Anda di halaman 1dari 17

1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus)


2.1.1 Klasifikasi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus)
Menurut Richadson (1846) in Stames (1988) taksonomi ikan swanggi
Priacanthus tayenus. Ikan Swanggi Memiliki tulang saring insang pada lengkung
insang pertama berjumlah 21-24. Duri sirip punggung terdiri dari 10 jari-jari keras
dan 11-13 jarijari lemah. Duri sirip ekor terdiri dari 3 jari-jari keras dan 12-14 jari-
jari lemah. Jari sirip dada berjumlah 17-19 jari-jari lemah. Warna tubuh, kepala
dan iris mata adalah putih kemerah-merahan atau putih keperak-perakan, sirip
berwarna merah muda, sedangkan ciri utama yang menjadi pembeda terhadap
jenis Priacanthus lainnya adalah memiliki sirip perut dengan bintik kecil ungu
kehitam-hitamandalam membrane dengan 1 atau 2 titik besar yang berada di dekat
perut (FAO, 1999). Dapat di klasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Veterbrata
Kelas : Pisces
SubKelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
SubOrdo : Percoidea
Famili : Priacanthidae
Genus : Priacanthus
Spesies : Priacanthus tayenus
Nama FAO : Purple-spotted bigeye
Berikut ini adalah gambar dari ikan Swanggi (Priacanthus tayenus) yang
dicantumkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus)


Sumber :
2

2.1.2 Morologi ikan


Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus) memiliki bentuk tubuh pipih dengan
kelengkapan sirip yang lengkap terdiri dari sirip pektoral, sirip ventral, sirip anal,
sirip dorsal dan sirip kaudal. Bentuk sirip kaudalnya adalah lekuk tunggal. Bentuk
mulut ikan swanggi adalah superior karena rahang bawah lebih besar dari rahang
atas. Habitat ikan swanggi yaitu di dasar perairan (Demersal) dan di karang.
Manfaat ikan ini untuk konsumsi. Posisi sirip ventral terhadap pektoral yaitu
jugular yaitu sirip ventral berada di depan sirip pektoral. Ikan ini memiliki linea
literalis yang tidak terputus. Ciri khusus ikan ini yaitu memiliki mata lebar
dilengkapi Adhipose eyelite untuk membantu visibilitas saat berenang. Sebaran
ikan ini berada disekitar Asia beriklim tropis.

2.2 Teknik Penanganan dan Pengolahan


2.2.1 Persyaratan Bahan Baku
Persyaratan mutu bahan baku mengacu pada SNI 2694:2013 tentang surimi.
Penilaian organoleptik bahan baku surimi diuji dengan parameter uji kenampakan
(setelah pelelehan) dan uji fisik yang meliputi uji lipat dan uji gigit. Pengujian
bahan baku surimi dengan parameter kenampakan (setelah pelelehan) harus
mempunyai karakteristik surimi sekurang-kurangnya yaitu berbentuk daging,
sedikit serat dan tanpa benda asing.

2.2.2 Alur Proses


Proses pengolahan Siomay Ikan mengacu pada SNI 7756:2013 sedangkan
skema alur proses pengolahan siomay ikan dapat dilihat pada Gambar 2. Adapun
proses pengolahan siomay ikan adalah sebagai berikut:

2.2.2.1 Bahan baku lumatan daging/surimi beku


Bahan baku dan bahan lainnya di uji secsrs organoleptik dan ditangani
secara cepat, cermat dan saniter.

2.2.2.2 Pelelehan
Bahan baku yang masih dalam kemasan dilakukn proses pelelehan
(thawing) dengan cara direndam dalam airdingin atau air dingin aatau air yang
mengalir atau dalam suhu ruang secara cermat dan saniter.

2.2.2.3 Sortasi 1
Bahan baku dipisahkan berdasarkan mutu dan jenis. Sortasi mutu
dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dna saniter dengan mempertahankan
rantai dingin (0 °C - 5°C).
3

2.2.2.4 Penyiangan
Ikan disiangi dengan cara membuang kepala, sisik dan isi perut.
Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan dlam kondisi suhu
dingin (0 °C - 5°C).

2.2.2.5 Pencucian 2
Bahan baku dicuci dengan menggunakan air mengalir secara cepat, cermat
dan saniter dalam kondisi suhu dingin (0 °C - 5°C).

2.2.2.6 Pengambilan daging


Ikan diambil dagingnya secara cepat, cermat dan hati-hati serta tetap
mempertahankan suhu dingin (0 °C - 5°C).

2.2.2.7 Pelumatan daging


Daging ikan di lumatkan dengan alat pelumat daging (mincer) dan
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu
dingin (0 °C - 5°C).

2.2.2.8 Pencampuran
Lumatan daging dimasukkan ke dalam alat pencampur kemudian
ditambahkan garam dan dicampur hingga di dapat adonan yang lengket (sticky).
Selanjutnya dilakukan penambahan bumbu lainnya, campur sampai homogen
secara cepat, cermat, saniter dalam suhu dingin.

2.2.2.9 Pembentukan
Adonan dibentuk kemudian dibungkus dengan kulit pangsit secara cepat,
cermat dan saniter dalam kondisi suhu dingin.

2.2.2.10 Pengukusan
Siomay ikan dikukus sesuai spesifikasi.

2.2.2.11 Pendinginan
Siomay ikan didinginkan dengan cara ditiriskan atau dibantu dengan
blower atau kipas angin secara cermat dan saniter.

2.2.2.12 Sortasi 2
Siomay ikan disortir secara cepat, cermat dan saniter.

2.2.2.13 Pengemasan dan Penimbangan


Siomay ikan dikemas dan ditimbang sesuai spesifikasi serta dilakukan
secara cepat, cermat dan saniter.
4

2.2.2.14 Penyimpanan Beku


Produk disimpan dalam suhu dan fluktuasi sesuai dengan spesifikasi.

2.2.2.15 Pemuatan
Produk dalam kemasan dimuat dalam alat transportasi dan terhindar dari
penyebab yang dapat merusak atau menurunkan mutu produk.

2.2.3 Persyaratan Produk Akhir


Menurut SNI 07756:2013 Persyaratan mutu dan keamanan siomay ikan
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Mutu Siomay Ikan


Parameter Uji Satuan Persyaratan Mutu
a) Sensori
Angka (1-9) Minimal 7
b) Kimia
- Kadar Air Maks 60,0
- Kadar Abu %
Maks 2,5
- Kadar Protein %
% Min 5,0
- Kadar Lemak Maks 20,0
%
c) Cemaran Mikroba
- ALT Koloni/gram Maksimal 5,0x𝟏𝟎𝟒
- Escherichia coli APM/gram <3
- Salmonella - Negatif/25 g
- Vibrio cholera* - Negatif/25 g
- Staphylococcus aureus Koloni/gram Maks 1 x 𝟏𝟎𝟐

d) Cemaran Logam
Maksimal 0,1
- Kadmium (Cd) Maksimal 0,5
Mg/Kg
- Merkuri (Hg) Maksimal 0,3
Mg/Kg Maksimal 1,0
- Timbal (Pb) Maksimal 40,0
Mg/Kg
- Arsen (As)
Mg/Kg
- Timah (Sn) Mg/Kg 0

e) Cemaran Fisik -
- Filth

CATATAN* Bila diperlukan

Sumber: (SNI 07756:2013)


5

2.3 Siomay Ikan


Seiring perkembangan zaman upaya penganeka ragaman pangan yang
memenuhi persyaratan dan keamanan pangan serta meningkatkan nilai jual
dilakukan diversifikasi produk perikanan dengan penerapan teknologi pengolahan
pangan. Salah satu usahanya yaitu menjadikan ikan sebagai bahan dasar
pembuatan satu produk makanan yaitu siomay. Siomay adalah salah satu jenis
dim sum yang dalam bahasa mandarin dim sum jenis ini disebut dengan nama
shaomai yaitu daging cincang yang dibungkus kulit tipis dari tepung terigu yang
di matangkan dengan cara dikukus. Daging ikan yang digunakan dalam
pembuatan siomay adalah ikan tenggiri karena memiliki rasa yang gurih, tekstur
rapat dan sedikit kenyal, serta mampu menimbulkan aroma yang tajam, (muthohar
dan Setyanova 2004).
Di indonesia siomay merupakan salah satu makanan tradisional yang
berasal dari daerah bandung. Dikenal sebagai makanan khas daerah bandung yang
disajikan dengan beberapa sayur rebus seperti kembang kol, kentang, pare serta
bisa juga ditambahkan dengan tahu ataupun batagor. Kadar lemak sesuai dengan
persyaratan mutu dan keamanan siomay ikan adalah maksimal 20,0 persen (Badan
Standardisasi Nasional, 2013). Lemak dalam bahan pangan memberikan
kesempatan bagi jenis-jenis lipolitik untuk tumbuh secara dominan. Mencegah
kerusakan dan ketengikan yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri
digunakan bahan pengawet alami yaitu bawang merah (Allium ascalonicum)
karena bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu bahan yang
dibutuhkan dalam pembuatan siomay ikan. Bawang merah memiliki berbagai
kandungan ataupun senyawa yang diduga dapat bersifat bakterisida dan fungisida
terhadap cendawan dan bakteri tertentu (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan, 1979). Bawang merah per 100 gram juga memiliki kandungan lemak
sebesar 0,3 gram. Lemak yang diperlukan tubuh berdasarkan Angka Kecukupan
Gizi Manusia (2000 kkal) adalah 70 gram. Penambahan bawang merah (Allium
ascalonicum) juga merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan cita rasa
dari siomay ikan. Menurut Kumar et al. (2010) bawang merah (Allium
ascalonicum) dikenal sebagai bumbu masakan yang dapat menghasilkan aroma
dan rasa yang sedap.

2.4 Perhitungan Kelayakan Usaha


Analisis kelayakan usaha yaitu sebagai suatu alat analisis yang
digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha. Analisis kelayakan usaha dimulai
dari sebuah ide bisnis. Diperlukan sebuah penelitian untuk mengetahui apakah ide
bisnis tersebut layak atau tidak.
6

2.4.1 Analisis Keuangan


2.4.1.1 Biaya Investasi
Biaya investasi, adalah biaya yang masa kegunaanya dapat berlangsung
untuk waktu yang relatif lama. Biasanya waktu untuk biaya investasi ditetapkan
lebih dari satu tahun. Batas satu tahun di tetapkan atas dasar kebiasaan
merencanakan dan merealisasi anggaran untuk jangka waktu satu tahun. Biaya
investasi ini biasanya berhubungan dengan pembangunan atau pengembangan
infrastruktur fisik dan kapasitas produksi (alat produksi). Contoh yang termasuk
dalam biaya investasi antaralain pembangunan gedung, biaya pembelian mobil,
biaya pembelian peralatan besar dan sebagainya.

2.4.1.2 Biaya Produksi


Biaya produksi adalah semua biaya yang berkaitan dengan produk
(barang) yang diperoleh, dimana didalamnya terdapat unsur biaya produkberupa
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (M.
Nafarin, 2009: 497).

2.4.2 Analisis Keuntungan


2.4.2.1 Laba atau Rugi
Laba, keuntungan atau (profit) dapat didefinisikan dengan dua cara, yang
pertama laba dalam ilmu ekonomi murni yaitu sebagai peningkatan kekayaan
seorang investor sebagai hasil penanaman modalnya, setelah dikurangi biaya-
biaya yang berhunbungan dengan penanaman modal tersebut (termasuk di
dalamnya, biayakesempatan). Laba dalam akuntansi didefinisikan sebagai selisih
antara harga penjualan dengan biaya produksi.

2.4.3 Penilaian Investasi


2.4.3.1 Payback Periode (PP)
Payback periode adalah periode jumlah tahun yang diperlukan untuk
mengembalikan nilai investasi yang telah dikeluarkan. Payback periode dalam
bahas indonesia dapat disebut juga dengan periode pengambilan modal. Para
investor atau pengusaha sering menggunakan Payback periode (PP) atau periode
pengambilan modal ini sebagai penentu dalam pengambilan keputusan investasi
yaitu keputusan yang menentukan apakah akan menginvestasikan modalnya ke
suatu proyek atau tidak (Budi kho, 2017).

2.4.3.2 Net Present Value (NPV)


Net Present Value (NVP) adalah perbedaan antara nilai sekarang dari arus
kas yang masuk dan nilai sekarang dari arus kas keluar pada sebuah periode. NPV
biasanya digunakan untuk alokasi modal untuk menganalisa keuntungan dalam
sebuah proyek yg akan dilaksanakan (Herlambang, 2018).
7

2.4.3.3 Internal Rate of Return (IRR)


Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu cara untuk mengukur
tingkat pengembaian hasil intern (Kasmir dan Jakfar, 2007 dalam Sugiono, 2008).
Metode ini digunakan untuk mencari penerimaan kas dengan pengeluaran
investasi awal (Umar 2005, dalam Sugiono, 2008).
2.4.3.4 Profitability Index (PI)
Profitability index (PI) atau benefit cash and ratio (B/C Ratio) merupakan
ratio aktifitas dari jumlah nilai sekarang penerimaan dengan nilai sekarang
pengeluaran investasi selama umur investasi (Kasmir dan Jakfar, 2007 dalam
Sugiono, 2008). B/C Ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan
atau pendapatan (total revenue) dengan jumlah pengeluaran (total cost), apabila
B/C Ratio lebih dari satu, berarti usaha tersebut layak untuk dijalankan (Rahardi,
2005 dalam Sugiono, 2008).

2.4.3.5 Break Even Point (BEP)


Break Even Point (BEP) adalah titik keseimbangan antara jumlah
penerimaan (total revenue) sama dengan jumlah pengeluaran (total cost) (Ibrahim,
1998 dalam Sugiono, 2008). BEP merupakan nilai hasil penjualan produksi sama
dengan biaya produksi, sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan (Rahardi,
2005 dalam Sugiono, 2008).

2.4.3.6 Return on Investment (ROI)


Return On Investment (ROI) merupakan salah satu rasio dari rasio
profitabilitas dimana rasio profitabilitas ini digunakan untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, semakin tinggi ratio
ini maka semakin baik keadaan suatu perusahaan (Kasmir, 2011 dalam Wangarry,
2015).

2.5 Penerapan Kelayakan Dasar Unit di Pengolahan


2.5.1 Persyaratan Fisik
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
23/MEN.KES/SK/I/78 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk
Pengolahan Makanan sebagai berikut :
8

2.5.1.1 Lokasi
Bangunan harus bebas dari pencemaran seperti daerah persawahan atau
rawa, daerah pembuangan kotoran dan sampah, daerah kering dan berdebu, daerah
kotor, daerah berpenduduk padat, daerah penumpukan barang bekas, dan daerah
lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran.

2.5.1.2 Bangunan
Bangunan dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan
teknik dan higiene sesuai dengan jenis makanan yang diproduksi sehingga mudah
dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan mudah dipelihara.
Bangunan unit produksi harus terdiri atas ruangan pokok dan ruangan pelengkap
yang harus terpisah sehingga tidak menyebabkan pencemaran terhadap makanan
yang diproduksi. Ruang pokok yang digunakan untuk memproduksi makanan
harus memenuhi persyaratan sesuai dengan jenis dan kapasitas produksi, ukuran
alat produksi serta jumlah karyawan yang berkerja. Susunan ruangan diatur
berdasarkan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu lintas
pekerja yang simpang siur dan tidak mengakibatkan pencemaran makanan yang
diproduksi. Ruang pelengkap harus memenuhi syarat luasnya sesuai dengan
jumlah karyawan yang berkerja dan susunannya diatur berdasarkan urutan
kegiatan yang dilakukan.

1) Lantai

Ruangan pokok harus memenuhi syarat rapat air, tahan terhadap air, garam,
basa, asam dan atau bahan kimia lainnya, permukaannya rata, tidak licin dan
mudah dibersihkan, memiliki kelandaian cukup ke arah saluran pembuangan air
dan mempunyai saluran tempat air mengalir atau lubang pengeluaran serta
pertemuan antara lantai dan dinding tidak boleh membentuk sudut mati, harus
melengkung dan rapat air. Lantai ruang pelengkap harus memenuhi syarat rapat
air, tahan terhadap air, permukaanya datar, rata serta halus, tidak licin dan mudah
dibersihkan. Ruang untuk mandi, cuci dan sarana toilet harus mempunyai
kelandaian secukupnya ke arah saluran pembuangan.

2) Dinding

Ruangan pokok dan pelengkap harus memenuhi persyaratan sekurang-kuranya


20 cm di bawah dan 20 cm di atas permukaan lantai harus rapat air. Permukaan
bagian dalam harus halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah
mengelupas, mudah dibersihkan dan sekurang-kurangnya setinggi 2 meter dari
lantai harus rapat air, tahan terhadap air, basa asam dan bahan kimia lainnya.
9

Pertemuan antara dinding dengan dinding dan dinding dengan lantai tidak boleh
membentuk sudut mati, harus melengkung dan rapat air.

3) Atap

Terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor. Langit-langit
ruangan pokok dan pelengkap harus memenuhi persyaratan dibuat dari bahan
yang tidak mudah melepaskan bagiannya, tidak terdapat lubang dan tidak retak,
tahan lama dan mudah dibersihkan, tinggi dari lantai sekurang-kuranya 3 meter,
permukaan rata, berwarna terang. Khusus ruangan pokok ditambahkan syarat
tidak mudah mengelupas, rapat air bagi tempat pengolahan yang menimbulkan
atau menggunakan uap air.

4) Pintu

Harus memenuhi syarat dibuat dari bahan yang tahan lama, permukaannya
rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan, dapat ditutup dengan baik
dan membuka ke luar.

5) Jendela

Harus memenuhi syarat dibuat dari bahan yang tahan lama, permukaannya
rata, halus, mudah dibersihkan dan berwarna terang, sekurangkurangnya setinggi
1 meter dari lantai, luasnya sesuai dengan besarnya bangunan.

6) Penerangan

Penerangan di ruangan pokok dan pelengkap harus terang sesuai dengan


keperluan dan persyaratan kesehatan.

7) Ventilasi

Suhu pada ruang pokok maupun pelengkap baik secara alami maupun buatan
harus memenuhi persyaratan cukup menjamin peredaran udara dengan baik dan
dapat menghilangkan uap, gas, debu, asap dan panas yang dapat merugikan
kesehatan, dapat mengatur suhu yang diperlukan, tidak boleh mencemari hasil
produksi melalui udara yang dialirkan serta lubang ventilasi harus dilengkapi
dengan alat yang dapat mencegah masuknya serangga dan mengurangi masuknya
kotoran ke dalam ruangan serta mudah dibersihkan.

2.5.1.3 Fasilitas
Bangunan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat
berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene.
Bangunan harus dilengkapi dengan sarana penyediaan air yang terbagi atas
sumber air, pipa pembawa, tempat persediaan air dan pipa pembagi.
10

Sarana penyediaan air harus dapat menyediakan air yang cukup bersih sesuai
dengan kebutuhan produksi pada khususnya dan kebutuhan perusahaan pada
umumnya. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana pembuangan yang terdiri
atas saluran dan tempat pembuangan buangan akhir, tempat buangan padat, sarana
pengolahan limbah dan saluran pembuangan limbah terolah.

1) Sarana Pembuangan Limbah

Sarana pembuangan limbah harus dapat mengolah dan membuang buangan


padat, cair dan atau gas yang dapat mencemari lingkungan.

2) Sarana toilet

Letak toilet tidak langsung ke ruang proses pengolahan, dilengkapi dengan bak
cuci tangan, diberi tanda pemberitahuan bahwa setiap karyawan harus mencuci
tangan dengan sabun dan atau ditergen sesudah menggunakan toilet dan
disediakan dalam jumlah cukup sesuai dengan jumlah karyawan.

3) Sarana cuci tangan

Sarana cuci tangan diletakan di tempat yang diperlukan, dilengkapi dengan air
mengalir yang tidak boleh dipakai berulang kali, dilengkapi dengan sabun atau
ditergen, handuk atau alat lain untuk mengeringkan tangan dan tempat sampah
berpenutup serta disediakan dengan jumlah yang sesuai dengan jumlah karyawan.

2.5.2 Persyaratan Operasional

2.5.2.1 Good Manufacturing Practice (GMP)

Good Manufacturing Practice (GMP) merupakan suatu cara untuk


memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-
persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu
sesuai dengan tuntutan konsumen, sehingga GMP adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari penerapan PMMT atau HACCP. Penyusutan GMP bertujuan
untuk meningkatkan jaminan dan konsistensi mutu dari produk yang dihasilkan.
GMP merupakan program penunjang keberhasilan dalam implementasi sistem
HAACP sehingga produk pangan yang dihasilkan benar-benar bermutu dan sesuai
dengan tuntutan konsumen, tidak hanya didalam akan tetapi diluar negeri
(Thaheer, 2005).

1) Seleksi Bahan Baku

Bahan baku harus bersih, bebas dari bau yang menandakan pembusukan,
dekomposisi dan pemalsuan, sifat-sifat alamiah yang dapat menurunkan mutu
serta tidak membahayakan kesehatan. Unit pengolahan tidak menerima bahan
baku yang ditangkap didaerah perairan yang tercemar. Perairan yang tercemar
11

adalah perairan yang dicemari baik sengaja atau tidak sengaja oleh kotoran
manusia dan hewan yang dapat mencemari produk yang mungkin dimakan tanpa
pemasakan atau pemanasan. Perairan yang memerlukan pengawasan karena
perlakuan dengan bahan kimia, biologis dan fisik.

2) Penanganan dan Pengolahan

Teknik penanganan ikan yang paling umum dilakukan untuk menjaga


kesegaran ikan adalah menggunakan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah yang
paling sering dan mudah dilakukan adalah menggunakan es. Es merupakan media
pendingin yang besar, tidak membahayakan ikan, lebih cepat mendinginkan ikan,
mengatur suhu ikan pada suhu 0oC, dan lain-lain (Ilyas, 1983).

Penanganan dan pengolahan produk perikanan perlu diperhatikan dari berbagai


aspek yaitu waktu atau lamanya proses, suhu selama pelaksanaan proses,
teknologi yang digunakan, peralatan yang digunakan serta personil yang dipakai.
Penanganan bahan baku hasil perikanan seharusnya menggunakan wadah yang
bersih, dapat dijaga suhunya tetap dingin selama proses, perlakuan secara cepat
disetiap tahapan proses, menggunakan air bersih untuk mencuci bahan dan
menjauhkan bahan baku dari faktor-faktor yang dapat menaikan suhunya. Ikan
yang tidak langsung diolah, disimpan dalam kamar dingin dan dijaga suhunya
sekitar 0oC. Bahan baku yang sudah busuk tidak dapat diterima, mengandung
racun atau ditemukan benda-benda asing yang dapat membahayakan produk.

3) Persyaratan Bahan Pembantu dan Bahan Kimia

Bahan pembantu adalah bahan yang digunakan dalam proses penanganan dan
pengolahan produk untuk dapat mempertahankan mutu bahan baku sampai
menjadi produk akhir. Syarat bahan pembantu dan kimia harus tetap dan konsisten
dalam penerapannya.

4) Pembungkusan dan Pengepakan

Pembungkusan dan pengepakan harus dilakukan pada kondisi yang higiene


untuk menghindari kontaminasi pada hasil perikanan. Bahan pengepak dan bahan
lain yang kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan
12

higiene dan khususnya.

 Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan


 Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan
manusia
 Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan

Pengecualian terhadap wadah tertentu yang terbuat dari bahan yang kedap air,
halus dan tahan karat yang mudah dibersihkan dan disanitasi, yang mungkin
digunakan kembali setelah pencucian dan sanitasi, bahan pengepakan tidak boleh
digunakan kembali. Bahan pengepakan yang digunakan untuk produk segar yang
diberi es harus dilengkapi dengan saluran pembuangan untuk lelehan es. Bahan
pengepak yang tidak digunakan harus disimpan, jauh dari tempat produksi, dan
terlindung dari debu dan kontaminasi.

Jenis pengemasan yang paling umum digunakan pada bahan pangan dapat
dibedakan berdasarkan bahannya, yaitu kemasan kaca atau gelas, kemasan logam,
kemasan plastik, dan kemasan kertas. Pemilihan jenis kemasan yang akan
digunakan sangat tergantung pada karakteristik dan jenis bahan pangan yang akan
dikemas.

5) Penyimpanan Beku

Fungsi penyimpanan beku adalah menyimpan produk beku pada tingkat suhu
rendah yang diinginkan dan dapat mempertahankan kondisi dan mutu produk
beku selama jangka waktu yang ditetapkan (Ilyas, 1993). Teknik terbaik untuk
menyimpan produk adalah dengan cara pembekuan menggunakan freezer atau
cold storage dengan suhu penyimpanan -18oC sampai -20oC untuk penyimpanan
jangka waktu yang lama dengan suhu yang diperlukan adalah -25oC sampai -
30oC, sedangkan waktu pengangkutan cukup disimpan dalam suhu -20oC sampai -
25oC.

6) Pengeluaran dan Distribusi

Kendaraan pengangkut hasil perikanan dengan kontruksi dan dilengkapi


dengan peralatan sehingga suhu dapat dijaga selama pengangkutan. Es digunakan
untuk pendinginan maka harus ada saluran pembuangan untuk menjamin lelehan
es tidak menggenangi produk. Permukaan bagian dalam dari alat transportasi
harus didesain sehingga tidak merusak produk, dimana permukaannya harus rata
serta mudah dibersihkan dan disanitasi. Produk tidak boleh diangkut dengan
menggunakan kendaraan atau wadah yang tidak bersih kecuali disanitasi terlebih
dahulu. Persyaratan pengangkutan hasil perikanan yang dipasarkan dalam keadaan
hidup harus tidak berpengaruh buruk terhadap hasil perikanan.
13

2.5.2.2 Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)


Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) adalah salah satu
persyaratan kelayakan dasar yang bertujuan untuk melakukan pengawasan
terhadap kondisi lingkungan agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap
produk yang dihasilkan lingkungan tersebut meliputi ruangan, peralatan, pekerja,
air dan sebagainya. Setiap unit pengolahan harus mempunyai SSOP yang spesifik
(Ditjenkan, 1999).

SSOP merupakan pelaksanaan sehari-hari yang harus dilakukan untuk mencegah


terjadinya kontaminasi produk dan kemungkinan terjadinya pencampuran bahan
atau produk dengan bahan lain yang tidak harus ada (Winarno, 2011).

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) adalah suatu prosedur yang


ditetapkan oleh pihak perusahaan dan mencakup kebiasaan untuk dilaksanakan
oleh perusahaan. SSOP harus mencakup semua aspek sanitasi unit pengolahan
termasuk personil dan harus menggunakan secara jelas perhatian atau pemantauan
perusahaan setiap hari sebelum, selama dan sesudah proses produksi dilakukan.
Unit pengolahan harus memiliki SSOP yang spesifik, penyusunan SSOP harus
dijelaskan mengenai siapa yang melaksanakan, memonitor semua prosedur yang
dibuat dan telah divalidasi oleh petugas pengawas mutu, harus dilaksanakan
secara konsisten. Hasil kegiatan pemantauan harus dicatat dan didokumentasikan
dengan baik. 8 kunci dari SSOP yang diterapkan adalah :

1) Pasokan Air dan Es

Air berperan penting untuk keperluan industri pangan dan pengolahan. Suplai
air untuk operasi pembersihan dan proses pengolahan harus cukup jumlahnya
serta harus bebas daii bakteri patogen. Air sebagai bahan baku pembuatan es. Es
yang dipakai harus terbuat dari air yang bersih dan memenuhi persyaratan air
minum. Penggunaan es harus ditangani dan disimpan di tempat yang bersih dan
terhindar dari penularan dan kontaminasi dari luar. Fungsi utama es untuk mejaga
ikan agar tetap segar dan tidak terjadi kemunduran mutu.

Air penanganan dan pengolahan harus cukup aman dan saniter, berasal dari
sumber yang diijinkan dengan angka paling memungkinkan (APM) coliform
maksimal 2 untuk 100 ml air. Air tersebut bertekanan maksimal 145,26 gram/cm2.
Es harus terbuat dari air yang tidak tercemar dan memenuhi persyaratan air
minum. Air dan es harus sering untuk diuji minimal 3 (tiga) bulan sekali secara
berkala diperiksa ke laboratorium yang telah terakreditasi oleh pemerintah.
14

2) Peralatan dan Pakaian Kerja

Peralatan dan perlengkapan unit pengolahan harus ditata sedemikian rupa


sehingga terlihat jenis tahap-tahap proses yang menjamin kelancaran pengolahan,
mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan. Peralatan dan perlengkapan
yang berhubungan langsung dengan ikan yang diolah harus terbuat dari bahan
tahan karat, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan
kontaminasi sesuatu apapun terhadap bahan baku yang sedang diolah maupun
produk akhir serta dirancang sesuai persyaratan sanitasi. Peralatan dan
perlengkapan yang dipakai untuk menangani bahan makanan atau bahan yang
dapat menyebabkan kontaminasi baik secara langsung maupun tidak langsung,
harus diberi tanda dan dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan untuk
menangani ikan, bahan penolong, bahan tambahan makanan serta produk akhir.

Permukaan peralatan yang berhubungan langsung dengan bahan dan produk akhir
harus bebas dari lubang-lubang dan celah-celah tidak dapat menyerap air, tidak
berkarat, dan tidak beracun, mesin dan peralatan harus terbuat dari bahan yang
tidak beracun, dapat dilepas dan dipasang kembali untuk memberikan peluang
melakukan pembersihan dan peninjauan (Winarno, 2011). Karyawan yang
melakukan pekerjaan memfillet, membuang kulit, membuang sisik dan menangani
ikan utuh atau ikan yang telah disiangi harus dilengkapi dengan pakaian-pakaian
kerja yang kedap air dan tutup kepala sempurna, sarung tangan, sepatu serta
masker. Pakaian kerja harus dicuci berkala baik menggunakan cara
menyemprotkan air bertekanan agar lender dan kotoran tidak mongering dan
mengerak pada pakaian kerja.

3) Pencegahan Kontaminasi Silang

Kontaminasi silang adalah bagian yang sering terjadi pada industri makanan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang
antara lain pemisah bahan baku dengan produk akhir, pemisah antara aktivasi
penanganan dan pengolahan bahan baku dengan produk akhir, pemisahan produk
dalam penyimpanan, pembersihan dan sanitasi area dan alat penanganan dan
pengolahan pangan, kebersihan pekerja, pakaian, pencuci tangan, praktek pekerja
dan peralatan dalam menangani produk (Winarno, 2004).

Prosedur-prosedur untuk menghindarkan produk dari kontaminasi silang dari


pekerja, bahan mentah, pengemas, dan permukaan yang kontak langsung dengan
makanan. Tindakan-tindakan yang menyangkut pembersihan bahan baku untuk
mengurangi kontaminasi silang terdapat didalam SSOP, ketentuan mengenai tidak
bolehnya pekerja pindah atau mngunjungi bagian lain, atau melengkapi setiap
ruangan pengolahan dengan fasilitas pembersihan dan sanitasi (Thaheer, 2005).
15

4) Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi, dan Toilet

Kondisi fasilitas cuci tangan, toilet menjadi hal yang sangat penting untuk
mencegah terjadinya kontaminasi pada proses produksi. Kontaminasi akibat
kondisi fasilitas-fasilitas tersebut pada umumnya bersifat fatal, karena diakibatkan
bakteri-bakteri pathogen. Pabrik harus dilengkapi dengan toilet yang cukup
dimana jumlah toilet yang diharuskan, selain itu terdpat pula sabun dan ventilasi
serta pintu yang tidak menyerap air yang dijaga agar tetap selalu bersih yang tidak
berhubungan langsung dengan ruang pengolahan.

Ruang pengolahan harus mempunyai sejumlah tempat cuci tangan yang cukup
dan dilengkapi dengan penyediaan air panas dan dingin yang cukup. Sabun, kertas
tissue, dan larutan desinfektan untuk membilas tangan serta tempat sampah yang
tertutup (Winarno, 2011).

5) Bahan Kimia, Pembersih dan Saniter

Penyimpanan bahan kimia seharusnya dilakukan dengan tempat yang dibatasi


aksesnya, memisahkan bahan food grade dengan non-food grade, dan jauhkan
peralatan dan barang-barang kontak dengan produk. Penggunaan bahan toksin
harus mengikuti instruksi perusahaan produsen yang menjamin tidak akan
mencemari produk. Waktu untuk monitoring paling tidak sehari sekali dan
mengamati kondisi dan aktivitas sepanjang hari (Winarno, 2011).

6) Pelabelan, Penyimpanan

Label makanan harus dibuat dengan ukuran, kombinasi, warna dan atau bentuk
yang berbeda untuk tiap jenis makanan, agar mudah dibedakan. Menurut Winarno
(2011), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelabelan adalah pelabelan
wadah harus menunjukan nama bahan atau larutan dalam wadah, nama dan alamat
produsen atau distributor, petunjuk penggunaan dan label wadah untuk kerja harus
menunjukan :

1) Nama bahan atau larutan dalam wadah


2) Petunjukan penggunaan

Bahan pengepak dan bahan lain yang kontak langsung dengan hasil
perikanan harus memenuhi persyaratan higiene, tidak boleh menularkan bahan-
bahan yang membahayakan kesehatan manusia dan cukup kuat melindungi hasil
16

perikanan. Pelabelan bertujuan untuk pengawasan kemamputelusuran produk


yang dikemas dan produk yang tidak dikemas.

7) Kesehatan Karyawan

SSOP mencakup kesehatan karyawan agar tidak menjadi sumber kontaminasi


bagi produk, bahan pengemas, atau permukaan yang kontak dengan makanan.

8) Pengendalian Pest

Pencegahan hama di sekitar area industri pangan terutama pada area produksi
dilakukan untuk menjamin tidak ada hama di fasilitas pengolahan pangan,
mencakup prosedur pencegahan, pemusnahan, sampai dengan penggunaan jenis
bahan kimia untuk mengendalikan hama (Thaheer, 2005). Hama harus diberantas
dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan pangan.
Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan perangkapa tikus
atau secara kimia seperti dengan racun tikus. Perlakuan dengan bahan kimia harus
dilakukan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan.

2.5.3 Penilaian Kelayakan Dasar


Sistem HACCP telah diakui oleh dunia internasional sebagai salah satu
tindakan sistematis yang mampu memastikan keamanan produk pangan yang
dihasilkan oleh industri pangan secara global. Agas sistem HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point) perlu diawali dengan pemenuhan program pre-
requisite yang berfungsi melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas dan
kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri pangan yang sangat diperlukan
untuk memberi kepastian bahwa proses produksi yang aman telah dilaksanakan
untuk menghasilkan produk pangan dengan mutu yang diharapkan. Sistem
HACCP harus dibangun di atas dasr yang kokoh untuk pelaksanaan dan tertibnya
GMP (Good Manufacturing Practice) serta penerapan SSOP (Standard Sanitasion
Operating Practice) (Winarno dan Surono 2004). Setiap segment dari industri
pangan harus mampu menyediakan kondisi yang diperlukan untuk menjaga
pangan yang diawasi atau dikendalikan. Hal ini dapat dicapai melalui penerapan
GMP dan SSOP sebagai suatu syarat pre-requisite penerapan sistem HACCP
(Winarno dan Surono 2004).

Kelayakan dasar (pre-requisite) merupakan aspek yang harus dipenuhi agar


penerapan sistem HACCP dalam industri pangan dapat berjalan dengan baik dan
efektif. Program kelayakan dasar adalah hal-hal yang berkaitan dengan GMP dan
SSOP. Program kelayakan dasar berfungsi untuk melandasi kondisi lingkungan
dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri pangan
17

yang sangat diperlukan untuk memberi kepastian bahwa proses produksi yang
aman telah dilaksanakan untuk menghasilkan produk pangan dengan mutu yang
diharapkan (Winarno dan Surono, 2004).

Anda mungkin juga menyukai