Anda di halaman 1dari 26

II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Susu
Susu merupakan salah satu bahan alami yang mempunyai nilai gizi tinggi
dan lama dimanfaatkan sebagai makanan manusia yang cukup penting.
Karakteristik susu secara umum adalah cairan berwarna putih atau dapat juga
kekuningan. Susu mengandung beberapa komponen yntama ditinjau dari aspek
gizi cukup penting, yaitu air, bahan kering, lemak, protein, kasein, laktosa,
mineral, vitamin dan asam-asam lemk serta senyawa organik lainnya. Semua
komponen penyusun susu terdapat dalam bentuk larutan dispersi atau koloid
sehingga campuran itu mudah dicerna (Hasruddin dan Pratiwi, 2015).
Susu merupakan sumber protein yang mempunyai peranan strategis dalam
kehidupan manusia, karena mengandung baerbagai komponen gizi yang lengkap
serta kompleks. Susu juga merupakan bagian dari makanan yang seimbang yang
memiliki niali gizi yang tinggi karena mengandung hampir semua zat-zat
makanan seperti karbohidrat, protein dan mineral. Perbandingan zat-zat tersebut
sempurna sehingga cocok untuk memenuhi kebutuhan manusian (Winarno, 2004).
Susu nabati merupakan susu yang terbuat dri tanaman yang baik sebagai minuman
biasa pengganti susu. Varietas yang paling populer adalah kedelai, susu almond,
susu beras dan santan. Sari koro pedang adalah minuman yang berwarna putih
seperti susu sapi yang berasal dari ekstrak kacang koro pedang. Cara
pengolahannya cukup sederhana namun harus berhati-hati karena kacang koro
memiliki kandungan HCN yang cukup tinggi yang harus dikurangi terlebih dahulu
sebelum dikonsumsi. Setelah kandungan HCN diturunkan, dilakukan penghalusan
terhadap kacang koro pedang yang nantinya akan menghasilkan ekstrak kacang
koro pedang.
Bentuk olahan pangan berbentuk minuman dari kacang-kacangan yang
sudah mempunyai persyaratan mutu SNI 01-3830-1995 adalah susu kedelai,
sedangkan persyaratan mutu susu nabati dari kacang koro pedang belum ada. .
Pada susu yang terbuat dari nabati maupun hewani kandungan komponen protein
dan lemak merupakan salah satu persyaratan penting dalam produk susu.

6
Tabel 1. Syarat Mutu Susu Kedelai

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan
1.1 Bau - normal
1.2 Rasa - normal
1.3 Warna - normal
2 pH - 6,5-7,0
3 Protein %b/b minimal. 2,0
4 Lemak %b/b minimal. 1,0
5 Padatan jumlah %b/b minimal. 11,5
6 Bahan tambahan makanan
6.1 Pemanis buatan
6.2 Pewarna Sesuai dengan
SNI 01-0222-1987
6.3 Pengawet
7 Cemaran logam
7.1 Timbal (Pb) mg/kg maksimal. 0,2
7.2 Tembaga (Cu) mg/kg maksimal. 2
7.3 Seng (Zn) mg/kg maksimal. 5
7.4 Timah (Sn) mg/kg maksimal.40
(250*)
7.5 Merkuri (Hg) mg/kg maksimal. 0,03
8 Cemaran arsen (As) mg/kg maksimal. 0,1
9 Cemaran mikrobia:
9.1 Angka lempeng total koloni/ml maksimal. 2x
9.2 Bakteri bentuk koli APM/ml maksimal. 20
9.3 Escherichia coli APM/ml <3
9.4 Salmonella - negative
9.5 Staphylococcus aureus koloni/ml 0
9.6 Vibrio sp - negative
9.7 Kapang koloni/ml maksimal. 50
Keterangan: (*) Kemasan kaleng (Sumber: SNI 01-3830-1995)

Sari kacang koro pedang adalah hasil ekstraksi atau pengambilan protein
dalam biji kacang koro pedang dengan menggunakan pelarut air. Untuk
mendapatkan sari kacang koro pedang, biji kacang koro pedang direndam dengan
larutan Natrium bikarbonat ( ) selama beberapa hari. Perendaman tersebut
bertujuan untuk mengurangi kandungan HCN yang terdapat pada biji kacang koro
pedang. Selain untuk mengurangi kandungan HCN, perendaman juga berfungsi

7
untuk melunakan dan mempercepat proses pengelupasan kulit ari biji kacang koro
pedang. Setelah perendaman, dilakukan penggilingan atau penghancuran biji
kacang koro pedang yang menghasilkan bubur koro. Bubur koro pedang yang
dihasilkan kemudian diekstraksi sehingga menghasilkan ekstrak kacang koro
pedang dan dilakukan proses pemasakan sehingga menghasilkan sari kacang koro
pedang. Sari kacang koro pedang yang baik harus diolah secara benar agar
diperoleh sari kacang koro pedang yang layak dikonsumsi dan disukai oleh
konsumen, syarat yang diperlukan adalah: bebas dari bau dan rasa langu, bebas
antitripsin, dan mempunyai kestabilan yang mantap (tidak mengendap atau
menggumpal).
Sifat langu kedelai adalah bau dan rasa khas kedelai dan kacang-kacangan
mentah lainnya. Pada umumnya rasa dan bau langu ini tidak disukai oleh
konsumen. Timbulnya bau dan rasa langu disebabkan oleh kerja enzim
lipoksigenase yang ada dalam biji kedelai. Enzim tersebut akan bereaksi dengan
lemak pada waktu penggilingan kedelai, terutama jika digunakan air dingin. Bau
dan rasa langu kedelai (bau khas kedelai) dapat dihilangkan dengan cara
mematikan enzim lipoksigenase dengan panas. Cara yang dapat dilakukan antara
lain:
1. Menggunakan air panas (suhu 80-100°C) pada penggilingan kedelai
2. Merendam kedelai dalam air panas selama 10 - 15 menit, sebelum digiling
3. Agar bebas antitripsin, kedelai direndam dalam air atau larutan 0,5 %
selama semalam (8-12 jam) yang diikuti dengan perendaman dalam air mendidih
selama 30 menit (Santoso, 2009). Di dalam susu kedelai terdapat bahan padat
yang dapat larut dan tidak dapat larut. Bahan-bahan tersebut meskipun pada
mulanya tercampur merata, tetapi jika dibiarkan akan mengendap. Susu kedelai
yang mengandung endapan di bagian bawahnya tidak disukai konsumen,
meskipun sebenarnya tidak rusak. Supaya stabil atau tidak terjadi pengendapan,
cara-cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menambahkan senyawa penstabil misalnya CMC
2. Menggiling dengan air panas dan penyimpanan sebaiknya pada suhu dingin
(refrigerator)

8
3. Melakukan homogenisasi, yaitu suatu proses untuk mendapatkan ukuran butir-
butir lemak yang seragam dengan menggunakan alat yang disebut homogenizer
4. Mengatur kadar protein susu kedelai cair sampai kurang dari 7 % (jika lebih
dari 7 % protein mudah menggumpal saat susu kedelai dipanaskan), yang
dilakukan dengan cara menambahkan air pada bubur kedelai hasil penggilingan
sampai perbandingan air dan kedelai 10:1. Kadar protein dalam susu kedelai yang
diperoleh dengan rasio ini adalah 3-4% (Santoso, 2009). Susu nabati baik
dikonsumsi oleh sebagian orang yang memiliki alegri terhadap susu sapi (lactosa
intolerant) yaitu kekurangan enzim laktase dalam saluran pencernaannya,
sehingga tidak mampu mencerna laktosa. Susu nabati memiliki syarat yaitu bebas
dari bau dan rasa langu, bebas antitripsin dan mempunyai kestabilan yang mantap
(tidak mengendap atau menggumpal).
B. Biji Koro Pedang
Biji koro pedang adalah tanaman tropis yang mempunyai kandungan
protein dan karbohidrat yang tinggi. Koro pedang merupakan salah satu jenis
kacang-kacangan yang dapat tumbuh ditanah yang kurang subur dan kering.
Tanaman ini mudah dibudidayakan dan ditumpangsarikan dengan ubi kayu,
jagung, kopi, coklat, sebagai tanaman pelindung (Kanetro, 2006). Tanaman koro
pedang (Canavalia ensiformis) tersebar dan dibudidayakan di Afrika, Asia, Barat
India, Amerika Latin dan India (Marimuthu, 2013).
Koro pedang (Canavalia ensiformis) mempunyai polong yang besar, pipih
dan panjang seperti pedang. Bentuk biji bulat lonjong pipih berwarna putih susu.
Tinggi tanaman dapat mencapai 1 meter. Bunga berwarna kuning, jumlah polong
dalam satu tangkai berkisar 1 - 3 polong. Panjang polong 30 cm dan lebar 3,5 cm,
polong muda berwarna hijau dan polong tua berwarna kuning jerami (Anonim,
2008a). Canavalia ensiformis (jack bean) berasal dari Amerika Selatan dan
ditanam di daerah tropis dan subtropis.
Tanaman koro pedang (Canavalia ensiformis) telah lama dikenal di
Indonesia, namun kompetisi antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini
tersisih dan jarang ditanam dalam skala luas. Secara tradisional tanaman koro
pedang digunakan untuk pupuk hijau, polong muda digunakan untuk sayur

9
(dimasak seperti irisan kacang buncis). Biji koro pedang tidak dapat dimakan
secara langsung karena akan menimbulkan rasa pusing. Kacang koro pedang juga
dikenal sebagai (Jack bean, Horse bean, Sword bean, Hyacinth bean). Tanaman
kacang koro pedang dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis yang lembab,
namun dapat juga bertahan pada musim kemarau panjang, dapat tumbuh di daerah
dengan curah hujan tahunan berkisar antara 700-4000 mm dan pada ketinggian
hingga 18000 m di atas permukaan laut (Kurniawan dan Ismail, 2007).
Tanaman koro pedang merupakan tanaman pemanjat bertahunan yang
tumbuh cepat dan berkayu dengan panjang 3-10 m. Berdaun tiga, daun berbentuk
membundar telur, melancip, berbulu jarang pada kedua sisinya. Perbungaan
tandan di ketiak, bunga sering terkeluk balik berwarna putih. Buah polong,
berbentuk memita-lonjong, melebar pada ujungnya, kadang-kadang melembung
dengan bubungan, berisi 8-16 biji. Biji berbentuk lonjong-menjorong, berwarna
merah muda, merah, coklat kemerahan hingga hampir hitam dan ada pula yang
berwarna putih (Pontjowati, 2008).

C. Klasifikasi Tanaman Koro Pedang


Secara botani tanaman koro pedang dibedakan kedalam dua tipe tanaman
yaitu: koro pedang yang tumbuh merambat (climbing) dan berbiji merah
(Canavalia gladiata) serta koro pedang tumbuh tegak dan berbiji putih
(Canavalia ensiformis). Tipe merambat (Canavalia gladiata) dikenal dengan
Swordbean tersebar di Asia Tenggara, India, Myanmar, Ceylon dan negara-negara
Asia Timur. Koro pedang tipe tegak/perdu, polongnya dapat menyentuh
permukaan tanah sehingga disebut Koro Dongkrak (Jack bean). (Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2012).
Tananam koro pedang (Canavalia ensiformis) mempunyai taksonomi sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )
Subkingdom : Tracheobionta ( Tumbuhan yang berpembuluh )
Superdivisio : Spermathopyta (Tumbuhan yang mneghasilkan biji )
Division : Magnoliophyta (Tumbuhan dengan bunga )

10
Kelas : Magnoliopsida ( Tumbuhan yang berkeping dua / dikotil )
Sub-Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Familia : Fabaceae ( Suku polonga-polongan )
Genus : Canavalia
Spesies : Canavalia ensiformis

1. Daerah Asal dan Penyebarannya


Canavalia ensiformis berasal dari Amerika Selatan dan dapat ditemui di
beberapa daerah di India, Srilangka, Myanmar dan di Negara Asia Timur lainnya.
Di Indonesia banyak ditemukan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di Jawa
Tengah terkenal dengan nama : koro bedog, koro bendo, koro loke, koro gogok,
koro wedhung dan koro kaji. Sedang di Jawa Barat dikenal dengan nama koro
bakol (Handajani dan Atmaka, 1993).
2. Morfologi Koro Pedang
Bentuk tanaman koro pedang menyerupai perdu batangnya bercabang
pendek dan lebat dengan jarak percabangan pendek dan perakaran termasuk akar
tanggung. Bentuk daun trifoliat dengan panjang tangkai daun 7-10 cm, lebar daun
sekitar 10 cm, tinggi tanaman dapat mencapai 1 m. Bunga berwarna kuning,
tumbuh pada ketiak/buku cabang. Bunga termasuk bunga majemuk dan berbunga
mulai umur 2 bulan hingga umur 3 bulan. Polong dalam satu tangkai berkisar 1 - 3
polong, tetapi umumnya 1 polong/tangkai. Panjang polong 30 cm dan lebar 3,5
cm, polong muda berwarna hijau dan polong tua berwarna kuning jerami. Biji
berwarna putih dan tanaman koro dapat dipanen pada 9-12 bulan, namun terdapat
varietas umur 4-6 bulan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
3. Kandungan Kimia Koro Pedang (Canavalia ensiformis)
Koro merupakan salah satu jenis kacang-kacangan lokal yang memiliki
beragam varietas dan biasa digunakan sebagai bahan baku pengganti kedelai
dalam pembuatan tempe. Kandungan gizi koro pedang dapat dilihat pada Tabel 2.

11
Tabel 2. Kandungan gizi biji koro pedang
No Zat Gizi Kandungan (%) Koro
Pedang
1 Kadar Air 11 – 15,5
2 Protein 23 – 27,8
3 Lemak 2,3 – 33,9
4 Karbohidrat 45,2 – 56,9
5 Serat Kasar 4,9 – 8,0
6 Mineral 2,27 – 4,2
(Widianarko et al., 2003).

Biji kacang koro pedang sangat potensial untuk dimanfaatkan karena


memiliki keseimbangan asam amino yang baik dan bioavabilitasnya tinggi. Asam
amino esensial dalam koro pedang adalah isoleusin, leusin, histidin, valin, dan
treonin (Gustiningsih dkk., 2011). Menurut Suciati (2012) selain mengandung α-
aminobutyric acid, kacang koro pedang juga mengandung lectin, yaitu karbohidrat
sederhana yang berikatan dengan protein, disamping itu diketahui bahwa biji
kacang koro pedang mengandung vitamin B1 dan B2, akan tetapi koro juga
mengandung beberapa senyawa merugikan yaitu glukosianida sianogenik yang
bersifat toksik dan asam fitat yang merupakan senyawa antigizi. Akan tetapi koro
juga mengandung beberapa senyawa merugikan yaitu glukosianida yang bersifat
toksik dan asam fitat yang merupakan senyawa antigizi. Dalam Kanetro dan
Hastuti (2006), senyawa antinutrisi yang sering terdapat pada kacang-kacangan
antara lain enzim lipoksigenase, tripsin inhibitor, asam fitat, oligosakarida,
senyawa glikosida dan sianida. Namun sebaliknya ternyata selain bersifat sebagai
senyawa antinutrisi, fitat memiliki peranan dalam kesehatan yang dianggap positif
yaitu sebagai antioksidan yang dapat menangkal adanya radikal bebas maupun
senyawa non radikal yang dapat menimbulkan oksidasi pada biomolekul seperti
protein, karbohidarat, lipida, dan lain-lain.

12
Ekanayake (2006) menuliskan kacang koro pedang memilki kandungan
canavanine yang sangat tinggi (88 – 91%). Menurut Campbell (2004) Canavanine
merupakan suatu senyawa asam amino yang mirip Arginin. Apabila dikonsumsi
senyawa ini akan bergabung ke dalam protein yang biasa ditempati oleh arginin.
Canavanine sangat berbeda dengan arginin, sehingga dapat mengganggu fungsi
protein tersebut. Namun kandungan Canavanine ini dapat dihilangkan dengan
cara direndam, dan dihancurkan / digiling (Ekanayake, 2006).
4. Manfaat Kacang Koro Pedang
Koro pedang digunakan sebagai sayuran, makanan hewan dan pupuk
hijau. Polong muda yang masih muda yang masih hijau digunakan sebagai bahan
makanan di Asia tropis, sebagai sayuran hijau yang direbus mirip dengan buncis
(Phaseolus vulgaris L.). Polong yang sudah dewasa tetapi masih segar dan
berwarna hijau juga dikonsumsi sebagai sayuran. Bunga dan daun muda
digunakan sebagai penutup makanan yang berjangka waktu pendek dan sebagai
pupuk hijau. Kadang-kadang digunakan sebagai makanan hewan tetapi lebih
sedikit. Biji merah muda kadang-kadang digunakan sebagai obat tradisional Cina
(Pontjowati, 2008).
Selain itu kacang koro pedang juga dimanfaatkan untuk membuat tahu dan
tempe, sebagai campuran abon daging sapi yang membuat lezat dan gurih,
makanan ringan atau cemilan dan sebagai obat kanker. Koro pedang digunakan
sebagai pengganti kedelai, karena selain harganya jauh lebih murah dibanding
kedelai, koro pedang memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan kedelai.
Biji merah muda kadang-kadang digunakan sebagai obat tradisional Cina. Urease
yang diekstrak dari koro pedang digunakan dalam analisis laboratorium. Dari
beberapa sumber juga menyebutkan :
a. Memiliki kandungan zat gizi yang tinggi antara lain: protein, lemak, dan
mineral. Selain itu koro pedang juga memiliki serat yang dapat digunakan
sebagai dietary fiber.
b. Memiliki kandungan nilai gizi, diantaranya Lectin, dan Canavanine. Selain itu
biji kacang koro pedang memiliki bau yang kuat, dan bersifat racun.

13
c. Kandungan nilai gizi ini dapat diatasi dengan perendaman, penghancuran,
pemanasan, dan dapat juga dengan fermentasi.
d. Dapat dimanfaatkan sebagai sayur, pengganti kedelai untuk produk tempe,
tahu, dan juga kecap.
Pada umumnya kacang-kacangan merupakan sumber protein, vitamin dan
mineral yang sangat bagus (Handajani, 1993). Jenis kacang-kacangan yang paling
populer di masyarakat adalah kedelai. Kedelai mengandung berbagai bentuk
isoflavon. Menurut Purwoko (2004) dalam kedelai terdapat 4 bentuk isofalvon,
yaitu malonil glikosida, asetil glikosida, glikosida dan aglikon (bebas). Selanjutnya
berbagai bentuk isoflavon ini mampu berperan sebagai antioksidan. Antioksidan
adalah suatu zat yang berguna untuk menangkal radikal bebas, yang biasanya
dihasilkan dalam reaksi metabolisme tubuh (Sudarmadji dkk., 1997). Koro
pedang, merupakan salah satu jenis dari kacang-kacangan yang memiliki
kandungan protein yang tinggi.
Kandungan gizi kacang koro tidak kalah dengan kedelai yaitu karbohidrat
dan protein yang cukup tinggi serta kandungan lemak yang rendah. Kandungan
protein koro pedang lebih rendah dari pada kedelai, tetapi kandungan asam amino
penyusunnya hampir sama dari segi kualitas maupun kuantitas (Astuti, 2012).
Menurut Handayani (2008) koro pedang merupakan salah satu jenis dari kacang-
kacangan yang memiliki kandungan lemak dan protein yang tinggi.

14
Tabel 3. Kandungan Gizi dan Hara Pada Tanaman Kacang-kacangan

No Analisis nutrisi Satuan Canavlia Canavlia Glycine


ensiformis gladiata max
1 Bagian - Biji Biji Biji
2 Kalori - 389 375 444
3 Protein g 27,4 32,0 39,0
4 Lemak g 2,9 0,7 19,6
5 Total karbohidrat g 66,1 63,5 35,5
6 Fiber/serat g 8,3 13,7 4,7
7 As/abu g 3,6 4,2 5,5
8 Ca mg 15,1 526 251
9 P mg 339 350 580
10 Fe mg 9,7 17,5 10,8
11 Na mg 40 - -
12 K mg 848 - 467
13 Beta Caroten mg - 219 11
14 Thiamine mg 0,73 0,88 0,73
15 Riboflavin mg 0,15 - 0,24
16 Niacin mg 3,50 - 2,44
17 Ascorbid acid mg 2,00 - -
(Sumber: Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2012)

Saat ini protein koro pedang telah dipertimbangkan sebagai sumber


protein untuk bahan pangan pengganti kedelai (misalnya sebagai bahan baku
tahu), sebab keseimbangan asam aminonya baik dan bioavialabilitas yang tinggi.
Kebanyakan protein yang diteliti terletak pada biji, dan hanya sebagian kecil saja
terdapat pada kulit biji. Koro pedang juga memiliki kandungan mineral yang
tinggi. Namun kandungan mineral ini berbeda-beda pada tiap panen. Kandungan
mineral hasil panen bulan Januari (musim hujan), lebih tinggi dari pada panen

15
bulan Juni (musim kemarau). Komposisi asam amino pada kacang koro pedang
dapat dihihat pada tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Asam Amino Kacang Koro Pedang

Asam Amino Jumlah (mg/100g)


Asam glutamat 2,4-16
Asam aspartat 2,3-14
Serin 1,1-5,0
Treonin 1,0-4,3
Prolin 0,8-4,3
Alanine 0,1-4,7
Glisin 0,9-4,3
Valin 1,1-5,3
Sistein Trace-0,9
Metionin Trace-1,2
Leusin 2,5-16
Tirosin 0,8-3,3
Fenilalanin 1,1-5,2
Triptofan 0,3-1,2
Lisin 1,3-6,8
Histidin 0,6-3,2
Arginin 1,1-5,6
Sumber: Astuti, 2012

Kacang koro pedang juga memiliki kandungan antioksidan, yang bahkan lebih
tinggi dari pada kedelai, kacang koro pedang juga mengandung lectin, yaitu
karbohidrat sederhana yang berikatan dengan protein. Lectin memiliki nama lain
hemaglutinin. Senyawa ini dapat menggumpalkan darah, tetapi pengolahan yang
benar, dengan terlebih dahulu dilakukan perendaman, dapat menghilangkan
senyawa ini.
Di samping kandungan protein yang cukup tinggi, diketahui bahwa koro
juga mengandung vitamin B1 dan B2. Jika koro pedang semakin berkembang dan

16
terus dibudidayakan oleh petani secara intensif, selanjutnya diharapkan mampu
menggantikan kedelai yang sebagian besar masih bergantung pada impor dari luar
negeri terutama Amerika Serikat. Tujuan akhirnya akan menghemat devisa negara
yang dipergunakan untuk mengimpor kedelai. Peluang pasar yang menjanjikan
antara lain permintaan dari Korea, Jepang, dan Amerika Serikat. Amerika Serikat
sebagai pengimpor kedelai utama ke Indonesia akan berbalik mengimpor koro
pedang dari Indonesia.
D. Radikal Bebas
1. Pengertian Radikal
Bebas Radikal bebas adalah molekul yang pada orbit terluarnya
mempunyai satuatau lebih elektron tidak berpasangan, sifatnya sangat labil dan
sangat reaktif (Soeksmanto dkk., 2007). Radikal bebas berada di dalam tubuh
akibat proses respirasi aerobik dengan bentuk yang berbeda-beda, seperti
superoksid, hidroksil, hidroperoksil, peroksil, dan alkosil radikal (Teow et al.,
2006). Radikal bebas baik yang eksogen maupun yang endogen merupakan
etiologi berbagai macam penyakit degeneratif (Rohman dan Riyanto, 2006).
Reaksi antara radikal bebas dan molekul berujung dengan timbulnya suatu
penyakit (Reynertson, 2007) antara lain:
a. Kanker
Hidroksialkena adalah senyawa hasil dari peroksidasi lipid yang mampu
berikatan dengan asam nukleat melalui ikatan kovalen sehingga menyebabkan
perubahan DNA (Winter, 1986 ; Madhavi, 1995). Agen perusak DNA dan
senyawa pendukungnya berperan penting dalam terbentuknya sel kanker.
Proses pembentukan sel kanker ini melalui mekanisme senyawa pendukung
yang bekerja dengan menghasilkan radikal oksigen, yang merupakan hasil
akhir dari peroksidasi lipid (Demopoulos et al., 1980; Emerit et al.,
1983; Madhavi, 1995).
b. Proses penuaan
Umumnya semua sel jaringan organ dapat menangkal serangan radikal
bebas karena didalamnya terdapat sejenis enzim khusus yang mampu melawan.
Namun manusia secara alami mengalami degradasi seiring dengan peningkatan

17
usia akibat radikal bebas itu sendiri, belum lagi adanya rangsangan untuk
membentuk radikal bebas yang berasal dari lingkungan sekitar, karena itu
secara perlahan tapi pasti, terjadi kerusakan jaringan oleh radikal bebas yang
tidak terpulihkan (Anonim, 1997). Kerusakan jaringan secara pelan ini
merupakan proses terjadinya penuaan, seperti kehilangan elastisitas jaringan
kolagen dan otot sehingga kulit tampak keriput, terjadinya lipofuchsin atau
bintik-bintik pigmen kecoklatan di kulit yang merupakan timbunan sisa
pembakaran dalam sel (Anonim, 1997).
2. Sumber Radikal Bebas
Sumber radikal bebas bisa berasal dari dalam tubuh kita sendiri (endogen),
bisa pula dari luar tubuh (eksogen). Radikal endogen terbentuk akibat reduksi
oksigen dalam mitokondria yang kurang sempurna, sehingga terbentuk
superoksida, interaksi superoksida atau hidrogen peroksida dengan ion logam
transisi. Sedangkan radikal bebas eksogen berasal dari polusi udara, radiasi, zat-
zat kimia (obat-obatan, insektisida) dan makanan-makanan tertentu (Windono et
al., 2001).
Radikal bebas juga bisa berasal dari luar tubuh (eksogen), misalnya
karena: polusi udara seperti asap rokok, radiasi, zat-zat kimia seperti obat-obatan
dan insektisida, serta dapat juga melalui makanan tertentu (Windono et al., 2001).
Radikal bebas, baik yang eksogen maupun endogen merupakan etiologi penyakit
degeneratif seperti jantung koroner, stroke, diabetes, dan kanker (Rohman dan
Riyanto, 2006). Mekanisme reaksi radikal bebas dari autooksidasi lipid dapat
digambarkan sebagai tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi. Selama tahap
inisiasi dan propagasi, atom hidrogen tetangga dari rantai karbon dengan satu
ikatan rangkap diabstraksi dan radikal alkil yang terbentuk distabilkan oleh
resonansi (Pokorny et al., 2001).
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, mencegah proses oksidasi lipid, lipoprotein, protein dan DNA.
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan
(Winarsi, 2007). Di dalam tubuh terdapat mekanisme antioksidan atau antiradikal
bebas secara endogenik. Tetapi bila jumlah radikal bebas dalam tubuh berlebih

18
maka dibutuhkan antioksidan yang berasal dari sumber alami atau sintetik dari
luar tubuh. Senyawa antioksidan ini akan menyerahkan satu atau lebih
elektronnya kepada radikal bebas sehingga dapat menghentikan kerusakan yang
disebabkan oleh radikal bebas.
Menurut Kochhar dan Rossell (1990) definisi antioksidan secara umum
adalah suatu senyawa yang dapat memperlambat atau mencegah proses oksidasi.
Reaksi oksidasi lemak yang terjadi pada makanan atau bahan makanan berlemak
dapat dihambat dengan pemberian zat antioksidan. Pada umumnya zat antioksidan
yang digunakan adalah zat antioksidan sintetik seperti Butylated Hydroxyanisole
(BHA), Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl Gallat (PG) dan Etylene
Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA). Sementara itu penggunaan zat antioksidan
sintetik tertentu misalnya BHT dapat menimbulkan akibat buruk terhadap
kesehatan konsumen seperti gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus dan
keracunan. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengganti
zat antioksidan sintetik dengan zat antioksidan alami. Zat antioksidan alami dapat
diperoleh dari ekstrak bagian-bagian tanaman tertentu terutama yang banyak
mengandung senyawa-senyawa flavonoid yang tersusun dari gugus-gugus fenol
(Suryo dan Tohari, 1995).
Penggunaan antioksidan tidak boleh berlebihan karena aktivitas antioksidan
akan hilang pada konsentrasi yang tinggi dan mungkin akan menjadi prooksidan.
Penggunaan antioksidan berlebihan akan menyebabkan senyawa lebih bersifat
sebagai akselerator dari pada inhibitor dalam oksidasi lemak. Dalam keadaan
berlebih, antioksidan akan meningkatkan dekomposisi oksidasi lemak dan
pembentukan produk radikal.
E. Asam Sianida (HCN)
Sianida merupakan senyawa kimia yang mengandung kelompok siano
C≡N, dengan atom karbon berikatan rangkap 3 dengan N. Dapat ditemukan dalam
bentuk gas, liquid, solid, berbau menyengat dan tidak berwarna sangat beracun
sehingga dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi penyerapan nutrien
dalam tubuh, bereaksi cepat. Bentuk sianida bisa berupa (HCN) atau sianogen

19
khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau
potasium sianida (KCN) (Tintus, 2008).
Senyawa HCN mudah menguap dan larut pada proses perebusan,
pengukusan dan proses memasak lainnya, karena sifat HCN yang mudah menguap
pada suhu ruang, mempunyai bau khas HCN, dan mudah berdifusi (Amalia,
2011). Asam sianida dalam bentuk glukosida sianogenik belum memiliki sifat
toksi. Sifat toksik baru akan terbentuk jika bagian tanaman dihancurkan sehingga
enzim katabolik β-glukosidase yang menghidrolisis molekuk glukosida
sianogenik menjadi senyawa sianohidrin dan glukosa serta enzim hidroksinitril
liase dilepaskan dan bersentuhan dengan glukosida sianogenik pada kacang koro
pedang kemudian enzim ini akan menghidrolisis glikosida sianogenik sehingga
menghasilkan asam sianida bebas yang bersifat toksik. (Alsuhendra dkk., 2013).
Batas kandungan HCN dalam tubuh tidak boleh lebih dari 0,5 mg/kg berat badan
atau sekitar 0,3-0,5 mg/kgberat badan (Marthia dkk., 2013). Berbagai macam cara
baik secara fisik maupun kimia dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan
senyawa beracun tersebut hingga tingkat konsumsi yang aman.
Metode perendaman biasanya dilakukan untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan antinutrisi. Media perendaman dapat berupa air, larutan
garam, atau alkali (Marthia dkk., 2013). Pelepasan HCN tergantung dari adanya
enzim glikosidase serta adanya air. Senyawa HCN mudah menguap pada proses
perebusan, pengukusan serta proses memasak lainnya. Pemanasan, dalam hal ini
adalah pengukusan dan perebusan merupakan cara yang cukup efektif untuk
menghilangkan HCN, karena HCN ikut menguap dalam pemanasan. Menurut
Marthia dkk (2013) penurunan kadar HCN pada kacang koro pedang dikarenakan
terjadi difusi pada saat perendaman kacang koro pedang, dimana air masuk ke
dalam sel dan HCN larut dalam air sebagai larutan perendaman.
Batas aman kandungan asam sianida yang diijinkan dalam bahan pangan
yaitu 50 mg/kg bahan pangan (Anonim, 2008c; Shahidi, 1997; Parker, 1997).
Bahan makanan umumnya mengandung sianida dalam bentuk berikatan dengan
glukosa, sehingga disebut dengan glukosianida (cyanogenic glukoside). Keracunan
oleh senyawa sianida dapat menyebabkan muntah-muntah, pusing, hingga

20
berakibat kematian. Proses keracunan akibat sianida tersebut disebabkan karena
tidak terjadinya proses oksidasi dalam sel ketika asam sianida terikat pada enzim
sitokrom (Tejasari, 2003). Oleh karena itu diperlukan beberapa perlakuan untuk
mengurangi kandungan sianida dalam koro pedang untuk menjadi produk pangan
yang aman untuk dikonsumsi. Metode pengurangan racun pada biji koro pedang
sebagai berikut:
1. Pemanasan
Pemanasan merupakan salah satu proses pengolahan yang sering
diterapkan pada hasil panen. Teknik pemanasan ada beberapa macam termasuk
perebusan, pengukusan, pengovenan, dan penjemuran dibawah sinar matahari.
Pemanasan yang dilakukan pada kedelai dimaksudkan untuk menginaktifkan
enzim lipoksigenase yang menyebabkan bau dan rasa langu. Selain itu,
pengukusan suhu 100℃ selama 15-20 menit mampu menghancurkan daya racun
hemaglutinin (menggumpalkan sel darah merah) pada kedelai (Koswara, 2009).
Proses perebusan dalam pembuatan tempe koro pedang dapat menurunkan sianida
dan membuat tekstur koro menjadi lunak (Puspitasari, 2014).
2. Perendaman
Pada berbagai jenis kacang, secara umum dilakukan perendaman sebelum
proses pengolahan yang bertujuan untuk melunakkan biji, mengurangi bau langu
dari biji yang diolah serta mereduksi lendir dan kotoran yang menempel pada
keping biji (Anonim, 1977 dalam Supriyanti, 1997). Akan tetapi, Sundarsih dan
Kurniaty (2009) mengatakan bahwa lama perendaman berpengaruh terhadap
protein yang diekstrak. Pada proses perendaman, struktur selular biji akan
mengalami pelunakan sehingga semakin lama perendaman proses dispersi protein
dalam air semakin maksimal dan persentase protein tak terekstrak akan semakin
sedikit.
Menurut Hadi (2012) perendaman bertujuan untuk menghidrolisis senyawa
HCN yang bersifat mudah larut air serta mengoptimalkan kerja enzim dalam
menghidrolisis glukosianida. Semakin lama proses perendaman maka semakin
banyak HCN yang terlarut dalam air sehingga kandungan HCN dalam bahan
semakin rendah. Paramita (2008) memaparkan bahwa, proses perendaman mampu

21
menurunkan kandungan asam fitat pada biji mentah koro benguk, koro glinding,
dan koro pedang. Selama perendaman terjadi proses difusi yang menyebabkan
kandungan asam fitat pada koro menurun karena asam fitat yang terkandung
dalam koro akan terlarut dalam air (Suhardi dan Kamarijani, 1985 dalam
Pangestuti dan Triwibowo, 1996).
F. Protein
Protein merupakan salah satu komponen gizi penting penyusun bahan
makanan. Pada umumnya kadar protein didalam bahan pangan menentukan mutu
bahan pangan itu sendiri (Winarno, 2002). Protein merupakan zat makanan yang
penting bagi tubuh mengingat fungsinya sebagai bahan bakar, pembangun dan
pengatur. Kadar protein diperoleh dengan menganalisis kadar nitrogen yang
terdapat dalam bahan pangan dengan menggunakan metode Kjedahl.
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima
ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino,
yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-
unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen; beberapa asam amino disamping
itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, sulfur, iodium, dan kobalt. Unsur
nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan
tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan
16% dari berat protein (Almatsier, 2001).
Menurut Sudarmadji dkk (2007) protein merupakan salah satu kelompok
bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lain (lemak dan
karbohidrat), protein ini berperan penting dalam pembentukan biomolekul
daripada sebagai sumber energi. Makronutrien adalah makanan utama yang
membina tubuh dan memberikan kalori. Makronutrien terdiri dari 3 bagian yaitu
karbohidrat, lemak dan protein. Selain itu protein merupakan merupakan suatu zat
makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi
sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun
(Winarno, 2002).
Kandungan protein dalam bahan pangan bervariasi, baik dalam jumlah
maupun jenisnya. Bahan pangan hewani (seperti telur, daging, susu dan ikan),

22
Leguminosa (seperti kacang-kacangan), dan serealia (sepeti beras, gandum,
dan jagung) umumnya kandungan protein yang tinggi. Protein merupakan sumber
gizi utama, yaitu sebagai sumber asam amino esensial. Disamping sebagai sumber
gizi, protein juga merupakan sumber fungsional yang penting dalam membentuk
karakteristik produk pangan, seperti sebagai pengental, pengemulsi, pembentuk
gel, pembentuk buih, dan sebagainya (Azriziaf, 2010).
Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan
dengan ikatan peptida. Meskipun demikian, pada awal pembentukannya protein hanya
tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam
amino baku atau asam amino penyusun protein (protein ogenik). Mutu protein
dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang terkandung dalam protein
tersebut. Pada prinsipnya suatu protein yang dapat menyediakan asam amino
esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia.
Sebaliknya protein yang kekurangan satu atau lebih asam-asam amino esensial
mempunyai mutu yang rendah. Jumlah asam amino yang tidak esensial tidak
dapat digunakan sebagai pedoman karena asam-asam amino tersebut dapat
disintesis di dalam tubuh. Asam-asam amino yang biasanya sangat kurang dalam
bahan makanan disebut dengan asam amino pembatas.
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh
karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam
amino yang mengandung unsur-unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh
lemak dan karbohidrat (Winarno, 2004). Kacang koro pedang yang digunakan
sebagai bahan baku mengandung kadar protein sebesar 27-31%. Kacang Koro
pedang juga banyak mengandung asam amino seperti asam aspartat, treonin,
alanin, glisin, valin, fenilalanin, lisin, dan histidin yang lebih tinggi dibandingkan
yang terkandung dalam kedelai (Hindun, 2016).
Kacang koro pedang putih mempunyai potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif sumber protein karena
keseimbangan asam aminonya sangat baik (Siti, 2010). Namun sayangnya potensi
tersebut belum dikembangkan secara optimal sehingga pemanfaatannya masih

23
relatif terbatas. Kacang koro pedang putih memiliki kandungan protein yang
cukup tinggi sehingga menyebabkan koro pedang putih dapat dimanfaatkan
sebagai isolat protein atau digunakan untuk menambahkan kandungan protein
pada bahan yang kandungan proteinnya rendah.
Salah satu kendala dalam pengolahan koro pedang adalah adanya senyawa
antigizi dan bersifat racun berupa glukosida sianogenik. Glikosianida sianogenik
merupakan senyawa yang terdapat dalam makanan nabati dan berpotensi terurai
menjadi asam sianida (HCN) yang bersifat racun. Akumulasi asam sianida pada
tubuh dapat mengakibatkan gangguan penyerapan iodium dan menghambat
penyerapan protein di dalam tubuh (Wahjuningsih dan Saddewisasi, 2013).
Menurut Suciati (2012), sianida adalah suatu racun kuat yang dapat
menyebabkan asfiksia. Asam sianida akan mengganggu pengangkutan ke
jaringan dengan mengikat enzim sitokrom oksidasi. tidak dapat digunakan oleh
jaringan sehingga organ kekurangan , terutama otak. Dampak yang terlihat
pada tubuh akibat racun asam sianida yaitu stimulasi saraf depresi dan akhirnya
timbul kejang dan kematian oleh kegagalan pernafasan. Oleh karena itu
diperlukan beberapa perlakuan untuk mengurangi kandungan sianida dalam koro
pedang untuk menjadi produk pangan yang aman untuk dikonsumsi.
G. Viskositas
Viskositas merupakan ukuran tahanan (resistensi) dari suatu cairan yang
mengalir. Rheologi berasal dari bahasa yunani yaitu rheo dan logos. Rheo berarti
mengalir dan logo berarti ilmu. Sehingga rheologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang aliran zat cair dan deformasi zat padat. Rheologi erat
kaitannya dengan viskositas. Viskositas adalah merupakan suatu cairan untuk
mengalir yang semakin tinggi viskositasnya semakin besar tahanannya untuk
mengalir viskositas dinyatakan dengan simbol n.
Pada dasarnya penentuan angka kekentalan atau koefisien viskositas n dengan
menggunakan rumus stokes sangatlah sederhana hanya saja untuk itu secara teknis
diperlukan kelereng dari bahan yang amat ringan, misalnya alumunium, serta
berukuran kecil dan berjari-jari 1 cm ( Anonim, 2013). Viskositas dinyatakan sebagai
aliran fluida yang merupakan gesekan antar molekul molekul cairan yang mudah

24
mengalir ,dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah dan sebaliknya bahan-
bahan yang sulit mengalir diikatan viskositas yang tinggi (Ginting, 1991:159).
Suatu jenis cairan yang mudah mengalir dapat dikatakan memiliki viskositas yang
rendah dan sebaliknya bahan-bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki
viskositas yang tinggi. Pada hukum aliran viskositas newton menyatakan
hubungan antara gaya-gaya mekanika dari suatu aliran viskos sebagai geseran
dalam viskositas fluida juga termasuk konstan sehubungan dengan gesekannya
hubungan tersebut berlaku untuk fluida Newtonian aliran viskos dapat
digambarkan dengan dua buah bidang sejajar yang dilapisi fluida tipis diantara
kedua bidang tersebut apabila zat cair tidak kental maka koefisien sama dengan
nol sedangkan pada zat cair kental bagian yang menempel didinding memiliki
kecepatan yang sama dengan dinding (Anonim, 2013)
H. CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
Natrium karboksil metil sesulose yang sering dikenal dengan CMC adalah
suatu zat penstabil sintetis yang merupakan poli elektrolit anionik dan merupakan
turunan dari selulosa yang paling banyak digunakan di industri pangan dengan
rumus kimia ( ) . CMC mempunyai kelebihan yaitu
tidak memerlukan waktu aging yang cukup lama sehingga mempersingkat waktu
proses produksi dan mempunyai kapasitas mengikat air, mudah larut dalam
adonan dan harganya relatif lebih murah dari pada karagenan dan gum (Ganz,
1977).
CMC memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan menstabilkan tekstur,
mencegah kristalisasi dan menstabilkan emulsi. Gugus hidroksil pada CMC
mampu mengikat air bebas dalam larutan, emulsi atau suspensi sebagai air hidrat
sehingga larutan, emulsi atau suspensi menjadi lebih kental. CMC banyak
digunakan sebagai penstabil (stabilizer) pada ice cream, sherbet, susu, roti, bahan
pengoles kue, salad dressing, mayonnaise, jelly dan jam. Selain digunakan di
industri pangan, CMC juga digunakan pada industri farmasi, kertas, tekstil,
kosmetik, cat, insektisida dan deterjen (Glicksman, 1984).
Kelarutannya dalam air tergantung polimerisasi, tingkat substitusi dan
keseragaman substitusi gugus karboksil pada polimer. Tingkat substitusi antara

25
0,65-0,85 biasa digunakan untuk bahan tambahan makanan yang susunan selulosa
mudah larut dalam air panas dan air dingin (Tranggono, 1989). Kekentalan larutan
CMC dipengaruhi oleh pH, suhu, konsentrasi, garam dan gelatin. Larutan CMC
memiliki kekentalan maksimum pada kisaran pH 7-9 (Glicksman, 1984). Pada pH
dibawah 5,0 dapat menurunkan kekentalan sedangkan pada pH dibawah 3,0 akan
terjadi pengendapan asam karboksil metil selulose bebas. Bila dipanaskan maka
kekentalan larutan CMC akan turun. Penurunan kekentalan ini disebabkan oleh
terjadinya kenaikan energi panas sehingga ikatan hidrogen pecah dan
mengakibatkan air yang terikat pada rantai polimer menjadi lebih sedikit.
Kenaikan konsentrasi CMC pada larutan dapat mengakibatkan kenaikan
kekentalan (Ganz, 1977).
Menurut Suryani dkk (1999), untuk menjaga kestabilan susu nabati dapat
dilakukan dengan penambahan bahan penstabil. Bahan penstabil (stabilizer)
berfungsi meningkatkan viskositas atau kekentalan dari medium pendispersi.
Dengan peningkatan kekentalan gerakan dari droplet fasa terdispersi menjadi
lambat sehingga mencegah untuk bergabung satu dengan yang lain. Salah satu
contoh bahan penstabil adalah Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dan Calsium
Laktat.
I. Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
komoditi perdagangan utama. Gula banyak diperdagangkan dalam bentuk Kristal
sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada
makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari
sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan
digunakan oleh sel (Ermawati, 2015).
Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit guka, atau aren.
Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainya, seperti kelapa.
Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia atau jagung, juga menghasilkan
semacam gula atau pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa. Proses untuk
menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan
pemurnian melalui destilasi (penyulingan) Sukrosa merupakan disakarida yang

26
terbentuk dari ikatan antara dua molekul monosakarida yaitu satu molekul glukosa
dan satu molekul fruktosa dengan rumus empiris . Sukrosa mempunyai
daya kelarutan yang tinggi dalam air, daya larut sukrosa lebih tinggi dibandingkan
dengan glukosa tetap lebih rendah jika dibandingkan dengan fruktosa (Winarno,
1988).
Gula ditambahkan sebagai pemanis untuk meningkatkan cita rasa sari
kacang koro pedang. Rasa manis yang muncul diharapkan dapat mengurangi bau
langu dari sari kacang koro pedang. Buckle dkk (1985) menyebutkan bahwa
tujuan penambahan gula adalah untuk memperbaiki flavour bahan makanan dan
minuman sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan. Selain
itu sukrosa berperan juga sebagai pengawet, pada konsentrasi 30% akan
menghambat aktivitas enzim askorbat oksidasi dan pada konsentrasi 50% akan
menghambat aktifitas enzim katalase.
Fungsi gula pada pembuatan susu koro pedang adalah sebagai bahan
pemanis, penambah rasa, pengawet alami serta menambah nilai gizi. Mekanisme
gula sebagai bahan pengawet yaitu menghasilkan tekanan osmosis yang tinggi
sehingga cairan sel mikroorganisme terserap keluar, akibatnya menghambat
sitoplasma menurun sehingga terjadi plasmolysis yang menyebabkan kematian sel
(Winarno, 1997).
J. Air
Air adalah komponen penting dalam bahan makanan. air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, dan cita rasa produk yang dihasilkan. Industri pengolahan bahan
makanan atau minuman ditetapkan peraturan mengenai standar kualitas air.
Standar kualitas air yang digunakan untuk mencuci bahan, alat dan kemasan
maupun air yang dicampurkan dalam proses pengolahan atau pengawetan
makanan dan minuman harus memenuhi standar air minum atau air untuk
kebutuhan rumah tangga yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 (Kusnaedi, 2010).
Air merupakan pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat
yang larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zat-zat
hidrofilik (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tecampur dengan air

27
(misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat hidrofobik (takut air)
(Rohmah, 2012). Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur
penting dalam makanan. Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien
seperti bahan makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses
biokimia organisme hidup. Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari
beberapa komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air
dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah
hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit
dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu
ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal
dan air yang terikat dalam sistem dispersi (Rohmah, 2012).
K. Uji Sensoris
Uji hedonik merupakan sebuah pengujian dalam uji sensori organoleptik
yang digunakan untuk mengetahui besarnya perbedaan kualitas diantara beberapa
produk sejenis dengan memberikan penilaian atau skor terhadap sifat tertentu dari
suatu produk dan untuk mengetahui tingkat kesukaan dari suatu produk (Stone
dan Joel, 2004). Atribut sensori merupakan kumpulan kata untuk mendeskripsikan
karakteristik sensori pada suatu produk pangan, diantaranya adalah warna, rupa,
bentuk, rasa, dan tekstur (Hayati dkk., 2012).
Penampakan produk merupakan atribut yang paling penting pada suatu
produk, dalam memilih sebuah produk konsumen akan mempertimbangkan
kenampakan dari produk tersebut terlebih dahulu dan mengesampingkan atribut
sensori lainnya. Hal tersebut dikarenakan penampakan dari suatu produk yang
baik cenderung akan dianggap memiliki rasa yang enak dan memiliki kualitas
yang tinggi dibandingkan produk lain. Karakteristik dari kenampakan umum
produk meliputi warna, ukuran, bentuk, tekstur permukaan, tingkat kemurnian dan
karbonasi produk (Meilgard et al., 2006). Pada produk pangan warna mempunyai
peranan yang sangat penting sebagai daya tarik, tanda pengenal, dan atribut mutu.
Warna merupakan faktor mutu yang paling menarik perhatian konsumen, warna
memberikan kesan apakah makanan tersebut akan disukai atau tidak (Soekarto,
1985).

28
Atribut sensoris yang kedua adalah aroma. Aroma merupakan bau dari
produk makanan, bau sendiri adalah suatu respon ketika senyawa volatil dari
suatu makanan masuk ke rongga hidung dan dirasakan oleh sistem olfaktori.
Senyawa volatil masuk kedalam hidung ketika manusia bernafas atau
menghirupnya, namun juga dapat masuk dari belakang tenggorokan selama
seseorang makan (Kemp et al., 2009). Senyawa aroma bersifat volatil, sehingga
mudah mencapai sistem penciuman di bagian atas hidung, dan perlu konsentrasi
yang cukup untuk dapat berinteraksi dengan satu atau lebih reseptor penciuman.
Senyawa aroma dapat ditemukan dalam makanan, anggur, rempah-rempah,
parfum, minyak wangi, dan minyak esensial. Disamping itu senyawa aroma
memainkan peran penting dalam produksi penyedap, yang digunakan di industri
jasa makanan, untuk meningkatkan rasa dan umumnya meningkatkan daya tarik
pada produk makanan tersebut (Antara dan Wartini, 2014).
Tekstur merupakan ciri suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari
beberapa sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur
pembentukan bahan yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan perasa, termasuk
indera mulut dan penglihatan (Midayanto dan Yuwono, 2014). Tekstur makanan
merupakan hasil dari respon tactile sense terhadap bentuk rangsangan fisik ketika
terjadi kontak antara bagian di dalam rongga mulut dan makanan. Tekstur dari
suatu produk makanan mencangkup kekentalan/ viskositas yang digunakan untuk
cairan newtonian yang homogen, cairan non newtonian atau cairan yang
heterogen, produk padatan, dan produk semi solid (Meilgard et al., 2006).
Salah satu faktor yang menentukan kualitas makanan adalah kandungan
senyawa cita rasa. Senyawa cita rasa merupakan senyawa yang menyebabkan
timbulnya sensasi rasa (manis, pahit, masam, asin), trigeminal (astringent, dingin,
panas) dan aroma setelah mengkonsumsi senyawa tersebut. Cita rasa adalah
persepsi biologis seperti sensasi yang dihasilkan oleh materi yang masuk ke
mulut, dan yang kedua. Cita rasa terutama dirasakan oleh reseptor aroma dalam
hidung dan reseptor rasa dalam mulut. Senyawa cita rasa merupakan senyawa atau
campuran senyawa kimia yang dapat mempengaruhi indera tubuh, misalnya lidah
sebagai indera pengecap. Pada dasarnya lidah hanya mampu mengecap empat jenis

29
rasa yaitu pahit, asam, asin dan manis. Selain itu citarasa dapat membangkitkan rasa
lewat aroma yang disebarkan, lebih dari sekedar rasa pahit, asin, asam dan manis.
Lewat proses pemberian aroma pada suatu produk pangan, lidah dapat mengecap
rasa lain sesuai aroma yang diberikan (Midayanto dan Yuwono, 2014).
Evaluasi sensori adalah metode ilmiah yang digunakan untuk menimbulkan,
mengukur, menganalisis dan menafsirkan respon yang dirasakan dari suatu
produk melalui indra manusia. Evaluasi sensori dapat dibagi ke dalam dua
kategori yaitu pengujian objektif dan subjektif. Dalam pengujian objektif atribut
sensori produk dievaluasi oleh panelis terlatih. Sedangkan pada pengujian
subjektif atribut sensori produk diukur oleh panelis konsumen (Kemp et al.,
2009). Pengujian sensori (uji panel) berperan penting dalam pengembangan
produk dengan meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan. Panelis dapat
mengidentifikasi sifat-sifat sensori yang akan membantu untuk mendeskripsikan
produk.
Evaluasi sensori dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang
dikehendaki atau tidak dikehendaki dalam produk atau bahan-bahan formulasi,
mengidentifikasi area untuk pengembangan, menentukan apakah optimasi telah
diperoleh, mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi
selama proses atau penyimpanan, dan memberikan data yang diperlukan bagi
promosi produk. Penerimaan dan kesukaan atau preferensi konsumen, serta
korelasi antara pengukuran sensori dan kimia atau fisik dapat juga diperoleh
dengan eveluasi sensori (Setyaningsih dkk., 2010).
Pengujian organoleptik dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu uji
pembedaan (discriminative test) uji deskripsi ( descriptive test) pemilihan/penerimaan
(preference/acceptance test), dan uji skalar. Uji pembedaan dan uji penerimaan biasa
digunakan dalam penelitian analisa proses dan penilaian hasil akhir. Sedangkan uji
skalar dan uji deskripsi biasa digunakan dalam pengawasan mutu (Quality Control).
Dalam uji penerimaan dan uji skalar diperlukan sampel pembanding. Sampel
pembanding yang digunakan adalah komoditi baku, komoditi yang sudah dipasarkan,
atau bahan yang telah diketahui sifatnya. Yang perlu diperhatikan bahwa yang
dijadikan faktor pembanding adalah satu atau lebih sifat sensori dari bahan pembanding

30
itu. Jadi sifat lain yang tidak dijadikan faktor pembanding harus diusahakan sama
dengan contoh yang diujikan (Susiwi, 2009).
Uji hedonik merupakan sebuah pengujian dalam analisa sensori organoleptik
yang digunakan untuk mengetahui besarnya perbedaan kualitas diantara beberapa
produk sejenis dengan memberikan penilaian atau skor terhadap sifat tertentu dari
suatu produk dan untuk mengetahui tingkat kesukaan dari suatu produk. Tingkat
kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak
tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-lain (Stone dan Joel, 2004). Uji
kesukaan digunakan untuk mengukur kesukaan, biasanya dalam jangka waktu
penerimaan atau preferensi tetentu. Dalam uji hedonik menggunakan jumlah
responden yang cukup banyak (Saxby, 1996).
Prinsip uji hedonik yaitu panelis diminta tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap komoditi yang dinilai, bahkan tanggapan
dengan tingkatan kesukaan atau tingkatan ketidaksukaannya dalam bentuk skala
hedonik. Dalam penganalisisan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala
numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik
ini dapat dilakukan analisis statistik. Aplikasi dalam bidang pangan dalam bidang
pangan untuk uji hedonik ini digunakan dalam hal pemasaran, yaitu untuk
memperoleh pendapat konsumen terhadap produk baru, hal ini diperlukan untuk
mengetahui perlu tidaknya perbaikan lebih lanjut terhadap suatu produk baru
sebelum dipasarkan, serta untuk mengetahui produk yang paling disukai oleh
konsumen (Susiwi, 2009).
L. Hipotesis
Lama perendaman dan konsentrasi CMC pada susu koro pedang dapat
mempengaruhi sifat fisik, kimia dan tingkat kesukaan panelis terhadap susu koro
pedang yang dihasilkan.

31

Anda mungkin juga menyukai