Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai

ekonomi tinggi. Ikan jenis ini sudah dibudidayakan secara komersial oleh

masyarakat Indonesia, dan merupakan salah satu sumber penghasilan yang

potensial di kalangan pembudidaya ikan. Perkembangan pesat kegiatan budidaya

lele di tanah air tidak terlepas dari penerimaan masyarakat secara luas terhadap

jenis ikan ini (khairuman & Amri, 2008 : hal 3).

Ikan lele merupakan jenis ikan yang mudah dibudidayakan. Kemampuan

adaptasinya pun cukup tinggi, sehingga dalam proses penyebarannya tidak

mengalami kesulitan, terutama dalam perkembangbiakannya. Pada awalnya lele

belum memiliki varietas yang dapat di unggulkan sehingga usaha budidaya ini

belum dilirik oleh masyarakat. Saat itu lele yang dibudidayakan hanya sebatas lele

local dan lele dumbo yang kurang menghasilkan (Fauzi, 2013 : hal 6).

Muktiani (2011 : hal 4-5) menyatakan, seiring perkembangan dunia

perikanan serta aplikasi teknologi kini muncul varietas baru yang diberi nama lele

sangkuriang. Lele sangkuriang memang belum setenar lele dumbo. Padahal lele

sangkuriang ini adalah jenis lele yang dikembangkan dari varietas lele dumbo.

Kehadiran lele sangkuriang ini difungsikan untuk memperbaiki kualitas lele

dumbo yang mulai menurun akibat penanganan induk yang kurang baik. Masa

pertumbuhan lele sangkuriang di tangarai lebih pesat dari lele dumbo, bahkan bisa

mencapai dua kali lebih cepat dari pada lele dumbo.

1
Usaha budidaya lele sangkuriang (Clarias sp), bermula dari kegiatan

menghasilkan benih, untuk selanjutnya didederkan dan dibesarkan sampai

mencapai ukuran konsumsi. Saat ini berkat perkembangan dan spesifikasi pola

usaha dalam budidaya lele, kegiatan pembenihan, selain dilakukan terintegrasi

dengan pendederan dan pembesaran, juga bisa dijadikan cabang usaha tersendiri.

Artinya sangat mungkin bagi pembudidaya atau calon pembudidaya lele

sangkuriang (Clarias sp), untuk hanya berspesialisasi menjadi pembenih.

(Khairuman dan Amri, 2008 : hal 19).

Teknik pembenihan lele mengalami perkembangan dari pembenihan

secara alami, pembenihan dengan perangsangan pemijahan, hingga pembenihan

buatan yang sepenuhnya melibatkan campur tangan manusia dan aplikasi

teknologi. Media pembenihan pun beragam, dari kolam tanah sederhana di lahan

terbuka, penggunaan bak pemijahan khusus, hingga pemijahan terkontrol dalam

ruangan tertutup. Walaupun perkembangan teknik pemijahan semakin maju dan

aplikasi teknologinya pun semakin mudah dan praktis, tetap saja ada kendala yang

ditemui. Para pembenih pemula umumnya butuh waktu yang lama untuk dapat

menjalankan usahanya dengan mulus. Persoalan utamanya adalah resiko pada

stadium benih yang masih cukup tinggi (Khairuman dan Amri, 2012 : hal iii).

Resiko pada stadium benih ini yang mengakibatkan pemenuhan

kebutuhan masyarakat akan benih lele sangkuriang ini sudah mulai menurun,

salah satunya di Balai Pengembangan Benih Ikan Air Tawar (BPBIAT), Provinsi

Gorontalo. Di Balai ini pembenihan pada proses pendederan 1 mortalitasnya dapat

mencapai 70%.

2
Kegiatan pembenihan merupakan kegiatan tahap awal dalam suatu

rangkaian usaha budidaya perikanan. Kegiatan pembenihan diawali dengan

penyiapan media unit pembenihan, manajemen, atau pengelolaan induk yang baik,

pemijahan, sampai dengan penetasan telur menjadi benih atau larva yang

kemudian dilanjutkan dengan usaha pemeliharaan larva sampai ukuran tertentu

untuk tahapan pendederan.

Pendederan merupakan kegiatan usaha pemeliharaan lanjutan dari

kegiatan pembenihan. Pada intinya kegiatan ini mempersiapkan benih lele

sangkuriang (Clarias sp), untuk mencapai ukuran pembesaran. Untuk mencapai

ukuran pembesaran, benih dberikan pakan untuk pertumbuhan. Pakan yang

diberikan dapat berupa pakan alami dan pakan pelet yang dihaluskan. Pakan ikan

yang diberikan harus berkualitas. Dharmawan (2013: hal iii), menyatakan bahwa

pakan ikan yang berkualitas tidak hanya bisa dilihat dari nilai gizinya tetapi juga

dari jumlahnya (dosis).

Dosis pakan untuk benih lebih sering dibandingkan dengan ikan besar,

karena benih lebih banyak mengkonsumsi pakan alami. Dosis pakan untuk ikan

yang masih kecil biasanya 3-7% dalam sehari dan waktu pemberian pakan

ditetapkan dengan memperhatikan nafsu makan ikan. Sebagaimana umumnya ikan

lele, lele sangkuriang (Clarias sp), memiliki sifat biologi yang sama. Termasuk

dalam golongan omnivora, tetapi memiliki kecenderungan lebih menyukai hewan

(Carnivora). Sebagian ahli menyatakan bahwa lele bersifat carnivora. Jenis

makanan yang umum disantap ikan lele adalah cacing sutera

(tubifex sp). Cacing sutera (Tubifex sp), merupakan salah satu jenis pakan alami
yang berprotein yang cukup tinggi. Di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air

3
Tawar (BPBIAT), benih lele diberikan pakan alami arthemia secara adlibitum.

Namun, tetap saja mengalami masalah yaitu nilai mortalitas benih cukup tinggi.

Wibowo (2012), menyatakan bahwa pakan yang tidak sesuai dengan jenis dan

ukuran standar justru memiliki efeksamping yang berbahaya. Berdasarkan latar

belakang diatas penulis mengambil judul penelitian “Pengaruh Pemberian

Cacing Sutera (Tubifex sp), dengan Dosis yang Berbeda Terhadap

Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp), Pada Proses

Pendederan I di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar (BPBIAT)

Provinsi Gorontalo ”

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pembenihan Lele

Adalah budidaya lele untuk menghasilkan benih sampai berukuran tertentudengan


cara mengawinkan induk jantan dan betina pada kolam-kolam khusus pemijahan.
Pembenihan lele mempunyai prospek yang bagus dengan tingginyakonsumsi lele
serta banyaknya usaha pembesaran lele (Rahmat. 1991).Sistem Budidaya
Lele :Terdapat 3 sistem pembenihan lele yang dikenal, yaitu :1.

Sistem Massal. Dilakukan dengan menempatkan lele jantan dan betina dalamsatu
kolam dengan perbandingan tertentu. Pada sistem ini induk jantansecara leluasa
mencari pasangannya untuk diajak kawin dalam sarang pemijahan, sehingga
sangat tergantung pada keaktifan induk jantan mencari pasangannya.2.

Sistem Pasangan. Dilakukan dengan menempatkan induk jantan dan betina pada
satu kolam khusus. Keberhasilannya ditentukan oleh ketepatanmenentukan
pasangan yang cocok antara kedua induk.3.

4
Pembenihan Sistem Suntik (Hyphofisasi).Dilakukan dengan merangsang leleuntuk
memijah atau terjadi ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjarHyphofise, yang
terdapat di sebelah bawah otak besar. Untuk keperluan iniharus ada ikan sebagai
donor kelenjar Hyphofise yang juga harus dari jenislele.

2.2 Proses Budidaya Lele

1. Pembuatan Kolam leleAda dua macam / tipe kolam, yaitu bak dan kubangan
(kolam galian).Pemilihan tipe kolam tersebut sebaiknya disesuaikan dengan lahan
yang tersedia.Secara teknis baik pada tipe bak maupun tipe galian, pembenihan
lele harusmempunyai (Budi, 1993) :Kolam tandon. Mendapatkan masukan air
langsung dari luar/sumber air.Berfungsi untuk pengendapan lumpur, persediaan
air, dan penumbuhan plankton.Kolam tandon ini merupakan sumber air untuk
kolam yang lain.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pemberian cacing

sutera (Tubifex sp), dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap pertumbuhan benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), pada

pendederan 1 di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBIAT) Provinsi

Gorontalo.

C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian cacing

sutera (Tubifex sp), dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan benih ikan

lele sangkuriang (Clarias sp), di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar

(BPBIAT) Provinsi Gorontalo.

5
D. Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang dosis

cacing sutera (Tubifex sp), yang tepat untuk pertumbuhan ikan lele sangkuriang

(Clarias sp) pada pendederan I sehingga berpengaruh terhadap efisiensi dan

produktivitasnya.

Anda mungkin juga menyukai