam karena gula inversi hasil hidrolisis akan pecah lebih
lanjut menjadi asam organik, yang akan menambah hasil bukan gula (gula palsu).
Suatu gula inversi sintetik yang disebut Isomerose dibuat dengan isomerisasi
enzimatik dari glukosa dalam sirup jagung (corn syrup). Penggunaan
komersialnya adalah untuk pembuata es krim, minuman ringan, dan permen
(Fessenden&Fessesnden 1986).
Sukrosa larut dalam air dan kelarutannya bertambah dengan meningkatnya
temperatur. Beberapa sifat fisik sukrosa ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Sifat fisik sukrosa
Parameter Karakteristik
Bentuk Kristal Monoklin
Berat Molekul 342.30
Spesifik Gravity 1.588 (15 °C)
Titik Lebur 170 °C
Entalpi Pembentukan 228.3 Kj/mol
Penggilingan Tebu
Tebu hasil panen, sebelum masuk ke penggilingan dibersihkan dengan air
yang bertekanan tinggi. Proses penggilingan tebu melibatkan 2 tahap, yaitu
pemotongan (breaking) dan pencacahan/penggilingan (grinding) tebu.
Pemotongan (breaking)
Proses ini bertujuan untuk membuka sel-sel tebu, sehingga tahap
penggilingan selanjutnya akan lebih mudah. Pada proses ini biasanya
digunakan knives, shredders, crusher atau kombinasi ketiga alat tersebut.
Penggilingan (Grinding)
Proses ini bertujuan untuk menghancurkan bagian dalam tebu dan
mengekstraknya dengan penambahan air imbibisi. Proses ini secra umum
menggunakan 5-6 rol gilingan dalam 1 unit gilingan. Ekstraksi tebu dilakukan
dengan memerah cacahan tebu menggunakan tekanan akan menghasilkan
ampas tebu yang masih banyak mengandung gula, sehingga untuk menekan
kadar gula dalam ampas tebu seminimal mungkin perlu ditambahkan air
imbibisi yang berguna untuk mengekstrak gula yang masih tertinggal dalam
ampas. Ekstrak tebu (nira) dan bagasse akan dihasilkan dari proses ini
(Neulicht R & Shular J 1997).
Klarifikasi
Nira yang diperoleh masuk ke clarifier. Pada proses klarifikasi biasanya
ada penambahan lime dan sejumlah fosfat yang dapat larut. Penambahan lime
untuk netralisasi asam-asam organik pada saat temperatur nira mencapai 95oC
(200oF), sedangkan fosfat berfungsi sebagai floculating agent.
Pada proses ini akan diperoleh partikel-partikel yang tidak larut yang
disebut mud atau blotong. Mud ini kemudian ditambah air dan dilanjutkan dengan
proses filtrasi sehingga akan diperoleh air pencucian mud dan ampas. Nira dari
clarifier bergabung menuju evaporator (Neulicht R & Shular J 1997).
Penguapan
Proses penguapan bertujuan untuk memekatkan nira dengan cara
menguapkan kandungan airnya sebanyak mungkin. Penguapan air diusahakan
mendekati keadaan jenuh sehingga mengurangi beban penguapan pada tahap
kristalisasi. Proses penguapan ini terdiri dari 2 tahap (Neulicht R & Shular J
1997), yaitu:
1. Pemekatan nira dalam evaporator.
2. Pengupan dalam vacuum pans untuk kristalisasi.
Proses penguapan nira tidak dilakukan pada suhu tinggi untuk mencegah
kerusakan gula. Gula yang dipanaskan pada suhu tinggi akan membentuk karamel
yang berwarna cokelat tua, sehingga mempengaruhi warna kristal gula yang
dihasilkan. Upaya yang dilakukan dalam mengurangi terjadinya karamel selama
proses penguapan adalah dengan menjalankan proses penguapan pada tekanan
yang rendah (vacuum). Nira kental yang dihasilkan dari proses penguapan
kemudian diberi gas SO2 untuk memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat
menghasilkan kristal gula yang lebih putih.
Badan penguapan (evaporator) yang digunakan pabrik gula umumnya
terdiri dari beberapa badan penguapan yang disusun secara seri (multiple effect
evaporator). Evaporator yang disusun secara seri mempunyai kelebihan dalam
penghematan penggunaan steam dibandingkan dengan menggunakan evaporator
tunggal. Evaporator yang biasanya digunakan terdiri dari 5 seri evaporator dan 1
tangki uap (boilers). Sistem kerja kelima evaporator yaitu sumber panas diperoleh
dari tangki uap digunakan evaporator I, sedangkan evaporator II memperoleh
panas dari evaporatoer I begitu seterusnya sampai ke evaporator V yang
menggunakan panas dari evaporator IV. Akibat transfer panas ini maka akan ada
kehilangan panas sehingga temperatur akan semakin menurun, begitu pula dengan
tekanan. Uap dari boilers hanya digunakan untuk memanaskan evaporator
pertama, sedangkan evaporator selanjutnya dipanaskan oleh uap yang dihasilkan
oleh evaporator sebelumnya. Agar uap yang dihasilkan evaporator pertama dapat
digunakan untuk memanaskan nira dalam evaporator yang kedua, maka tekanan
dalam evaporator kedua harus lebih rendah dibandingkan dengan evaporator
pertama. Nira kental dengan kandungan berupa 65% padatan dan 35% air
dihasilkan dari proses penguapan tahap pertama.
Kristalisasi
Kristalisasi bertujuan untuk mengubah semua gula yang terdapat dalam
nira kental menjadi bentuk kristal yang mempunyai ukuran dan kemurnian yang
diinginkan. Kristalisasi dilakukan dengan menguapkan nira dalam sebuah pan
masak yang memiliki tekanan vakum untuk mencegah kerusakan gula. Jarak
antara molekul-molekul sukrosa akan semakin dekat dengan menguapkan air
pelarutnya.
Apabila jarak molekul-molekul sukrosa cukup dekat, maka akan saling
mempengaruhi dan saling tarik-menarik. Bila di sekitarnya terdapat kristal
sukrosa, maka akan ada keseimbangan antara molekul sukrosa yang melarut dan
molekul sukrosa yang menempel/mengkristal. Keadaan ini dapat disebut sebagai
larutan jenuh. Derajat kejenuhan dapat dinyatakan dengan perbandingan antara
kandungan sukrosa di dalam larutan jenuh pada suhu yang sama. Harga
perbandingan ini dikenal sebagai koefisien kejenuhan (KK) atau OVC (Over
Verzading Coefficient)
Dekolorisasi
Setelah melewati clarifier, kemudian difiltrasi untuk menghilangkan
padatan tersuspensi. Dekolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor
dengan cara adsorpsi. Jenis adsorben yang digunakan yaitu karbon aktif, resin dan
tepung tulang, namun resin jarang sekali digunakan. Karbon aktif dan tepung
tulang digunakan dalam sistem fixed bed atau moving bed. Dengan fixed bed
cairan gula mengalami beberapa sirkulasi sampai diperoleh warna cairan yang
mendekati warna yang akan ditentukan. Moving bed sistem beroperasi secara
kontinyu, jadi cairan gula akan melewati adsorben.
Adsorben yang digunakan pada proses dekolorisasi akan mengalami
regenerasi. Cairan gula yang telah didekolorisasi akan masuk ke heaters sebelum
masuk ke evaporator. Proses penguapan yang terjadi sama dengan pembuatan gula
sebelumnya. Cairan yang telah dipekatkan akan masuk ke vacuum pans dengan
adanya penambahan seed solution kemudian dicampur dan dipisahkan dengan
sentrifugasi. Dari proses tersebut akan dihasilkan sirup yang akan masuk ke
vacuum pans. Gula putih dicuci dengan air sekali menggunakan sentrifugasi dan
cairan pencuci kembali lagi ke vacuum pans. Gula putih yang terbentuk masuk ke
granulator yang terdiri dari drum pengering dan drum pendingin. Dalam drum
pengering digunakan temperatur 11 oC (230oF), setelah dari granulator masuk ke
drum pendingin. Setelah semua proses selesai akan diperoleh raw sugar yang
telah dimurnikan biasanya dikemas dan disimpan dlam gudang penyimpanan.
Gula yang berwarna coklat diperoleh dari sirup dengan kemurnian yang rendah,
proses pembuatannya sama dengan pembuatan gula putih.
Tebu
MUD/Bloton
g
Penguapan
Sirup
Mixing
Sentrifugasi Sirup
afinasi
Filtrasi Filtercake
Adsorben Dekolorisasi
Penguapan
Kristalisasi
Air Sentrifugasi
Granulator
Refine Sugar
Kemasan Filling
Labeling
Gudang
barang
Gula siap jual
jadi