Anda di halaman 1dari 35

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gula
2.1.1 Pengertian Gula
Menurut Darwin (2013), gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat larut
dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi. Secara umum, gula
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Monosakarida
Sesuai dengan namanya yaitu mono yang berarti satu, ia terbentuk dari satu molekul gula.
Yang termasuk monosakarida adalah glukosa, fruktosa, galaktosa.
b. Disakarida
Berbeda dengan monosakarida, disakarida berarti terbentuk dari dua molekul gula. Yang
termasuk disakarida adalah sukrosa (gabungan glukosa dan fruktosa), laktosa (gabungan
dari glukosa dan galaktosa) dan maltosa (gabungan dari dua glukosa).
Gula merupakan komoditas utama perdagangan di Indonesia. Gula merupakan salah satu
pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat. Gula biasa digunakan sebagai pemanis di
makanan maupun minuman, dalam bidang makanan, selain sebagai pemanis, gula juga
digunakan sebagai stabilizer dan pengawet. Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang
umumnya dihasilkan dari tebu. Namun ada juga bahan dasar pembuatan gula yang lain, seperti
air bunga kelapa, aren, palem, kelapa atau lontar. Gula sendiri mengandung sukrosa yang
merupakan anggota dari disakarida.
2.1.2 Jenis – jenis Produk Gula
a. Gula Pasir
Ini adalah jenis gula yang paling mudah dijumpai, digunakan sehari-hari untuk
pemanis makanan dan minuman. Gula pasir juga merupakan jenis gula yang digunakan
dalam penelitian ini.Gula pasir berasal dari cairan sari tebu. Setelah dikristalkan, sari
tebu akan mengalami kristalisasi dan berubah menjadi butiran gula berwarna putih
bersih atau putih agak kecoklatan (raw sugar).
b. Gula Pasir Kasar (Crystallized Sugar)
Gula jenis ini memiliki tekstur yang lebih besar dan kasar dari gula pasir pada
umumnya. Biasanya gula jenis ini dijual dengan aneka warna di pasaran. Gula jenis ini
sering digunakan sebagai bahan taburan karena tidak meleleh saat dioven
c. Gula Balok atau Gula Dadu
Gula balok terbuat dari sari tebu. Bentuknya menyerupai balok dadu dengan warna
putih bersih. Biasanya gula jenis ini digunakan sebagai campuran minuman kopi atau
the.
d. Gula Icing atau Icing Sugar atau Confection Sugar
Tipe gula ini memiliki tektur terhalus dalam jenis gula putih. Icing sugar merupakan
campuran dari gula pasir yang digiling hingga halus sehingga terbentuk tepung gula dan
ditambahkan tepung maizena agar tidak mudah menggumpal.
e. Gula Batu
Gula batu diperoleh dari pengolahan gula pasir biasa agar mudah larut. Bentuknya
merupakan bongkahan gula menyerupai batu berwarna putih, dimana tingkat kemanisan
gula batu lebih rendah dibanding gula pasir, hampir 1/3 dari gula pasir.
Bagi pankreas dan organ tubuh, gula batu lebih sehat dan bersahabat dibanding dengan
gula pasir.
f. Brown Sugar
Brown sugar terbuat dari tetes tebu, namun dalam proses pembuatannya dicampur dengan
molase sehingga menghasilkan gula bewarna kecoklatan.
Terbagi menjadi 2 jenis yaitu light atau dark brown sugar. Light brown sugar
biasanya digunakan dalam pembuatan kue, seperti membuat butterscotch, kondimen
dan glazes. Dark brown sugar biasanya digunakan untuk membuat gingerbread dan bahan
tambahan untuk makanan seperti mincemeat, baked bean, dan lain-lain.
g. Gula Merah
Gula merah terbuat dari air sadapan bunga pohon kelapa atau air nira kelapa, sering
juga disebut dengan gula jawa. Teksturnya berupa bongkahan berbentuk silinder dan
berwarna coklat Biasanya digunakan dalam bahan pemanis makanan dan minuman
dengan cara diiris tipis.
h. Gula Aren
Bentuk, tekstur, warna dan rasanya mirip dengan gula merah, yang membedakan
hanya bahan bakunya. Gula aren terbuat dari air nira yang disadap pohon aren, tanaman
dari keluarga palem.
Proses pembuatan gula aren umumnya lebih alami, sehinggan zat-zat tertentu yang
terkandung di dalamnya tidak mengalami kerusakan dan tetap utuh.
Selain gula-gula alami, banyak juga gula-gula yang terbuat dari proses kimiawi yang
dijual di pasaran. Banyak orang berusaha untuk menghindari gula, dan berlaih ke gula
buatan. Namun, jenis gula ini bila dikonsumsi secara berkala akan berdampak tidak baik
untuk tubuh. Menurut Darwin (2013) ada 3 jenis gula buatan, seperti:
a. High Fructose Corn Syrup
Gula jenis ini terbuat dari tepung jagung sebagai bahan baku, memiliki tekstur cair
seperti syrup. Gula jagung memiliki tingkat kemanisan yang sangat inggi, 1,8 kali
dibanding dengan gula biasa. Dimana rasa manis tersebut akan meningkatkan rasa lapar
sehingga tubuh menginginkan karbohidat berlebih.
b. Sorbitol, saditol, dan Maninitol
Gula jenis ini terdapat dalam permen bebas gula, obat batuk, serta makanan dan
minuman berlabel ‘diet’. Gula buatan ini akan menghambat proses metabolisme alami
tubuh kita karena tidak dapat dicerna secara baik oleh tubuh.
c. Saccharin dan Aspartame
Gula jenis ini sering digunakan dalam minuman rendah kalori dan rendah gula.
Keduanya mengandung kalori yang rendah, namun memiliki tingkat kemanisan yang
tinggi.
2.1.3 Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan dalam memproduksi gula adalah adalah tebu.
Klasifikasi tanaman tebu secara ilmiah adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Tanaman Tebu
Kingdom Plantae
Divisi Magnoliopyta
Kelas Liliopsida
Ordo Poales
Famili Poaceae
Genus Saccharum
Spesies Saccharum Officinarum

Tanaman tebu merupakan spesies paling penting dalam genus Saccharum sebab
kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah.
Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi, tidak bercabang dan tumbuh tegak
dan diaggap baik apabila tinggi batangnya mencapai 3-5 meter. Batangnya bulat
panjang dan beruas-ruas. Warna batangnya berbeda-beda, ada yang berwarna hijau,
ungu, kuning, merah tua, dan lain-lain. Kulit tebu merupakan bagian yang keras dan
diselimuti oleh lilin yang tipis. Lapisan ini berwarna putih dan keabu-abuan, banyak
terdapat saat tebu masih muda. Sedangkan bagian dalamnya lunak karena bagian
ini mengandung gula. Ruas-ruas batang dibatasi oleh buku-buku yang merupakan
tempat duduk daun.
Tanaman tebu yang digunakan untuk produksi gula adalah tanaman tebu yang
dipanen pada saat kandungan gulanya tinggi. Tanaman yang masih terlalu muda
atau lebih tua memiliki kandungan gula yang rendah. Bila pertumbuhan tanaman
tebu berlangsung normal, maka tanaman tebu tersebut biasa dipanen pada umur 11-
16 bulan bergantung pada jenis tebunya. Tanaman tebu yang diperkirakan sudah
cukup umurnya, dipotong menjadi 3 bagian, yaitu bagian ujung, tengah, dan
pangkal. Ketiga bagian tersebut diperiksa kadar kandungan gulanya. Apabila ketiga
bagian batang tersebut menunjukkan perbedaan yang cukup besar berarti tanaman
tebu tersebut masih belum cukup untuk dipanen. Ada 2 faktor yang mempengaruhi
rendemen tebu, yaitu pengaruh luar pabrik (faktor tanaman) dan pengaruh dalam
pabrik. Faktor-faktor dari tanaman yang sangat berpengaruh terhadap rendemen
tebu adalah iklim, tanah, pengairan, pemupukan, bibit dan cara penanaman, serta
bahaya banjir. Pengaruh luar pabrik (faktor tanaman) terhadap rendemen tebu
sekitar 85%, sedangkan sisanya 15% dipengaruhi oleh pabrik.
Tabel 2.2 Komposisi Tanaman Tebu
No. Komponen Presentase
1 Sabut 12,5
2 Nira 87,5
3 Air 65,6-70
Bahan Kering
4 - Bahan Terlarut 3,2-4,4
- Bahan Tidak Terlarut 0,4-1

Berikut adalah penjelasan masing-masing komponen secara singkat.


a. Sabut
Sabut adalah ampas gilingan tebu yang berupa serabut dan tidak dapat larut
dalam nira. Sabut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan bahan baku
pembuatan kertas.
b. Nira
Nira adalah cairan manis yang diperoleh dari hasil pemerasan batang tanaman
tebu.
c. Bahan kering
Bahan kering sendiri terdiri dari :
- Sukrosa adalah disakarida, gula yang tersusun oleh 2 molekul monosakarida.
- Gula reduksi adalah gula yang terbentuk dari hasil pemerahan tebu, yang
terdiri dari monosakarida aldo hexose dan ketohexose.
- Asam organik adalah senyawa yang sering terkandung dalam sukrosa seperti
asam glikol, asam gallus, dan asam oksalat.
- Bahan organik adalah senyawa aluminium oksida, magnesium oksida, besi
oksida, asam sulfat, sulfit.
- Zat lain adalah zat warna yang terdapat pada batang tebu yang berklorofil, zat
getah yang mengendap pada saat pembersihan nira, zat lilin yang terdapat
pada bagian luar dari tebu.
2.1.4 Bahan Baku Penunjang
a. Kapur tohor (CaO)
Kapur tohor digunakan untuk membuat susu kapur. Susu kapur inilah yang
akan ditambahkan pada nira. Penggunaan kapur tohor sebagai penjernih nira
memiliki beberapa keuntungan antara lain mudah diperoleh, harganya murah,
b. Air imbibisi
Air imbibisi merupakan air yang berasal dari kondensat dan digunakan
untuk membilas ampas tebu yang berada pada roll gilingan. Penambahan air
imbibisi ini bertujuan untuk melarutkan sisa nira yang masih terkandung dalam
ampas, sehingga kandungan nira dalam ampas akan minimal.
c. Asam fosfat (H3PO4)
Penambahan asam fosfat tersebut bertujuan sebagai bahan pengendap
kotoran dan untuk menambahkan kandungan fosfat di dalam nira agar mencapai
konsentrasi 300 – 350 ppm.
d. Belerang / sulfur
Sulfur (belerang) digunakan untuk pembuatan gas SO2 yang akan dipakai
pada proses pemurnian.
e. Flokulan
Penambahan flokulan bertujuan untuk mengikat endapan agar ukurannya
menjadi lebih besar sehingga proses pengendapan dapat berlangsung lebih cepat.
f. Kaporit
Penambahan kaporit bertujuan untuk membunuh bakteri pembusuk.
Kebutuhan rata-rata kaporit per hari adalah 10 kg. Kaporit ditambahkan pada
nira 4 sebagai nira imbibisi 2 yang akan masuk pada gilingan 2.
g. Tawas
Tawas berfungsi untuk mengendapkan kotoran air sungai yang akan
digunakan sebagai feed water boiler di bak pengendap air.
h. Caustic soda flake
Caustic soda flake adalah cairan yang digunakan pada saat pembersihan
evaporator. Tujuan pemakaian caustic soda flake adalah untuk melunakkan
kerak yang terbentuk.
i. Bakterisida dan fungisida
Bakterisida dan fungisida yang ditambahkan berupa ditiokarbamat dan
glutaraldehid. Penambahan bakterisida dan fungisida bertujuan untuk
mengontrol pertumbuhan bakteri dan jamur dalam nira. Fungsi lainnya adalah
untuk menurunkan kehilangan sukrosa yang terjadi akibat inversi pada stasiun
gilingan.
j. Fondan
Fondan merupakan kristal halus yang berfungsi untuk membuat bibitan
pada stasiun masakan. Bibitan merupakan bahan dasar pembuatan kristal gula
sehingga kristal gula yang dihasilkan akan berukuran kecil dan seragam.
k. Feromon sintetis (feromoid)
Fungsi feromoid adalah untuk mencegah adanya semut di sekitar area pabrik
gula. Hal ini dapat terjadi karena semut akan mengeluarkan feromon untuk
berkomunikasi dengan yang lain. Oleh karena itu, feromon sintetis (feromoid)
tersebut dapat memerangkap kedatangan semut-semut tersebut.

2.1.5 Uraian Proses


Proses produksi gula pada umumnya melalui beberapa tahapan proses sebagai
berikut.
1. Persiapan tebu
2. Penggilingan tebu
3. Pemurnian nira
4. Penguapan air pada nira
5. Pengkristalan pada nira
6. Pemisahan kristal sukrosa dari larutan induknya
7. Penyelesaian
2.1.5.1 Persiapan Tebu
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan bertujuan agar tebu yang diolah
telah memenuhi persayaratan, yaitu:
a. Tebu cukup umur dan telah masak.
b. Bersih dari segala kotoran, yaitu bersih dari daun kering, tebu mati, tanah, dan
akar. Jumlah kotoran tidak boleh lebih dari 5%.
c. Tebu dalam keadaan segar dan jangka waktu dari tebu yang mulai ditebang
sampai digiling tidak boleh lebih dari 36 jam. Hal ini disebabkan adanya enzim
invertase yang terdapat dalam tebu sehingga sukrosa dapat terhidrolisa menjadi
glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa tidak diinginkan karena dapat
menyebabkan proses kristalisasi berjalan lambat dan kristal gula yang dihasilkan
berwarna coklat. Reaksi hidrolisa tersebut akan berjalan semakin cepat apabila
terkena panas sinar matahari.
Apabila tebu sudah memenuhi persyaratan, maka selanjutnya tebu akan
dihancurkan menggunakan beberapa alat seperti :
a. Pencacah tebu
Alat penghancur tebu yang terdiri dari 2 bagian alat, yaitu :
- Cane cutter adalah alat untuk memotong tebu menjadi bagian yang pendek
dan selanjutnya dibawa ke Unigrator (pencacah). Cane cutter terdiri dari 56
buah pisau yang digerakkan oleh elektromotor.
- Unigrator (pencacah) adalah alat untuk merobek dan mengoyak tebu
menjadi serabut yang akan memudahkan proses penggilingan. Unigrator
dilengkapi dengan 36 buah hammer mill yang digerakkan oleh turbin uap
Tebu yang telah dipanen disimpan di tempat penyimpanan tebu sementara.
Maksimal lama penyimpanan tebu adalah 1 hari. Tempat penyimpan tebu
sementara ini harus banyak ditumbuhi pepohonan untuk mengurangi terjadinya
hidrolisa sakarosa dalam gula tebu.
Tebu yang telah ditimbang akan dimasukkan ke emplasemen tebu untuk
menunggu giliran digiling. Tebu yang berada di emplasemen tebu akan dipindahkan
dengan crane menuju meja tebu. Dengan bantuan cane leveler dan pisau perata tebu,
tebu dimasukkan ke dalam krepyak tebu. Kemudian tebu akan dipotong-potong
menjadi bagian yang lebih kecil untuk memudahkan dalam proses penggilingan.
Tebu yang telah dipotong akan di haluskan dengan menggunakan unigrator dan
tebu siap untuk masuk ke tahap penggilingan.
2.1.5.2 Stasiun Penggilingan Tebu
Tujuan dari stasiun ini adalah menghancurkan tebu untuk didapatkan air tebu
(nira) yang sebanyak mungkin. Tebu akan mengalami perlakuan pendahuluan
berupa pengupasan dan pencacahan menjadi fraksi yang lebih kecil, setelah itu baru
tebu mengalami penggilingan. Penggilingan dimaksudkan untuk mengambil nira
mentah dari batang tebu dan memisahkannya dari ampas. Untuk mendapatkan
sukrosa yang sebanyak-banyaknya dari tebu maka dapat dilakukan:
a. Tebu harus dipotong, dicacah, dan diparut agar sel-sel tebu terbuka sehingga
proses pemerahan tebu berjalan lebih mudah dan nira yang dihasilkan lebih
banyak.
b. Menambahkan imbibisi untuk meningkatkan jumlah sukrosa yang terekstrasi
dari tebu. Imbibisi dilakukan dengan menambahkan air pada nira untuk
mengurangi kehilangan gula dalam ampas.
Peralatan yang digunakan di dalam stasiun penggilingan, antara lain:
a. Sugar Cane Mill (Gilingan Tebu)
Alat untuk memperoleh nira mentah dengan memerah tebu yang telah dicacah.
b. Intermediate Cane Carrier
Alat pemindah tebu dari satu gilingan ke gilingan yang lain.
c. Sikat ampas
Alat pembawa ampas halus ke gilingan. Alat ini terbuat dari tembaga yang
dilengkapi dengan karet agar tidak merusak talang tembaga dibawahnya.
d. DSM Screen
Alat penyaring ampas halus yang terbawa oleh nira.
e. Crush elevator
Alat pemindah ampas halus yang tertahan pada DSM Screen ke gilingan.
Proses penggilingan tebu adalah sebagai berikut. Cacahan tebu yang keluar dari
unigrator akan ditambahkan susu kapur (proses preliming) dan selanjutnya
dimasukkan ke dalam gilingan I. Hasil yang keluar dari gilingan 1 adalah nira 1
yang dihasilkan dari proses pemerahan tebu oleh rol muka dan rol atas. Selain itu,
proses ini juga menghasilkan ampas yang diperah lagi oleh rol belakang. Ampas ini
disebut ampas 1. Kemudian nira hasil gilingan yang diperoleh langsung menuju
saringan Dutch States Mines Screen (DSM Screen) untuk dipisahkan antara nira
dan ampas yang masih terbawa, nira akan ditampung dalam peti nira mentah. Lalu
ditambahkan asam fosfat untuk mengikat kotoran halus pada nira. Penambahan
asam dilewatkan saringan agar endapan tertahan. Nira yang lolos ditampung di bak
penampung nira mentah.
Ampas 1 dan ampas yang tertahan di vibrating screen dibawa ke intermediate
carrier 1 menuju gilingan 2. Proses pemerahan pada penggilingan 2 menghasilkan
nira 2 oleh rol muka dan rol atas, dan ampas 2 oleh rol belakang. Nira 2 dicampur
dengan nira 1 dan melalui proses yang sama seperti nira 1. Selanjutnya nira mentah
disaring dan ditambah larutan asam fosfat hingga kadar P2O5 dalam nira mencapai
300 ppm. Nira yang tertampung disebut nira mentah yang memiliki pH 5,5 dan
berat sekitar 90% dari berat tebu. Untuk ampas yang dihasilkan disebut ampas 2
dan akan dibawa oleh intermediate carrier 2 menuju gilingan 3. Air imbibisi yang
ditambahkan pada gilingan 2 berupa nira yang dihasilkan gilingan 4.
Proses pemerahan di gilingan 3 menghasilkan nira 3 yang ditampung di bak
penampung nira imbibisi. Nira ini selanjutnya digunakan sebagai air imbibisi di
gilingan 1 untuk membilas ampas gilingan 1. Ampas 3 diangkut intermediate
carrier 3 menuju gilingan 4. Proses gilingan 2 dan 3 ditambah air imbibisi sebanyak
20-30% berat tebu. Air ini berasal dari kondensat yang memiliki suhu 60-70◦C.
Penambahan air imbibisi ini bertujuan untuk membilas gula yang terkandung dalam
ampas agar tidak ikut terbuang, dan untuk memperkecil gesekan antar rol. Suhu air
imbibisi dijaga tidak terlalu tinggi karena komponen lilin pada gula dapat
menyebabkan selip pada gilingan. Dan jika hal ini terjadi, maka proses
penggilingan harus dihentikan dan memutar balik putaran yang mengalami selip
Pada gilingan 4, ampas dari gilingan 3 diproses untuk diperoleh nira 4. Kaporit
ditambahkan pada nira 4 untuk membunuh bakteri pembusuk lalu ditampung di bak
penampung nira imbibisi. Nira yang dihasilkan digunakan sebagai imbibisi pada
gilingan 2. Sedangkan ampas yang dihasilkan dari gilingan 4 ini digunakan sebagai
bahan bakar boiler tekanan rendah maupun ketel tekanan menengah.
2.1.5.3 Stasiun Ketel
Tujuan stasiun ketel adalah untuk menghasilkan steam dengan bahan bakar
berupa ampas tebu yang berasal dari gilingan. Ampas tebu ini dapat digunakan
sebagai bahan bakar untuk memanaskan air pada ketel/boiler.
Selain ketel/boiler, pada stasiun ketel ini terdapat beberapa peralatan tambahan
antara lain:
a. Pompa
Alat untuk memasukkan air pada ketel uap. Pada pompa mempunyai tekanan
dan head tinggi agar air dapat masuk ke ketel uap. Tekanan pompa mempunyai
nilai 1,5 kali dari tekanan uap. Kapasitas pompa adalah 2 kali kapasitas uap ketel.
b. Bagasse carrier / KTM
Alat pemindah ampas dari gilingan ke ketel tekanan menengah.
c. Bagasse KTR
Alat pemindah ampas dan gilingan 4 ke ketel lama.
d. Rotary Bagasse Thumbler
Alat pemindah ampas kasar dan ampas halus (bagacillo). Ampas halus masuk
ke dalam Rotary Vacuum Filter, sedangkan ampas kasar masuk ke dalam
Bagasse Reclainer untuk ditampung.
e. Bagassse Reclaimer : tempat penampung ampas kasar sebelum memasuki ketel
tekanan menengah.
Proses pembakaran ampas tebu pada stasiun ketel adalah sebagai berikut.
Ampas dari stasiun gilingan dibawa menggunakan baggase carrier menuju ke
stasiun ketel. Di bawah baggase carrier terdapat saringan yang berfungsi untuk
memisahkan ampas kasar dan ampas halus. Ampas kasar dikirim menuju ketel yang
digunakan sebagai bahan bakar dapur ketel. Uap yang dihasilkan digunakan untuk
menggerakkan turbin (power electric) dan sebagai power steam. Gas hasil
pembakaran dilewatkan wet dust collector untuk menangkap abu halus sebelum
dibuang ke udara bebas. Abu halus ini dibuang bersama dengan abu kering yaitu
ampas yang habis terbakar. Ampas halus di blower menuju mixer dan dicampur
dengan nira kotor untuk dijadikan blotong.
2.1.5.4 Stasiun Pemurnian Nira
Tujuan utama dari stasiun pemurnian adalah untuk menghilangkan kotoran
atau kandungan bukan gula yang terdapat pada nira agar tidak menganggu proses
pengkristalan sehingga didapatkan gula murni pada akhir proses. Peralatan yang
digunakan dalam stasiun ini adalah:
a. Flowmeter
Alat untuk mengetahui volume nira yang dihasilkan dari stasiun gilingan.
b. Pemanasan (Voor Warmer)
Terdapat 7 pan pemanas yang terdiri dari :
- 4 buah VW I, dengan menggunakan 12 sirkulasi untuk memanaskan nira
mentah sebelum masuk static mixer.
- 3 buah VW II, dengan menggunakan 12 sirkulasi untuk memanaskan nira
yang keluar dari tangki sulfitasi I.
c. Peti tarik nira mentah
Alat untuk menampung nira mentah setelah melalui flowmeter.
d. Timbangan nira mentah
Alat untuk mengukur berat nira mentah. Kapasitas timbangan ini mencapai 1,5
ton.
e. Pompa nira mentah tertimbang
Alat untuk memompa nira yang telah ditimbang ke VW 1.
f. Pre-contactor
Alat untuk mengatur jumlah susu kapur yang harus ditambahkan ke dalam nira
hingga tercapai pH mendekati netral.
g. Static mixer
Alat untuk mencampur nira dengan susu kapur.
h. Tangki sulfitasi nira mentah
Alat untuk menetralkan nira encer terkapur dari static mixer dengan penambahan
gas SO2 hingga pH 7,2.
i. Peti tarik nira mentah tersulfitir
Sebagai tempat penampung nira encer tersulfitir yang berasal dari tangki sulfitasi
nira encer.
j. Expandeur (Flash Tank)
Alat untuk menghilangkan gas-gas dalam nira yang selanjutnya akan masuk ke
single tray sehingga proses pengendapan berjalan dengan baik.
k. Single Tray Clanfier
Alat untuk memisahkan kotoran atau flok dalam nira dengan cara pengendapan
sehingga diperoleh nira jemih dan nira kotor.
l. Saringan nira jemih (DSM Screen)
Alat penyaring nira jemih yang keluar dari single tray clarifier.
m. Pompa nira jemih
Alat untuk memindahkan nira dari peti tarik nira jernih ke VW.
n. Rotary vacuum filter
Alat untuk menyaring nira kotor yang berasal dari single tray clarifier.
Proses yang terjadi adalah sebagai berikut. Proses pemurnian nira mentah
untuk menghasilkan gula putih jenis SHS dilakukan dalam dua tahap yaitu defikasi
dan sulfitasi. Di peti nira mentah, nira mentah masuk dan diberi penambahan asam
fosfat. Nira mentah dari stasiun gilingan ditimbang terlebih dahulu dengan
Flowmeter lalu dari bak penampung nira dipompa menuju pemanas pendahuluan 1
atau disebut juga Juice Heater 1 (JH-1) yang terdiri dari tiga pemanas untuk
dipanaskan dengan steam sampai dengan suhu 70-75◦C. Steam berasal dari uap
bekas dari proses di stasiun gilingan.
Penggunaan JH-1 bertujuan untuk membunuh bakteri dalam nira mentah. Nira
mentah yang keluar dari JH-1 masuk ke dalam Ca-Sakarat untuk mengalami
penambahan susu kapur dan nira kental dengan pH 10,5-11,5 selama 1-3 detik.
Dengan menggunakan sistem Splitter Box dapat diatur jumlah susu kapur yang
harus ditambahkan, sehingga nira mentah mencapai pH 8,5-8,7. Hal ini dilakukan
agar proses pengendapan kotoran efektif karena terjadi reaksi antara susu kapur
dengan fosfat membentuk Ca3(PO4)2 yang mengikat kotoran serta mempersiapkan
reaksi dengan SO2. Selain itu, pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi
pembentukan Ca3(PO4)2 dan membunuh bakteri. Indikator yang digunakan pada
pengukuran pH adalah PP (phenolphthalein).
Perlu diperhatikan dalam proses penambahan susu kapur adalah kadar susu
kapur tidak boleh rendah karena pengendapan bahan baku gula menjadi tidak
sempurna dan menyebabkan inversi sukrosa. Namun sebaliknya apabila kadar susu
kapur tinggi (pH tinggi) akan terjadi pelarutan kembali protein yang akan
menambah jumlah nitrogen dalam nira dan terjadi inversi gula reduksi. Inversi ini
menyebabkan gula bewarna gelap. Pemberian susu kapur pada Ca-Sakarat ini
bertujuan untuk mereaksikan komponen bukan gula dalam nira mentah yang
bersifat asam (terutama fosfat) dengan kapur (Ca2+) agar terbentuk endapa kalsium
fosfat dan untuk menaikkan pH nira hingga netral agar sukrosa tidak mengalami
kerusakan. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CaO + H2O → Ca(OH)2 + kalor
P2O5 + 3Ca(OH)2 → Ca3(PO4)2 + 3H2O
Sukrosa di dalam nira tidak tahan terhadap suasana asam dan monosakarida
tidak tahan terhadap suasana alkalis terutama pada suhu tinggi dan waktu yang
lama. Oleh karena itu nira yang diberi penambahan susu kapur harus dinetralkan
menjadi pH kurang lebih 7,2 dengan penambahan SO2 pada sulfur tower. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ca2+ + SO32+ → CaSO3
Endapan yang terbentuk akan mengabsorp kotoran-kotoran. Gas SO2 ini juga
berfungsi untuk mengikat unsur-unsur yang belum bereaksi di Ca-sakarat,
mengurangi viskositas larutan, mereduksi ion-ion ferri menjadi ferro sehingga
warna larutan menjadi lebih pucat. Nira dari sulfur tower selanjutya dipompa
menuju Juice Heater 2 (JH-2) dan dipanaskan hingga mencapai suhu 100-105oC.
Pemanasan ini bertujuan untuk menyempurnakan reaksi pengendapan, membunuh
mikroba yang resisten pada suhu 75-85oC dan menguapkan gas-gas yang terlarut
agar tidak menganggu proses pengendapan. Dari JH-2, nira dibawa ke flash tank
untuk menghilangkan gas-gas yang masih tersisa di dalam nira agar tidak
mengalami pengendapan pada single tray clarifier. Selain itu juga untuk memecah
aliran turbulen nira dari Ca-sakarat menjadi aliran laminer. Hal ini dilakukan agar
pengendapan di dalam Single Tray Clarifier berlangsung secara maksimal. Lalu
nira ditambahkan flokulan pada floculator tank yang bertujuan untuk mengikat flok
yang telah terbentuk agar memiliki berat jenis yang lebih besar dari pada berat
awalnya sehingga mudah diendapkan.
Pemisahan antara flok dan nira digunakan single tray clarifier. Flok yang
terbentuk akan mengendap secara gravitasi sehingga diperoleh nira jernih yang
mengalir dari bagian atas secara overflow. Nira jernih tersebut disaring
menggunakan DSM Screen dan ditampung di peti nira jernih. Sedangkan dari
bagian bawah akan diperoleh nira kotor yang dipompa menuju bak penampung nira
kotor dengan penambahan ampas halus dari rotay bagasse thumbler menggunakan
blower (agar nira kotor melekat pada dinding silinder filter untuk mengefektifkan
penyaringan). Selanjutnya campuran tersebut dimasukkan ke dalam rotary vacuum
filter yang terbuat dari kondensor dan dilengkapi pompa hampa udara dan air
injeksi. Hasil penyaringan dari rotary vacuum filter adalah blotong (3-5% tebu)
yang dapat digunakan sebagai pupuk dan filtrat yaitu nira tapis (11-15% tebu) yang
dialirkan kembali menuju peti nira mentah.
Rotary vacuum filter adalah silinder berpori yang berfungsi untuk menyaring
nira kotor. Cara kerjanya adalah silinder yang dicelupkan sebagian dalam nira
kotor. Silinder ini terbagi dalam 18 bagian dan tiap bagian terhubung dengan pipa
yang berakhir pada pengatur mekanik vacuum. Ada 3 sektor berbeda pada pengatur
mekanik vacuum ini, yaitu unit low vacuum (15-30 cmHg), unit high vacuum (40-
50 cmHg) dan unit no vacuum. Alat vacuum yang digunakan adalah kondensor
yang dilengkapi dengan pompa hampa udara dan air injeksi. Bagian silinder yang
tercelup dalam nira adalah bagian yang berhubungan dengan unit low vacuum. Hal
ini menyebabkan nira tertarik masuk dan padatan yang terkandung tertahan di
poripori silinder. Padatan ini akan membentuk lapisan tipis yang disebut blotong.
Lapisan ini terdiri dari ampas halus (bagacillo) yang sengaja ditambahkan agar
menjadi media penyaring tambahan. Nira hasil penyaringan ini disebut filter kotor
(cloudy .filtrate).
Dengan berputarnya silinder, blotong memasuki area high vacuum yang
menyebabkan nira yang terkandung dalam blotong dapat terambil kembali. Akan
tetapi, karena kualitasnya yang belum layak, maka nira ini (nira tapis) dikembalikan
ke tangki sulfitasi 1. Lapisan blotong yang telah melalui area high vacuum
selanjutnya ditambahkan air panas untuk menurunkan konsentrasi nira tapis.
Kemudian terjadi pengeringan blotong karena air yang terhisap ke dalam silinder
dan pelepasan blotong oleh scrapper. Silinder yang telah bersih terus berputar
untuk menghisap nira kotor yang akan disaring selanjutnya. Sedangkan blotong
ditampung di Transport Band untuk dibawa keluar pabrik.
2.1.5.5 Stasiun Penguapan Air Pada Nira
Tujuan dari stasiun penguapan adalah menguapkan sebagian besar air yang
terkandung pada nira jernih hingga mendekati kondisi larutan jenuh sehingga
diperoleh nira kental. Kadar brix pada nira jernih berkisar antara 12-15%,
sedangkan kadar brix nira kental yang diperoleh sekitar 60-65%. Hal ini dilakukan
untuk juga membantu proses kristalisasi pada stasiun selanjutnya.
3
Penguapan dilakukan pada tekanan vakum sehingga titik didihnya bisa
diturunkan hingga 60oC. Hal tersebut dilakukan karena nira tidak tahan pada suhu
yang tinggi. Selain itu, pada suhu tinggi menyebabkan kerusakan pada gula yang
dihasilkan. Uap yang dihasilkan dari evaporator digunakan untuk menguapkan air
pada evaporator selanjutnya sehingga dapat menghemat bahan bakar yang
digunakan. Peralatan yang digunakan dalam stasiun ini antara lain :
a. Evaporator
Alat yang digunakan untuk menguapkan air pada nira jernih sehingga diperoleh
nira kental. Tipe evaporator yang digunakan adalah kalendria short tube, dengan
sistem Quintuple Effect Evaporator, yaitu evaporator yang digunakan sebanyak
5 unit (dari 6 unit), sedangkan 1 unit lagi dibersihkan secara bergantian setiap
harinya.
Pada setiap evaporator, terdapat 3 macam valve yaitu :
- Valve input untuk memasukkan nira jernih ke dalam evaporator
- Valve output untuk mengeluarkan nira kental dari evaporator
- Valve untuk menentukan ke mana nira akan dimasukkan ke evaporator
b. Pompa hampa udara sentrifugal
Alat yang digunakan untuk menciptakan tekanan vakum. Alat ini terdiri dari 2
bagian yaitu pompa vakum dan kondensor.
c. Pompa kondensat
Alat untuk mengeluarkan kondensat dari kondensor.
d. Tangki sulfitasi 2
Tangki yang digunakan untuk proses sulfitasi nira kental.
e. Peti diksap
Tempat penampungan nira kental.
f. Tandon
Tempat penampungan kondensat. Terdapat 3 buah tandon yaitu :
- Tandon 1 dan 2
Alat penampung kondensat yang tidak mengandung gula. Kondensat ini
berasal dari evaporator 1 sampai ke 3. Kondensat ini digunakan sebagai air
pengisi ketel tekanan rendah.
- Tandon 3
Alat penampung kondensat yang mengandung gula. Kondensat ini digunakan
sebagai air pencuci pada pan masakan, putaran dan air imbibisi pada ampas
gilingan 3.
Bahan-bahan yang digunakan dalam stasiun penguapan yaitu nira encer (nira
jernih yang berasal dari bak penampung nira jernih), serta uap bekas gilingan (uap
yang berasal dari turbin dan digunakan sebagai pemanas evaporator 1). PT. PG.
Candi Baru mempunyai 6 unit evaporator, tetapi yang dioperasikan hanya 5 unit.
Pada evaporator, titik didih larutan pada evaporator 1 akan lebih besar daripada titik
didih larutan pada evaporator 2, dan seterusnya. Selain itu, tekanan pada evaporator
1 sampai 5 semakin kecil. Hal ini akan menyebabkan mengalirnya nira dari satu
evaporator ke evaporator lain. Jadi, proses penguapan ini tidak membutuhkan
pompa.
Pembersihan evaporator dilakuakan secara berkala setiap harinya. Evaporator
dibersihkan dengan menggunakan caustic soda flake dan air panas yang berfungsi
untuk melunakkan kerak. Tujuan pembersihan evaporator adalah untuk mencegah
penumpukkan kerak. Adanya kerak akan menganggu perpindahan panas karena
waktu pemanasan yang dibutuhkan menjadi lebih lama dan jumlah steam yang
dibutuhkan semakin besar. Hal ini akan mengakibatkan kerja evaporator semakin
berat sehingga pemanasan menjadi tidak efektif.
Proses yang terjadi adalah sebagai berikut. Pada awalnya, nira encer dengan
suhu 110oC dari tangki nira jernih dipompa masuk ke evaporator 1 dan diuapkan
dengan uap bekas dengan tekanan 0,7-0,8 kg/cm2 mmHg dan suhu 105oC. Uap
bekas / steam ini masuk melalui pipa dan memanaskan nira yang mengalir dalam
pipa calandria. Perbedaan suhu antara steam dengan nira mengakibatkan steam
terkondensasi menjadi air kondensat dan larutan nira akan menguap. Uap nira yang
terbentuk ini akan mengalir melaui bagian atas evaporator 1. Sebagian uap nira 1
digunakan sebagai pemanas pada evaporator 2 dan sebagian dibleeding ke pan
masakan. Uap nira dari evaporator 2 digunakan sebagai pemanas pada evaporator
3 dan sebagian dibleeding ke Juice Heater 1. Uap nira dari evaporator 3 digunakan
untuk memanaskan evaporator 4 dan uap dari evaporator 5 dialirkan ke kondensor.
Uap nira tersebut mengalir karena adanya tarikan vakum dari pompa sentral.
Air kondensat dari masing-masing evaporator dialirkan menuju tandon. Air
kondensat tersebut dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu dengan α-napthol dan
asam sulfat untuk mengetahui ada tidaknya kandungan gula didalamnya. Apabila
terdapat kandungan gula di dalam air kondensat, maka warna air akan berubah
menjadi ungu hitam, bila tidak, maka air tidak akan mengalami perubahan warna,
air kondensat yang tidak mengandung gula akan dialirkan menuju tandon 1 dan 2
sebagai air pengisi ketel sebagian. Sedangkan air kondensat yang mengandung gula
ditampung dalam tandon 3 dan dipakai pada stasiun masakan untuk mencuci gula
dari kristal palsu, stasiun putaran untuk memisahkan kristal dari stroopnya, dan
sebagai air imbibisi. Air kondensat ini dikeluarkan melalui pompa sentrifugal dan
gas-gas yang tidak terkondensasi dalam evaporator akan diserap dengan pompa
amoniak.
Ketinggian nira di dalam evaporator harus diperhatikan saat operasi
berlangsung, dimana tinggi larutan nira ±1/3 dari tinggi pipa calandria. Apabila
levelnya terlalu tendah, maka uap nira yang terbentuk tidak dapat tertarik ke atas,
dan jika levelnya terlalu tinggi, maka sukrosa atau gula di dalam nira akan ikut
tertarik bersama uap yang keluar evaporator. Tinggi pipa calandria adalah ±1/3 dari
tinggi badan evaporator (tanpa tutup). Uap yang terbentuk diharapkan tidak
mengandung gula. Oleh karena itu, di tiap evaporator dilengkapi dengan lovre yaitu
penangkap nira untuk menahan gula yang menguap agar jatuh kembali ke dalam
evaporator. Nira pada evaporator terakhir biasanya lebih keruh dan kental
dibandingkan dengan nira dari evaporator sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya
kenaikan konsentrasi, penggumpalan, dan suspensi dari beberapa jenis bahan non
gula seperti Fe-Phospat pada evaporator 1 dan asam silikat pada evaporator
terakhir.
Dari evaporator 5, nira masuk ke tangki sulfitasi 2 untuk pemucatan
(bleaching) agar didapatkan gula yang lebih putih. Pada reaktor sulfur tower ini,
nira kental dikontakkan dengan SO2 yang berasal dari tobong belerang. Hal ini
mengakibatkan pH nira kental menjadi 5,4-5,6. Pada reaktor sulfur tower, pH nira
tersulfitir dikontrol menggunakan indikator CPR (Chloro Phenol Red). Selanjutnya
nira kental tersulfitir ini ditampung pada peti tarik nira kental.
2.1.5.6 Stasiun Masakan
Tujuan dari stasiun masakan ialah memasak nira kental tersulfitasi dari stasiun
penguapan menjadi kristal gula dengan ukuran sesuai. Peralatan yang dipakai yaitu:
a. Pan masakan
Untuk memasak nira kental tersulfitasi sehingga dapat membentuk kondisi
larutan gula lewat jenuh. Selain itu, juga berfungsi mempercepat proses
kristalisasi dengan cara menguapkan air lebih lanjut sehingga terbentuk kristal
gula yang sama ukurannya.
b. Alat vakum
Alat untuk membuat kondisi vakum pada pan masakan. Alat ini berupa pompa
vakum dan kondensor.
c. Palung pendingin
Alat untuk menampung hasil masakan dan sebagai tempat terjadinya proses
kristalisasi lebih lanjut.
d. Rapid cooler
Alat untuk mendinginkan masakan gula D dari suhu 60oC menjadi 40oC
sehingga kristalisasi berlanjut. Agar masakan tidak membeku setelah rapid
cooler, maka dipanaskan lagi agar suhunya naik menjadi 50oC. Untuk itu rapid
cooler, dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
- 2/3 bagian untuk pendinginan dengan suhu air pendingin 18oC.
- 1/3 bagian untuk pemanasan dengan suhu air pemanas 60oC yang bertujuan
untuk tidak memberatkan kerja pompa untuk memompa masakan gula D ke
putaran gula D.
g. Peti tunggu
Tempat penampungan gula C, gula D2, klare D (stroop D), klare SHS, stroop A,
stroop C, dan nira kental.
h. Coarting
Alat untuk menurunkan suhu air dan menimbulkan kontak tidak langsung
dengan gula D yang masih panas, sehingga suhu air yang keluar dari rapid cooler
lebih tinggi.

Untuk menghasilkan gula SHS 1A maka menggunakan sistem masakan D, C


dan A.
1. Masakan D
Bahan-bahan yang masuk ke dalam masakan D adalah nira kental, stroop A,
stroop C, dan Fondan. Mula-mula dimasukkan nira kental sebanyak ±100 hL ke
dalam pan 1, dipanaskan hingga membentuk benangan dan diusahakan kristal gula
tidak terbentuk. Setelah itu dimasukkan fondan sebanyak 250 mL, fondan
dimasukkan sebagai bibit dengan tujuan memekatkan larutan sehingga ruang gerak
molekul-molekul sukrosa semakin kecil dan akan menyebabkan molekul-molekul
sukrosa saling bergabung membentuk kristal gula. Kemudian ditambahkan stroop
A sampai dengan 200 hL, lalu larutan gula ini dipanaskan. Selama dipanaskan
(pembentukan inti kristal), bentuk kristal dikontrol agar diperoleh bentuk inti kristal
yang dikehendaki. Untuk mengurangi kristal palsu yang terbentuk, dilakukan
penyiraman air. Setelah mencapai HK yang dikehendaki maka larutan akan
dipindahkan menuju pan 2.
Pada pan 2, masakan ditambah lagi dengan klare D dan stroop C hingga
volume mencapai 400 hL. Setelah itu masakan di pan 2 sebagian
dipindahkan ke pan 1 (± 200 hL) dan ke vacum trog (± 80 hL). Sisa masakan
yang berada di pan 2 (± 120 hL), ditambah klare D dan stroop C hingga
volume mencapai 400 hL, kemudian larutan ini dipanaskan hingga
terbentuk kristal yang diinginkan (±0,3 mm) dan memiliki HK 62-65, lalu
turun ke palung pendingin. Masakan yang ada di pan 1, dipanaskan
kemudian dipindahkan ke palung pendingin. Sedangkan masakan di vacum
trog, akan dipindah ke pan 1 atau pan 2 untuk dimasak kembali. Proses
masakan di dalam masakan D berlangsung selama 8 jam.
Hasil masakan pada pan I atau pan II, disebut masakan D, ditampung pada
palung pendingin yang berjumlah lima buah kemudian ditarik ke rapid cooler
(stasiun putaran) untuk diproses menjadi gula D1, gula D2, tetes, dan klare D.
2. Masakan C
Bahan yang masuk ke dalam pan 3 adalah babonan D2, stroop A, dan nira
kental. Mula-mula dimasukkan nira kental (±100 hL) dan babonan D2 (±40 hL).
Kemudian dimasukkan stroop A hingga volume larutan mencapai 350-400 hL,
larutan tersebut dipanaskan hingga terbentuk kristal yang cukup besar. Pada
masakan di pan 3 terdapat penambahan air agar mencegah terbentuknya kristal
palsu. Pemasakan dilakukan hingga mencapai HK 70-73 dan ukuran kristal yang
terbentuk sebesar ±0,5 mm. Setelah itu diturunkan ke palung pendingin, dan
dipompa ke putaran gula C. Hasil putaran gula C adalah babonan C dan stroop C.
3. Masakan A
Bahannya adalah nira kental tersulfitasi, babonan C, dan klare SHS. Mula-
mula, nira kental dimasukkan ke dalam pan masakan 5 dan diuapkan sampai
membentuk benangan, kemudian gula babonan C ditambahkan sebagai bibit dan
ditambahkan nira kental hingga mencapai 200 hL. Proses pembibitan dikontrol agar
tidak terbentuk inti kristal palsu. Setelah inti kristal dengan ukuran kristal yang
diinginkan tercapai, masakan seluruhnya dipindahkan ke pan 4 atau pan 6. Proses
penambahan ukuran kristal dilanjutkan dengan menambahkan nira kental tersulfitir
atau klare SHS sampai pembesaran memenuhi syarat. Apabila sudah tercapai
ukuran kristal yang diinginkan yaitu ±0,5-0,8 mm dan HK mencapai 80-83, maka
masakan diturunkan ke palung pendingin, kemudian akan dipompa ke putaran gula
A. Hasil putaran gula A adalah stroop A, klare SHS, dan gula SHS.

2.1.5.7 Stasiun Putaran


Tujuan dari stasiun putaran yaitu memisahkan kristal gula yang terbentuk dari
larutan (stroop) yang melapisinya secara sentrifugal. Kristal gula diberi tambahan air
kondensat saat berada dalam alat putaran. Fungsi penambahan air kondensat adalah
untuk mencuci kotoran dan melarutkan stroop yang masih menempel. Prinsip kerjanya
adalah gaya sentrifugal akan membuat larutan terdorong keluar melalui lubang-lubang
pada saringan yang berbentuk tromol berputar sedangkan kristal gula akan tertahan.
Kristal gula akan melekat pada dinding putaran sedangkan larutannya akan turun keluar.
Oleh karena itu, kristal gula akan terpisah dari larutannya.
Peralatan yang digunakan dalam stasiun putaran yakni:
a. Penyaringan sentrifugal
Alat berbentuk tromol yang berputar sebagai media penyaringan adalah saringan
kasar yang terbuat dari tembaga atau baja tahan karat.
b. Putaran
Alat untuk memisahkan gula. Ada 3 buah putaran yang digunakan yaitu :
- Continuous centrifuge
Alat untuk memisahkan gula hasil masakan C dan D. Alat ini terdiri dari 6
buah putaran BMA, 2 buah untuk masakan C, 3 buah untuk putaran gula D1,
dan 1 buah untuk putaran gula D2.
- Semi automatic centrifuge
Alat untuk memisahkan gula hasil masakan A menjadi gula A dan stroop A
- Manual batch centrifuge
Alat untuk memisahkan gula A dan memutar gula SHS. Alat ini terdiri dari 8
buah putaran untuk masakan A dan 12 buah putaran untuk gula SHS. Putaran
sentrifugasi dilengkapi dengan saringan rangkap 3 yaitu plat tembaga yang
berlubang, kasa kuningan yang berlubang besar, dan kasa stainless steel /
monel yang berlubang besar.
Tipe alat putaran yang dipakai PT. PG. Candi Baru ada 2 macam yakni:
- Low Grade Fugal
Alat untuk memutar masakan gula D dan C. Alat ini menghasilkan kecepatan
putar yang tidak terlalu cepat, bersifat kontinyu, dan dapat dioperasikan
secara manual.
- High Grade Fugal
Alat untuk memutar masakan gula A dan SHS. Alat ini menghasilkan
kecepatan putar yang cepat, bersifat diskontinyu, dan beroperasi secara
otomatis.
c. Mixer
Alat untuk mencuci lapisan stroop.
d. Rapid cooler
Alat untuk mendinginkan hasil masakan gula D sehingga terjadi kristalisasi.
e. Peti tunggu
Alat untuk menampung klare SHS, stroop A, stroop C, dan klare D.
f. Peti babonan D
Alat untuk menampung gula D2 yang digunakan sebagai bibitan untuk masakan
C.
g. Screw conveyor : alat yang terletak di atas putaran diskontinyu untuk lalu lintas
mascuite yang akan diputar. Alat ini juga dilengkapi dengan stirrer agar
mascuite mudah didorong larutan ke putaran.

1. Putaran D
Masakan D yang terbentuk dialirkan menuju palung pendingin untuk proses
kristalisasi lebih lanjut. Dari palung pendingin, masakan D dialirkan menuju rapid
cooler menggunakan pompa rotary untuk dikristalkan lagi sehingga diperoleh
kristal yang lebih banyak. Dalam rapid cooler terjadi dua tahap proses yaitu
pendinginan dan pemanasan. Tahap pertama masakan D didinginkan hingga suhu
40-42oC dengan air pendingin bersuhu 13-18oC. Pendinginan ini dilakukan untuk
membentuk kristal yang lebih banyak sehingga masakan D menjadi lebih kental.
Masakan yang seperti ini akan mempersulit pemisahan kristal gula dengan tetesnya
(kristal banyak yang terikut ke tetes) sehingga dilakukan tahap kedua yaitu
pemanasan dengan suhu 52-55oC dengan air panas yang bersuhu 70oC. Pemanasan
ini mengakibatkan viskositas masakan akan menurun sehingga masakan menjadi
lebih encer.
Dari rapid cooler, masakan D dipompa ke talang U yang berada di atas putaran
BMA D1. Masakan ini akan jatuh ke putaran BMA D1 yang terdiri dari tiga unit
putaran. Pada putaran BMA D1 masakan disiram dengan air sehingga akan
diperoleh cairan yang disebut 30 tetes dan kristal gula D1. Tetes yang dihasilkan
dialirkan ke talang penampung tetes. Sedangkan kristal gula yang terbentuk disebut
gula D1 ditampung di dalam mixer dengan penambahan air lalu dialirkan ke talang
U yang terlentak di atas putaran BMA D2. Selanjutnya, gula diumpankan ke putaran
BMA D2. Pada putaran BMA D2 yang terdiri atas dua unit, akan diperoleh cairan
yang disebut dengan klare D dan kristal gula disebut gula D2. Klare D kemudian
dialirkan ke peti tunggu klare D dan gula D2 yang juga disebut kristal gula bibitan
D2 ditampung di talang penampung D2 lalu dialirkan ke peti babonan untuk
digunakan sebagai bibitan masakan A dan C.

2. Putaran C
Masakan C yang berasal dari palung pendingin dialirkan menuju putaran BMA
C. Pada putaran gula C, masakan C disiram dengan air sehingga didapatkan kristal
gula yang disebut gula C atau bibitan C dan cairannya disebut stroop C. Gula C ini
ditampung ke dalam mixer C dan ditambahkan air yang menjadi magma C sebagai
bibitan untuk masakan A sedangkan stroop C akan dialirkan ke tangki penampung
stroop C.
3. Putaran A & SHS
Masakan A yang berasal dari palung pendingin dipompa menuju putaran BMA
A dan disiram dengan air kondensat sehingga diperoleh stroop A dan gula A. stroop
A dipompa menuju peti tunggu stroop A sedangkan gula A diproses lebih lanjut di
mixer SHS ditambahkan air kondensat yang menjadi magma A. Dari mixer SHS,
gula diputar lagi di putaran SHS untuk menghilangkan kotoran yang masih tersisa.
Hasil putaran SHS adalah gula SHS dan klare SHS. Klare SHS dialirkan ke peti
tunggu klare SHS sedangkan gula SHS yang terbentuk akan diproses lebih lanjut di
stasiun penyelesaian.

2.1.5.8 Stasiun Penyelesaian


Tujuan dari stasiun ini ialah mengeringkan produk gula SHS yang dihasilkan
di stasiun putaran dan menyeleksi ukuran kristal gula sesuai dengan standard yang
telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan kristal gula yang dihasilkan dari stasiun
putaran masih mempunyai kelembapan yang tinggi. Oleh karena itu, harus
dilakukan pengeringan untuk mencegah penurunan mutu gula akibat tumbuhnya
mikroorganisme serta memperpanjang masa simpan gula.
Peralatan yang digunakan dalam stasiun ini antara lain:
a. Talang goyang
Alat transportasi dari stasiun putaran menuju sugar bin yang dilengkapi dengan
pengering dan penyaring. PT. PG. Candi Baru memiliki 7 unit talang goyang
yang disusun secara seri.
b. Tangga Yacob
Alat untuk membawa gula dari penampungan gula hasil saringan menuju sugar
bin.
c. Sugar bin
Tempat penampungan sementara gula produk sebelum dikemas dalam karung.
b. Timbangan
Alat untuk menimbang berat gula produk sebelum dikemas.
Ada berbagai macam jenis timbangan yang digunakan PT. PG. Candi Baru :
- Timbangan produksi (pengemasan gula) dengan kapasitas 50 kg (untuk
karung).
- Timbangan retel dengan kapasitas 1 kg (untuk plastik).
- Timbangan berkel dengan acuan timbangan produksi. Gula hasil produksi
ditimbang dengan timbangan ini dengan toleransi tertentu.
- Timbangan distribusi dengan kapasitas 10-15 kg.
Selain untuk gula, terdapat satu timbangan lagi untuk produk samping.
Timbangan tersebut adalah timbangan tetes. Kapasitas timbangan tetes ini
yaitu 2,1 ton.
c. Mesin jahit
Alat untuk menjahit karung gula.
d. Gudang gula
Tempat penyimpanan gula produk yang telah dikemas.
Proses yang terjadi di stasiun penyelesaian adalah sebagai berikut. Gula SHS
hasil dari putaran SHS dikeringkan dengan sugar dryer, yang merupakan pengering
yang menggunakan udara panas bersuhu 50˚C selama 2,5 jam. Setelah gula
mengalami pengeringan pada sugar dryer, gula tersebut melalui proses pendinginan
(cooler) yang mempunyai suhu 30˚C, sehingga diperoleh gula kering. Gula kering
yang dihasilkan memiliki kadar air 0,03-0,05%, kemudian melalui talang goyang.
Talang goyang ini berfungsi sebagai alat transportasi, sekaligus sebagai pengering
dan penyaring. Pada talang goyang juga terdapat 2 jenis ayakan yang mempunyai
ukuran yang berbeda. Ayakan yang pertama berukuran 8 mesh untuk menyaring
gula kasar yang selanjutnya akan dilebur kembali dengan nira kental. Sedangkan
ayakan yang kedua berukuran 23 mesh untuk menyaring gula halus. Dari talang
goyang, gula yang lolos dari ayakan 23 mesh tersebut disebut gula normal / gula
produk SHS.
Gula ini selanjutnya diangkut ke atas dengan menggunakan bucket elevator ke
tempat penampungan gula (sugar bin) yang akan dikemas. Pengemasan dilakukan
dengan memasukkan gula ke karung, ditimbang tiap 50 kg, kemudian dijahit.
Pengemasan lainnya yaitu dengan memasukkan gula ke plastik, ditimbang setiap 1
kg. Setelah dikemas, gula kemudian masuk ke gudang penyimpanan untuk
selanjutnya dipasarkan.

2.2 Kecap
2.2.1 Pengertian Kecap
Kecap merupakan hasil pengolahan makanan secara fermentasi yang mempunyai
aroma dan cita rasa yang khas, berbentuk cairan, berwarna coklat muda sampai
kehitaman (Presscot and Dunn’s, 1981). Hartoyo (2004) menggolongkan jenis-jenis
kecap berdasarkan bahan dasarnya, yaitu kecap kedelai, kecap ampas tahu, kecap keong
sawah, kecap ikan, dan kecap air kelapa.
Kecap kedelai yaitu bahan dasarnya dari biji kedelai yang difermentasi
menggunakan jasa kapang (Aspergillus sp. dan Rhizopus sp.) hingga menjadi semacam
‘tempe’. Selanjutnya ‘tempe’ direndam dalam larutan garam. Fermentasi tersebut jadi
jika kadar garam cukup tinggi, yaitu antara 15-20% sehingga merombak keseluruhan
kedelai menjadi kecap.
Aroma khas kecap disebabkan adanya interaksi antara senyawa-senyawa yang
dihasilkan dari pemecahan protein, lemak, dan karbohidrat oleh enzim, kapang, yeast,
dan bakteri. Pendukung flavor yang berasal dari pemecahan protein adalah asam-asam
amino terutama asam glutamat yang merupakan komponen utama pendukung flavor.
Komponen nitrogen pendukung flavor di antaranya adalah arginin, histidin, dan
ammonia yang membentuk senyawa garam dengan asam glutamat dan asam suksinat
sehingga terbentuk flavor yang enak (Rahayu dan Sudarmadji, 1989). Komponen
pendukung flavor dari pemecahan karbohidrat adalah komponen gula alkohol yaitu
gliserol dan manitol (Yokotsuka, 1960).

Pada dasarnya proses pengolahan kecap kedelai manis dan kecap kedelai asin
adalah hampir sama. Perbedaan antara kecap manis dan kecap asin yang diolah secara
tradisional adalah pada jumlah penambahan bahan pemanis berupa gula pasir dan gula
kelapa/ gula aren. Pada kecap manis biasanya digunakan bahan pengental, sedangkan
pada kecap asin digunakan bahan penstabil suspensi. Dengan demikian, kecap manis
lebih kental daripada kecap asin (Hartoyo, 2000). Syarat mutu kecap kedelai
berdasarkan SNI dapat dlihat pada tabel berikut:

Parameter Kecap Manis Kecap Asin


Bobot Jenis Minimal 1,35 Minimal 1,25
Bau, rasa, dan
Normal Normal
warna
Protein Minimal 2 % Minimal 3 %
Garam Maksimal 10 % Minimal 10 %
Sukrosa Minimal 30 % Maksimal 10 %
Gula invert Minimal 35 % –
Zat pengawet
Maksimal250mg/kg Maksimal250mg/kg
buatan
Kapang – –
Reaksi lakmus Tidak alkalis Tidak alkalis
Bahan berbahaya – –

2.2.2 Jenis-jenis Kecap


Terdapat 6 jenis kecap, antara lain :
1. Kecap Manis
Kecap manis dibuat dari fermentasi kedelai hitam yang dicampur
dengan aneka rempah. Itulah kenapa warnanya hitam pekat dan teksturnya
kental. Ada juga produsen yang menambahkannya denngan bahan cabai
menjadi kecap pedas.
2. Kecap Asin
Meski sama-sama berbahan dasar kedelai hitam, tekstur, rasa, dan
fungsi kecap asin jelas jauh berbeda dengan kecap manis. Selain memiliki
kandungan garam yang lebih banyak, teksturnya pun lebih encer. Kecap
asin kerap digunakan sebagai pengganti garam dapur. Biasanya, kecap
yang satu juga dimanfaatkan untuk berbagai sajian masakan Cina.
3. Kecap Ikan
Kecap ikan dibuat dengan cara menggarami ikan dan membiarkannya
berfermentasi di dalam wadah tertutup selama beberapa bulan.
4. Kecap Jepang
Kecap Jepang atau shoyu juga merupakan hasil fermentasi kedelai
dengan rasa yang sedikit asin dan gurih. Umumnya, ada dua jenis shoyu
yang bisa kamu temui di supermarket, yaitu koikuchi yang lebih pekat
dengan aroma yang kuat, serta usukuchi yang lebih encer dan ringan.
5. Kecap Inggris
Dikenal juga dengan nama worcestershire sauce atau worcester sauce,
kecap Inggris terbuat dari berbagai campuran seperti cuka, molase, gula
jagung, air, cabai, kecap asin, lada hitam, asam jawa, anchovy, cengkeh,
dan aneka bawang. Rasanya sedikit asin dan umumnya digunakan pada
aneka bistik, sapi lada hitam, hingga ayam goreng mentega.
6. Kecap Jamur
Kecap ini menggunakan tambahan jamur sebagai bahan dasarnya.
Selain digunakan pada aneka masakan Cina, kecap jamur juga seringkali
ditambahkan pada hidangan vegetarian.
2.2.3 Bahan Baku Pembuatan Kecap
· Kedelai hitam
Kedelai yang dibeli disortasi terlebih dahulu sesuai standart.
Pengecekan kedelai yang datang dilakukan dengan dicek keadaan
fisiknya, seperti kotoran atau benda asing, bau, dan warna. Kedelai
disimpan dengan dikemas dalam karung goni dan diletakkan pada lantai
gudang yang beralaskan kayu. Kapasitas gudang penyimpanan biji
kedelai yaitu sekitar 100 ton.
· Air
· Bumbu (daun salam, daun jeruk, lengkuas, wijen)
· Garam
Standart kualias garam yang ditentukan yaitu berwarna putih,
memiliki rasa asin dan tidak berbau, berbentuk kristal.
- Jamur
Jamur atau kapang yang digunakan dalam pembuatan kecap adalah
Aspergillus oryzae, Aspergillus wentii, dan Rhizopus oligosporus. Dalam
penggunaannya, ketiga jamur tersebut dicampur, tujuannya yaitu untuk
memaksimalkan hasil hidrolisis protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan
mineral yang diperoleh dari biji kedelai sehingga rasa kecap yang dihasilkan
lebih enak.
- Gula
Gula yang datang disimpan dalam gudang di sebelah gudang tempat
penyimpanan biji kedelai. Gula yang digunakan dilihat kualitasnya terlebih
dahulu. Standart mutu yang ditetapkan yaitu gula yang digunakan berwarna
coklat hingga kekuningan dan memiliki tekstur yang keras.
2.2.4 Bahan Penunjang Pembuatan Kecap
Bahan baku penunjang yang digunakan merupakan bumbu-bumbu yang
sudah dihaluskan. Bumbu-bumbu tersebut antara lain daun sereh, daun salam,
daun jeruk, lengkuas, pekak, jahe, bawang putih, bawang merah, wijen, dan
kluak. Selain bumbu tersebut, juga digunakan penyedap rasa yaitu MSG dan
garam. Bumbu-bumbu sebagai bahan penunjang ini berasal dari pasar Johar.
Bumbu atau rempah-rempah tersebut sebelum digunakan dilihat terlebih dahulu
kondisi fisiknya. Adanya penggunaan bumbu ini memiliki tujuan untuk
meningkatkan warna dan rasa kecap yang dihasilkan
2.2.5 Uraian Proses
Diagram Alir Proses Pembuatan Kecap :
 Tahapan Persiapan :

Kedelai
Air Biji Garam Air
Hitam
gandum

Pencucian Sangrai Pencampuran

Perendaman
Pendinginan

Perebusan (4 jam)
Penghancuran
Pendinginan
sampai 33C
Kapang

Pencampuran

Fermentasi Koji (48-72 jam)


(

Pencampuran & Pengepressan Sari Ampas


Fermentasi Kecap Kecap

Makanan
Ternak
 Tahapan Pembuatan Kecap

Air Gula

Sari Kedelai
Karamelisasi

Pendidihan

Rempah- (105°C +_ 15 menit)


Botol kaca
rempah yang
telah dikupas
dan
dihaluskan
Pencucian
Penyaringan

Pengeringan
Pendinginan

Pengemasan Botol kaca


bersih

Botol kaca

Raw material :

Kacang kedelai, Gula, Garam, Jamur, Air, Bahan baku penunjang, Botol kaca
Penjelasan diagram alir :

 Tahap persiapan :

1. Cuci kedelai dengan air bersih di bak pencuci


2. Lakukan perendaman kacang kedelai semalaman di bak perendaman (berupa drum)
(agar menghemat biaya, jadi kedelai menyerap air dan kedelai akan terus mengembang
hingga besar. Sehingga tempat bertumbuhnya kapang semakin luas, meskipun jumlah
kedelai yang digunakan sedikit)
3. Rebus kacang kedelai dengan air selama 4 jam dengan tungku pemasakan atau steam
kattle
4. Setelah itu sebar kacang kedelai tersebut ke large trays dengan ketebalan 2 cm (agar
kapang dapat tumbuh dengan rata) dan didinginkan hingga suhu 30-35°C (alatnya yang
diyoutube)
5. Dilain sisi, sangrai biji gandum selama 25 menit.
6. Setelah 25 menit, dinginkan
7. Lalu hancurkan biji gandum tersebut ke mill agar ukurannya kecil-kecil (tujuannya
agar kapang bisa bekerja dengan baik (peneterate the wheat ) < ga mudeng artine.
8. Setelah itu, campurkan biji gandum tersebut ke kacang kedelai yang sudah dingin
(suhu nya antara 30-35°C) dan campurkan kapang (Aspergilus oryzae dan Rhizopus
oligosporus)
9. Lalu, pindahkan ke kotak dangkal dan letakkan di rak bertingkat yang berada di
ruangan yang memiliki temperature antara 30-32°C, dilengkapi dengan blower yang
berfungsi untuk mengatur kelembapan (80-90%)
10. Biarkan selama 3-4 hari (proses ini dinamakan fermentasi koji)
11. Setelah fermentasi koji selesai (spora dengan warna hijau kekuningan tumbuh). Koji
dimasukkan ke dalam wadah berupa drum.
12. Campurkan garam dengan air sampai menjadi larutan yang homogen.
13. Masukkan larutan garam tersebut ke drum tadi.
14. Lalu, tutup penutup drumnya dan biarkan hingga 4 bulan (proses ini dinamakan
fermentasi maromi)
15. Selama 6 minggu pertama, sehari sekali buka tutup drum dan aduk (tujuannya agar gas
yang menumpuk didalam bisa keluar, sehingga jamur tetap aktif )
16. Setelah itu, buka tutup drum dan aduk hanya 1 minggu sekali..

Proses ferementasi sudah selesai apabila terbentuk aroma dan bau yang khas. Aroma dan
bau yang khas tersebut dihasilkan karena terjadi pemecahan enzim kapang (enzim
protease). Selama proses ini, enzim protease yang dihasilkan oleh kapang akan
mengkonversi protein yang terkandung pada bahan dasar menjadi senyawa yang lebih
sederhana, yaitu berupa unsur asam amino dan asam glutamate dikenal sebagai unsur
pemberi aroma dan citarasa kecap.

17. Setelah 4 bulan lamanya, buka tutup drum dan aduk untuk terakhir kalinya. Sehingga,
jadilah yang disebut maromi.
18. Maromi diambil dalam jumlah tertentu, kemudian dipress dengan alat agar sari
kedelainya keluar. Setelah itu disaring sebanyak 2 kali agar mendapatkan sari kedelai
yang bebas kotoran. (penyaringannya dilakukan dengan kain saring)
19. Setelah sari kedelai didapatkan maromi yang sudah dipress tadi itu bisa digunakan
sebagai makanan hewan ternak (protein tinggi)

 Tahap pembuatan kecap


1. Air sebanyak volume tertentu didihkan, kemudian campurkan gula sedikit demi sedikit
sampai larutan menjadi homogen. Penambahan gula dilakukan secara terus menerus
sambil diaduk hingga terjadi perubahan bentuk dan warna ( ini disebut proses
karamelisasi)
2. Setelah terjadi karamelisasi, dilakukan penyaringan terhadap kotoran yang mungkin
berasal dari gula
3. Lakukan pencampuran antara sari kecap, karamel, dan bahan baku penunjangnya dan
didihkan sampai suhu 105°C selama kurang lebih 15 menit, hingga aroma dan rasanya
terbentuk
Nb : untuk mencapai kekentalan tertentu diambil sampel untuk diteliti, sampai memenuhi
standard kecap yang diinginkan.

4. Didinginkan selama beberaepa menit


5. Lakukan penyaringan sebanyak dua kali dengan menggunakan kertas saring,
penyaringan pertama meshnya lebih besar, penyaringan keduya meshnya lebih kecil.
Bertujuan agar kecap yang dihasilkan benar benar murni sehingga dapat dialirkan ke
bak penampungan dengan lancar
6. Disisi lain, botol kaca harus dilakukan pencucian dulu agar bersih
7. Setelah itu, dilakukan pengeringan dengan alat pengering botol
8. Botol kaca siap digunakan untuk pengemasan kecap
9. Untuk pengemasan dengan botol kaca : dari bak penampung menuju alat yang
10. Untuk pengemasan dengan sachet : dari bak penampungan menuju Automatic Sealer
Machiune untuk mengemas kecap hasil produksi dalam kemasan sachet

Anda mungkin juga menyukai