Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN II

“Pembuatan Surimi Ikan Barakuda (Sphyraena sp.)”

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIRIN RUSADI

NIM : Q1B1 17 008

ANGKATAN : THP 2017

KELOMPOK : V (LIMA)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang memiliki perairan yang luas sehingga


berpotensi bagi pengembangan usaha perikanan, baik dari segi bahan baku
maupun dari segi produk pangan. Produk hasil laut yang lebih banyak dikenal
adalah ikan, salah satu diantaranya adalah ikan barakuda (Sphyraena sp.). Ikan
barakuda (Sphyraena sp.) merupakan salah satu jenis ikan yang terdapat perairan
Indonesia yang pada umumnya kaya akan kandungan protein yang tersusun atas
protein miofibril (aktin dan miosin). Ikan dengan kandungan aktin dan miosin
yang tinggi akan membentuk aktomiosin yang lebih banyak. Aktomiosin akan
membentuk gel ketika proses pemanasan sehingga akan didapatkan tekstur yang
semakin kenyal pada surimi yang dihasilkan (Pradana 2008). Ikan ini juga
memiliki tekstur daging yang baik dan berdaging putih sehingga sangat cocok
untuk dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi.
Surimi adalah istilah jepang bagi produk setengah jadi, berupa daging
lumat yang dibersihkan dan mengalami pencucian berulang-ulang agar sebagian
besar bau, darah, lemak, pigmen serta protein larut air hilang sehingga konsentrasi
protein miofibril dari daging ikan meningkat. Surimi dengan mutu yang paling
baik adalah surimi dengan derajat putih yang paling tinggi dan kekuatan gelnya
paling baik. Kriteria mutu yang digunakan sebagai acuan pada penelitian ini
adalah tingkatan kekuatan gel, derajat putih dan uji gigit. Surimi dapat diolah
lebih lanjut menjadi beberapa produk, salah satu diantaranya adalah otak-otak.
Kondisi ikan yang masih segar akan menghasilkan surimi dengan
kemampuan membentuk gel yang baik. Kekuatan gel merupakan salah satu
parameter penting dalam menentukan mutu surimi. Umumnya penyimpanan
surimi dilakukan dalam keadaan beku.
Berdasarkan uraian diatas, maka praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui proses pembuatan surimi dengan bahan baku berupa ikan barakuda
(Sphyraena sp.).
1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu untuk mengetahui proses


pembuatan surimi dengan bahan baku ikan barakuda (Sphyraena sp.).

1.3 Manfaat

Manfaat dari pembuatan laporan ini yaitu dapat memberikan informasi


kepada mahasiswa mengenai pemanfaatan ikan barakuda (Sphyraena sp.) dalam
pembuatan surimi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Barakuda (Sphyraena sp.)

Barakuda adalah ikan dalam kelas Actinopterygii yang dikenal berwujud


menyeramkan dan berukuran tubuh besar, yaitu sampai panjang enam kaki dan
lebar satu kaki ( Humann dan Deloach, 2002 ). Tubuhnya panjang dan ditutupi
oleh sisik yang halus. Ikan ini dapat ditemukan di samudra tropis dan subtropis di
seluruh dunia. Barakuda adalah anggota genus Sphyraena, satu satunya genus
dalam familia Sphyraenidae. Ikan Barakuda ini termasuk kedalam ikan pelagis
besar yang memiliki dimensi panjang total 90-120 cm dan dapat mencapai
panjang maksimum hingga 180-200 cm ( Mojeta 1992 ). Berat maksimum yang
pernah terukur adalah 48 kg ( Bailey, et.al., 2001 ). Klasifikasi ikan barakuda
seperti yang diinformasikan dalam Bailly (2014) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombroidei
Famili : Sphyraenidae
Genus : Sphyraena
Spesies : Sphyraena sp. (Cuvier, 1829)
Nama Lokal : Alu-alu, senuk, barakuda (Schuster dan Djajadireja 1952)

Gambar 1. Ikan Barakuda (Sphyraena sp.)


(Sumber : Hewanpedia.com)
Ikan Barakuda memiliki morfologi, yaitu tubuhnya panjang dan ditutupi
sisik halus, tipe sisik yang dimiliki ikan ini adalah ctenoid. Sisik ctenoid berarti
sisiknya mempunyai bentuk dengan tambahan gerigi pada posteriornya. Letak
mulutnya adalah tipe superior, yaitu mulut bagian bawah melebihi hidung ikan
tersebut dan bentuk serta ekor ikan Barakuda adalah forked. Selain itu, ikan
Barakuda memiliki duri punggung 6, duri punggung lunak 9, duri dubur 1 dan
sirip dubur lunak 10. Ikan Barakuda dibedakan oleh 2 sirip ekor emarginate
dengan ujung yang pucat pada setiap lobus dan juga terdapat bercak hitam yang
tersebar di sisi bawah. Bagian atas kepala antara mata yang datar atau cekung dan
memiliki mulut yang besar ( Smith, 1997 ). Ikan ini hidup dilaut-laut Indonesia,
banyak terdapat di sepanjang pantai-pantai Asia.
Ikan barakuda memiliki sepuluh khasiat untuk kesehatan, seperti
meningkatkan vitalitas pria, kesuburan organ reproduksi, menambah massa otot,
menyembuhkan radang kulit bisa saja terjadi. misalnya karena terserang bakteri,
virus, atau alergi makanan. radang kulit bisa sembuh berkat ikan barakuda. karena
barakuda dapat bekerja layaknya obat anti inflamasi, mengandung vitamin B2
untuk menjaga sistem syaraf, Pyridoxine dapat menjadi katalisator hemoglobin,
memperlancar metabolism tuguh, mengobati penyakit psikis (Anxiety Disorder),
mencegah penyakit jantung, mencegah diabetes (Nadia, 2016).

2.2 Surimi

Surimi adalah istilah yang berasal dari jepang yang menunjukan bentuk
lumatan daging sebagai bahan dasar pengolahan produk tradisonal jepang
“Kamaboko”. Saat ini surimi dikenal sebagai daging lumat yang telah mengalami
proses pencucian. Salah satu keunggulan surimi adalah kemampuannya untuk
diolah menjadi berbagai macam produk lanjutan (Okada 2008). Dua unsur utama
yang harus diperhatikan untuk menghasilkan surimi berkualitas baik yaitu bahan
baku berasal dari daging ikan yang berwarna putih dan berkadar lemak rendah.
Faktor biologis seperti fase bertelur, musim dan ukuran juga dapat mempengaruhi
kualitas dari surimi yang dihasilkan (Mitchell 1995).
Menurut Mahdiah (2002), sebagai bahan baku produk lanjutan surimi
(Intermediate product) memiliki sifat-sifat khusus yaitu: merupakan produk yang
tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa, sehingga memungkinkan untuk
dimodifikasi menjadi produk dengan berbagai sifat, rasa, warna dan warna yang
di kehendaki. Mempunyai kemampuan untuk mengikat bahan dengan baik,
sehingga dapat bercampur dengan bahan lain tanpa merubah teksturnya. Mampu
membentuk gel bila dipanaskan setelah ditambah garam. Memiliki tingkat
elastisitas yang dapat dimodifikasi. Proses pemanasan surimi untuk membentuk
gel dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Menurutnya (Fitri, 2013) bahwa kriteria yang paling dalam menentukan
mutu surimi adalah elastisitas produk yang dihasilkan karena hasil pembentukan
gel ikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap elastisitas produk surimi
diantaranya: jenis ikan, kesegaran ikan, pH, kadar air, pencucian, suhu, dan waktu
pemasakandan jumlah zat penambah, seperti garam, gula, polipospat,
monosodium glutamat, pati dan putih telur. Perlakuan pencincangan dan
penggilingan juga menentukan tekstur (Herawati 2002).
Sazuki (2007), mengklasifikasikan surimi kedalam dua tipe surimi,
pertama adalah mu-en surimi, dibuat dengan menggiling hancur daging ikan yang
telah dicuci dan dicampur dengan gula tampah penambahan garam (NaCl), serta
telah mengalami proses pembekuan dan yang kedua adalah ka-en surimi, dibuat
dengan menggiling hancur daging ikan yang telah dicuci dan dicampur gula dan
garam (NaCl) serta telah mengalami pembekuan. Selain surimi beku, terdapat tipe
surimi lain yang disebut raw surimi yaitu surimi yang tidak mengalami proses
pembekuan.
Menurut Santoso (2009), beberapa keunggulan yang dimiliki surimi
adalah sebagai berikut:
- Dapat memanfaatkan ikan yang sering digunakan (ekonomis) dan ikan yang
jarang digunakan (nonekonomis) sebagai bahan baku.
- Surimi beku dapat disimpan lama dan memiliki kandungan protein fungsional
yang tinggi.
- Variasi produk berbahan dasar surimi dapat diproduksi dengan alternatif
bentuk dan kualitas rasa, dengan cara mengaplikasikan berbagai macam
teknologi pengolahan dan bumbu (seasoning).

Tabel 1. Syarat Mutu Surimi Beku

Sumber : SNI 01-2693-1992

Proses pembentukan gel melibatkan garam, protein dan air, sehingga


reaksi antara protein-air-garam memegang peranan yang sangat penting.Selama
penyimpanan beku terjadi perubahan sifat fungsional dari protein miofibril yaitu
berkurangnya kemampuan mengikat air dan garam sehingga kekuatan gel yang
dihasilkan semakin rendah. Hal ini terkait adanya proses denaturasi protein
miofibril selama penyimpanan beku (Santoso,2009).
Kekenyalan sangat berhubungan dengan kandungan protein surimi,
terutama protein miofibliar (miosin dan aktin) yang dapat membentuk suatu
struktur yang kompak dengan air dan lemak (Hustiany,2005).

2.3 Penyimpanan Beku


Pembekuan merupakan proses perpindahan panas yang disertai perubahan
fase dari cair menjadi padat. Pendinginan hanya dapat mengawetkan bahan
pangan selama beberapa hari / minggu tergantung dari macam bahan pangannya,
sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan
dan bahkan beberapa tahun (Winarno, 2004)
Penyimpanan dengan suhu rendah dapat dilakukan dengan cara
penyimpanan suhu dingin yakni berkisar 0oC yang dapat mempertahankan mutu
ikan hanya 12-14 hari. Sedangkan penyimpanan suhu beku menggunakan suhu
jauh dibawah 0oC yakni sebesar -10oC sampai -12oC yang dapat mencegah
terjadinya pembusukan akan tetapi untuk mencegah terjadinya proses lain berupa
denaturasi protein pada ikan menggunakan suhu -20oC sampai -30oC yang mana
dapat mempertahankan mutu selama 12 bulan (Buckle et al, 2007).
Menurut Ilyas (1972) selama penyimpanan beku produk perikanan akan
kehilangan air, terjadi oksidasi , perubahan warna dan rasa, serta terjadi “drip”,
yaitu cairan bening yang merembes keluar sewaktu produk dilelehkan. Proses
pembekuan cenderung menyebabkan susunan mutu makanan berubah dan
perubahan ini akan langsung berakibat pada susunan proteinnya (Connell, 1980).
Dyer dan Dingle (1961) menjelaskan perubahan yang terjadi adalah denaturasi
protein, perubahan dalam sistem garam, protein dan air selama pembekuan dan
perubahan dalam sistem aktomiosin.
Pada umumnya penyimpanan dan pendistribusian surimi dilakukan dalam
bentuk beku. Surimi yang sudah dicampur dengan cryoprotectant misalnya gula
atau sodium tripolifosfat, dikemas dalam kantong-kantong plastik kemudian
dibekukan dan disimpan beku pada suhu -20ºC. Surimi beku ini memudahkan
dalam transportasi, penyimpanan dan penanganan, tetapi memerlukan proses
pelelehan (thawing) sebelum diolah menjadi produk lanjutan. Selama
penyimpanan beku masih terjadi perubahan sifat fisiko-kimia protein yang
berpengaruh terhadap sifat fungsionalnya (Santoso,2009).
Loss drip (cairan yangkeluar/eksudasi) yang terjadi pada saat thawing
sebelum diadakan pengukuran kadar protein nugget daging tuna. Drip
menyebabkan beberapa nutrient seperti garam, polipeptida, asam amino, asam
laktat, purin dll yang larut dalam air akan terbawa bersama air yang keluar dari
nugget. Polipeptida, asam amino dan asam laktat tersebut mengandung nitrogen
yang hilang akibat drip dan tak terukur saat pengukuran dengan metode Kjeldhal
dimana pengukurannya berdasarkan pengamatan jumlah nitrogen (Rospiati,2006)
Pembekuan dengan suhu yang tidak tepat dapat menimbulkan kerusakan berupa
pecahnya sel-sel sehingga cairannya keluar dari sel, warna bahan menjadi gelap,
terjadi pembusukan dan pelunakan. Pada bahan pangan yang dibekukan tanpa
dibungkus maka bagian luarnya akan menjadi kering dan mengeras sehingga akan
mempengaruhi tekstur produk akhir yang dihasilkan (Winarno, 1993).
Menurut Desroiser (1988), Mekanisme pembekuan yang terjadi dalam
freezer adalah sebagai berikut:
- Panas dari pusat bahan akan berpindah secara konduksi ke permukaan bahan.
- Panas dari permukaan bahan akan berpindah secara konveksi ke udara
pendingin.
- Udara panas akan digantikan secara terus menerus oleh udara pendingin
sampai suhu pusat bahan sama dengan suhu udara pendingin.

2.4 Otak-Otak

Otak-otak adalah sejenis makanan yang dibuat dari ikan yang dibungkus
dengan daun pisang dan dibakar menggunakan api arang kayu ataupun sabut
kelapa. Otak-otak pada umumnya terbuat dari ikan tenggiri, santan, sagu, bumbu,
dan gula. Otak-otak ini merupakan makanan khas daerah sumatera selatan.
Namun penyebarannya hampir diseluruh Indonesia. Otak-otak digunakan sebagai
hidangan dan sajian pembuka. Sebagai hidangan, otak-otak sebaiknya
dihidangkan dalam keadaan panas (segera setelah dibakar). Otak-otak ini dapat
tahan lebih dari satu hari asalkan dimasukan kedalam lemari pendingin. Sajian
ikan begitu popular, apalagi untuk kita yang tinggal di negeri yang dikelilingi
lautan dan sungai-sungai besar. Kita mengkonsumsinya karena cita rasanya yang
lezat dan ternyata ikan pun dianggap bahan pangan yang baik untuk kesehatan.
(Anonim, 2006).
Otak-otak merupakan modifikasi produk olahan antara bakso dan
kamaboko. Masyarakat pada umumnya telah mengenal otak-otak karena rasanya
yang enak dan cara pengolahannya yang cukup sederhana. Pengolahan otak-otak
dilakukan dengan cara pengukusan, pemanggangan, dan penggorengan.
Umumnya ikan yang biasa digunakan untuk membuat otak-otak adalah ikan laut.
Pembuatan otak-otak tidak jauh berbeda dengan pembuatan makanan yang
berbahan dasar surimi, seperti baso, nugget, sosis, empek-empek, dan lain-lain
(Anonim, 2007a).
Otak-otak merupakan produk makanan yang menggunakan bahan baku
utama daging / fillet ikan yang diolah menjadi pasta gel protein yang disebut
kamaboko. Selanjutnya kamaboko dioleh menjadi otak-otak. Bahan baku yang
digunakan adalah fillet ikan segar seperti yang memiliki daging berwarna putih
dan tidak memiliki banyak duri dan memiliki daging kenyal. Daging ikan yang
berwarna putih memiliki kandungan protein yang lebih baik. Kualitas dan
kandungan protein ikan dapat berpengaruh terhadap tingkat kekenyalan otak-otak
dan kaki naga (Suzuki 1981).
Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan otak-otak ikan
ini adalah tepung, umumnya tepung tapioka atau tepung sagu. Tepung tapioka ini
berfungsi sebagai bahan pengisi, pengikat, dan pemantap yang sangat
berpengaruh pada mutu akhir produk terutama tekstur dan konsistensi produk
otak-otak. Jenis dan jumlah bahan pengikat akan snagat berpengaruh pada kualitas
tekstur dari otak-otak yang dihasilkan. Perbandingan tepung dengan pasta ikan
atau gilingan ikan yaitu 0:1 sampai 1:1. Tepung yang terlalu banyak akan
menyebabkan tekstur adonan otak-otak menjadi keras dan rasa ikannya tidak
muncul dan sebaliknya jika kurang maka otak-otak akan menjadi lembek dan
hancur jika dikunyah ( Anonim, 2008a).
BAB III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Hasil Perikanan II ini dilaksanakan pada hari Sabtu,


30 November 2019, pada pukul 09.00-selesai, bertempat di Laboratorium
Teknologi Hasil Perikanan Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu baskom, saringan,


cheese clothes, timbangan digital, pisau, cool box, blender, meat milling machine
dan talenan.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu ikan barakuda, es
batu, dan air bersih (air mengalir), garam, sorbitol, sodium tripolifosfat (STTP).

3.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja dari proses pembuatan surimi ikan tenggiri adalah
sebagai berikut :
- Membeli ikan segar di pelelangan sodohoa sebanyak 3 kg, kemudian ikan
dimasukkan kedalam cool box yang telah diberi es balok untuk menjaga
kesegarannya selama perjalanan menuju tempat praktikum
- Tahap persiapan :
- Menimbang ikan sebanyak 3 kg menggunakan timbangan digital
- Membersihkan ikan dari sisik, insang, dan jeroannya
- Menfillet ikan dengan cara dipisahkan dari kulitnya dan hanya mengambil
daging putihnya saja. Limbah ikan berupa kulit dan daging merahnya didalam
freezer
- Memasukkan ikan kedalam cool box untuk mempertahankan kesegarannya
- Menggiling ikan menggunakan meat milling machine sampai menjadi daging
lumat
- Menimbang menggunakan daging lumat tersebut menggunakan timbangan
digital sebanyak 1639 gram kemudian dimasukkan kedalam cool box
- Tahap pencucian :
- Mencuci daging lumat tersebut menggunakan air es dengan suhu 8℃. Tahap
pencucian ini dilakukan sebanyak tiga kali sehingga disiapkan 3 buah baskom.
- Mencuci daging lumat pada baskom pertama menggunakan air es dengan suhu
8℃, setelah itu daging lumat diperas menggunakan cheese cloth sampai kadar
airnya mencapai sekitar 80%.
- Mencuci daging lumat pada baskom kedua menggunakan air es dengan suhu
8℃, setelah itu daging lumat diperas menggunakan cheese cloth sampai kadar
airnya mencapai sekitar 80%.
- Mencuci daging lumat pada baskom ketiga menggunakan air es yang telah
dicampur dengan garam sebanyak 5 gram, setelah itu daging lumat diperas
menggunakan cheese cloth sampai kadar airnya mencapai sekitar 80%.
- Menyimpan daging lumat yang telah melalui tahap pencucian tersebut kedalam
sebuah wadah kosong
- Menambahkan sorbitol sebanyak 45,36 gram dan STTP sebanyak 3,40 gram
kedalam daging lumat tersebut kemudian diblender
- Menimbang daging lumat yang telah diblender sebanyak 1255 kg kemudian
dikemas didalam plastik dan dimasukkan kedalam freezer sampai menjadi
beku. Daging lumat tersebut selanjutnya akan diolah menjadi produk
diversivikasi berupa otak-otak.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Gambar Keterangan Berat

Ikan barakuda segar 2,8 kg


(Sphyraena sp.)

Surimi 1255 gram

Otak-otak surimi -
4.2 Pembahasan

Berdasarkan praktikum tentang pembuatan surimi ikan barakuda yang


telah dilakukan, maka didapatkan hasil untuk berat ikan segar yaitu 2.8 kg, berat
surimi sebelum leaching yaitu 1639 gram, berat surimi setelah leaching yaitu 1255
gram.
Pembuatan Surimi dilakukan dengan cara ikan dicuci hingga bersih,
kemudian ikan difillet dan dipisahkan dari kulitnya dan hanya diambil daging
putihnya saja. Fillet ikan kemudian digiling hingga berbentuk lumatan daging.
Lumatan daging ikan kemudian dicuci dengan air dingin yang bersuhu ≤ 10ºC.
Pencucian dilakukan sebanyk 3 kali dan pada pencucian terakhir diberi tambahan
garam 0,03%. Lumatan daging kemudian ditambah dengan sorbitol 4% dan STTP
0,3%. Setelah penambahan BTP tersebut, lumatan daging ikan kemudian di
masukkan kedalam blender agar tercampur. Hasil lumatan daging tersebut
kemudian dimasukkan kedalam plastik dan disimpan pada freezer.
Karakteristik bahan baku ikan yang bermutu baik menurut pengolah
adalah yang kenampakannya cerah, bola mata menonjol, insang masih cerah, tidak
berbau atau berbau segar, dan dagingnya masih elastis. Pada saat penerimaan,
pihak Quality Control akan melakukan pengecekan terhadap bahan baku dan jika
terdapat bahan baku yang tidak sesuai spesifikasi maka akan dipisahkan dan
diolah belakangan untuk dijadikan surimi dengan grade untuk pasar lokal. Berikut
merupakan tahap-tahap dalam proses pembuatan surimi :

1. Menyiapkan ikan yang akan dijadikan surimi

Secara teknis, semua jenis ikan dapat dijadikan surimi. Tetapi, idealnya
ikan yang akan dijadikan surimi berdaging putih, tidak berbau lumpur atau berbau
amis menyengat, dan yang terpenting mempunyai kemampuan membentuk gel
sehingga tekstur surimi akan elastis. Untuk mendapatkan surimi yang berkualitas
tinggi, harus digunakan bahan mentah ikan yang masih segar. Pembekuan ikan
akan menurunkan kualitas surimi.
Surimi yang dibuat dari jenis ikan berdaging merah warnanya lebih gelap
dan kemampuannya dalam membentuk gel lebih rendah dibanding ikan berdaging
putih, seperti tenggiri atau remang. Selain itu bau dan rasanya khas, sehingga
hanya dapat digunakan untuk membuat produk yang warnanya tidak harus putih.
Masalah lain yang dihadapi dalam pembuatan surimi dari ikan berdaging merah
antara lain penyiangannya lebih sukar dan daging merah mengandung lemak lebih
banyak dibanding daging putih, surimi dan produk surimi lebih cepat tengik dan
penanganan limbah lebih sulit. Pada praktikum ini, kami menggunakan ikan
barakuda yang dagingnya berwarna putih

2. Ikan difilleting dan Skinless

Untuk ikan-ikan yang berukuran besar, daging dipisahkan dulu dari tulang
utamanya dengan cara di fillet. Pembuatan filet ikan dilakukan dengan cara ikan
diletakan dengan posisi miring kemudian dengan menggunakan pisau dari
pangkal insang dipotong sampai ketulang. Kemudian daging ikan disayat dari
arah ekor kea rah kepala. Agar tidak banyak daging teringgal ditulang, pisau agak
ditekan menempel tulang. Setelah daging terpisah dari tulang, lakukan skinless
yaitu memisahkan kulit ikan dari daging yang telah difillet sehingga didapat
daging yang terpisah dengan kulit.

3. Daging ikan diserok dengan pisau atau sendok

4. Mencuci daging ikan dengan air es yang suhunya 8º C

Sebelum melakukan pencucian, air es terlebih dahulu diukur suhunya


hingga suhunya mencapai 8ºC karena suhu tersebut merupakan suhu optimal
proses gelasi.
Pencucian dengan air es merupakan tahap yang paling penting dalam
pembuatan surimi karena dalam proses pencucian ini komponen nitrogen terlarut,
darah, pigmen dan juga lemak yang ada pada daging lumat terbuang, sedangkan
protein miofibrilar menjadi pekat, sehingga kemampuan membentuk gel
meningkat. Konsentrat protein yang tercuci ini memiliki kekuatan tarik dan
elastisitas yang baik. Pencucian juga menghilangkan bau dan warna, terutama jika
kesegaran ikan yang tidak prima lagi (Anggawati, 2002).
Anggawati (2002), pencucian ini dilakukan berulang-ulang, biasanya 3
kali, dimana pada pencucian terakhir air es dicampurkan dengan garam sebanyak
0.3%. Untuk usaha skala kecil biasa digunakan ember, sedangkan pada skala
industri digunakan tangki berkapasitas 0,5-1 ton dengan pengaduk atau pompa
vakum untuk memasukkan daging ikan lumat ke dalamnya. Untuk mencuci
daging merah ikan dapat digunakan mesin pemutih daging yang terdiri atas tangki
pencuci. Namun pada praktikum ini pencucian hanya dilakukan satu kali.

5. Kemudian daging ikan dipress dengan kain saring

Masih menurut Anggawati (2002), setelah pencucian, kandungan air harus


diturunkan sampai sekitar 85%. Pada industri skala kecil dapat digunakan kain
saring dan alat pengepres. Proses ini menghasilkan surimi berkualitas tinggi
karena suhu daging ikan tidak naik selama pemerasan air, sehingga denaturasi
protein dapat dihindari.
Anggawati (2002) menambahkan, pada industri skala besar, pemerasan air
dilakukan dengan alat pengepres, sentrifuse atau dengan screw press, dimana
daging ikan sambil dipres diputar dan didorong maju dalam saringan
semacam screw yang berlubang-lubang. Kerugian sistem ini adalah terjadinya
peningkatan suhu daging ikan selama pengepresan.

6. Menghaluskan atau melumatkan daging ikan dengan gilingan daging

Daging digiling untuk menghaluskan partikelnya sehingga memudahkan


protein bereaksi dengan garam atau bahan-bahan tambahan lainnya. Tetapi hal ini
tidak boleh dlakukan terlalu lama karena akan menurunkan kemampuan
membentuk gel.

7. Menimbang hasil gilingan daging ikan


8. Menimbang STTP sebanyak 0,3 % dan sorbitol sebanyak 4% dari berat hasil

gilingan daging ikan

9. Melumatkan daging dengan penambahan STTP tersebut


Penambahan sodium tripolifosfat (STTP) sebanyak 0,2%-0,3%. Menurut
Ellinger (1972), dalam Vickie et al. (1993), polifosfat digunakan secara ekstensif
oleh industri perikanan untuk produk-produk segar dan beku.
Dengan penambahan STTP, daging lumat akan berbentuk pasta kental,
disebut surimi. Selama pencampuran ini harus dihindarkan kenaikan suhu karena
akan membuat daging menjadi lembek. Selain itu penambahan STTP berfungsi
dalam pembekuan untuk mengurangi kehilangan berat selama penyimpanan beku,
mengurangi drip loss, mengurangi kekasaran produk, dan mengurangi kehilangan
berat selama pengolahan pengaruh STTP pada produk makanan seperti daging
dan seafoods adalah memperbaiki ikatan air dan meningkatkan pH (Hamm, 1971).

10. Mengemas surimi dalam plastik bening dibekukan di dalam freezer

Mengemas surimi dengan memasukan surimi ke dalam kemasan plastik


kemudian dibentuk sambil dipadatkan. Ukuran kotak atau blok surimi dapat diatur
sesuai kebutuhan. Surimi dalam bentuk blok kemudian dibekukan dalam frezzer.
Surimi selanjutnya diolah menjadi produk otak-otak.
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Ikan barakuda (Sphyraena sp.) merupakan salah satu jenis ikan yang kaya
akan kandungan protein miofibril (aktin dan miosin) yang akan menghasilkan
tekstur kenyal pada surimi. Ikan ini juga memiliki tekstur daging yang baik dan
berdaging putih sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku dalam
pembuatan surimi.
Surimi merupakan konsentrat protein mofibril yang diperoleh dari
pemisahan daging ikan secara mekanik, dicuci dengan air dan dicampur dengan
cryoprotectant. Secara umum surimi diproses melalui pemisahan daging,
pencucian, pencampuran dengan cryoprotectant dan pembekuan. Surimi yang
dikehendaki ialah berwarna putih, mempunyai flavor (cita rasa) yang baik dan
berelastisitas tinggi, pH ikan yang terbaik untuk surimi adalah 6.5 – 7.0 dan
sebaiknya ikan tersebut berlemak rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta.

Agustini, T. W. dan Fronthea S. 2003. Pemanfaatan Hasil Perikanan Sebagai


Produk Bernilai Tambah (Value-Added) dalam upaya Penganekaragaman
Makanan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.

Badan Standardisasi Nasional. 2013 Standar Nasional Indonesia (SNI) Surimi.


Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta.

Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP). 2001.

Dewi, E. N., dan P. H. Riyadi. 2007. Penanganan Ikan Segar Menjadi Lumatan
Daging Ikan (Surimi). Universitas Diponegoro, Semarang.

Dondoe R.H.U., Ilminingtyas D. dan Kartikawati D. 2017. Penambahan Brokoli


Organik Pada Pengolahan Sosis Ikan Barakuda (Sphyreana Barracuda)
Untuk Meningkatkan Kandungan Serat Dan Pro Vitamin A. Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang. Vol. 6 (2).

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty,


Yogyakarta.

Ilyas, S. 1993. Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan. Jilid II. CV. Paripurna,
Jakarta

Nurkhoeriyati, T., N. Huda and R. Ahmad. 2009. Perkembangan Terbaru


Teknologi Surimi. (Int. Food Res. J). 17. 509-517.

Peranginangin, R., S. Wibowo, dan Y. N. Fawzya. 1999. Teknologi Pengolahan


Surimi. Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Teknologi Pengolahan Surimi dan Produk Fish Jelly. Direktorat Jenderal


Perikanan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai