Anda di halaman 1dari 30

PENGAWETAN BAHAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Teknologi Pangan
Dosen Pengampu: Shanti Pujilestari, ST., MM., MBA

Disusun oleh:
1. Ahmad Suganti 2021349018
2. Alifia Oktamania 2021340032
3. Debora Patricia Yahya 2021340020
4. Maria Venna Ruban 2021349001
5. Prayoga Rahmat 2021349010

Universitas Sahid Jakarta


Fakultas Teknologi Pangan dan Kesehatan
Jurusan Teknologi Pangan
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya makalah tentang “Pengawetan Bahan Pangan dengan Suhu Tinggi” ini dapat kami
selesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pengantar
Teknologi Pangan. Selain itu, tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
pengetahuan kepada mahasiswa dan pembaca mengenai pengawetan pangan dengan suhu tinggi.
Pengawetan dengan suhu tinggi merupakan salah satu proses pengolahan/pengawetan yang dapat
diterapkan supaya masa simpan makanan dapat diperpanjang.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan terlibat
dalam proses pembuatan makalah Pengawetan Bahan Pangan dengan Suhu Tinggi ini. Semoga
dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Penyusun telah
berusaha menyelesaikan makalah ini dengan semaksimal mungkin. Namun, kami sadar masih
banyak terdapat kekurangan. Saran dan kritik yang membangun akan sangat membantu kami
dalam memperbaiki makalah selanjutnya.

Jakarta, 28 November 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii

DAFTAR TABEL .......................................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan ...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3

2.1 Blanching ........................................................................................................................3

2.1.1 Jenis-Jenis Metode Blanching...............................................................................3

2.1.2 Contoh Aplikasi Blanching ...................................................................................5

2.2 Pasteurisasi ......................................................................................................................6

2.2.1 Tujuan Pasteurisasi ...............................................................................................6

2.2.2 Cara Kerja Pasteurisasi .........................................................................................7

2.2.3 Contoh Pasteurisasi Bahan Pangan .......................................................................8

2.3 Sterilisasi ....................................................................................................................... 10

2.3.1 Tujuan Sterilisasi ................................................................................................ 11

2.3.2 Proses atau Jenis-Jenis Sterilisasi ........................................................................ 11

2.3.3 Contoh Sterilisasi Pangan ................................................................................... 16

2.4. Pengasapan .................................................................................................................... 18

iv
2.4.1 Tujuan Pengasapan ............................................................................................. 18

2.4.2 Proses atau Jenis-Jenis Pengasapan..................................................................... 19

2.4.3 Contoh Pengasapan Pangan ................................................................................ 21

BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 22

3.1 Simpulan ....................................................................................................................... 22

3.2 Saran ............................................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 23

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Aplikasi Blanching pada Buah & Sayur (Rathi, 2019) ....................................................5

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Contoh Metode Hot Water Blanching .........................................................................4


Gambar 2 Contoh Alat Pasteurisasi .............................................................................................7
Gambar 3 Proses Sterilisasi Dengan Uap Jenuh ......................................................................... 13
Gambar 4 Alat yang disebut retort atau autoklaf atau sterilizer .................................................. 14
Gambar 5 Proses Sterilisasi Susu dengan Mesin UHT ............................................................... 17
Gambar 6 Proses Sterilisasi pada Bahan Pangan Hewani ........................................................... 17
Gambar 7 Pengasapan Bahan Pangan ........................................................................................ 19
Gambar 8 Proses Pengasapan dengan Asap Cair........................................................................ 20

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sudah sejak lama penggunaan suhu tinggi diterapkan manusia sebagai metode
pengawetan makanan, diantaranya orang sudah terbiasa menggunakan panasnya api untuk
memasak bahan pangan. Penggunaan suhu panas dalam pengolahan pangan membuat
makanan menjadi lebih lezat, lebih mudah dicerna, dan lebih awet. Pengawetan makanan
menggunakan panas mulai dikenal pada tahun 1840 yaitu dilakukannya pengawetan
makanan dalam suatu wadah tertutup (Canning) oleh Nicholas Appert. Setelah itu,
pengawetan makanan dengan suhu tinggi berkembang pesat.
Pengawetan dengan Suhu Tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode
pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familiar
dalam aktivitas kita sehari-hari. Pemasakan dengan sistem penggorengan, pemanggangan,
pembakaran, dan rebus adalah metode-metode sederhana yang digunakan untuk mengolah
bahan pangan. Pengolahan dengan penggunaan suhu tinggi ini sebenarnya tidak hanya
untuk memperoleh cita rasa yang diinginkan, tetapi juga memiliki fungsi untuk
memperpanjang umur simpan. Umur simpan menjadi lebih panjang karena aktivitas
mikroba dan aktivitas biokimia benar-benar terhenti pada proses dengan suhu tinggi,
apabila digunakan suhu yang tepat, sehingga pangan menjadi lebih awet. Suhu yang
digunakan tergantung dengan kebutuhan dan karakteristik bahan pangan. Makin tinggi
suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan
mikroba. Pengolahan dengan suhu tinggi harus tetap memperhatikan tujuan utama dari
bahan pangan itu sendiri, yaitu sumber energi, fungsi kesehatan, serta kenikmatan visual
dan citarasa. Hal ini tentu harus menjadi pertimbangan karena penggunaan suhu tinggi
dapat merusak bahan pangan apabila penggunaannya berlebihan. Oleh karena itu suhu
yang digunakanpun harus disesuaikan dengan tujuan pengolahan dan karakteristik pangan
yang diolah. Dalam pengawetan, metode yang digunakan biasanya berbeda dengan
pengolahan yang digunakan sehari-hari seperti penggorengan dan pemanggangan.
Pengawetan suhu tinggi yang sering digunakan adalah blanching, pasteurisasi, sterilisasi,
dan pengasapan.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang akan dijadikan fokus pada makalah ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengawetan bahan pangan menggunakan metode blanching?
2. Bagaimana pengawetan bahan pangan menggunakan metode pasteurisasi?
3. Bagaimana pengawetan bahan pangan menggunakan metode sterilisasi?
4. Bagaimana pengawetan bahan pangan menggunakan metode pengasapan?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengawetan bahan pangan menggunakan metode blanching
2. Untuk mengetahui pengawetan bahan pangan menggunakan metode pasteurisasi
3. Untuk mengetahui pengawetan bahan pangan menggunakan metode sterilisasi
4. Untuk mengetahui pengawetan bahan pangan menggunakan metode pengasapan

1.4 Manfaat Penulisan


Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penulisan, maka maka
manfaat makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai pengawetan bahan pangan
menggunakan metode blanching
2. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai pengawetan bahan pangan
menggunakan metode pasteurisasi
3. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai pengawetan bahan pangan
menggunakan metode sterilisasi
4. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai pengawetan bahan pangan
menggunakan metode pengasapan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Blanching
Blanching biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan dalam suatu proses
pengolahan. Blanching adalah proses pemanasan cepat untuk menginaktivasi enzim yang
umum dilakukan dengan suhu mencapai 100°C. Blanching dapat dilakukan dengan air, uap
dan energi microwave. Blanching pada umumnya dilakukan untuk sayur-sayuran dan
buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Perlakuan blanching pada bahan
sebelum proses pengeringan berlangsung, merupakan cara yang efektif untuk
menghindari reaksi pencoklatan secara enzimatik maupun non enzimatik pada sayuran dan
buah-buahan ( Irfan et al., 2021). Di samping tujuan menonaktifkan enzim, ada beberapa
tujuan penting blanching lainnya, yaitu:
a. Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam bahan.
b. Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga
mengurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik
dalam “headspace” kaleng.
c. Melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan ke
dalam wadah.
d. Menghilangkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki.
e. Menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran.
f. Memperbaiki warna produk, atau memaksimalkan warna hijau sayur-sayuran.

2.1.1 Jenis-Jenis Metode Blanching


Ada 3 jenis metode blanching diantaranya sebagai berikut.
a. Blanching dengan Uap Air Panas (Steam Blanching)
Steam blanching dilakukan dengan cara bahan pangan diberi uap panas
yang dihasilkan dari air yang telah mendidih. Uap air akan masuk dan melewati
seluruh jaringan dari bahan pangan tersebut. Keunggulan dari metode ini
adalah hilangnya komponen yang larut dalam air (seperti vitamin, mineral dan
gula) dapat diminimalkan. Blanching dengan metode ini paling sering

3
4

diterapkan. Metode ini mengurangi kehilangan komponen yang tidak tahan


panas.

b. Blanching dengan Air Panas (Hot Water Blanching)


Blanching dengan air panas (Hot Water Blanching) yaitu metode
blanching ini hampir sama dengan proses perebusan. Metode ini cukup efisien,
namun memiliki kekurangan yaitu kehilangan komponen bahan pangan yang
mudah larut dalam air serta bahan yang tidak tahan panas. Aplikasi water
blanching yaitu pada saat memasak sayur mayur yang sudah dibersihkan,
kemudian dimasukkan ke dalam air yang mendidih dan direbus hingga berubah
warna menjadi warna yang diinginkan lalu diangkat dan langsung dicelupkan
ke dalam air dingin, umumnya air es. Sayur yang baru direbus langsung
dicelupkan ke dalam air dingin untuk menghentikan proses pematangan, karena
dalam keadaan panas, proses pematangan sayur masih tetap berlangsung. Hal
ini dapat menyebabkan sayuran berubah warna menjadi cokelat. Selain itu,
juga dapat dilakukan untuk membentuk tekstur tertentu dari sayuran. Tujuan
lain dari proses ini adalah untuk menghilangkan potensi berkecambah dari biji-
bijian.

Gambar 1 Contoh Metode Hot Water Blanching

c. Blanching dengan Gelombang Mikro (Microwave Blanching)


Blanching dengan menggunakan gelombang mikro (Microwave
Blanching) yaitu cara ini digunakan untuk buah-buahan dan sayuran yang
5

dikemas dengan wadah tipis (film bag). Blanching menggunakan gelombang


mikro memerlukan biaya yang tinggi, tetapi mempunyai keuntungan yaitu
lebih menurunkan kandungan mikroba dan sedikit kehilangan nutrisi.
Microwave Blanching lebih efektif daripada konvensional dalam hal efektivitas
penonaktifan enzim dan nutrisi yang lebih baik. Blanching microwave adalah
teknik yang sangat populer dan ini dapat dimanfaatkan sebagai alternatif water
blanching. Microwave membuat makanan lebih lembut dan memiliki efek
untuk mengurangi kerugian. Teknologi gelombang mikro modern sedang
digunakan secara luas saat ini, tuntutan di sektor pangan di tingkat industri,
karena membuat proses menjadi mudah dan hemat waktu (Rathi, 2019).

2.1.2 Contoh Aplikasi Blanching


Blanching dapat diaplikasikan untuk buah-buahan atau sayur mayur dan
diperoleh hasil yang efektif. Berikut contoh aplikasinya.

Tabel 1 Aplikasi Blanching pada Buah & Sayur (Rathi, 2019)

Tujuan Buah / Sayur Pengaruh

Meningkatkan tingkat Kemangi & Blanching uap secara


dehidrasi dan kualitas Anggur signifikan meningkatkan laju
produk pengeringan dari kemangi.
Mengurangi waktu
pengeringan anggur sekitar.
20%

Menghilangkan residu Bayam 5 residu pestisida dihilangkan


pestisida dan zat beracun.

Meminimalkan reaksi Kentang Warna merah kentang


pencoklatan non berkurang
enzimatis.

Mengurangi jumlah Wortel Penurunan pertumbuhan ragi


mikroba dan jamur saat diperiksa di
cawan berisi agar dan kaldu
6

2.2 Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pemanasan untuk memperpanjang umur simpan bahan
pangan melalui pemanasan pada suhu 60 – 100°C. Pengawetan dengan panas saat ini
masih menjadi pilihan dengan alasan biaya yang lebih murah dan memerlukan teknologi
yang sederhana, salah satunya adalah pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan sebuah
perlakukan panas dengan suhu yang lebih sendah dari suhu sterilisasi dan biasanya pula di
bawah suhu air mendidih selama kurun waktu yang cenderung singkat. Hal ini membuat
mikroorganisme patogenik dapat dibunuh namun di samping itu juga mampu menekan
seminimal mungkin kehilangan nilai nutrisi dan mempertahankan semaksimal mungkin
sifat fisik dan cita rasa produk pangan. Pasteurisasi hanya mematikan 95 − 99% bakteri
yang ada (Ambarsari, Indrie, dkk. 2012). Keberadaan mikroba pada produk pangan yang
telah dipasteurisasi sangat bergantung pada suhu penyimpanan dan jumlah serta tipe
mikroba yang tahan setelah dilakukan perlakuan pasteurisasi.
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan pada suhu dibawah 100°C jangka
waktu tertentu sehingga dapat mematikan sebagian mikroba susu dengan meminimalisasi
kerusakan protein. Setelah dilakukan proses pasteurisasi, dilakukan pendinginan yang akan
langsung menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dan
akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkanya (misalnya enzim phosphatase dan lipase)
sehingga dapat mengurangi kerusakan zat gizi serta memperbaiki daya simpan. Proses
pendinginan setelah proses pasteurisasi juga dapat meminimalisasi terjadinya kerusakan
protein (denaturasi protein) pada susu hasil pasteurisasi.

2.2.1 Tujuan Pasteurisasi


Tujuan pasteurisasi diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Membunuh bakteri patogen yang dapat membahayakan kesehatan
b. Membunuh mikroba jenis lain, seperti kapang dan khamir
c. Mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk
d. Menginaktivasi enzim yang terdapat dalam bahan pangan dengan masih
mempertimbangkan mutunya.
e. Memperpanjang masa simpan bahan pangan, khususnya susu
7

2.2.2 Cara Kerja Pasteurisasi


Pada dasarnya ada tiga metode pasteurisasi, yaitu :
1. Pasteurisasi pada suhu rendah dengan waktu yang lama. Proses pasteurisasi ini
sering disebut proses ”holding” atau LTLT (low temperature long time). Proses
ini misalnya untuk susu dikerjakan pada suhu 61°C selama 30 menit.
2. Pasteurisasi pada suhu tinggi dengan waktu yang pendek. Metode ini sering
disebut proses HTST (high temperature short time). Proses HTST yang paling
banyak digunakan pada susu menggunakan suhu 72°C selama 15 detik.
3. Susu UHT (ultra high temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan
pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135 – 145°C)
selama 2 – 5 detik. Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh
seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu
pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi
susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah
seperti susu segarnya.

Gambar 2 Contoh Alat Pasteurisasi


Mesin pasteurisasi sering juga disebut sebagai mixer pemanas, terbuat dari
bahan stainless steel, sehingga tahan lama dan antikarat. Alat ini juga dilengkapi
fitur pengatur suhu atau termostat. Suhu yang diaplikasikan pada proses
pasteurisasi dapat Anda sesuaikan dengan keinginan. Meski menggunakan listrik
dan LPG sebagai bahan bakar, alat ini tetaplah hemat biaya. Kompor pemanas
menggunakan bahan bakar LPG yang secara otomatis akan mengecil ketika suhu
8

yang dituju sudah tercapai. Dimensi alat ini tidak besar dan dilengkapi dengan roda
sehingga sangat mudah untuk dipindahkan. Tabung pemanas pada mesin ini
menggunakan sistem double jacket yang dapat diisi dengan air atau minyak sebagai
media penghantar panas, sehingga proses sterilisasi dapat terjadi dengan baik tanpa
bersentuhan langsung dengan bahan baku.
Sistem kerja mesin pasteurisasi adalah mengaduk bahan baku secara pelan-
pelan dengan pemanasan suhu rendah yang terkontrol. Cara penggunaan alat ini
dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tekan tombol power untuk menyalakan alat dan lakukan pengaturan suhu pada
termostat yang ada di panel mesin.
b. Persiapkan media perantara panas dengan membuka keran pengisi di bagian
samping tabung double jacket.
c. Setelah persiapan media perantara selesai, kini saatnya memasukkan bahan
baku ke dalam tabung sesuai dengan kapasitas alat.
d. Tutup kembali tabung saat proses pasteurisasi akan dimulai.
e. Jangan lupa untuk memasukkan alat thermocouple ke dalam tabung agar suhu
bahan baku yang akan diproses dapat dipantau oleh alat.
f. Tekan tombol pengaduk dan nyalakan kompor pemanas.
g. Saat prosesi pasteurisasi sudah selesai, pastikan untuk mematikan kompor
pemanas, pengaduk, dan tombol off untuk memutus aliran listrik pada mesin
pasteurisasi.
h. Bahan baku yang sudah disterilkan dapat diambil melalui keran yang ada di
badan alat.
i. Setelah mesin selesai digunakan, alangkah baiknya jika Anda mengeluarkan isi
media perantara panas. Tabung double jacket juga bisa dilepas dari rangka
mesin supaya Anda dapat membersihkannya dengan mudah.

2.2.3 Contoh Pasteurisasi Bahan Pangan


Pasteurisasi dikenal dan banyak digunakan pada susu. Bahkan susu
pasteurisasi menjadi salah satu susu yang sangat dikenal masyarakat. Berikut
produk-produk pangan yang dapat menggunakan proses pasteurisasi:
9

a. Susu
Proses pasteurisasi untuk produk susu dilakukan pada suhu 62°C selama
selama 30 menit atau 72°C selama 15 detik, yang segera diikuti dengan proses
pendinginan. Pasteurisasi pada susu bertujuan membunuh bakteri patogen,
memperpanjang daya simpan susu, dan menginaktifkan fosfatase dan katalase
yang merupakan enzim yang bisa membuat susu lebih cepat rusak. Selain itu,
pasteurisasi juga dapat memberikan atau menimbulkan cita rasa yang lebih
menarik.
b. Anggur (Wine)
Sebelum banyak digunakan pada produk susu, mulanya pasteurisasi dilakukan
pada anggur. Louis Pasteur pada tahun 1863, seorang bangsa Perancis
mencoba memanaskan anggur (wine) buatannya sendiri pada suhu kurang
dari 100°C, yaitu sekitar 60 – 70°C. Hal ini ia maksudkan untuk memperbaiki
ketahanannya pada waktu disimpan. Setelah diteliti, diketahui bahwa
pemanasan tersebut dapat mengurangi bakteri perusak. Dari hasil ini,
pasteurisasi mulai digunakan untuk perpanjangan daya simpan bahan pangan
lain seperti minuman beralkohol, susu, dll.
c. Telur
Pasteurisasi pada telur dilakukan pada suhu 57,2°C selama 15 menit, kemudian
segera dilakukan pengeringan menggunakan spray dryer dengan suhu udara
masuk 160 – 170°C, suhu udara keluar 85 – 100°C dan tekanan penyemprotan
3,5 psi. Pada telur, pasteurisasi bertujuan untuk membunuh bakteri Salmonella
dan bakteri patogen lainnya yang dapat mencemari telur.
d. Madu
Berbeda dengan produk pangan lainnya, madu memiliki sifat antibakteri. Maka
dari itu tentu proses pasteurisasi yang dilakukan pada madu bukan
dimaksudkan untuk membunuh bakteri ataupun mikroba lainnya. Madu di
pasteurisasi untuk mematikan enzim yang ada di dalamnya. Enzim di dalam
madu membuat madu mengeluarkan gas dan buih yang jika botol simpan yang
digunakan terlalu tipis dapat membuatnya meledak. Di luar negeri, hampir
semua madu merupakan madu pasteurisasi. Madu pasteurisasi tidak lagi
10

memiliki enzim yang dapat membuatnya mengerluarkan buih atau gas sehingga
dapat disimpan dan dibawa kemanapun tanpa berisiko meledak atau meletup.
e. Sari Buah
Sari buah menurut (SNI 01-3719-1995) adalah : minuman ringan yang dibuat
dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan
tambahan makanan yang diizinkan. Setelah melalui proses pasteurisasi, sari
buah segera di dinginkan pada suhu 30 – 35oC dan diamati perubahan
organoleptiknya

2.3 Sterilisasi
Perkataan steril mengandung pengertian tidak ada kehidupan, bebas dari bakteri
patogen, bebas dari organisme pembusuk dan tidak terdapat kegiatan mikroba dalam
keadaan normal. Sterilisasi adalah proses termal penghilangan semua jenis organisme
hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus)
beserta spora-sporanya. Karena spora bakteri bersifat tahan panas, maka umumnya
diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121°C atau ekuivalennya, artinya semua
partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas yang sama (Tille, 2017).
Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi
sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami perubahan sehingga tetap bernilai gizi
tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal dua macam istilah, yaitu :
 Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya
segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan.
 Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang
bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati.
Semua makanan kaleng umumnya diberikan perlakuan panas hingga tercapai
keadaan steril komersial yaitu tingkat kesterilan dimana mikroorganisme yang dapat
tumbuh dan menyebabkan kerusakan bahan pangan tersebut pada keadaan penanganan dan
penyimpanan yang normal telah mati. Bahan pangan tersebut masih mengandung sejumlah
kecil spora-spora bakteri yang resisten, tapi pada umumnya spora-spora ini tidak akan
11

tumbuh terkecuali bila bahan makanan tersebut disimpan dalam keadaan lingkungan yang
tidak normal yaitu lebih tinggi dari suhu ruang (Ismail, dkk. 2013).
Biasanya terjadi perubahan-perubahan kualitas yang tidak diinginkan pada sterilisasi.
Oleh karena itu, tahapan sterilisasi pada pengolahan pangan tidak dilakukan terlalu lama
untuk menghindari kerusakan yang berlebihan pada bahan pangan. Dalam pengolahan
bahan pangan sterilisasi dilakukan hingga titik aman agar memiliki daya simpan yang
cukup aman.

2.3.1 Tujuan Sterilisasi


Tujuan sterilisasi diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan peralatan perawatan dalam keadaan siap pakai.
b. Mencegah peralatan cepat rusak.
c. Mencegah terjadinya infeksi silang.
d. Menjamin kebersihan wadah dan alat.
e. Menetapkan produk akhir dinyatakan sudah steril dan aman dikonsumsi.

2.3.2 Proses atau Jenis-Jenis Sterilisasi


Dalam proses sterilisasi, air dan uap adalah media yang baik. Dalam waktu
relatif singkat alat yang akan disterilkan akan mencapai suhu yang diinginkan.
Udara adalah penyalur panas yang kurang baik. Oleh karena itu, untuk mencapai
suhu yang diinginkan akan membutuhkan waktu yang cukup lama (Saragih, Dewi
Sartika, dkk. 2021). Sterilisasi dapat dilakukan baik dengan metode fisika maupun
kimia (Tille, 2017).
a. Sterilisasi menggunakan uap jenuh
Metode sterilisasi ini umumnya digunakan untuk bahan yang dikemas
dalam kaleng. Sterilisasi dilakukan dengan cara bahan yang akan disterilasi
dmasukkan kedalam ketel sterilisasi (retor), kemudian retor dipanasi
menggunakan uap panas jenuh. Ada tahapan proses sebelum sterilisasi yang
perlu mendapat perhatian. Proses ini dikenal dengan exhausting. Exhausting
adalah proses penghilangan udara yang ada didalam kaleng, baik yang ada
diatas permukaan bahan ataupun yang terjebak ditengah kumpulan bahan.
Proses ini dilakukan sebelum kaleng ditutup.
12

Udara yang tertinggal didalam kaleng akan mengembang bila dipanasi.


Tekanan udara yang kuat dapat menyebabkan kaleng mengembung atau
pecah/meledak. Selain itu, udara yang tertinggal dalam kaleng dapat
menyebabkan korosi pada bagian dalam kaleng dan oksidasi bahan yang
dikalengkan. Beberapa cara exausting dilakukan :
 Mengisi bahan ke dalam kaleng dalam keadaan panas
 Mengisikan bahan ke dalam kaleng dalam keadaan dingin kemudian
kaleng dan isinya dipanaskan sampai dengan 80 – 95°C, tutup kaleng
diletakkan diatasnya sehingga sebagian menutupi kaleng
 Menghilangkan udara secara mekanis menggunakan pompa vakum
 Mengaliri dengan uap yang dihembuskan sebelum kaleng ditutup
Setelah kaleng ditutup, kemudian dimasukkan kedalam retor. Lalu uap
panas jenuh dialirkan kedalamnya. Tetapi harus dihindari adanya udara yang
tertinggal didalam retor. Udara didalam retor akan membentuk lapisan isolasi
panas pada sekeliling kaleng. Sehingga menghambat uap untuk menyentuh
dinding kaleng. Panas yang diterima bahan menjadi berkurang. Cara untuk
mengeluarkannya adalah dengan mengalirkan uap panas kedalam retor sampai
beberapa waktu. Proses ini disebut venting.
Setelah sterilisasi selesai, bahan/kaleng didinginkan dengan air dingin.
Uap akan segera terkondensasi, tetapi bahan lebih lama untuk menjadi dingin
dan tekanan dalam wadah masih tetap tinggi. Untuk itu, ke dalam retor
dialirkan udara bertekanan guna menghindari kerusakan atau bocornya tutup
kaleng. Teknik ini disebut pendinginan bertekanan. Setelah suhu bahan kurang
dari 100°C, udara bertekanan dikeluarkan dan pendinginan dilanjutkan hingga
kurang lebih 40°C. Pada suhu ini, air dipermukaan dinding kaleng akan
mengering dengan sendirinya. Yang berarti akan mengurangi resiko korosi
kaleng. Selain itu juga akan mempermudah lengketnya label yang ditempel
segera setelah itu.
13

Gambar 3 Proses Sterilisasi Dengan Uap Jenuh

b. Sterilisasi menggunakan air panas


Pada metode sterilisasi ini, bahan/produk dipanasi menggunakan air
panas dengan tekanan udara yang tinggi. Bahan yang disteriliasi dengan
metode ini umumnya adalah bahan yang dikemas dengan menggunakan
botol/gelas metode atau dalam kantong fleksibel. Untuk memperoleh struktur
yang kuat, gelas memiliki ketebalan yang lebih tebal dibandingkan dengan
kaleng. Ketebalan ini berakibat penetrasi panas kedalam bahan lebih lambat,
sehingga proses sterilisasi membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain itu,
gelas mempunyai risiko yang tinggi terhadap kejutan panas.
Seperti pada kemasan dengan kaleng, pada kemasan dengan botol perlu
dlakukan exhausting sebelum botol ditutup. Tata caranya adalah sama seperti
pada pengalengan. Kemasan dalam bentuk kantong fleksibel, relatif lebih tipis
penampangnya, sehingga panas dapat lebih cepat menetrasi kedalam bahan. Ini
akan menghemat energi dan mengurangi pemanasan yang berlebihan terhadap
bahan yang berada disekitar atau di dekat dinding kemasan. Bahan berbentuk
cairan atau semi cair dalam kemasan kantong fleksibel umumnya disterilisasi
secara horizontal agar ketebalan bahan akan konstan selama proses.
Penempatan bahan secara vertikal sebenarnya memberikan sirkulasi air panas
yang lebih baik, namun agar bagian bawah wadah tidak mengembung (karena
bahan mengalir turun) perlu ada penahan khusus terhadap bahan.
14

Gambar 4 Alat yang disebut retort atau autoklaf atau sterilizer

c. Sterilisasi menggunakan suhu sangat tinggi


Permasalahan utama sterilisasi terhadap bahan yang telah dikalengkan
atau dibotolkan. Khusunya bahan-bahan yang berbentuk cairan kental atau
padatan adalah lambatnya penetrasi panas ke bagian tengah/dalam bahan.
Sebagai akibatnya, gizi dan komponen sensori (pemberi flavor dan
kenampakan) bahan yang berada didekat dinding kemasan akan rusak. Selain
itu, karena waktu sterilisasi lama, maka produktivitas rendah. Penggunaan
kemasan yang tipis dan penggojokan selama proses dapat digunakan untuk
mengatasi hal tersebut. Namun cara ini kurang praktis. Penggunaan suhu yang
lebih tinggi juga dapat digunakan meskipun hal ini membutuhkan wadah yang
lebih kuat, yang berarti menambah biaya.
Penggunaan suhu tinggi dalam waktu yang singkat dimungkinkan bila
bahan/produk telah disterilisasi sebelum dimasukkan kedalam wadah, yang
juga telah disterilkan dalam lingkungan yang steril. Prinsip ini merupakan
dasar metode sterilisasi yang disebut Ultra High Temperature Processing
(UHTP). Teknik ini juga sering disebut sebagai antiseptic prosessing. Teknik
ini mula-mula dikembangkan untuk sterilisasi susu. Kemudian berkembang dan
saat ini banyak digunakan di industri pengolahan hasil pertanian, terutama
digunakan untuk sterilisasi berbagai produk berbentuk cair (susu, sari buah,
krim, yogurt, telur, es krim) dan bahan-bahan yang mengandung partkel-
partikel kecil (keju, makanan bayi, produk olahan tomat, buah dan sayur).
15

Ada beberapa variasi teknik sterilisasi dengan metode UHT terutama


bahan yang dikalengkan. Tahapannya adalah:
 Sterilisasi kaleng menggunakan uap super panas suhu 240°C
 Susu atau produk lain yang disterilisasi dialirkan kedalam kaleng secara
kontinyu melalui suatu bejana yang mendapat tekanan uap super panas
 Kaleng yang berisi susu/produk lain, dalam keadaan terjaga dari sumber
kontaminasi, diteruskan ke bagian berikutnya untuk ditutup menggunakan
tutup yang telah disterilkan sebelumnya
 Kaleng ke luar dari sistem sterilisasi
Untuk sterilisasi produk yang dikemas dengan menggunakan gelas, pada
dasarnya adalah sama, hanya ada sedikit modifikasi untuk menghindari gelas
pecah karena terlalu cepatnya perubahan suhu.
Pada kemasan yang terbuat dari kotak karton berlapis aluminium dan
plastic polietilen yang biasa digunakan sebagai pengemas susu atau sari buah.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan langkah:
 Lembaran karton berlapis, secara kontinyu, dilewatkan dalam larutan
kimia panas seperti hydrogen peroksida
 Dilewatkan pada aliran udara panas steril dan sinar ultra unggu untuk
menghilangkan lapisan peroksida
 Lembaran kertas masuk kealat pencetak kemudian diisi dengan produk dan
ditutup yang kesmuanya dilakukan dalam satu tempat dan keadaan steril
 Kotak-kotak karton yang telah berisi produk dipotong-potong sehingga
dihasilkan kotak yang satu dengan lainnya terpisah
Beberapa keuntungan dengan metode ini:
 Lebih sedikit efek merugikan tehadap produk dalam kaitannya dengan
flavour dan warna
 Lebih sedikit vitamin peka terhadap panas yang mengalami kerusakan
 Proses dilakukan secara berkesinambungan
 Perubahan fisiko-kimia selama peyimpanan lebih lambat
 Fleksibel terhadap berbagai perubahan ukuran kemasan
 Produktivitas tinggi dan lebih efisien dalam penggunaan energi
16

 Untuk produk-produk seperti susu distribusi dapat dilakukan dengan radius


lebih luas, karena tidak memerlukan lemari pendingin
Kelemahan sistem ini adalah mahal dan rumitnya perencanaan pabrik karena
harus disiapkan dengan teliti. Ini timbul karena perlunya penjagaan kesterilan
bahan. Kemudian untuk mengoperasikan system ini dibutuhkan tenaga kerja
yang berketramplan tinggi. Baik untuk operasi pengolahan maupun untuk
perawatan alat.

2.3.3 Contoh Sterilisasi Pangan


Berikut merupakan contoh produk pangan yang biasanya dilakukan
sterilisasi terlebih dahulu:
a. Sterilisasi pada susu
Sterilisasi susu adalah proses pengawetan susu yang dilakukan dengan
cara memanaskan susu sampai mencapai suhu diatas titik didih, sehingga
bakteri, kuman dan sporanya mati. Cara sterilisasi susu memerlukan peralatan
khusus dengan biaya relatif mahal. Oleh karena itu, sterilisasi susu umumnya
dilakukan oleh Industri Pengolahan Susu (IPS). Susu sterilisasi dilakukan
dengan cara:
 Sistem Ultra High Temperature (UHT) yaitu susu dipanaskan sampai
suhu 135 – 150°C selama 2 – 5 detik.
 Susu di dalam kemasan hermestis dipanaskan pada suhu 110 – 121°C
selama 20 – 45 detik.
Pada susu UHT kandungan lemak, laktosa dan garam mineral tidak
banyak mengalami perubahan, tetapi vitamin yang larut air sebagian akan
hilang. Namun riboflavin dan kasein merupakan vitamin dan protein yang
terhadap pemanasan. Pemanasan pada susu sterilisasi menyebabkan rusaknya
whey yang terdiri atas laktalbumin dan laktoglobulin. Kerusakan kandungan
nutrisi semakin besar pada susu yang mengalami proses sterilisasi.
17

Gambar 5 Proses Sterilisasi Susu dengan Mesin UHT

b. Sterilisasi bahan pangan hewani


Suhu yang dibutuhkan untuk sterilisasi bahan pangan hewani minimal
240°F atau 116°C. Pada saat proses sterilisasi untuk daging menggunakan
suhu 121°C dan tekanan 1,05 bar. Sedangkan ikan menggunakan suhu
116°C dengan tekanan 0,8 bar. Waktu dan suhu yang diperlukan proses
sterilisasi tergantung pada konsistensi atau ukuran partikelnya, derajat
keasaman isi kaleng, ukuran head space, besar dan ukuran kaleng, kemurnian
uap air (steam) yang digunakan dan kecepatan perambatan panas (Maskur,
2018).

Gambar 6 Proses Sterilisasi pada Bahan Pangan Hewani


18

2.4. Pengasapan
Pengasapan merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengawetkan
produk makanan yang mengandung protein tinggi misalnya ikan, daging dan keju. Produk
pangan dengan proses pengasapan memiliki kelebihan daya awet yang tinggi, rasa dan
aroma yang ditimbulkan juga sangat sangat khas. Daya awet yang ditimbulkan dari
komponen asap cair karena adanya kandungan yang bersifat antimikrobial dan antioksidan
yaitu senyawa aldehid, asam karboksilat dan fenol (Erdi Suroso, dkk, 2018).
Pengasapan biasanya dikombinasikan pemakainnya dengan proses pemanasan lain
untuk membantu membunuh mikroorganisme. Selain untuk membunuh mikroorganisme,
juga pemanasan ini dapat membantu mengeringkan bahan yang diasapi sehingga menjadi
lebih awet. Dalam hal ini pengasapan biasanya dilakukan pada suhu sekitar 57⁰C. Jika
pengasapan tidak dikombinasikan dengan pemanasan lainnya, maka suhu yang
dipergunakan biasanya lebih tinggi lagi. Pengasapan yang dilakukan pada suhu sekitar
60⁰C dapat menghambat terjadinya reaksi enzimatik didalam bahan makanan yang diasapi.

2.4.1 Tujuan Pengasapan


Tujuan pengasapan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Membunuh bakteri dan mikrooganisme lain
2. Merusak aktivitas enzim
3. Mengurangi kadar air
4. Membentuk sifat organoleptik yang meliputi
a. Membentuk cita rasa dan aroma yang khas (smoke flavor) karena bahan
yang diasap akan menyerap berbagai senyawa kimia dalam asap
b. Membentuk warna coklat yang spesifik, yaitu warna coklat mahoni
c. Bahan menjadi empuk
5. Sebagai tindakan pengawetan karena:
a. Panas dari pembakaran kayu dapat membunuh mikroba
b. Asap mengandung komponen antimikroba
c. Asap mengandung antioksidan sehingga mencegah ketengikan
d. Sebagian asap akan membentuk kulit tipis di permukaan bahan sehingga
menghindari terjadinya kontaminasi silang
19

e. Asap akan mengawetkan bahan karena adanya aksi disinfeksi dari


formaldehid, asam asetat, dan phenol yang terkandung dalam asap

2.4.2 Proses atau Jenis-Jenis Pengasapan


Proses pengawetan dengan teknik pengasapan merupakan proses mengasapi
makanan dengan cara memberikan asap yang dihasilkan dari proses pembakaran
bahan-bahan tertentu. Ada dua jenis pengasapan yaitu pengasapan konvensional
dan asap cair.

a. Pengasapan konvensional
Beberapa proses pengasapan bahan pangan di masyarakat masih
bersifat konvensional dengan bahan bakar yang sangat tergantung pada
ketersediaan di lingkungan sekitar seperti kayu, batang, tempurung dan
pelepah daun kelapa. Hal ini berpengaruh pada mutu mikrobiologis dari bahan
pangan yang masih tergolong kurang baik (Palawe dkk, 2014). Menurut
Berhimpon, dkk (2019) dan Mandeno dkk, 2018, bahwa kualitas asap juga
ditentukan oleh senyawa-senyawa karbon yang terkandung dalam bahan
bakar. Tempurung dan kayu keras akan memberikan asap yang lebih baik
karena kandungan lignin dalam tempurung dan kayu keras lebih banyak.

Gambar 7 Pengasapan Bahan Pangan


20

b. Pengasapan dengan asap cair


Pengasapan bahan pangan juga dapat dilakukan dengan metode
pengasapan cair. Metode pengasapan cair dilakukan dengan menggunakan
asap cair yang merupakan hasil dari kondensasi asap dari hasil pembakaran
kayu. Asap cair mengandung senyawa fenol, asam organik dan karbonil.
Senyawa-senyawa tersebut dapat berperan sebagai anti mikroba dan
penambahan senyawa anti mikroba dari alam juga sering ditambahakan untuk
memperpanjang masa simpan (Mandeno dkk, 2021). Kelebihan penggunaan
asap cair dalam pengasapan adalah
1. Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan
konsentrasi yang lebih tinggi.
2. Lebih intensif dalam pemberian aroma.
3. Kontrol hilangnya aroma lebih mudah.
4. Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan.
5. Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial.
6. Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap.
7. Polusi lingkungan dapat diperkecil.
8. Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan,
pencelupan atau dicampur langsung ke dalam makanan.

Gambar 8 Proses Pengasapan dengan Asap Cair


21

2.4.3 Contoh Pengasapan Pangan


Berikut merupakan contoh produk pangan yang dapat dilakukan dengan
metode pengasapan:
a. Pengasapan pada daging
Di pabrik pengemas daging yang modern, pengasapan dilakukan dalam rumah
asap yang terdiri dari beberapa tingkat. Apabila daging yang diasapi akan
disimpan pada suhu kamar, maka daging tersebut harus diasapi padasuhu
57,2⁰C sehingga suhu bagian dalam daging mencapai 110⁰C. Daging asap
dapat disimpan beberapa lama, mempunyai flavor yang menyenangkan dan
rasanya lebih baik.
b. Pengasapan pada ikan
Ikan salem merupakan ikan yang banyak diasapi di Amerika Serikat. Setelah
digarami pada konsentrasi rendah, ikan salem kemudian diasap dinin. Ikan
salem yang masih lunak direndam dalam air tawar selama semalam atau
disimpan dalam air yang mengalir selama sepuluh jam, kemudian ikan itu
dicuci, ditiriskan dan kemudian dibereskan. Ikan salem kemudian diasap pada
suhu sekitar 27⁰ C selama 24 sampai 48 jam dalam asap yang sedikit.
c. Pengasapan pada keju
Pengasapan keju merupakan hal yang telah dikerjakan sejak jaman dahulu.
Pengasapan keju dapat memperbaiki kualitas penyimpanan keju tersebut, hal
itu disebabkan karena permukaan keju akan diseliputi dan diliputi oleh
senyawa-senyawa anti mikrobia dan antioksidan yang memang terdapat
didalam asap. Dengan demikian keju akan langsung terhindar dari serangan
kapang dan jasad-jasad renik lainnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pengolahan atau pengawetan bahan pangan dengan suhu tinggi adalah proses
pengawetan pangan dengan perlakuan panas yang terkontrol. Cara pengawetan pangan
dengan suhu tinggi yang paling sering digunakan yaitu blanching, pasteurisasi, sterilisasi,
dan pengasapan. Blanching adalah proses pemanasan cepat untuk menginaktivasi enzim
yang umum dilakukan dengan suhu mencapai 100°C. Pasteurisasi adalah proses
pemanasan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan melalui pemanasan pada
suhu 60 – 100°C. Sterilisasi adalah proses termal penghilangan semua jenis organisme
hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus)
beserta sporasporanya. Karena spora bakteri bersifat tahan panas, maka umumnya
diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121°C atau ekuivalennya, artinya semua
partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas yang sama (Tille, 2017).
Pengasapan biasanya dikombinasikan pemakainnya dengan proses pemanasan lain untuk
membantu membunuh mikroorganisme. Selain untuk membunuh mikroorganisme, juga
pemanasan ini dapat membantu mengeringkan bahan yang diasapi sehingga menjadi lebih
awet. Dalam hal ini pengasapan biasanya dilakukan pada suhu sekitar 57⁰C.

3.2 Saran
Berdasarkan simpulan, saran yang dapat penulis sampaikan kepada pembaca adalah
sebagai berikut:
1. Pengolahan dengan suhu tinggi harus tetap memperhatikan tujuan utama dari bahan
pangan itu sendiri, yaitu sumber energi, fungsi kesehatan, serta kenikmatan visual dan
citarasa
2. Tahapan sterilisasi pada pengolahan pangan sebaiknya tidak dilakukan terlalu lama
untuk menghindari kerusakan yang berlebihan pada bahan pangan
3. Setelah dilakukan proses pasteurisasi sebaiknya dilakukan pendinginan yang akan
langsung menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan terhadap suhu pasteurisasi
dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkanya

22
DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, Indrie, dkk. 2012. Perubahan Kualitas Susu Pasteurisasi dalam Berbagai Jenis
Kemasan. J. Litbang Pert. Vol. 32 No. 1. 10-19.
Erdi Suroso, T. P. (2018). PENGASAPAN IKAN KEMBUNG MENGGUNAKAN ASAP
CAIR DARI KAYU KARET HASIL REDESTILASI. JPHPI 2018, Volume 21 Nomor1,
42-53.
Fitria, dkk. 2015. Pengolahan dengan Pemanasan Pasteurisasi Susu dan Sari Buah. Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Jember: Jember.
Irfan,A.M., A.Arimansyah, A.R.Rasyid, dan N. Lestari. 2021. Kinetika Pengeringan Cabai
dengan PerlakuanBlansingSuhu Rendah-Waktu Lama. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10,
No. 1,24-35, Th. 2021 ISSN 2302-9218 (Print) ISSN 2620-9721 (Online).
Ismail, M.I., Fahmy, A., Azab, A., Abadit, M & Fateen, S.E. (2013). Optimizing the sterilization
process of canned food using temperature distribution studies. IOSR Journal of
Agriculture and Veterinary Science(IOSR-JAVS), Vol 6(4): 26–33.
Istini. 2020. Pemanfaatan Plastik Polipropilen Standing Pouch Sebagai Salah Satu Kemasan
Sterilisasi Peralatan Laboratorium. Indonesian Journal of Laboratory Vol 2 (3) : 41-46.
Jefri Antonius Mandeno, M. A. (2021). KANDUNGAN FENOL PADA PINEKUHEYANG
DIOLAH DENGAN ASAP CAIR DAN PENGASAPAN KONVENSIONAL. Jurnal
Ilmiah Tindalung, Volume 7, Nomor 1, 33-37.
Maskur, Muhammad. 2018. Pengaruh Waktu dan Suhu Sterilisasi Terhadap Kandungan
Proksimat Ikan Bandeng (Chanos-chanos) Kaleng. Jurnal Airaha, Vol. VII No. 1 : 017 –
029.
Nurhikmat, Asep, Bandul Suratmo, Nursigit Bintoro, dan Suharwadji. 2016. Pengaruh Suhu dan
Waktu Sterilisasi Terhadap Nilai F dan Kondisi Fisik Kaleng Kemasan Pada Pengalengan
Gudeg. Agritech Vol 36 : 1.
Rathi V. 2019. A Better Nutrient Retaining Method: Comparison of Microwave with
Conventional Blanching. Journal Food Process Technology 2019, 10:2 DOI:
10.4172/2157-7110.1000778.
Sartika, Dewi Saragih, Dede Robiatul Adawiyah dan Fransisca Zakaria Rungkat. 2021.
Sterilisasi Komersial Cassava Chunk pada Kemasan Hermetis Standing Pouch dan

23
24

Perubahan Sifat Fisikokimianya. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI) Vol. 26 (2) : 184-
191.
Tille, P. M. 2017. Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. In Basic Medical Microbiology
(fourteenth, p. 45). St. Louis Missouri: Elsevier.
Wisnu, Landep, dkk. 2015. Pengaruh Suhu dan Waktu Pasteurisasi terhadap Perubahan Kadar
Total Fenol pada Wedang Uwuh Ready to Drink dan Kinetika Perubahan Kadar Total
Fenol selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VII. 71-76.

Anda mungkin juga menyukai