Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Teknologi Pangan
Dosen Pengampu: Shanti Pujilestari, ST., MM., MBA
Disusun oleh:
1. Ahmad Suganti 2021349018
2. Alifia Oktamania 2021340032
3. Debora Patricia Yahya 2021340020
4. Maria Venna Ruban 2021349001
5. Prayoga Rahmat 2021349010
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya makalah tentang “Pengawetan Bahan Pangan dengan Suhu Tinggi” ini dapat kami
selesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pengantar
Teknologi Pangan. Selain itu, tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
pengetahuan kepada mahasiswa dan pembaca mengenai pengawetan pangan dengan suhu tinggi.
Pengawetan dengan suhu tinggi merupakan salah satu proses pengolahan/pengawetan yang dapat
diterapkan supaya masa simpan makanan dapat diperpanjang.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan terlibat
dalam proses pembuatan makalah Pengawetan Bahan Pangan dengan Suhu Tinggi ini. Semoga
dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Penyusun telah
berusaha menyelesaikan makalah ini dengan semaksimal mungkin. Namun, kami sadar masih
banyak terdapat kekurangan. Saran dan kritik yang membangun akan sangat membantu kami
dalam memperbaiki makalah selanjutnya.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ....................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................................ ii
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
iv
2.4.1 Tujuan Pengasapan ............................................................................................. 18
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Aplikasi Blanching pada Buah & Sayur (Rathi, 2019) ....................................................5
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2.1 Blanching
Blanching biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan dalam suatu proses
pengolahan. Blanching adalah proses pemanasan cepat untuk menginaktivasi enzim yang
umum dilakukan dengan suhu mencapai 100°C. Blanching dapat dilakukan dengan air, uap
dan energi microwave. Blanching pada umumnya dilakukan untuk sayur-sayuran dan
buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Perlakuan blanching pada bahan
sebelum proses pengeringan berlangsung, merupakan cara yang efektif untuk
menghindari reaksi pencoklatan secara enzimatik maupun non enzimatik pada sayuran dan
buah-buahan ( Irfan et al., 2021). Di samping tujuan menonaktifkan enzim, ada beberapa
tujuan penting blanching lainnya, yaitu:
a. Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam bahan.
b. Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga
mengurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik
dalam “headspace” kaleng.
c. Melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan ke
dalam wadah.
d. Menghilangkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki.
e. Menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran.
f. Memperbaiki warna produk, atau memaksimalkan warna hijau sayur-sayuran.
3
4
2.2 Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pemanasan untuk memperpanjang umur simpan bahan
pangan melalui pemanasan pada suhu 60 – 100°C. Pengawetan dengan panas saat ini
masih menjadi pilihan dengan alasan biaya yang lebih murah dan memerlukan teknologi
yang sederhana, salah satunya adalah pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan sebuah
perlakukan panas dengan suhu yang lebih sendah dari suhu sterilisasi dan biasanya pula di
bawah suhu air mendidih selama kurun waktu yang cenderung singkat. Hal ini membuat
mikroorganisme patogenik dapat dibunuh namun di samping itu juga mampu menekan
seminimal mungkin kehilangan nilai nutrisi dan mempertahankan semaksimal mungkin
sifat fisik dan cita rasa produk pangan. Pasteurisasi hanya mematikan 95 − 99% bakteri
yang ada (Ambarsari, Indrie, dkk. 2012). Keberadaan mikroba pada produk pangan yang
telah dipasteurisasi sangat bergantung pada suhu penyimpanan dan jumlah serta tipe
mikroba yang tahan setelah dilakukan perlakuan pasteurisasi.
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan pada suhu dibawah 100°C jangka
waktu tertentu sehingga dapat mematikan sebagian mikroba susu dengan meminimalisasi
kerusakan protein. Setelah dilakukan proses pasteurisasi, dilakukan pendinginan yang akan
langsung menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dan
akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkanya (misalnya enzim phosphatase dan lipase)
sehingga dapat mengurangi kerusakan zat gizi serta memperbaiki daya simpan. Proses
pendinginan setelah proses pasteurisasi juga dapat meminimalisasi terjadinya kerusakan
protein (denaturasi protein) pada susu hasil pasteurisasi.
yang dituju sudah tercapai. Dimensi alat ini tidak besar dan dilengkapi dengan roda
sehingga sangat mudah untuk dipindahkan. Tabung pemanas pada mesin ini
menggunakan sistem double jacket yang dapat diisi dengan air atau minyak sebagai
media penghantar panas, sehingga proses sterilisasi dapat terjadi dengan baik tanpa
bersentuhan langsung dengan bahan baku.
Sistem kerja mesin pasteurisasi adalah mengaduk bahan baku secara pelan-
pelan dengan pemanasan suhu rendah yang terkontrol. Cara penggunaan alat ini
dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tekan tombol power untuk menyalakan alat dan lakukan pengaturan suhu pada
termostat yang ada di panel mesin.
b. Persiapkan media perantara panas dengan membuka keran pengisi di bagian
samping tabung double jacket.
c. Setelah persiapan media perantara selesai, kini saatnya memasukkan bahan
baku ke dalam tabung sesuai dengan kapasitas alat.
d. Tutup kembali tabung saat proses pasteurisasi akan dimulai.
e. Jangan lupa untuk memasukkan alat thermocouple ke dalam tabung agar suhu
bahan baku yang akan diproses dapat dipantau oleh alat.
f. Tekan tombol pengaduk dan nyalakan kompor pemanas.
g. Saat prosesi pasteurisasi sudah selesai, pastikan untuk mematikan kompor
pemanas, pengaduk, dan tombol off untuk memutus aliran listrik pada mesin
pasteurisasi.
h. Bahan baku yang sudah disterilkan dapat diambil melalui keran yang ada di
badan alat.
i. Setelah mesin selesai digunakan, alangkah baiknya jika Anda mengeluarkan isi
media perantara panas. Tabung double jacket juga bisa dilepas dari rangka
mesin supaya Anda dapat membersihkannya dengan mudah.
a. Susu
Proses pasteurisasi untuk produk susu dilakukan pada suhu 62°C selama
selama 30 menit atau 72°C selama 15 detik, yang segera diikuti dengan proses
pendinginan. Pasteurisasi pada susu bertujuan membunuh bakteri patogen,
memperpanjang daya simpan susu, dan menginaktifkan fosfatase dan katalase
yang merupakan enzim yang bisa membuat susu lebih cepat rusak. Selain itu,
pasteurisasi juga dapat memberikan atau menimbulkan cita rasa yang lebih
menarik.
b. Anggur (Wine)
Sebelum banyak digunakan pada produk susu, mulanya pasteurisasi dilakukan
pada anggur. Louis Pasteur pada tahun 1863, seorang bangsa Perancis
mencoba memanaskan anggur (wine) buatannya sendiri pada suhu kurang
dari 100°C, yaitu sekitar 60 – 70°C. Hal ini ia maksudkan untuk memperbaiki
ketahanannya pada waktu disimpan. Setelah diteliti, diketahui bahwa
pemanasan tersebut dapat mengurangi bakteri perusak. Dari hasil ini,
pasteurisasi mulai digunakan untuk perpanjangan daya simpan bahan pangan
lain seperti minuman beralkohol, susu, dll.
c. Telur
Pasteurisasi pada telur dilakukan pada suhu 57,2°C selama 15 menit, kemudian
segera dilakukan pengeringan menggunakan spray dryer dengan suhu udara
masuk 160 – 170°C, suhu udara keluar 85 – 100°C dan tekanan penyemprotan
3,5 psi. Pada telur, pasteurisasi bertujuan untuk membunuh bakteri Salmonella
dan bakteri patogen lainnya yang dapat mencemari telur.
d. Madu
Berbeda dengan produk pangan lainnya, madu memiliki sifat antibakteri. Maka
dari itu tentu proses pasteurisasi yang dilakukan pada madu bukan
dimaksudkan untuk membunuh bakteri ataupun mikroba lainnya. Madu di
pasteurisasi untuk mematikan enzim yang ada di dalamnya. Enzim di dalam
madu membuat madu mengeluarkan gas dan buih yang jika botol simpan yang
digunakan terlalu tipis dapat membuatnya meledak. Di luar negeri, hampir
semua madu merupakan madu pasteurisasi. Madu pasteurisasi tidak lagi
10
memiliki enzim yang dapat membuatnya mengerluarkan buih atau gas sehingga
dapat disimpan dan dibawa kemanapun tanpa berisiko meledak atau meletup.
e. Sari Buah
Sari buah menurut (SNI 01-3719-1995) adalah : minuman ringan yang dibuat
dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan
tambahan makanan yang diizinkan. Setelah melalui proses pasteurisasi, sari
buah segera di dinginkan pada suhu 30 – 35oC dan diamati perubahan
organoleptiknya
2.3 Sterilisasi
Perkataan steril mengandung pengertian tidak ada kehidupan, bebas dari bakteri
patogen, bebas dari organisme pembusuk dan tidak terdapat kegiatan mikroba dalam
keadaan normal. Sterilisasi adalah proses termal penghilangan semua jenis organisme
hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus)
beserta spora-sporanya. Karena spora bakteri bersifat tahan panas, maka umumnya
diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121°C atau ekuivalennya, artinya semua
partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas yang sama (Tille, 2017).
Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi
sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami perubahan sehingga tetap bernilai gizi
tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal dua macam istilah, yaitu :
Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya
segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan.
Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang
bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati.
Semua makanan kaleng umumnya diberikan perlakuan panas hingga tercapai
keadaan steril komersial yaitu tingkat kesterilan dimana mikroorganisme yang dapat
tumbuh dan menyebabkan kerusakan bahan pangan tersebut pada keadaan penanganan dan
penyimpanan yang normal telah mati. Bahan pangan tersebut masih mengandung sejumlah
kecil spora-spora bakteri yang resisten, tapi pada umumnya spora-spora ini tidak akan
11
tumbuh terkecuali bila bahan makanan tersebut disimpan dalam keadaan lingkungan yang
tidak normal yaitu lebih tinggi dari suhu ruang (Ismail, dkk. 2013).
Biasanya terjadi perubahan-perubahan kualitas yang tidak diinginkan pada sterilisasi.
Oleh karena itu, tahapan sterilisasi pada pengolahan pangan tidak dilakukan terlalu lama
untuk menghindari kerusakan yang berlebihan pada bahan pangan. Dalam pengolahan
bahan pangan sterilisasi dilakukan hingga titik aman agar memiliki daya simpan yang
cukup aman.
2.4. Pengasapan
Pengasapan merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengawetkan
produk makanan yang mengandung protein tinggi misalnya ikan, daging dan keju. Produk
pangan dengan proses pengasapan memiliki kelebihan daya awet yang tinggi, rasa dan
aroma yang ditimbulkan juga sangat sangat khas. Daya awet yang ditimbulkan dari
komponen asap cair karena adanya kandungan yang bersifat antimikrobial dan antioksidan
yaitu senyawa aldehid, asam karboksilat dan fenol (Erdi Suroso, dkk, 2018).
Pengasapan biasanya dikombinasikan pemakainnya dengan proses pemanasan lain
untuk membantu membunuh mikroorganisme. Selain untuk membunuh mikroorganisme,
juga pemanasan ini dapat membantu mengeringkan bahan yang diasapi sehingga menjadi
lebih awet. Dalam hal ini pengasapan biasanya dilakukan pada suhu sekitar 57⁰C. Jika
pengasapan tidak dikombinasikan dengan pemanasan lainnya, maka suhu yang
dipergunakan biasanya lebih tinggi lagi. Pengasapan yang dilakukan pada suhu sekitar
60⁰C dapat menghambat terjadinya reaksi enzimatik didalam bahan makanan yang diasapi.
a. Pengasapan konvensional
Beberapa proses pengasapan bahan pangan di masyarakat masih
bersifat konvensional dengan bahan bakar yang sangat tergantung pada
ketersediaan di lingkungan sekitar seperti kayu, batang, tempurung dan
pelepah daun kelapa. Hal ini berpengaruh pada mutu mikrobiologis dari bahan
pangan yang masih tergolong kurang baik (Palawe dkk, 2014). Menurut
Berhimpon, dkk (2019) dan Mandeno dkk, 2018, bahwa kualitas asap juga
ditentukan oleh senyawa-senyawa karbon yang terkandung dalam bahan
bakar. Tempurung dan kayu keras akan memberikan asap yang lebih baik
karena kandungan lignin dalam tempurung dan kayu keras lebih banyak.
3.1 Simpulan
Pengolahan atau pengawetan bahan pangan dengan suhu tinggi adalah proses
pengawetan pangan dengan perlakuan panas yang terkontrol. Cara pengawetan pangan
dengan suhu tinggi yang paling sering digunakan yaitu blanching, pasteurisasi, sterilisasi,
dan pengasapan. Blanching adalah proses pemanasan cepat untuk menginaktivasi enzim
yang umum dilakukan dengan suhu mencapai 100°C. Pasteurisasi adalah proses
pemanasan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan melalui pemanasan pada
suhu 60 – 100°C. Sterilisasi adalah proses termal penghilangan semua jenis organisme
hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus)
beserta sporasporanya. Karena spora bakteri bersifat tahan panas, maka umumnya
diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121°C atau ekuivalennya, artinya semua
partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas yang sama (Tille, 2017).
Pengasapan biasanya dikombinasikan pemakainnya dengan proses pemanasan lain untuk
membantu membunuh mikroorganisme. Selain untuk membunuh mikroorganisme, juga
pemanasan ini dapat membantu mengeringkan bahan yang diasapi sehingga menjadi lebih
awet. Dalam hal ini pengasapan biasanya dilakukan pada suhu sekitar 57⁰C.
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan, saran yang dapat penulis sampaikan kepada pembaca adalah
sebagai berikut:
1. Pengolahan dengan suhu tinggi harus tetap memperhatikan tujuan utama dari bahan
pangan itu sendiri, yaitu sumber energi, fungsi kesehatan, serta kenikmatan visual dan
citarasa
2. Tahapan sterilisasi pada pengolahan pangan sebaiknya tidak dilakukan terlalu lama
untuk menghindari kerusakan yang berlebihan pada bahan pangan
3. Setelah dilakukan proses pasteurisasi sebaiknya dilakukan pendinginan yang akan
langsung menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan terhadap suhu pasteurisasi
dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkanya
22
DAFTAR PUSTAKA
Ambarsari, Indrie, dkk. 2012. Perubahan Kualitas Susu Pasteurisasi dalam Berbagai Jenis
Kemasan. J. Litbang Pert. Vol. 32 No. 1. 10-19.
Erdi Suroso, T. P. (2018). PENGASAPAN IKAN KEMBUNG MENGGUNAKAN ASAP
CAIR DARI KAYU KARET HASIL REDESTILASI. JPHPI 2018, Volume 21 Nomor1,
42-53.
Fitria, dkk. 2015. Pengolahan dengan Pemanasan Pasteurisasi Susu dan Sari Buah. Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Politeknik Negeri Jember: Jember.
Irfan,A.M., A.Arimansyah, A.R.Rasyid, dan N. Lestari. 2021. Kinetika Pengeringan Cabai
dengan PerlakuanBlansingSuhu Rendah-Waktu Lama. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10,
No. 1,24-35, Th. 2021 ISSN 2302-9218 (Print) ISSN 2620-9721 (Online).
Ismail, M.I., Fahmy, A., Azab, A., Abadit, M & Fateen, S.E. (2013). Optimizing the sterilization
process of canned food using temperature distribution studies. IOSR Journal of
Agriculture and Veterinary Science(IOSR-JAVS), Vol 6(4): 26–33.
Istini. 2020. Pemanfaatan Plastik Polipropilen Standing Pouch Sebagai Salah Satu Kemasan
Sterilisasi Peralatan Laboratorium. Indonesian Journal of Laboratory Vol 2 (3) : 41-46.
Jefri Antonius Mandeno, M. A. (2021). KANDUNGAN FENOL PADA PINEKUHEYANG
DIOLAH DENGAN ASAP CAIR DAN PENGASAPAN KONVENSIONAL. Jurnal
Ilmiah Tindalung, Volume 7, Nomor 1, 33-37.
Maskur, Muhammad. 2018. Pengaruh Waktu dan Suhu Sterilisasi Terhadap Kandungan
Proksimat Ikan Bandeng (Chanos-chanos) Kaleng. Jurnal Airaha, Vol. VII No. 1 : 017 –
029.
Nurhikmat, Asep, Bandul Suratmo, Nursigit Bintoro, dan Suharwadji. 2016. Pengaruh Suhu dan
Waktu Sterilisasi Terhadap Nilai F dan Kondisi Fisik Kaleng Kemasan Pada Pengalengan
Gudeg. Agritech Vol 36 : 1.
Rathi V. 2019. A Better Nutrient Retaining Method: Comparison of Microwave with
Conventional Blanching. Journal Food Process Technology 2019, 10:2 DOI:
10.4172/2157-7110.1000778.
Sartika, Dewi Saragih, Dede Robiatul Adawiyah dan Fransisca Zakaria Rungkat. 2021.
Sterilisasi Komersial Cassava Chunk pada Kemasan Hermetis Standing Pouch dan
23
24
Perubahan Sifat Fisikokimianya. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI) Vol. 26 (2) : 184-
191.
Tille, P. M. 2017. Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. In Basic Medical Microbiology
(fourteenth, p. 45). St. Louis Missouri: Elsevier.
Wisnu, Landep, dkk. 2015. Pengaruh Suhu dan Waktu Pasteurisasi terhadap Perubahan Kadar
Total Fenol pada Wedang Uwuh Ready to Drink dan Kinetika Perubahan Kadar Total
Fenol selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VII. 71-76.