Anda di halaman 1dari 14

KEBUTUHAN NUTRISI LARVA IKAN GABUS (Channa striata) dengan

pengkayaan Artemia SP. dan Tepung ikan

DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Ir Sukendi S.pi, MS

DISUSUN OLEH : MUHAMMAD RISWAN AZHARI


NIM : 2104110691

FAKUTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan MAKALAH NUTRISI

LARVA IKAN GABUS (Channa striata) Tidak lupa juga penulis mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam

penyusunan makalah ini. Tentunya tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat

dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari

penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,

kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat

memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah yang penulis susun ini

memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Pekanbaru, 4 Desember 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ikan gabus (Channa striata) merupakan ikan konsumsi air tawar yang memiliki
nilai ekonomis tinggi dan dapat dijumpai di sungai, danau, rawa, bahkan di perairan
dengan kandungan oksigen rendah (Yulisman et al., 2012). Ikan ini mengandung
6,2% albumin, 0,001741% Zn, mineral seperti besi, kalsium dan posfor (Suprayitno,
2008). Manfaat ikan gabus antara lain untuk meningkatkan kadar albumin dan daya
tahan tubuh, mempercepat proses penyembuhan luka pascaoperasi, luka dalam, luka
luar, maupun luka bakar (Ulandari et al., 2011).

Larva dan benih ikan gabus membutuhkan pakan yang bernutrisi dan tepat
waktu untuk kelangsungan hidup terutama setelah cadangan makanan berupa kuning
telur habis. Pakan terdiri dari dua macam yaitu pakan buatan dan pakan alami. Pakan
alami merupakan pakan hidup bagi larva ikan yang memiliki nilai nutrisi relatif
tinggi. Pertumbuhan larva dan benih dalam budidaya ikan membutuhkan pakan alami
sebagai sumber nutrisi. Ketersediaan pakan di alam tidak mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi larva ikan gabus untuk tumbuh sehingg pertumbuhan larva ikan
gabus menjadi lambat (Affandi et al., 2005).

Salah satu jenis pakan alami yang dapat diberikan pada larva ikan adalah Artemia
yang merupakan zooplankton dari anggota krustacea. Keunggulan Artemia adalah
memiliki nilai gizi tinggi,dapat menetas dengan cepat, ukuran relatif kecil, dan
pergerakan lambat serta dapat hidup pada kepadatan tinggi (Tyas, 2004). Artemia sp.
memiliki kandungan nutrisi seperti protein 38,77%, karbohidrat 2,0%, lemak 0,3%,
kadar air 95,3%, dan kadar abu 0,2%.2 Pengkayaan adalah penambahan nutrisi pada
pakan alami (zooplankton) untuk meningkatkan kandungan nutrisi dan mempercepat
pertumbuhan (Wisnu, 2007).

Pengkayaan menggunakan tepung ikan diharapkan dapat meningkatkan


kandungan nutrisi Artemia sp. yang berperan penting dalam pertumbuhan dan
kelangsungan hidup larva ikan gabus. Tepung ikan merupakan hasil produk
penggilingan ikan dengan kadar air rendah. Tepung ikan memiliki kandungan protein
sebesar 68,54 untuk proses pertumbuhan dan perkembangan ikan,sehingga dapat
digunakan sebagai salah satu bahan pengkaya pakan alami. Selain sebagai sumber
protein, tepung ikan juga merupakan sumber kalsium.

1.2 TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini merupakan salah satu bahan bacaan untuk
nutrisi larva ikan gabus dan makalah ini juga bertujuan melengkapi tugas mata kuliah

1.3 MANFAAT

Makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan mencari informasi terkait nutrisi larva
ikan gabus yang sesuai dengan kebutuhannya
BAB II

METODELOGI

2.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap


(RAL) dengan empat perlakuan yang masing-masing perlakuan terdiri dari tiga
ulangan sehingga terdapat dua belas satuan percobaan. Adapun perlakuan yang
digunakan adalah sebagai berikut :

A. Perlakuan 1 (kontrol) : Pemberian naupli Artemia sp. tanpa diperkaya dengan


tepung ikan

B. Perlakuan 2 : Pemberian naupli Artemia sp. yang diperkaya

tepung ikan 3 g/

C. Perlakuan 3 : Pemberian naupli Artemia sp. yang diperkaya

tepung ikan 6 g/L

D. Perlakuan 4 : Pemberian naupli Artemia sp. yang diperkaya

tepung ikan 9 g/L (Prastiwi, 2016)

2.2 Prosedur Penelitian

2.2.1 Persiapan Wadah

Sebelum digunakan akuarium dibersihkan dan dikeringkan kemudian disusun


sesuai hasil pengacakan (Gambar 4), serta dilengkapi perangkat aerasi.

2.3 Pelaksanaan Penelitian


2.3.1 Penetasan Artemia sp.

1. Botol plastik 1,5 L sebagai wadah penetasan Artemia sp. disiapkan, dilengkapi
dengan aerasi dan lampu. Kemudian diisi air laut 500 mL.

2. Kista Artemia sp. sebanyak 1 g dimasukkan kedalam botol plastik. Setelah 24 jam,
naupli Artemia sp. dipanen.

2.3.2 Pengkayaan naupli Artemia sp.

1. Tepung ikan diayak lalu ditimbang sesuai dosis yang digunakan yaitu 3 g/L, 6 g/L,
dan 9 g/L. Kemudian tepung ikan diblender dengan air laut 100 mL sampai homogen.
Tepung ikan yang telah diblender, dimasukkan ke dalam masing-masing wadah
pengkayaan.

2. Naupli Artemia sp. dimasukkan kedalam masing-masing wadah pengkayaan yang


berisi air laut 1 L dan telah diberi tepung ikan. Wadah pengkayaan kemudian
dilengkapi dengan perangkat aerasi.

3. Pengkayaan dilakukan selama 5 jam. Kemudian naupli Artemia sp. disaring dan
dibilas dengan air tawar untuk diberikan pada larva ikan gabus sebanyak 100
ind/larva.

2.3.3 Penebaran Larva Ikan Gabus

1. Ikan yang digunakan sebagai ikan uji adalah larva ikan gabus (Channa striata)
yang berumur 5 hari yang berasal dari induk yang sama.

2. Larva ikan gabus ditebar dengan padat tebar 4 ekor/L dengan volume air sebanyak
3L

2.3.4 Pemeliharaan Larva Ikan Gabus

1. Larva diaklimatisasi terlebih dahulu dalam wadah pemeliharaan selama 3 hari.

2. Pemeliharaan dan pemberian perlakuan dilakukan selama 15 hari.


3. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 4 kali sehari pada pukul 08.00, 12.00, 17.00,
dan 21.00 WIB. Pakan yang diberikan pada masing-masing perlakuan adalah Artemia
sp. sebanyak 100 ind/larva (Slembrouck et al.,2005)

BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Biologi Ikan Gabus

2.1.1 Klasifikasi Ikan Gabus

Klasifikasi ikan gabus menurut Rahayu et al. (1992), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Actinopterygii

Order : Perciformis

Family : Channidae

Genus : Channa

Species : Channa striata

2.1.2 Morfologi Ikan Gabus

Ikan gabus mempunyai ciri-ciri seluruh tubuh dan kepala ditutupi sisik sikloid
dan stenoid. Bentuk badan panjang, hampir bundar di bagian depan dan semakin ke 6
belakang semakin pipih (compressed) sehingga disebut ikan berkepala ular (snake
head) (Makmur et al., 2003). Menurut Alfarisy (2014), bukaan mulut ikan gabus lebar
dan memiliki 4–7 gigi pada bagian rahang bawah. Bagian belakang gigi terdadapat
gigi villiform yang melebar sampai 6 baris pada bagian belakang rahang.P XV-XVII
panjangnya setengah dari panjang kepala. DXXXVII-XLVI, AXXIII-XXIX
berbentuk bulat, V VI. Sisik di bagian atas kepala berukuran besar, melingkar,
berhimpitan, dan sisik kepala di bagian depan sebagai pusatnya, 9 baris sisik terdapat
diantara bagian preoperculum dan batas posterior dari lingkaran yang terdiri dari 18-
20 sisik predorsal, 50-57 sisik di bagian lateral yang biasa disebut sisik orbit

2.2 Habitat Ikan Gabus

Ikan gabus (Channa striata) merupakan ikan air tawar yang dapat dijumpai di
perairan sungai, danau, rawa, bahkan perairan dengan kandungan oksigen yang
rendah (Yulisman et al., 2012). Ikan gabus dalam bahasa Inggris juga disebut dengan
berbagai nama seperti common snakehead, snakehead murrel, chevron snakehead,
dan striped snakehead. Ikan gabus termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang
mempunyai penyebaran yang luas. Ikan gabus umumnya didapati pada perairan
dangkal dengan kedalaman 40 cm, tempat yang gelap, berlumpur, berarus tenang, dan
di wilayah bebatuan untuk bersembunyi. Ikan ini juga dapat ditemui di saluran-
saluran air hingga ke sawah-sawah (Tjahjo et al., 1998).

2.3 Pakan dan Kebiasaan Makan

Ikan gabus merupakan ikan karnivora dengan makanan utamanya udang,


berudu, katak, cacing, serangga air, dan semua jenis ikan kecil yang sesuai dengan
bukaan mulutnya. Pada fase larva ikan gabus memakan zooplankton dan pada ukuran
fingerling makanannya berupa serangga, udang, dan ikan kecil (Makmur, 2006).
Setelah umur 5–8 minggu ikan gabus dapat diberikan pakan berupa cacing sutera atau
ikan rucah.

2.4 Kebiasaan Hidup

Ikan gabus memiliki pola pertumbuhan allometrik yaitu pertambahan bobot


lebih cepat daripada pertambahan panjang badan, ini berkaitan dengan sifat
agresifnya dalam mencari makan. Ikan gabus mampu bernafas langsung dari udara
menggunakan semacam organ labirin bernama divertikula yang terletak di bagian atas
insang (Muflikhah, 2007). Ikan gabus mampu bertahan dalam kondisi perairan rawa
dengan kandungan oksigen terlarut rendah dan pH berkisar 4,5-6. Ikan ini memiliki
kebiasaan membangun sarang yang berbentuk busa di sekitar tanaman air di rawa dan
perairan dangkal dengan arus tenang untuk memijah. Busa tersebut berbentuk seperti
lingkaran yang berfungsi sebagai area pemijahan dan pelindung telur yang telah
dibuahi (Muflikhah, 2007).

2.5 Biologi Artemia sp.

2.5.1 Klasifikasi Artemia sp.

Menurut Kurniastuty dan Isnansetyo (1995), klasifikasi Artemia sp. adalah

sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Subkelas : Branchiophoda

Ordo : Anostraca

Famili : Artemiidae

Genus : Artemia

Spesies : Artemia sp

2.5.2 Morfologi Artemia sp.

Artemia sp. adalah udang renik yang tergolong udang primitif. Artemia sp.
merupakan zooplankton yang hidup secara planktonik di perairan berkadar garam
tinggi yakni berkisar antara 15– 300 ppt. Artemia sp. sebagai plankton tidak dapat
mempertahankan diri terhadap pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun
cara untuk membela diri (Mudjiman, 2008). Artemia atau “brine shrimp” merupakan
salah satu jenis pakan alami yang sangat diperlukan dalam kegiatan pembenihan
udang dan ikan. Artemia sp. Termasuk dalam kelompok udang-udangan dari phylum
Arthopoda yang berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti kopepoda dan
Daphnia (kutu air). Artemia sp. hidup di danau air asin yang ada di seluruh dunia.
Artemia toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar
hingga jenuh garam.

Secara alamiah salinitas danau dimana mereka hidup sangat fluktuasi, tergantung
pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi (Rostini, 2007). Artemia dewasa
memiliki panjang 8-10 mm, terdapat tangkai mata yang terlihat jelas pada kedua sisi
bagian kepala, dan antenna yang berfungsi sebagai sensori Artemia jantan dewasa
antena berubah menjadi alat penjepit (muscular grasper), sepasang penis terdapat
pada bagian belakang tubuh. Pada Artemia sp. betina dewasa antena akan mengalami
penyusutan. Kista Artemia yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas
dalam waktu 24-36 jam. Larva Artemia yang baru menetas dikenal dengan naupli.
Naupli dalam fase pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk, masing-
masing perubahan merupakan satu tingkatan yang disebut instar (Pitoyo, 2004).

2.5.3 Nutrisi Artemia sp.

Artemia memiliki kandungan nutrisi seperti protein 52,7%, karbohidrat


15,4%, lemak 4,8%, air 10,3%, dan abu 11,2% (Marihati et al., 2013). Salah satu
upaya meningkatan nutrisi Artemia sp. untuk memenuhi kebutuhan pakan larva ikan
ialah dengan melakukan pengkayaan pada Artemia sp. melalui pakannya.

2.6 Tepung Ikan

2.6.1 Nutrisi Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku yang biasa digunakan dalam
pembuatan pelet ikan karena tepung ikan memiliki kandungan protein yang baik
untuk proses pertumbuhan dan perkembangan ikan sebagai hewan peliharaan.
Tepung ikan yang baik memiliki kandungan protein kasar 58-68%, air 5,5 - 8,5%,
dan garam 0,5-3,0%. Kandungan nutrisi pada tepung ikan yang digunakan sebagai
bahan baku pakan ikan adalah protein 60-75%, lemak 6-14%, kadar air 4-12%, dan
kadar abu 6-18% (Boniran, 1999). Tepung ikan sering digunakan sebagai campuran
dalam pembuatan pelet ikan. Tepung ikan yang baik berasal dari jenis ikan dengan
kadar lemak rendah. Bau pada tepung ikan dapat mempengaruhi daya tarik ikan untuk
memakan pakan tersebut. Ikan rucah yang berasal dari sisa-sisa hasil pengolahan ikan
merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan tepung
ikan (Mujiman, 1991).

2.7 Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran bobot maupun panjang tubuh


ikan dalam suatu periode atau waktu tertentu. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh
perubahan jaringan akibat pembelahan sel secara mitosis dan pembesaran sel
sehingga terjadi pertambahan sel, urat daging, dan tulang yang merupakan bagian
terbesar dalam tubuh ikan yang menyebabkan pertambahan bobot ikan. Pertumbuhan
terdapat dua macam yaitu pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan 10 relatif.
Pertumbuhan mutlak adalah penambahan bobot atau panjang ikan pada saat umur
tertentu, sedangkan pertumbuhan relatif adalah perbedaan antara ukuran pada akhir
interval dengan ukuran pada awal interval dibagi dengan ukuran pada awal interval
(Effendie, 1997).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pemberian Artemia sp. yang diperkaya tepung ikan berpengaruh terhadap


pertumbuhan panjang, berat, dan kelangsungan hidup larva ikan gabus Pemberian
tepung ikan sebanyak 9 g/L untuk memperkaya Artemia sp. merupakan jumlah
terbaik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan gabus.

5.2 Saran

Penambahan tepung ikan pada Artemia sp. dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif pakan untuk meningkaatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva
ikan gabus.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R., D. S. Sjafei, M. F. Raharjo dan Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan,


Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut
Pertanian,Bogor.

Tyas, I.K. 2004. Pengkayaan Nauplius Artemia dengan Korteks Otak Sapi untuk
Meningkatkan Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Daya Tahan Tubuh
Udang Windu (Penaeus monodon.Fab) Stadium PL 5-PL 8. Skripsi.
Jurusan Biologi FMIPA UNS, Surakarta.

Ulandari, A., D. Kurniawan, dan A.S. Putri. 2011. Potensi Protein Ikan Gabus
dalam Mencegah Kwashiorkor pada Balita di Provinsi Jambi. Universitas
Jambi, Jambi.

Wisnu. 2007. Pakan Tambahan Ikan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta


Rahayu, W.P., Maoen, Suliantari, dan S. Fardias. 1992. Teknologi
Fermentasi Produk Perikanan. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.

Ramadhani, T. 2015. Teknologi Produksi Pakan Alami. Laporan Praktikum Kultur


Pakan Alami. Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

Rostini, I. 2007. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada
Skala Laboratorium. Skripsi. Universitas Padjajaran, Jatinagor.
Sitompul, S. 2004. Analisis Asam Amino dalam Tepung Ikan dan Bungkil Kedelai.
Buletin Teknik Pertanian 9 : 1.

Slembrouck, J., O. Komarudin, Maskur, dan M. Legendre. 2005. Technical Manual


for Artificial Propogation of The Indonesian Catfish, Pangasius djambal.
IRD-BRKP, Jakarta.

Spotte, S. 1970. Fish and Invertebrate Culture Management in Closed


System.Second Edition. John Willey and Sons, New York.

Subyakto, S. dan S. Cahyaningsih. 2003. Pembenihan Ikan Kerapu Skala Rumah


Tangga. PT. Agromedia Pustaka, Depok.

Suprayitno, E. 2008. Studi Profil Asam Amino Albumin dan Seng pada Ikan Gabus.
Skripsi. Fakulatas Perikanan Universitas Brawijaya, Malang.

Suprayudi, M.A. 2002. The Effect of N-3HUFA Content in Rotifers on The


Development and Survival of Mud Crab Scylla Serrata Larvae. Journal
Japan Aquaculture Society 50 (2) : 205-212.

Surbakti, T. 2015. Performa Sintasan dan Pertumbuhan Larva Ikan Gabus (Channa
striata) pada Perlakuan pH yang Berbeda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Tjahjo, D.W.H. dan K. Purnomo. 1998. Studi Interaksi Pemanfaatan Pakan Alami
Antar Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis), Betok (Anabas testudineus),

Anda mungkin juga menyukai