Anda di halaman 1dari 25

BAB 2 PEMBUATAN GULA MERAH DAN HIDROPONIK

2.1 Gula Merah

Menurut Darwin (2013), gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat larut
dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi. Secara umum, gula
dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Monosakarida Sesuai dengan namanya yaitu mono yang berarti satu, ia terbentuk dari
satu molekul gula. Yang termasuk monosakarida adalah glukosa, fruktosa, galaktosa.
b) Disakarida Berbeda dengan monosakarida, disakarida berarti terbentuk dari dua molekul
gula. Yang termasuk disakarida adalah sukrosa (gabungan glukosa dan fruktosa), laktosa
(gabungan dari glukosa dan galaktosa) dan maltosa (gabungan dari dua glukosa).

Gula merupakan komoditas utama perdagangan di Indonesia. Gula merupakan salah


satu pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat. Gula biasa digunakan sebagai pemanis di
makanan maupun minuman, dalam bidang makanan, selain sebagai pemanis, gula juga
digunakan sebagai stabilizer dan pengawet. Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang
umumnya dihasilkan dari tebu. Namun ada juga bahan dasar pembuatan gula yang lain, seperti
air bunga kelapa,aren, palem, kelapa atau lontar. Gula sendiri mengandung sukrosa
yang merupakan anggota dari disakarida.

Gula merah adalah hasil olahan nira yang berbentuk padat dan berwarna coklat
kemerahan sampai dengan coklat tua. Nira yang digunakan biasanya berasal dari tanaman
kelapa, aren, lontar atau siwalan, dan tebu (Dachlan, 1984). Selain untuk konsumsi di tingkat
rumah tangga, gula merah juga menjadi bahan baku untuk berbagai industri pangan seperti
industri kecap, tauco, produk cookies, dan berbagai produk makanan tradisional (Santoso,
1993). Gula merah juga mulai dikonsumsi di berbagai negara baik sebagai konsumsi akhir
maupun sebagai bahan baku dan bahan tambahan dalam suatu industri. Gula merah
banyak diminati di Jerman dan Jepang, industri perhotelan, supermarket, pabrik kecap ekspor,
hingga pabrik anggur (Warastri, 2006).Gula merah biasanya dijual dalambentuk setengah elips
yang dicetak menggunakan tempurung kelapa, ataupun berbentuk silindris yang dicetak
menggunakan bambu (Kristianingrum, 2009).Secara kimiawi gula sama dengan karbohidrat,
tetapi umumnya pengertian gula mengacu pada karbohidrat yang memiliki rasa manis, berukuran
kecil dan dapat larut (Aurand et al., 1987).

Cara pengolahan gula merah cukup sederhana dimulai dari penyadapan nira sebagai
bahan baku pembuatan gula merah. Nira merupakan cairan bening yang terdapat di dalam
mayang atau manggar dari tumbuhan jenis palma yang masih tertutup. Dari mayang atau
manggar rata-rata dapat diperoleh 0,5–1 Liter nira/hari. Setelah bahan baku diperoleh kemudian
dilakukan penyaringan selanjutnya nira dimasak dengan suhu pemanasan 110–120°C hingga nira
mengental dan berwarna kecoklatan, kemudian dicetak dan didinginkan hingga mengeras (Balai
Penelitian Tanaman Palma, 2010)

Mutu gula merah ditentukan terutama dari rasa dan penampilannya yang meliputi bentuk,
warna, kekeringan, dan kekerasannya. Gula yang berwarna lebih cerah dan agak keras lebih
disukai serta memiliki harga jual lebih tinggi. Gula merah memiliki struktur dan tekstur yang
kompak, tidak keras, sekaligus terdapat kesan empuk sehingga mudah dipatahkan (Santoso,
1993). Persyaratan mutu gula merah tebu dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN)
yang dirumuskan dalam SNI 01-6237-2000.

Gula merah mempunyai nilai kemanisan 10% lebih manis dari pada gula pasir. Adanya
bahan-bahan dari berbagai jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, glukosa,dan maltosa
menyebabkan rasa manis (Santoso, 1993). Gula merah juga memiliki rasa sedikit asam karena
adanya kandungan asam-asam organik di dalamnya. Adanya asam-asam ini menyebabkan gula
merah mempunyai aroma yang khas, sedikit asam, dan berbau karamel. Rasa karamel
pada gula merah diduga disebabkan adanya reaksi karamelisasi akibat panas selama
pemasakan (Nengah,1990).

2.1.1 Nira

Nira adalah cairan yang keluar dari bunga atau pohon penghasil nira yang disadap. Nira
sering disebut juga dengan `lerge` kata ini berasal dari istilah bahasa jawa, yaitu legi artinya
manis. Dalam keadaan segar nira mempunyai rasa yang manis, berbau harum dan tidak
berwarna. Cairan ini biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula.
Dalam proses penyadapan baik sebelum ataupun sesudahnya diperlukan penanganan
yang baik agar nira tidak mudah rusak dan terkontaminasi. Karena nira merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir.

2.1.2. Sumber Nira

Nira dihasilkan dari beberapa tanaman, ciri tanaman yang menghasilkan nira adalah
tanaman yang berdaun hijau dan digunakan dalam metabolisme dari tanaman. Pada tanaman
tersebut nira disimpan didalam akar, batang bunga dan buah. Nira dalam tanaman dapat
berbentuk dalam glukosa, fruktosa dan sukrosa. Sumber nira yang dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah :

1. Aren (Arenga pinnata merr)


Pada pohon aren niranya diperoleh dari penyadapan tangkai bunga dan dapat disadap
niranya pada umur 5-12 tahun. Dalam sehari pohon aren dapat disadap 2 kali dan
menghasilkan 300-400 liter nira.

2. Kelapa (Cocos nucifera)


Pada pohon kelapa niranya diperoleh dari penyadapan tangkai bunga dan dapat disadap
niranya pada umur 6-8 tahun. Penyadapan dilakukan sepanjang tahun selama 4 bulan dan
menghasilkan 2 kg/hari sadap. Rendeman nira yang dijadikan gula merah yaitu sebesar
12-18%, gula merah yang dihasilkan antara 30-40 kg/pohon/tahun.

3. Tebu (Saccharum officinarum)


Pada tanaman tebu niranya terdapat di batangnya. Tanaman tebuh yang sudah cukup
masak yaitu batangnya telah mempunyai rendeman yang tinggi sekitar umur 12-16 bulan
dan siap panen untuk diambil niranya.

2.1.3 Kelapa

Selain buahnya, kelapa dapat dimanfaatkan pada waktu masih berbunga yaitu dengan
cara diambil niranya sebagai bahan baku pembuatan gula cair, gula semut, gula padat. Semua
tipe kelapa dapat diambil niranya tetapi dianjurkan yang diambil niranya adalah kelapa genjah
walaupun produksi niranya lebih rendah dari kelapa dalam. Hal ini disebabkan buah kelapa
genjah berukuran kecil dan kurang dimanfatkan.
Prosedur Penyadapan Nira

Umumnya, penyadapan dilakukan setelah pohon kelapa berumur 8 tahun, kecuali untuk
hibrida di umur 4 tahun. Pohon dapat disadap jika telah menghasilkan tiga tandan bunga dengan
panjang bunga kedua sekitar tiga kali panjang bunga pertama. Dari ketiga tandan tersebut, bunga
kedua siap disadap, bunga pertama belum, sementara bunga ketiga tidak disadap karena sudah
terlalu tua.

Menurut Budi Santosa dan Oscar Saka dari Balit Palma, langkah selanjutnya yang perlu
dilakukan adalah menyayat bunga terpilih ke arah pucuk, namun jangan sampai putus sebagai
tempat untuk meletakkan ujung tali plastik. Lalu, ikat/balut ke arah pangkal atau pelepah bunga.

Teknik penyadapan nira yang biasa digunakan petani ada dua, yaitu metode petani
penderes/penyadap dan metode perbaikan. Pada metode petani penderes, bunga yang telah
dibalut diikat dengan tali dan dirundukkan perlahan-lahan selama 4 hari. Perundukan dilakukan
di pagi dan sore hari dengan hati-hati agar pelepahnya tidak sampai patah.

Selanjutnya, bunga dipotong sekitar 1/3 bagian dan disayat di bekas potongan selama 4
hari setiap pagi dan sore. Nira akan keluar di hari ke-5 setelah penyayatan atau hari ke-9 setelah
perundukan bunga.

Penyadapan kemudian dilakukan dua kali sehari, yakni pagi (jam 5-7) dan sore (jam 4-6).
Siapkan jerigen untuk menampung hasil sadapan. Setiap kali menyadap, sayat bekas potongan
dengan kedalaman 1-2 mm agar nira lebih mudah menetes. Pasalnya, jika tidak disayat, nira
yang keluar sebelumnya akan membeku dan menyumbat jalan keluarnya.

Sementara itu, pada metode perbaikan, bunga yang telah dibalut tali plastik langsung
diikat dan dipotong sepanjang 1/3 bagian. Bunga dirundukkan pelan-pelan setiap pagi dan sore
selama 4 hari. Saat pembengkokan, petani juga melakukan penyayatan sedalam 1-2 mm di bekas
potongan. Metode ini lebih cepat menghasilkan nira karena sudah keluar di hari ke-5.

2.1.4 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada proses pembutan gula merah yaitu:
1. Wajan (Tempat untuk memasak gula merah)
2. Kebuk (Alat yang terbuat dari kayu untuk mengaduk gula merah)
3. Irus (Alat yang di guamakam untuk menuangkan gula yang sudah matang, tetapi belum
kering kedalam ce gula arentakan gula merah)
4. Papan cetakan (Untuk mencetak gula merah)
5. Saringan (Untuk menyaring sajeng/nira yang akan dimasak)
6. Kayu bakar untuk memasak
7. Air sajeng/nira (Bahan baku gula aren)
8. Sabak (Tempat meletakan wajan dan menyalakan api)
9. Semengka (Proses sajeng/nira mulai matang dan menjadi gula)
10. Memasak kembali mengentalkan sajeng/nira yang sudah matang
11. Susuk (Alat untuk menyusuk gula merah yang masih lekat di wajan)

2.1.5 Cara Pembuatan Gula Merah

Cara pengolahan gula merah cukup sederhana dimulai dari penyadapan nirasebagai
bahan baku pembuatan gula merah. Nira merupakan cairan bening yangterdapat di dalam
mayang atau manggar dari tumbuhan jenis palma yang masihtertutup. Dari mayang atau
manggar rata-rata dapat diperoleh 0,5–1 Liter nira/hari. Setelah bahan baku diperoleh kemudian
dilakukan penyaringan selanjutnyanira dimasak dengan suhu pemanasan 110–120°C hingga nira
mengental dan berwarna kecoklatan, kemudian dicetak dan didinginkan hingga mengeras
(BalaiPenelitian Tanaman Palma, 2010.

Cara pembuatan gula merah sebagai berikut :

1. pengambilan nira. Nira diambil dengan cara menyadap pohon kelapa


2. Pembersihan nira dengan saringan

3. Pengentalan dengan cara perebusan

4. Pencetakan gula merah pada alat cetak


2.2Budidaya Tanaman Hidroponik

2.2.1 Pengertian Hidroponik

Sejarah perkembangan teknik hidroponik dimulai dengan penelitian yang berkaitan


dengan kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Duailmuan, Sach dan Knop
berhasil menunjukan bahwa suatu tanaman dapat hidup dalam media inert (tidak menimbulkan
reaksi kimia yang menggangu) yangdiberikan sebuah larutan unsur hara. Penelitian ini
menunjukan bahwa larutanyang mengandung unsur nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
sulfur (S),kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) merupakan unsur yang paling banyak dibutuhkan
oleh tanaman (makronutrien). Penelitian lebih lanjut menunjukanbahwa tanaman juga
memerlukan unsur-unsur hara lain seperti besi (Fe), klorin(CI), mangan (Mn), boron (B), seng
(Zn), tembaga (Cu) dan molybdenum(Mo) dalam jumlah kecil (mikronutrien) (Sudibyo 2005)

Hidroponik merupakan suatu cara dalam bercocok tanam tanpa menggunakan tanah
sebagai medianya. Di kalangan umum, istilah ini dikenal dengan “bercocok tanam tanpa tanah”.
Di sini termasuk juga bercocok tanam didalam pot atau wadah lainnya yang menggunakan air
atau bahan porous lainnya, seperti pecahan genting, pasir kali, kerikil, maupun gabus putih
(Lingga, 2008).

Pada perkembangan selanjutnya, media air diganti dengan media yang lebih praktis,
efisien, dan lebih produktif. Cara kedua ini lebih mendapat sambutan dibandingkan dengan cara
yang menggunakan media air. Oleh karenanya, pada perkembangan selanjutnya, teknik ini
disebut Hidroponik. Hidroponik ini kemudian dikembangkan secara komersial.

Bertanam secara Hidroponik dapat berkembang dengan cepat, karena cara ini mempunyai
banyak kelebihan. Kelebihan yang utama adalah tanaman dapat tumbuh dan berproduksi lebih
baik dibandingkan dengan teknik penanaman biasa. Kelebihan lainnya yaitu perawatan lebih
praktis dan gangguan hama lebih terkontrol, pemakaian pupuk lebih hemat, tanaman yang mati
lebih mudah diganti dengan tanaman yang baru, tidak membutuhkan tenaga kasar karena
metodek kerja lebih hemat dan memiliki standardisasi,tanaman dapat tumbuh lebih pesat dan
dengan keadaan yang tidak kotor dan rusak (Lingga, 2008).
Prinsip dasar hidroponik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hidroponik substrat dan
NTF. Hidroponik substrat adalah teknik hidroponik yang tidak menggunakan air sebagai media,
tetapi menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat menyerap atau menyediakan nutrisi,
air, dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti halnya tanah. Hidroponik NFT (Nutrient
film tecnique) adalah teknik hidroponik yang menggunakan model budi daya dengan meletakkan
akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Air tersebut tersirkulasi dan mengandung nutrisi
sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran dapat tumbuh dan berkembang didalam media air tersebut
(Untung, 2000).

Masyarakat perdesaan secara umum memiliki tingkat produktifitas yang masih rendah.
Masyarakat perdesaan juga masih belum mengetahui secara lebih jauh mengenai teknik bercocok
tanam secara Hidroponik. Teknik ini diaplikasikan kepada masyarakat perdesaan dengan tujuan
teknik ini dapat diaplikasikan secara mandiri oleh para warga dan dapat mengurangi tingkat
pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Warga pada umumnya belum
memiliki pengetahuan yang cukup dalam mengelolah sampah organik yang berasal dari limbah
rumah tangga seperti sisa makanan dan sayuran. Warga selalu membuang sampah rumah tangga
begitu saja sehingga menimbulakan kerusakan lingkungan disekitarnya. Teknik hidroponik ini
pada dasarnya dapat memberikan contoh kepada masyarakat bagaimana mengelolah sampah
yang lebih ramah lingkungan dan memanfaatkan sampah sebagaimana mestinya.

2.2.2 Model hidroponik

Penggunaan teknik budidaya tanaman secara hidroponik memiliki berbagai


keuntungan. Sameto (2006) menyatakan beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan
teknik ini adalah mengeliminasi serangan hama,cendawan, dan penyakit asal tanah sehingga
dapat meniadakan penggunaan pestisida; mengurangi penggunaan areal tanam yang luas;
meningkatkan hasil panen serta menekan biaya produksi yang tinggi. Selain itu teknik
dapat mempercepat waktu panen, penggunaan air dan unsur hara yang terukur, dan kualitas,
kuantitas dan kontinuitas hasil yang terjamin.

1. Floating Hydroponic System (FHS)

Floating Hydroponic System (FHS) merupakan budidaya tanaman (khususnya


sayuran) dengan cara menanamkan atau menancapkan tanaman pada lubang styrofoam yang
mengapung diatas permukaaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampung atau kolam sehingga
akar tanaman terapung atau terendam dalam larutan nutrisi. Metode ini dikembangkan pertama
kalioleh Jensen di Arizona dan Massantini di Italia. Pada sistem ini larutannutrisi tidak
disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak penampung dan dapat digunakan lagi dengan
cara mengontrol kepekatan larutan dalam jangka waktu tertentu (Sudarmojo 2008).

Floating Hydroponic System (FHS) perlu dilakukan pengontrolan kepekatan larutan


nutrisi dalam periode tertentu. Hal ini dilakukan karena dalam jangka yang cukup lama akan
terjadi pengkristalan dan pengendapan pupuk cair dalam dasar kolam yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Sistem ini mempunyai beberapa karakteristik seperti terisolasinya
lingkungan perakaran yang mengakibatkan fluktuasi suhu larutan nutrisi lebih rendah, dapat
digunakan untuk daerah yang sumber energi listriknya terbatas karena energi yang dibutuhkan
tidak terlalu tergantung pada energi listrik (Istiqomah 2007).

Tanaman ditancapkan pada lubang dalam styrofoam dengan bantuan busa (agar tanaman
tetap tegak) serta ditambahkan penyangga tanaman dengan tali. Lapisan styrofoam digunakan
sebagai penjepit, isolator panas dan untuk mempertahankan tanaman agar tetap terapung
dalam larutan nutrisi. Agar pemakaian lapisan styrofoam tahan lama biasanya dilapisi oleh
plastik mulsa. Dalam gambar juga ditunjukkan adanya bak larutan nutrisi dengan penyangganya,
biasanya bak penampung ini mempunyai kedalaman antara 10-20 cm dengan kedalaman larutan
nutrisi antara 6-10 cm. Hal iniditujukan agar oksigen dalam udara masih terdapat di bawah
permukaan styrofoam (Pinus 2008).

2. Nutrient Film Technique (NFT)

Hidroponik NFT adalah metode bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah,
melainkan menggunakan air yang ditambahkan larutan nutrisi tanaman. Sistem ini menjadi
salah satu metode bercocok tanam yang semakin disukai akhir-akhir ini. Hal ini dikarenakan
sistem hidroponik NFT memiliki berbagai keunggulan yaitu lebih mudah direalisasikan oleh
siapa saja. Sistem NFT ini ketersediaan nutrient sebagai sumber nutrisi bagitanaman memegang
peranan penting agar tanaman dapat tumbuh denganbaik dan menghasilkan produk yang bermutu
sesuai dengan harapan. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem monitoring terhadap flow aliran
nutrisi pada sistem hidroponik ini karena asupan nutrisi sangat penting bagi tanaman dapat
terpenuhi dengan baik (Istiqomah 2007).

Kata “film” pada hidroponik NFT menunjukkan aliran tipis. Dengan demikian,
hidroponik ini hanya menggunakan aliran air (nutrien) sebagai medianya. Keunggulan sistem
hidroponik ini antara lain air yang diperlukan tidak banyak, kadar oksigen terlarut dalam larutan
hara cukup tinggi, air sebagai media mudah didapat dengan harga murah, pH larutan mudah
diatur dan ringan sehingga dapat disangga dengan talang (Sutiyoso 2006).

Sistem hidroponik NFT adalah membuat media untuk bisa dialiri air yang tipis/dangkal,
aliran air ini secara terus menerus sebagai media tumbuh tanaman, air nutrisi mengalir secara
terus menerus untuk memberikan unsur-unsur yang ada dalam tanah ke akar tanaman. Larutan
nutrisi hidroponik agar dapat mengalir, maka talang dibuat miring dengan minimal kemiringan
1%. Media untuk menanam tanaman hidroponik dengan sistem NFT ini ada banyak media yang
bisa digunakan, pralon misalnya atau talang air bentuk U, acrilic, kayu dan lain-lain. Media
tanam tanamannya bisa menggunakan rockwool, rockwool ditaruh dalam netpot kemudian
diletakkan diatas aliran air yang telah dibuat dari pralon, talang air, acrilic maupun bahan yang
lain (Tamara 2013).
3. Vertikultur Talang

Vertikultur diartikan sebagai budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya


dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat. Tujuan vertikultur adalah untuk
memanfaatkan lahan yang sempit secaraoptimal. Sistem bertanam secara vertikultur sekilas
memang terlihat rumit,tetapi sebenarnya sangat mudah dilakukan. Tingkat kesulitan bertanam
secara vertikultur tergantung kepada model dan sistem tambahan yang dipergunakan. Struktur
dasar yang digunaka mudah diikuti dan bahan pembuatannya mudah ditemukan, sehingga dapat
diterapkan dirumah-rumah. Sistem tambahan yang memerlukan keterampilan khusus contohnya
penggunaan sistem hidroponik atau irigasi tetes (Temmy 2011).

Vertikultur adalah istilah Indonesia yang diambil dari istilah verticulture dalam bahasa
Inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical dan culture. Makna vertikultur adalah
sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal dan bertingkat. Sistem ini sangat cocok
diterapkan khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan sempit. Vertikultur
dapat pula diterapkan pada bangunan-bangunan bertingkat, perumahan umum, atau bahkan pada
pemukiman di daerah padat yang tidak punya halaman sama sekali. Dengan metode vertikultur
ini, kita dapat memanfaatkan lahan semaksimal mungkin (Widarto 2007).

Vertikultur dapat diterapkan dengan cara membuat rak tanaman secara bertingkat dan
diatur sedemikian rupa sehingga setiap tanaman tidak saling menutupi. Sistem pengelolaan air
juga secara sederhana dapat diterapkan dengan menggunakan sistem penyiraman antar-pot.
Penanaman sistem vertikultur dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat yang tinggal di
kota,yang memiliki lahan sempit atau bahkan sama sekali tidak ada lahan yang tersisa untuk
budidaya tanaman. Selama ini ada anggapan bahwa untukbudidaya tanaman dan mendapatkan
hasil panen yang banyak serta dapat mencukupi kebutuhan keluarga, diperlukan lahan yang luas.
Jika lahan yang tersisa sempit, berarti hasil yang akan diperoleh pun akan sedikit. Pernyataan itu
tidak berlaku jika bertanam dilakukan secara vertikultur. Dengan sistem vertikultur,
pemanfaatan lahan sempit bisa efisien dan memperoleh hasil panen yang optimal (Lingga 2005).
4. Substrat Sekam dan Pasir

Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman
tumbuh pada media porus selain tanah yang dialirilarutan nutrisi sehingga memungkinkan
tanaman memperoleh air, nutrisi,dan oksigen secara cukup. Pemberian nutrisi pada tanaman
dapat diberikan melalui substrat yang akan diserap oleh akar tanaman. Larutan nutrisi dibuat
dengan cara melarutkan garam mineral ke dalam air. Ketika dilarutkan dalam air, garam mineral
ini akan memisahkan diri menjadi ion. Penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara
kontinue dikarenakan akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan (Suhardiyanto 2009).

Karakteristik substrat harus bersifat inert dimana tidak mengandung unsur hara mineral.
Media tanam hidroponik harus bebas dari bakteri, jamur, virus, spora yang dapat menyebabkan
patogen bagi tanaman. Fungsi utama substrat adalah menjaga kelembaban, dapat menyimpan
air dan bersifat kapiler terhadap air. Media yang baik bersifat ringan dan dapat sebagai
penyangga tanaman (Suwandi 2006).

Kultur substrat atau agregat adalah kultur hidroponik dengan menggunakan


media tumbuh yang bukan tanah sebagai pegangan tumbuhakar tanaman dan mediator larutan
hara. Pada umumnya, pemberian larutan dilakukan dengan sistem terbuka (“open system”),
artinya larutan yang diberikan ke tanaman tidak digunakan lagi. Kultur ini merupakan sistem
yang paling mudah diadopsi selain sistem NFT dan tampaknya merupakan salah satu sistem
yang banyak dikembangkan para petani/pengusaha agrobisnis di Indonesia (Affan 2005).
5. Ebb and Flow

Ebb and flow atau dikenal dengan sistem pasang surut merupakan salah satu alat
hidroponik yang unik karena prinsip kerjanya yaitu tanaman mendapatkan air, oksigen dan
nutrisi melalui pompa dari bak penampung yang dipompa melewati media kemudian
membasahi akar tanaman (pasang), kemudian selang beberapa waktu air bersama nutrisi akan
turun(surut) kembali melewati media menuju bak penampungan. Waktu pasangdan surut dapat
diatur menggunakan timer sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut, jadi tanaman tidak akan
tergenang atau kekurangan air(Imam 2013).

Hidroponik sistem pasang surut (Ebb and Flow System) adalah suatu sistem menanam
dalam hidroponik dimana nutrisi atau pupuk diberikan dengan cara menggenangi/merendam
media tanam (zona akar) untuk beberapa waktu tertentu, setelah itu nutrisi tadi dialirkan kembali
ke bak penampungan. Prinsip kerja dari sistem ini adalah nutrisi dipompakan kedalam bak
penampung yang berisi pot yang telah diisi media tanam diletakkan diatasnya. Pompa
dihubungkan dengan pengatur waktu (timer) sehingga lamanya dan periode penggenangan dapat
diatur sesuai kebutuhan tanaman. Pada dasar bak kita pasang siphon yang berfungsi mengalirkan
kembali nutrisi ke bak penampung nutrisi secara otomatis (Affan 2005).

Teknologi ini sering disebut flood and drain. Prinsip kerja dari ebband flow adalah
mengisi kemasan dengan media, misalnya arang sekam kemudian menempatkannya di instalasi.
Selama lima menit, kemasan yang berisi media tersebut akan dikucuri larutan. Kemudian secara
gravitasi,larutan dalam kemasan akan turun kembali ke dalam tandon yang berada dibawahnya.
Setelah 10 menit, pompa menyala lagi dan terjadi kembali siklus seperti di atas (Sutiyoso 2006).
6. Aeroponik

Aeroponik diambil dari kata aero dan phonos. Aero berarti udara danphonos berarti cara
budidaya, aeroponik berarti bercocok tanam di udara. Aeroponik merupakan metode untuk
membudidayakan tanaman tanpa media tanah tetapi dengan memberi tanaman nutrisi melalui
pengabutan yang mengandung nutrisi/pupuk, dimana akar digantung di udara. Pengabutan ini
biasanya dilakukan setiap beberapa menit. Pengaturan pengabutan harus dilakukan secara teliti,
sebab akar tanaman yang dibudidayakan secara aeroponik terekspos di udara, sehingga akar bisa
cepat mengering jika pengaturan pengabutan terganggu (Agung 2009).

Prinsip aeroponik cukup sederhana yaitu menyediakan nutrisi sekaligus memberikan air
yang kaya akan oksigen ke tanaman dengan cara penyemprotan air yang mengandung nutrisi
tersebut. Kelebihan dari sistem ini adalah tumbuhan mendapat suplai oksigen yang sangat
banyak, sehingga proses respirasi menjadi sangat optimal. Hasilnya akan diketahui bahwasistem
ini memiliki kapasitas penyediaan yang lebih dari yang lain, baik darisegi nutrisi ataupun
oksigen. Kelemahan sistem ini adalah penggunaan pompa listrik yang sangat bergantung pada
ketersediaan listrik, sehingga jika pompa yang digunakan untuk menyemprotkan air dan nutrisi
tersebut mati, maka yang terjadi adalah tanaman yang di tanam juga akan mati(Sumiati 2005).

Aeroponik termasuk cukup mahal karena membutuhkan bahan-bahan yang mahal, namun
prinsip kerjanya sederhana yaitu air dan nutrisi yangakan diserap tanaman diberikan dalam
bentuk butiran kecil atau kabut. Pengkabutan ini berasal dari pompa dari bak penampungan yang
disemprotkan menggunakan nozzel sehingga nutrisi yang diberikan akanlebih cepat terserap akar
tanaman. Penyemprotan dilakukan berdasarkan durasi waktu yang diatur menggunakan timer.
Penyemprotan dilakukan kebagian akar tanaman yang sengaja digantung. Air dan nutrisi yang
telah disemprot akan masuk menuju bak penampungan untuk disemprotkan kembali (Navioside
et al 2009).

7. Deep Flow Technique (DFT)

Hidroponik DFT merupakan teknik hidroponik dengan menggunakan papan styrofoam


yang mengapung diatas larutan nutrisi dan larutan tersebut disirkulasikan dengan bantuan aerasi.
Pada dasarnya hidroponik sistem DFT sama dengan rakit apung tetapi pengaplikasiannya
berbeda. Perbedaannya adalah pada rakit apung larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan baik
sedangkan DFT tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atan flow (Mugniesyah 2006).

Salah satu teknik hidroponik adalah DFT atau Deep Flow Technique. Teknik hidroponik
sistem DFT menggunakan papan styrofoam yang mengapung di atas larutan nutrisi. Hidroponik
sistem DFT sama denganrakit apung tetapi pengaplikasiannya berbeda. Perbedaannya adalah
pada teknik rakit apung, larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan baik sedangkan pada DFT
larutan nutrisi, tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atau flow yang berasal dari aerator
(Sameto 2006).

Sistem hidroponik DFT merupakan metode budidaya tanaman hidroponik dengan


meletakkan akar pada lapisan air yang dalam, kedalaman lapisan berkisar antara 4-6 cm. Prinsip
kerja sistem hidroponik DFT yaitu mensirkulasikan larutan nutrisi tanaman secara terus-menerus
selama 24jam. Teknik ini dikategorikan sebagai sistem hidroponik tertutup. Umumnya 10
penerapan teknik hidroponik ini digunakan pada budidaya tanaman sayuran daun dan sayuran
buah (Chadirin 2007)
8. Aquaponik

Akuaponik adalah kombinasi akuakultur dan hidroponik yang bertujuan untuk


memelihara ikan dan tanaman dalam satu sistem yangsaling terhubung. Dalam sistem
ini, limbah yang dihasilkan oleh ikan digunakan sebagai pupuk untuk tanaman,
kemudian air yang dialirkan dengan sistem resirkulasi dari media pemeliharaan ikan
dibersihkan oleh tanaman sehingga dapat digunakan kembali oleh ikan. Interaksi antara ikandan
tanaman menghasilkan lingkungan yang ideal untuk tumbuh sehingga lebih produktif dari
metode tradisional (Sudibyo 2005).

Pada sistem akuaponik, aliran air kaya nutrisi dari media pemeliharan ikan digunakan
untuk menyuburkan tanaman hidroponik. Hal ini baik untukikan karena akar tanaman dan
rhizobakter mengambil nutrisi dari air. Nutrisiyang berasal dari feses, urin dan sisa pakan ikan
adalah kontaminan yang menyebabkan meningkatnya kandungan racun pada media
pemeliharaan,tetapi air limbah ini juga menyediakan pupuk cair untuk menumbuhkan tanaman
secara hidroponik. Sebaliknya, media hidroponik berfungsi sebagaibiofilter, yang akan menyerap
amonia, nitrat, nitrit dan fosfor sehingga air yang sudah bersih dapat di alirkan kembali
ke media pemeliharaan (Sapei 2006).

Bakteri nitrifikasi yang terdapat pada media hidroponik memilikiperan penting


dalam siklus nutrisi, tanpa mikroorganisme ini seluruh sistem tidak akan berjalan. Amonia dan
nitrit bersifat racun bagi ikan, tetapi nitratlebih aman dan merupakan bentuk dari nitrogen yang
dianjurkan untuk pertumbuhan tanaman seperti buah-buahan dan sayuran. Sebagian besar ikan
air tawar yang tahan terhadap padat tebar tinggi akan tumbuh dengan baik pada sistem akuaponik
Beberapa jenis ikan yang telah dibudidayakan menggunkan sistem akuaponik adalah lele
(Catfish), rainbow trout, mas (Common carp), koi, mas koki dan baramundi (Asian sea bass).
Tanamanyang digunakan dalam sistem akuaponik berupa tanaman sayur (bayam,kemangi,
kangkung) dan tanaman buah seperti tomat, mentimun dan paprika (Pinus 2008).

2.2.3 MediaTumbuh Hidroponik

Media tanam selain tanah yang dapat digunakan antara lain air, busa, kerikil, rockwool,
pasir, serbuk gergaji, gambut, sabut kelapa, perlit, batu apung, kulit kacang, poliester, atau
vermikulit. Karakteristik media yang baik dalam Munos, 2010 antara lain ukuran partikel antara
2 – 7 mm, mampu mempertahankan kelembaban dan mengeluarkan kelebihan air, tidak mudah
terdegradasi dan terurai, bebas dari mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan manusia
atau tanaman, tidak terkontaminasi dengan limbah industri, mudah diperoleh dan dipindahkan.
Media tanam pada sistem hidroponik hanya berfungsi sebagai pegangan akar dan perantara
larutan hara, untuk mencukupi kebutuhan unsur hara makro dan mikro perlu pemupukan dalam
bentuk larutan yang disiramkan ke media tanam. Kebutuhan pupuk pada sistem hidroponik sama
dengan kebutuhan pupuk pada penanaman sistem konvensional.

1.Arang sekam

Arang sekam adalah salah satu media tanam hidroponik yang cukup banyak
digunakan oleh masyarakat. Banyak sekali kelebihan yang bisa kita dapatkan dari arang
sekam, antara lain:

 Media tanam hidroponik yang efisien, murah dan steril

 Terdapat komponen kimia yang akan membantu tumbuh kembang tanaman, seperti
kadar air, protein kasar, lemak, abu, serat kasar, oksigen, karbon, hidrogen, silikat
dan karbohidrat Harga relatif lebih murah yang tentunya sangat disukai oleh
masyarakat

 Mendapatkannya juga mudah. Apalagi kalau kamu tinggal di desa mungkin bisa
dapat gratis Pembuatannya cenderung lebih mudah, dari segi berat lebih ringan dan
mengaplikasikannya juga tidak sulit

 Karena proses pembuatannya dengan cara dibakar, semua unsur yang dapat
membahayakan tanaman sudah hilang

2.Rockwool

Rockwool adalah media tanam hidroponik ramah lingkungan yang terbuat dengan
bahan dasar batu bara, batu basalt dan batu kapur yang dibakar dengan suhu 1600 derajat
celsius sampai meleleh serupa lava. Setelah itu berubah bentuk menjadi serat-serat ketika
sudah dingin.

Rockwool mampu menyerap banyak pupuk cair sekaligus udara yang membantu


pertumbuhan akar dalam penyerapan unsur hara, mulai dari tahap persemaian sampai
pada fase produksi. Keungulan pemanfaatan rockwool sebagai media tanam yaitu:

 Ramah lingkungan

 Tidak mengandung patogen penyebab penyakit

 Mampu menampung air hingga 14 kali kapasitas tampung tanah

 Dapat meminimalkan penggunaan disinfektan

 Dapat mengoptimalkan peran pupuk.

3. Cocopeat (serbuk sabut kelapa)

Cocopeat terbuat dari serbuk kelapa. Selain cocok sebagai media tanam, cocopeat
juga berfungsi sebagai pupuk tambahan untuk kesuburan tanaman. Cocopeat memiliki
daya tampung yang tinggi untuk menyimpan air. Hal ini dibuktikan dengan
kemampuannya menahan air 6-9 kali lipat dari volumenya atau 73%.
Jadi, jika Anda menginginkan media tanam hidroponik yang paling hemat air,
salah satunya bisa menggunakan serbuk sabut kelapa

4. Hidroton/Expanded Clay

Media tanam Hidroton berbentuk bulatan-bulatan kecil seperti kelerang, terbuat


dari tanah liat yang di bakar sehingga dapat menjaga kadar air dan dapat dipakai berulang
ulang. Hidroton dapat menyangga batang tanaman sehingga cocok untuk sayuran berkayu
seperti tomat dan cabe. Hidroton memiliki bobot yang sangat ringan untuk memudahkan
akar bergerak

5. Perlit

Perlit adalah media tanam yang mempunyai sifat anorganik dan terbuat dari batu
silika yang dipanaskan dengan suhu tinggi hingga mencair dan kemudian diubah menjadi
ukuran yang lebih kecil. Nah, wujud dari perlit sendiri ialah mineral dengan berat yang
ringanPerlite adalah salah satu media tanam terbaik pengganti tanah yang biasa
digunakan dalam budidaya tanaman secara hidroponik, tradisional maupun penyemaian
serta pembibitan.kelebihan dari perlit adalah dapat menampung unsur hara atau nutrisi
yang dibutuhkan oleh tumbuhan dalam jumlah yang cukup tinggi dan juga memliki
sistem drainase yang baik.

6. Pasir

Para petani hidroponik memakai pasir karena dianugrahi bobot yang cukup berat
sehing tidak sulit untuk membuat tanaman bediri tegak. Tidak hanya itu, pasir juga
mudah basah dan mudah kering kembali sebab memiliki pori-pori yang berukuran makro
dalam jumlah banyak. Dari sifat dasarnya tersebut, pasir dapat menghasilkan sirkulasi
udara yang cukup baik untuk akar tumbuhan.Oleh sebab itu, tidak heran jika pasir dinilai
sebagai salah satu media tanam hidroponik yang paling cocok untuk pertumbuhan bibit,
perakaran stek batang tanaman dan proses penyemaian benih

7. Spon
Spon sangat mudah untuk dipindahkan maupun ditempatkan di mana saja, karena
beratnya paling ringan diantara semua media tanam. Meskipun memiliki berat yang
ringan, spons sudah tidak lagi membutuhkan pemberat, sebab pada saat disiram air spons
menyerapnya dengan maksimal sehingga tanaman menjadi tegak.

Hasil media tanam hidroponik berupa spons ini cukup menggembirakan, yaitu
dari segi waktu spons lumayan awet dan bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama,
perkembangan tanaman lebih prima, tanaman cenderung lebih subur tanpa memerlukan
proses adaptasi, karena seratnya yang padat sehingga mampu untuk menyimpan
kandungan air hingga dua minggu dan yang paling penting relatif kebal terhadap jamur
yang mengandung resiko untuk merusak tanaman.

2.2.4 Nutrisi Hidroponik

Nutrisi sangat penting dan dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Nutrisi yang
diperlukan seperti:

a. Nitrogen (N)

Unsur ini adalah komponen utama pembentukkan klorofil, mendorong


pertumbuhan tanaman cepat, merangsang pertumbuhan vegetatif, dan meningkatkan
kualitas sayuran dan buah meningkatkan kandungan protein.

b. Fosfor (P)

Berguna untuk merangsang pembentukan dan perkembangan akar dan bunga,


berkontribusi pada pematangan biji, mendorong pewarnaan buah, membantu
pembentukan biji dan vigor tanaman.

Faktor-faktor yang mempengaruhi serapan hara dan ketersediaan nutrisi dalam


larutan nutrisi dipengaruhi oleh pH larutan, konduktivitas listrik, komposisi nutrisi dan
temperatur. Parameter yang mengukur keasaman atau alkalinitas suatu larutan (pH)
menunjukkan hubungan antara konsentrasi ion bebas H+ dan OH- dalam larutan. Nilai
pH larutan nutrisi yang tepat adalah antara 5.5 dan 6.5.

2.2.5 Pembuatan Hidroponik


A. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan media hidroponik adalah
sebagau berikut :

- Sterofom makana bekas

- air

- Benih tanaman (benih sawi).

- Netpot (wadah untuk tanaman)

- Rockwool (media tanam yang bersifat menyerap dan menyimpan air)

- Nutrisic (biasanya menggunakan Abmix untuk sayuran maupun buah-buahan).

Styrofoam makanan Air

Benih sawi Netpot


Rockwool Nutrisi AB Mix

B. Penyemaian

Penyemaian merupakan tahap awal dalam berkebun hidroponik. Media yang digunakan
yaitu rockwool. Cara menyemai yaitu sebagai berikut

1. Media tanam rockwool dipotong kecil, diletakkan di atas wadah, dan dibasahi dengan
air secukupnya agar basah; Pada rockwool dibuat lubang dengan menggunakan tusuk
gigi untu k tempat bibit;

2. Bibit tanaman dimasukkan ke dalam lubang dan wadah disimpan di dalam tempat
gelap; Untuk tanaman yang menjulang tinggi seperti sawi, bayam dan kangkung, 1
rockwool bisa diisi 2 - 3 benih, tetapi untuk yang tumbuh kesamping seperti pakcoy
dan selada cukup 1 benih saja. Untuk cabe dan tomat cukup 1 - 2 benih. Kelembaban
rockwool harus diperiksa secara berkala. Apabila kering, maka perlu ditambahkan air.
3. Setelah 1 - 4 hari, bibit akan pecah yang ditandai dengan warna putih. Lamanya pecah
tergantung dari jenis tanaman; Jika benih tanaman sudah pecah, maka wadah
ditempatkan di daerah yang terkena sinar matahari minimal 6 jam sehari;

4. Setelah berdaun empat, tanaman dipindahkan ke instalasi hidroponik yang telah


diberi pupuk cair sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Aurand, L.W., A. E. Woods, dan M.R. Wells. 1987. Food Composition and Analysis. An Avi
Book. New York. Reinhold Company.

Balai Penelitian Tanaman Palma. 2010. Pemanfaatan Tumbuhan Palma. Manado. Sulawesi Utara

Dachlan, M.A.1984. Proses Pembuatan Gula Merah. Balai Penelitian Dan Pengembangan
Industri, BBIHP, Bogor.

Darwin Philips. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Perpustakaan Nasional:Sinar Ilmu

Kristianingrum, Susila.2009. Analisis nutrisi dalam Gula Semut, disampaikandalam kegiatan


PPM teknologi pembuatan gula semut aneka rasa untuk menumbuhkan jiwa wirausaha
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,UNJ

Nengah,I.K.P.1990.Kajian reaksi Pencoklatan Termal pada Proses Pembuatan Gula Merah dari
Aren. Tesis.Program Studi Ilmu Pangan, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor

Santoso, B. 1993. Pembuatan Gula Kelapa. Kanisius. Yogyakarta.

Warastri, A.W. 2006. Menjaga Manisnya Gula Kelapa Banyumas. Dalam


www.kompas.com. Diakses pada tanggal 14 Juli 2021.

Affan M F 2005. High Temperature Effects on Root Absorption in HydroponicSystem DFT.


Master Thesis. Kochi University.

Chadirin Y 2007. Teknologi Greenhouse dan Hidroponik. Bogor : Diktat Kuliah. Departemen
Teknik Pertanian IPB.

Imam W 2013. Hidroponik Sistem Pasang Surut (Ebb and Flow).


http://imamwibawa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 13 Juli 2021.

Istiqomah 2007. Menanam Hidroponik. Jakarta : Penebar Swadaya.

Lingga P 2005. Hidroponik : Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya.

Mugniesyah S S 2006. Ilmu Penyuluhan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Navioside A, Yogi Sugito, Moch Dewani 2009. Upaya Peningkatan Hasil danKualitas Tanaman
Jagung Manis (Zea mays) Metode DFT Melalui Penggunaan Pupuk Kalium dan
Pupuk Organik Cair. J. Agrivita 24 (2) :27-33.

Pinus L 2008. Hidroponik : Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya.

Sameto H 2006. Hidroponik Sederhana Penyejuk Ruang. Jakarta : Panebar Swadaya.

Sudarmojo 2008. Budidaya Hidroponik. Jakarta : Penebar Swadaya.


Sutiyoso, Karsono S, Sudarmodjo 2006. Hidroponik Skala Rumah Tangga.Surabaya :
Agro Media Pustaka.

Suhardiyanto H 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk lklim Tropika Basah :Pemodelan dan
Pengendalian Lingkungan. Bogor : IPB Press.

Sumiati E 2005. Konsentrasi dan Jumlah Aplikasi Mepiquat Klorida


untukMeningkatkan Produksi Kentang di Dataran Tinggi dengan System DFT.J. Hort. 9
(4) : 293.

Suwandi A 2006. Pengaruh Penggunaan Kompos Kambing sebagai Tambahan Larutan


Anorganik dalam Sistem Hidroponik Rakit Apung pada Budidaya Selada (Lactuca
sativa L.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian. Universitas Djuanda.
Bogor.

Tamara 2013. Hidroponik Sistem NFT. http://sayuranhidroponik.wordpress.com. Diakses pada


tanggal 13 Juli 2021.

Temmy D 2011. Vertikultur, Teknik Bertanam di Lahan Sempit. Jakarta : Gramedia

Widarto L 2007. Vertikultur Bercocok Tanam Secara Bertingkat. Jakarta : Penebar


Swadaya.

Widarto L 2007. Vertikultur Bercocok Tanam Secara Bertingkat. Jakarta :Penebar


Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai