Disusun oleh
D3 TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan non enzimaris yang meliputi
degradasi gula-gula tanpa adanya asam amino atau protein. Sehingga bila gula dilakukan
pemanasan di atas titik leburnya sendiri, maka warnanya akan berubah menjadi coklat
disertai juga dengan perubahan cita rasa. Winarno dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Pangan dan Gizi (1999) mengatakan bahwa pada proses karamelisasi sukrosa terpecah
menjadi glukosa dan fruktosan. Fruktosan ialah fruktosa yang mengalami kekurangan satu
molekul air. Suhu yang tinggi pada saat pemanasan mampu mengeluarkan satu molekul air
dari setiap molekul gla sehingga terjadi juga glukosan. Reaksi ini kemudian dilanjutkan
dengan dehidrasi polimerasi jenis asam yang timbul di dalamnya. Salah satu contoh produk
pangan yang memanfaatkan reaksi karamelisasi adalah pada pembuatan permen dan caramel
susu dan selai. Proses pemanasan yang diatas titik lebur gula menyebabkan molekul air
terlepas dari ikatan glukosa tersebut. Misal pada suhu diatas 170℃. maka mulailah
karamelisasi sukrosa, gula caramel sering digunakan dalam bahan pemberi cita rasa pada
makanan. Hasilnya memiliki aroma dan rasa yang khas sering dikenal sebagai karamel. Pada
proses karamelisasi gula yang dipanaskan akan menjadi berwarna kecoklatan.
Karamelisasi dimulai ketika molekul sukrosa dipecah menjadi satu komponen glukosa
dan sebuah fruktosa. Bila suatu larutan sukrosa dipanaskan, maka konsentrasinya akan
meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga
seluruh air menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan,
maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik lebur
sukrosa adalah 1600 C. Bila gula yang telah mencair tersebut dipanaskan terus sehingga
suhunya melampaui titik leburnya, misalnya pada suhu 1700℃, maka mulailah terjadi
karamelisasi sukrosa.
Nanas (Ananas sativus) adalah sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia
dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk dalam familia nanasnanasan (Famili Bromeliaceae).
Perawakan tumbuhannya rendah, dengan 30 atau lebih daun yang panjang, berujung tajam,
tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang tebal (Wikipedia, 2010). Tanaman
nanas yang berusia satu sampai dua tahun, tingginya 50- 150 cm, mempunyai tunas yang
merayap pada bagian pangkalnya. Daun berkumpul dalam roset akar, dimana bagian
pangkalnya melebar menjadi pelepah. Daun berbentuk seperti pedang, tebal dan liat, dengan
panjang 80-120 cm dan lebar 2-6 cm, ujungnya lancip menyerupai duri, berwarna hijau atau
hijau kemerahan. Buahnya berbentuk bulat panjang, berdaging, dan berwarna hijau, jika
masak warnanya menjadi kuning, rasanya asam sampai manis (Dalimartha, S, 2001).
Klasifikasi buah nanas adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,
Kelas : Angiospermae , Ordo : Bromeliales, Famili : Bromiliaceae, Genus : Ananas, Species
: Ananas sativus.
Selai adalah makanan semi basah yang dapat dioleskan yang dibuat dari pengolahan
buah-buahan, gula atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan
yang diijinkan (SNI, 2008). Selai adalah makanan semi padat atau kental, yang terbuat dari
45 bagian berat bubur buah dan 55 bagian berat gula. Bubur buah adalah daging buah yang
telah dihaluskan (Fachruddin, 1997). Selai diperoleh dengan jalan memanaskan campuran
antara bubur buah dengan gula. Penambahan gula dengan kadar yang tinggi dapat
menyebabkan tekanan osmotik pada jasad renik yang akan menyerap dan mengikat air
sehingga mikroba tidak bebas menggunakan air untuk umbuh pada rosuk. Kemudian bubur
buah dengan gula dipekatkan melalui pemanasan dengan api sedang sampai kandungan
gulanya menjadi 68%. Pemanasan atau pemasakan yang terlalu lama menyebabkan hasil
selai menjadi keras dan sebaliknya jika terlalu lama menyebabkan hasil selai menjadi keras
dan sebaliknya jika terlalu singkat akan menghasilkan selai yang encer (Astawan dkk, 2004).
Selai dapat dibuat dari berbagai macam buah diantaranya nanas, strawberi, jambu biji,
ceremai, pepaya, pisang, sirsak, mangga, labu merah dan apel. Buah dapat dipilih sesuai
dengan ketersediaan yang ada dilingkungan sekitar atau berdasarkan rasa buah yang disukai
oleh konsumen pada umumnya (Margono, 2000).
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mengamati perubahan warna pada RGB
2. Mengamati perubahan skala RGB dalam pembuatan selai nanas
3. Mengamati perubahan skala HSB dalam pembuatan selai nanas
4. Menentukan skala yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengurangan skala
yang dianalogikan reaktan
5. Mengevaluasi kinetika reaksi karemelisasi secara sederhana.
Gambar 2. Kandungan Gizi Selai Nanas dalam 10 gram (sumber: FatSecret Platform API)
Salah satu karakteristik yang dimiliki selai adalah tingkat viskositasnya, serta harus
memiliki rasa yang dapat diterima konsumen. Menurut Yuliana (2011), selai yang bermutu baik
memiliki karakteristrik warna yang cemerlang, tekstur lembut, distribusi buah merata dan bercita
rasa buah alami, serta tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan. Selai
sendiri mengandung senyawa-senyawa yang berguna bagi tubuh, terkhusus selai buah murni
maka akan memiliki kadar air yang tinggi. Oleh karena itu, perlu ditambahkannya gula berlebih
untuk meingkatkan viskositasnya, serta diperlukan pemanasan yang lama untuk menurunkan
kadar air. Selain itu, diperlukan penambahan pektin untuk mempercepat pembentukan gel.
Namun, perlu diperhatikan pula bahwa penambahan gula terlalu lebih akan menghasilkan cita
rasa yang kurang disukai konsumen. Pemanasan yang terlalu lama pun akan menurunkan
kualitas gizi dari selai, demikian pula dengan penambahan pektin yang harus sesuai takarannya.
2.2 Reaksi Karamelisasi
Reaksi karamelisasi adalah reaksi yang terjadi karena pemanasan gula pada temperatur
diatas titik cairnya yang akan menghasilkan perubahan warna menjadi warna gelap sampai coklat
(Tranggono dan Sutardi, 1989). Menurut Eskin, et al., (1971), karamelisasi merupakan suatu
proses pencoklatan non enzimatis yang meliputi degradasi gula-gula tanpa adanya asam-asam
amino atau protein. Bila gula dipanaskan diatas titik leburnya, warnanya berubah menjadi coklat
disertai perubahan cita rasa.
Secara umum, mekanisme proses terjadinya karamelisasi adalah apabila sebuah larutan
sukrosa dilakukan penguapan, maka konsentrasi dan titik didih larutan tersebut akan meningkat.
Apabila keadaan tersebut terus berlangsung, seluruh air akan menguap. Selanjutnya, apabila
keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan tetap dilanjutkan, maka akan terbentuk cairan
sukrosa yang lebur (titik lebur sukrosa adalah 160°C).
Winarno (1999) menyebutkan bahwa pada proses karamelisasi mula-mula sukrosa pecah
menjadi glukosa dan fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi
mampu mengeluarkan satu molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadi glukosan yang
kemudian dilanjutkan dengan dehidrasi polimerisasi dan beberapa jenis asam yang timbul di
dalamnya. Proses pencoklatan bahan makanan selama pemanasan berkolerasi langsung dengan
senyawa 5-hydroxymethyl-2-furfural HMF (Mancilla dan Lopez, 2002). 5-hydroxymethyl-2-
furfural dapat berbentuk baik pada reaksi karamelisasi maupun maillard, senyawa tersebut
cenderung mengalami peningkatan selama proses pemasakan. Pada bahan makanan sumber pati,
reaksi karamelisasi lebih dominan menentukan terbentuknya pigmen coklat daripada reaksi
maillard, karena bahan makanan berpati relatif sedikit mengandung asam amino maupun protein
(Marsono, 2006).
Mekanisme karamelisasi merupakan mekanisme kompleks yang mampu menghasilkan
ratusan produk kimia. Proses karamelisasi mencakup reaksi kesetimbangan anomerik dan bentuk
cincin, inversi sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa, reaksi kondensasi, ikatan intramolekul,
isomerisasi aldosa menjadi ketosa, reaksi dehidrasi, reaksi fragmentasi, serta pembentukan
polimer tak jenuh. Reaksi yang terjadi pada karamelisasi merupakan pemecahan molekul sukrosa
menjadi sebuah molekul glukosa dan sebuah fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu molekul
air). Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan sebuah molekul air dari setiap molekul gula
sehingga terbentuk glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan
dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam campuran
tersebut (Peter S, 2008).
Mekanisme karamelisasi dapat pula ditinjau dari segi warna, rasa dan aroma. Apabila
gula dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi, gula tersebut akan berubah menjadi cairan
bening. Apabila dipanaskan lebih lanjut, gula tersebut akan berubah warna menjadi kekuningan,
kemudian kecokelatan, dan dalam waktu singkat dapat berubah warna menjadi benar-benar
cokelat. Dari segi aroma dan rasa, akan timbul aroma dan rasa yang khas, dan dikenal sebagai
karamel. Pemanasan secara langsung pada suhu 170oC sampai 200oC terhadap karbohidrat
khusunya gula, menghasilkan suatu kompleks yang berasal dari proses karamelisasi. Ikatan
ganda yang terkonjugasi menyerap cahaya dan menghasilkan warna. Produk karamelisasi
biasanya digunakan dalam pembuatan makanan, kembang gula, dan sejenisnya, serta untuk
menghasilkan warna pada minuman cola (Wistler dan Daniel, 1985, di dalam Fennema, 1985).
Karamelisasi disebabkan oleh reaksi gula pereduksi dengan gugus amina primer atau
pemakaian suhu tinggi pada sukrosa. Pencoklatan ini sengaja dibuat untuk menimbulkan bau dan
cita rasa yang dikehendaki. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
karamelisasi yaitu:
1. Suhu
Jenis Gula,Suhu Karamelisasi, Fruktosa 110°C, 230°F Galaktosa 160°C, 320°F Glukosa
160°C, 320°F Maltosa 180°C, 356°F Sukrosa 160°C, 320°F . Suhu karamelisasi setiap
jenis gula berbeda, sesuai dengan titik lebur dari masing-masing gula tersebut.
2. Waktu
Semakin lama waktu pemanasan, maka semakin pekat warna cokelat yang dihasilkan.
3. Tingkat Keasaman Lingkungan (pH)
Reaksi karamelisasi peka terhadap tingkat keasaman lingkungan. Dengan mengontrol
tingkat keasaman (pH), laju reaksi (atau suhu di mana reaksi mudah terjadi) dapat
berubah. Tingkat karamelisasi terendah pada umumnya pada tingkat keasaman netral (pH
sekitar 7), dan dapat mengalami percepatan ketika tingkatan keasaman tinggi (terutama
pH di bawah 3), serta pada suasana basa (terutama pH di atas 9).
Menurut Hodge dan Ozman (1976) pada produk yang diberi penambahan gula bila
dilakukan pemanasan yang lebih lama terjadi proses karamelisasi yaitu reaksi pencoklatan non
enzimatik. Karamel yang terbentuk selama pemanasan memberi warna coklat pada produk
pangan. Terdapat beberapa produk pangan yang mengalami reaksi karamelisasi seperti karamel
susu. Karamel susu atau hoppies merupakan salah satu jenis permen yang mengaplikasikan
reaksi karamelisasi. Pembuatan karamel merupakan suatu pengolahan alternatif untuk
memanfaatkan susu yang bermutu rendah atau telah tidak dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
berbagai jenis produk olahan susu lainnya (Andika, 2015).
d. Setelah di pilih bagian yang akan diteliti, akan muncul RGB dan HSB dengan sendirinya
e. Klik bagian atas putih agar bisa tahu lebih detail
DAFTAR PUSTAKA
Andika, 2015. Analisis Pangan. Bogor: IPB Press.
Eskin, N. A. M., H. M. Handerson, and R.J. Townsend. 1971. Biochemistry of Foods. Academic
Press, New York, San Francisco, London.
Hodge dan Ozman 1976. Present Knowledge of The Maize Steeping Process. Starch 21. pp. 62-
73.
Pratiwi, T.F. 2018. http://repository.unpas.ac.id (daikses 16 April 2021)
Triwardhhani, O. 2014. http://repository.wima.ac.id (diakses 16 April 2021)