I. DASAR TEORI
Susu adalah sumber gizi utama yang memiliki banyak fungsi dan manfaat. Penyusun
utamanya ialah air, protein, lemak, hidrat arang, mineral dan vitamin-vitamin. Sebagai bahan
pangan, air susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun
dari bagian-bagiannya.
Kebutuhan susu nasional meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk
Indonesia. Di satu sisi, kita bersyukur bahwa ternyata kesadaran gizi masyarakat mengalami
perubahan ke arah yang lebih baik, namun di sisi lain peningkatan permintaan tidak bisa
diikuti oleh produksi nasional. Harga susu sapi yang relatif tinggi dirasa masih sulit dijangkau
oleh sebagian masyarakat Indonesia. Susu kedelai yang seharusnya menjadi alternatif
dirasakan juga semakin mahal karena harga bahan baku kedelai yang saat ini mangalami
kenaikan.
Nangka merupakan tanaman pohon dan bercabang banyak. Daunnya kaku berbentuk
lonjong, permukaan bagiann atas daun lebih licin dan berwarna terang daripada bagian bawah
daun. Buahnya berukuran besar dan berbentuk bulat lonjong, permukaannya kasar dan
berduri. Pohon nangka dapat tumbuh menjapai ketinggian 10-20 meter. Tanaman ini mulai
berbuah setelah umur 3 tahun. Panjang buah berkisar antara 30-90 cm, sedangkan bijinya
berukuran 3,5 cm.
Umumnya daging buah nangka yang sudah matang seringkali dikonsumsi dalam
keadaan segar, dicampur dengan es, dihaluskan menjadi minuman (jus), atau diolah menjadi
aneka jenis makanan daerah seperti dodol nangka, kolak nangka, selai nangka, nangka goreng
tepung, dan keripik nangka. Nangka juga sering digunakan sebagai pengharum es krim dan
minuman, dijadikan campuran madu-nangka, dan juga sebangai konsentrat atau tepung.
Seringkali dalam nangka hanya daging buahnya saja yang dikonsumsi sementara biji
yang dihasilkan dibuang. Biji nangka atau yang dikenal juga sebagai “beton”, dapat direbus
dan dimakan sebagai sumber karbohidrat tambahan tanpa adanya variasi pengolahan lain oleh
masyarakat. Oleh karena itu dibuatlah susu biji nangka sebagai variasi lain dalam pengolahan
biji nangka atau “beton”.
Biji nangka diketahui banyak mengandung karbohidrat, protein, dan energi yang tidak
kalah besar dibanding buahnya, begitu juga kandungan mineralnya seperti kalsium dan fosfor
yang cukup banyak. Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), protein (4,2 g
Page 1 of 18
/100 g), dan energi (165 kkal/100 g), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan
yang potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan mineral
per 100 gram biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi (1,0 mg). Selain
itu di dalam biji nangka juga terkandung vitamin A 0 IU, vitamin B1 0,2 mg dan vitamin C
10 mg.
Keterangan :
Riset/penelitian pada biji nangka yang berbeda bisa menghasilkan perbedaan hasil yang
didapat karena berbagai faktor yang mempengaruhi.
Susu biji nangka merupakan hasil sari dari perasan biji buah nangka. Berdasar uji
laboratorium, kandungan fosfor dan kalsium susu biji nangka lebih tinggi daripada susu
kedelai. Sementara kadar lemaknya justru lebih rendah. Ampas hasil saringan biji nangka pun
bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kue brownis.
Page 2 of 18
Informasi Nilai Gizi Susu Biji Nangka
Sehingga dapat disimpulkan susu biji nangka dapat digunakan sebagai alternatif susu
sapi dan susu kedelai dengan kandungan gizi yang lebih tinggi, rendah lemak sehingga cocok
dikonsumsi oleh orang yang kelebihan berat badan, mudah dibuat, dan harga yang relatif
lebih ekonomis.
II. PEMBUATAN
A. Alat Dan Bahan
1. Alat 2. Bahan
a. Baskom 2 buah a. Biji nangka 250 gram
b. Panci 2 buah b. Air 715 mL
c. Blender 1 buah c. Gula pasir 250 gram
d. Kain saring (kain mori) 1 lembar d. Daun pandan 2 lembar
e. Sendok sayur 1 buah e. Garam secukupnya
f. Kompor 1 buah
B. Bagan Proses
Page 3 of 18
Biji Nangka
Perendaman
(12 jam)
Pembersihan
(kulit luar biji)
Perebusan I
Pendinginan
Penghalusan
Perebusan II
Page 4 of 18
6. Pembuatan susu biji nangka telah selesai dan siap disajikan.
IV. ANALISA
A. Analisis Kadar Lemak
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang ternasuk golongan lipida.
Sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida adalah daya larutnya dalam pelarut organik
(ether, benzene, kloroform) atau sebaliknya ketidaklarutannya dalam pelarut air. Analisa
lemak dan minyak lebih mudah dianalisa karena molekul lemak dan minyak relative lebih
kecil dan kurang kompleks dibandingkan dengan molekul karbohidrat dan protein.
Analisa lemak dan minyak umum yang dilakukan pada bahan makanan digolongkan
dalam 3 kelompok tujuan :
1. Penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat pada bahan makanan atau
pertanian.
2. Penentuan kualitas minyak murni sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan
proses ekstraksinya atau ada tidaknya pemurnian lanjutan seperti penjernihan
(refining), penghilangan bau (deodorizing), penghilangan warna (bleaching) dan lain-
lain.
3. Penentuan sifat fisis atau kimia khas yang mencirikan sifat minyak tertentu.
Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar lemak dalam suatu
bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon lemak dan minyak pada umumnya tidak larut dalam air
tetapi larut dalam pelarut organik. Pelarut yang umum digunakan untuk ekstraksi lemak
adalah heksan, ether, dan klroroform
Berikut ini contoh beberapa jenis bahan pelarut yang sesuai untuk ekstraksi lemak
yaitu :
1. Senyawa trigliserida yang bersifat nonpolar akan mudah diekstraksi dengan pelarut
nonpolar misalnya heksan atau petroleum eter.
2. Glikolipida yang polar akan mudah diekstraksi dengan alcohol yang polar.
3. Lesitin akan mudah larut dalam pelarut yang sedikit asam misalnya alcohol.
4. Fospolipida yang bersifat polar dan asam akan mudah larut dalam kloroform yang
sedikit polar dan basa. Senyawa ini tidak larut dalam alcohol.
Petoleum ether atau heksan adalah bahan pelarut lemak nonpolar yang paling banyak
digunakan karena harganya relative murah, kurang berbahaya terhadap kebakaran dan
ledakan serta lebih selektif untuk lemak nonpolar.
Page 5 of 18
Ada 2 cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan yang akan ditentukan :
1. Bahan Kering
Untuk penentuan lemak dari bahan kering, bahan dibungkus atau ditempatkan
dalam thimble lalu dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Pemanasan
dilakukan secepatnya dan dihindari suhu yang terlalu tinggi. Ekstraksi lemak dari
bahan kering dapat dilakukan secara terputus-putus atau berkesinambungan. Ekstraksi
secara terputus dilakukan dengan sokhlet atau alat ekstraksi ASTM (American
Society Testing Material). Sedangkan secara berkesinambungan dengan alat goldfisch
atau ASTM yang telah dimodifikasi.
2. Bahan Cair
Penentuan lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau
dengan Mojonnier.
LEMBAR KERJA I
I. Analisa Lemak dengan Metode Weibull
Prinsip : Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisis dalam
suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.
Alat : 1. Kertas saring
2. Labu lemak
3. Alat soxhlet
4. Pemanas listrik
5. Oven
6. Neraca analitik
7. Kapas bebas lemak
8. Gelas piala
Bahan : 1. n-Heksana (C6H14)
2. HCl 25%
Cara Kerja :
1. Timbang dengan seksama 1-2 gram contoh kedalam gelas piala.
2. Tambahkan 30 mL HCl 25% dan 20 mL air serta beberapa batu didih.
Page 6 of 18
3. Tutup gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit.
4. Saring dalam keadaan panas dan cuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam
lagi, cek dengan lakmus, bila asam kertas saring berwarna merah, maka terus tambah
air panas.
5. Keringkan kertas saring beserta isinya pada suhu 100-105°C.
6. Masukkan kedalam selongsong kertas yang dialasi kapas.
7. Masukkan kedalam alat soxhlet yang dihubungkan dengan labu lemak yang telah
dikeringkan dan diketahui bobotnya.
8. Ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak dalam oven pengering pada suhu 105°C
9. Dinginkan dalam eksikator dan timbang
10. Ulangi hingga tercapai konstan.
Table data
NO Wo Ws Wi % lemak Rata-rata
Perhitungan :
Wi – Wo
Kadar lemak = X 100%
Ws
Page 7 of 18
sukar serta membutuhkan waktu yang lama, ketrampilan tinggi dan biaya yang mahal namun
dapat memberikan hasil yang lebih tepat.
Penentuan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan
menentukan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung bahan makanan, cara ini dikembangkan
oleh Kjeldahl ilmuwan Denmark tahun 1883.
Dalam penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja
yang ditentukan. Tetapi secara teknis sulit dilakukan karena jumlah kandungan senyawa lain
selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, sehingga penentuan jumlah N total tetap
dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Penentuan secara Kjeldahl ini sering
disebut kadar protein kasar (crude protein).
Dasar perhitungan protein menurut Kjedahl adalah hasil penelitian dan pengamatan
yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsure N rata-rata 16 %
(dalam protein murni). Apabila jumlah unsure N diketahui dengan berbagai cara maka jumlah
protein dapat diperhitungkan dengan:
Jumlah N x 100/16
atau
Jumlah N x 6,25
Page 8 of 18
2. Ion ammonium diubah menjadi gas ammonium yang selanjutnya dipanaskan dan
didestilasi. Gas ammonium yang telah ditampung dalam larutan penampung yang
larut kembali menjadi ion ammonium.
3. Sejumlah ammonia yang telah ditampung ditentuka melalui titrasi dengan larutan
baku dan selanjutnya dibuat perhitungan.
a. Tahap Destruksi
Sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-
unsurnya. Elemen karbon dan hydrogen teroksidasi menjadi CO, CO 2, dan HgO. sedangkan
nitrogen (N) dalam sampel akan diubah menjadi (NH 4)2SO4. Untuk mendestruksi 1 gram
protein diperlukan 9 gram asam sulfat, sedangkan untuk 1 gram lemak diperlukan 17,8 gram
asam sulfat. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4 dan H2O (20:1). Gunning menganjurkan penggunaan K2SO4 atau
CuSO4 dapat mempercepat proses destruksi. Tiap 1 gram K 2SO4 dapat menaikkan titik
didih 3°C. suhu destruksi 370-410 °C.
b. Tahap Destilasi
Dalam tahap destilasi, ammonium sulfat yang larut dalam air diubah menjadi
ammonia (NH3) yang berbentuk gas dengan penambahan NaOH sampai alkalis (pH
dinaikkan) dan dipanaskan. Asam standar yang dapat dipakai adalah asam klorida atau asam
borat 4% dalam jumlah yang berlebihan. Apabila asam klorida sebagai penangkap ammonia
maka reaksi yang terjadi selama destilasi adalah sebagai berikut:
NH3 + HCl NH4Cl
Apabila asam borat sebagai penangkap ammonia maka reaksi yang terjadi selama
destilasi adalah sebagai berikut:
NH3 + HBO2 NH4BO2
c. Tahap Titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang
tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1). Akhir titrasi ditandai
dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik
bila menggunakan indicator fenolftalein. Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan
jumlah ekivalen nitrogen.
Page 9 of 18
mL NaOH (blanko – sampel)
%N = x N. NaOH x 14,008 x 100%
Berat sampel (g) x 1000
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang
bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N
dengan indicator campuran (brom kresol hijau dan metal merah). Akhir dari titrasi ditandai
dengan perubahan warna biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko
merupakan jumlah ekivalen nitrogen.
Page 10 of 18
LEMBAR KERJA II
I. Penentuan N Total dengan Metode Gunning
Metode : Gunning
Prinsip : Senyawa Nitrogen diubah menjadi Amonium Sulfat oleh H 2SO4 pekat.
Ammonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang
dibebaskan diikat dengan asam klorida dan kemudian dititer dengan larutan
baku NaOH.
Bahan : 1. K2S
2. Na2SO4 anhidrat
3. Asam sulfat pekat
4. CuSO4
5. Fenolftalein
6. NaOH 45 %
7. Zn
8. NaOH 0,1 N
9. HCl 0,1 N
10. Aquadest
Page 11 of 18
Cara Kerja :
1. Timbang 2 – 3 gram cuplikan, masukkan kedalam labu Kjeldahl 100 mL.
2. Tambahkan 4 – 5 gram campuran selen dan 15 – 25 mL H 2SO4 pekat. Bila destruksi
sukar dilakukan tambahkan 0,1 – 0,3 gram CuSO4 dan digojok.
3. Panaskan diatas penangas listrik atau api pembakar mula-mula dengan api kecil dan
setelah asap hilang, api dibesarkan sampai mendidih dan larutan menjadi jernih
kehijauan (± 2 jam)
4. Biarkan dingin, kemudian pindahkan dalam labu ukur 100 mL dan encerkan. Pipet
larutan 25 mL, masukkan ke dalam labu didih yg sudah dibubuhi batu didih serta 25
mL larutan NaOH 30% sampai cairan bersifat basa.
5. Destilasi sampai semua amoniak menguap. Destilat ditampung dalam Erlenmeyer
yang berisi 25 mL HCl 0,1 N yang telah diberi kertas lakmus merah. Destialsi
berakhir setelah volume mencapai 150 mL atau tidak lagi bersifat basa.
6. Kelebihan HCl 0,1 N dalam destilat dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N
m,enggunakan indikator mengsel.
7. Kerjakan penetapan Blanko.
Blanko :
1. 25 mL larutan HCl 0,1 N ditambah indikator mengsel dititrasi dengan larutan baku
NaOH 0,1 N.
Perhitungan :
(V2 – V1) x N NaOH x 14,008 x fp
%N = x 100%
W
Kadar Protein = N% x Fk
Table data
kode W V1 V2 N NaOH fk % Protein Rata-rata
Page 13 of 18
2. Analisa Karbohidrat
Ada berbagai cara untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu
bahan antara lain dengan
a. Cara kimia
b. Cara fisik
c. Cara enzimatik (biokimia)
d. Cara kromatografi
Berbagai cara diatas dilakukan untuk mengetahui jumlah kuantitatif dalam rangka
menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis, atau kimiawinya yang
berkaitan dengan kekentalan, kelekatan, stabilitas larutan dan tekstur hasil olahannya.
Penentuan karbohidrat yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan
kasar (proximat analysis) atau disebut juga Carbohydrate by Difference. Yang dimaksud
dengan proximate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk
serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan sebagai berikut :
% karbohidrat = 100% - % (protein + lemak + abu + air)
Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam
makanan secara kasar, hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan
makanan.
c. Cara Lane-Eynon
Penetuan gula dengan menitrasi pereaksi Soxhlet (larutan CuSO 4, K-Na-tartrat)
dengan gula yang akan dianalisis. Banyaknya larutan sampel yang dibutuhkan untuk
menitrasi pereaksi soxhlet menunjukkan banyaknya gula dalam sampel dengan melihat table
Lane-Eynon.
Page 15 of 18
Alat :
1. Neraca analitik
2. Erlenmeyer 500 mL, 250 mL
3. Pendingin tegak
4. Labu ukur
5. Corong
6. Buret
7. Hot plate
8. Pipet gondok 10 mL, 25 mL
9. Gelas ukur
10. Pipet tetes
11. Kertas saring
Bahan :
1. HCl 3 %
2. NaOH 30 %
3. CH3COOH 3 %
4. KIO3
5. Kertas lakmus
6. Larutan KI 20%
7. Larutan H2SO4 25%
8. Larutan H2SO4 4N
9. Larutan tiosulfat 0,1 N
10. Indicator kanji / amilum 0,5 %
11. Table Luff Schroorl
Pembuatan Larutan :
A. Pereaksi Luff Schoorl
Larutkan 143,8 gr Na2CO3 anhidrat dalam 300 mL air suling. Sambil diaduk
tambahkan 50 gr asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 mL air suling. Tambahkan 25 gr
CuSO4.5H2O yang telah dilarutkan dengan 100 mL air suling. Pindahkan larutan tersebut
kedalam labu ukur 1 liter, tepatkan sampai tanda batas dengan air suling dan kocok. biarkan
semalam dan saring bila perlu. Larutan Luff Schoorl harus mempunyai pH 9,3 – 9,4.
Page 16 of 18
B. Larutan KI 20%
Timbang 20 gr KI dengan air suling sampai 100 mL.
E. Penentuan Karbohidrat
Cara kerja :
1. Timbang dengan seksama lebih kurang 50 mL cuplikan kedalam erlenmeyer pyrex.
2. Tambahkan 5 ml larutan HCl 25% didihkan selama 30 menit dengan penangas air.
3. Dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% (dengan kertas lakmus atau
fenolftalein) dan tambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana sedikit asam.
4. Pindahkan isinya kedalam labu ukur 100 mL dan impitkan hingga tanda batas,
kemudian saring.
5. Pipet 10 mL saringan kedalam erlenmeyer tutup asah, tambahkan 25 mL larutan Luff
(dengan pipet) dan beberapa butir batu didih serta 15 mL air suling, hubungkan
erlenmeyer ke pendingin balik (pendingin tegak).
6. Panaskan campuran tersebut dengan nyala yang tetap. Usahakan agar larutan dapat
mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan stop watch). Didihkan terus selama 10 menit
dihitung dari saat mulai mendidih (gunakan stop watch), kemudian dinginkan dalam
bak yang berisi es.
7. Setelah dingin tambahkan 10 mL larutan KI 20%, dan 30 mL H 2SO4 25% perlahan-
lahan.
8. Titer secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan larutan indicator amilum 0,5%)
9. Kerjakan juga Blanko.
Page 17 of 18
Blanko :
1. Ambil 25 mL larutan Luff (dengan pipet) dan beberapa butir batu didih serta 15 mL
air suling.
2. Panaskan dengan nyala yang tetap. Usahakan agar larutan dapat mendidih dalam
waktu 3 menit (gunakan stop watch). Didihkan terus selama 10 menit dihitung dari
saat mulai mendidih dan gunakan stop watch) kemudian dinginkan dalam bak yang
berisi es.
3. Setelah dingin tambahkan 15 mL larutan KI 20%, dan 25 mL H 2SO4 25% perlahan-
lahan.
4. Titer secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan larutan indicator amilum 0,5%)
Table data
a. Standarisasi Larutan Tiosulfat 0,1 N
N Rata-
NO W KIO3 V Na2S2O3 (mL) N NA2S2O3
rata
b. Analisa Sampel
% rata-
Ws V Na2S2O3 (mL) Mg gula tabel % KH
rata
Perhitungan :
Mg gula x N tio/0,1 x fp
Kadar karbohidrat = x 100% x 0,9
Ws x 1000
Page 18 of 18