Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS KRITIS ARTIKEL ILMIAH

“LAJU RESPIRASI, PERTUMBUHAN, DAN SINTASAN BENIH IKAN MAS


(Cyprinus carpio) DIKULTUR PADA BERBAGAI SALINITAS”
Oleh

Lena Enjelina (2008086080)

Semarang, 26 April 2022

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Fisiologi Hewan

yang Dibina oleh Erna Wijayanti, M.Pd.

1. Bibliografi
Alam, S., Andi Adam Malik, & Khairuddin. 2020. Laju Respirasi, Pertumbuhan,
dan Sintasan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) Dikultur pada Berbagai
Salinitas. Journal of Aquaculture and Fish Health, Vol. 9(2): 173-181.
Diunduh pada 26 April 2022, pada https://e-
journal.unair.ac.id/JAFH/article/download/16814/10456.

2. Tujuan Penulisan Artikel Jurnal


Artikel penelitian ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
salinitas yang berbeda terhadap laju respirasi, pertumbuhan, dan sintasan ikan
mas. Tujuan keterbaharuannya adalah sebagai salah satu bahan informasi
mengenai kadar salinitas yang optimal untuk budidaya ikan mas.

3. Fakta-Fakta Unik
a. Pertumbuhan ikan mas tergolong cepat dengan berat mencapai 500 g/ekor
dari 5 bulan sejak telur menetas.
b. Laju pertumbuhan benih ikan mas yang dikultur pada salinitas (0 ppt, 4 ppt,
8 ppt, 12 ppt) tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan
berat benih ikan mas.
c. Pertumbuhan berat ikan minggu pertama relatif seragam disebabkan
penggunaan energi masih sedikit dalam pembentukan sel somatik.
d. Air dengan salinitas yang tinggi memiliki pertumbuhan lebih lambat pada
awal, karena adaptasi lingkungan, lebih banyak energi untuk proses
osmoregulasi dibandingkan pertumbuhan somatik.
e. Laju pertambahan panjang benih ikan mas yang dikultur pada berbagai
salinitas tidak berbeda nyata (P>-0,05).
f. Pertambahan panjang ikan berkaitan dengan perkembangan struktur tulang
belakang ikan.
g. Konsentrasi salinitas media kultur berpengaruh nyata terhadap sintasan
benih ikan mas (P<0,05).
h. Sintasan semakin menurun dengan bertambahnya waktu, ini karena
tingginya penggunaan energi untuk mempertahankan kelangsungan hidup,
sehingga kebutuhan regenerasi sel tidak terpenuhi.
i. Salinitas berpengaruh pada kehidupan organisme dalam laju pertumbuhan,
jumlah makanan konsumsi, nilai konversi makanan dan sintasan.
j. Perubahan salinitas dapat menyebabkan perubahan laju metabolisme.
k. Ikan berukuran sedang lebih tahan terhadap perubahan salinitas daripada
ikan berukuran kecil.
l. Salinitas media kultur berpengaruh nyata (P<0,05) pada laju respirasi ikan.
m. Ikan mas dapat mentoleransi pH air antara 5–11.
n. Suhu mempengaruhi nafsu makan ikan mas dan kadar oksigen terlarut (DO)
dalam air.
o. Air yang bersifat basa dan netral cenderung lebih produktif dibandingkan
dengan air yang bersifat asam.
p. Amonia meningkat seiring dengan peningkatan salinitas. Rendahnya kadar
amonia karena penggantian air secara rutin dan sistem aerasi yang baik.
q. Ikan mas mulai terganggu pertumbuhannya jika habitanya mengandung
amonia 1,2 mg/L

4. Pertanyaan-Pertanyaan yang Dapat Dimunculkan


a. Apakah setiap jenis ikan memiliki daya yang berbeda dalam mentolerir
kondisi salinitas lingkungan tempat tinggalnya?
Solusi pemecahan masalah:
Setiap spesies mempunyai kisaran salinitas optimal yang dapat ditolerir,
hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor internal
ataupun faktor eksternal. Faktor-faktor internal misalnya ukuran tubuh, usia,
jenis kelamin, jenis hewan, genetik, dan faktor lannya. Faktor eksternal
misalnya suhu, pH, tekanan dan arus, kelembaban, salinitas, DO air, makanan,
habitat, dll. Kenaikan salinitas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan
tekanan osmotik air meningkat dan akan menyebabkan ikan memiliki
persentase kematian yang tinggi.
b. Apakah terdapat perbedaan konsumsi oksigen ikan mas saat aktif bergerak
dengan yang sedikit bergerak?
Solusi pemecahan masalah:
Laju konsumsi oksigen ikan mas (Cyprinus carpio) saat aktif bergerak dan
inaktif tentu berbeda. Laju konsumsi oksigen ikan mas adalah sebesar 0,14
ml/g/jam saat inaktif, dan 0,255 ml/g saat aktif. Hal ini dikarenakan pada
saat aktif, sel-sel tubuh memerlukan lebih banyak energi dan karena itu lebih
banyak oksigen. Respirasi sangat berkaitan dengan proses metabolisme
dalam tubuh. Respirasi berperan sebagai penyedia oksigen yang kemudian
digunakan untuk proses metabolisme sehingga dihasilkan energi yang
bermanfaat untuk menjalankan sistem, sistem kehidupan. Oleh karena itu
eksperimen mengenai laju respirasi suatu organisme menjadi sangat penting
untuk mengetahui tingkat metabolisme organisme tersebut. Apabila aktivitas
yang dilakukan suatu organisme meningkat maka respirasi yang dibutuhkan
menjadi lebih banyak karena organisme tersebut membutuhkan banyak
energi. Semakin tinggi emosi maka semakin banyak respirasi yang dilakukan
karena adanya hormon, hormon yang mempengaruhi metabolisme.
c. Bagaimana suhu atau temperatur ini memiliki pengaruh terhadap nafsu
makan ikan mas?
Solusi pemecahan masalah:
Suhu optimal akan membuat ikan memiliki metabolisme optimal yang
berdampak baik pada pertumbuhan dan pertambahan bobot ikan. Suhu
rendah akan mengakibatkan laju metabolisme ikan menjadi lambat dan
menyebabkan nafsu makan ikan menjadi menurun dan akhirnya ikan akan
mengalami pertumbuhan yang lambat. Selain itu, suhu yang terlalu tinggi
juga dapat mengurangi oksigen terlarut dan mempengaruhi selera makan
ikan. Oleh karena itu diperlukan suhu optimal dalam perkembangan dan
pertumbuhan ikan mas, yaitu antara 25-32°C.
d. Bagaimana hubungan antara kandungan amonia air yang terlalu tinggi
dengan proses respirasi pada ikan mas?
Solusi pemecahan masalah:
Amonia yang dapat mengganggu sistem budidaya ikan. Hal ini
dikarenakan amonia bersifat toksik bagi ikan di perairan. Terutama amonia
dalam bentuk NH3, ion ini tidak bermuatan dan larut dalam lemak sehingga
lebih mudah terserap dalam tubuh ikan dan menggganggu metabolisme.
Kadar amonia dapat beracun bagi ikan yang dibudidayakan secara komersil
pada konsentrasi diatas 1.5 mg/l, bahkan dalam kondisi ekstrem konsentrasi
yang dapat diterima hanya 0.025 mg/l. Pada 0.04 ppm, amonia juga dapat
menghasilkan mortalitas 5% dan 20% penurunan pertumbuhan untuk ikan
budidaya. Pada konsentrasi tinggi, amonia bersifat toksik, menyebabkan
penurunan pasokan oksigen dalam jumlah besar dan perubahan yang
tidak diinginkan dalam ekosistem perairan. Pada kolam ikan eutrofik,
konsentrasi NH3 mengalami fluktuasi harian diakibatkan oleh fotosintesis
(meningkatkan pH) dan respirasi (mengurangi pH).
e. Jika kadar salinitas air tempat hidup benih ikan mas ini mengalami kenaikan
secara drastis, apakah benih ikan mas dapat mempertahankan keadaannya
terhadap perubahan yang terjadi? Mengingat bahwa ukuran benih ikan
umumnya masih kecil.
Solusi pemecahan masalah:
Salinitas secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme
dalam laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi
makanan dan sintasan. Perubahan salinitas dapat menyebabkan perubahan
laju metabolisme. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ikan-ikan yang berukuran
sedang lebih tahan terhadap perubahan salinitas daripada ikan berukuran
kecil (benih/larva ikan mas). Larva ikan mas yang hidup dalam konsentrasi
oksigen rendah sulit makan sehingga pertumbuhannya melambat, dan jika
berlangsung lama maka akan berhenti makan. Jika kandungan oksigen
terlarut dalam media pemeliharaan tidak optimal, ikan mas akan membuka
mulutnya dan berada di permukaan air, bahkan bila air tidak segera diganti
dapat menimbulkan kematian ikan.

5. Konsep, Prinsip, Informasi yang Ada Relevansinya dengan Konsep yang


Dipelajari
Keterkaitan dengan materi yang sedang dipelajari yaitu materi praktikum
tentang laju respirasi ikan, yang mana juga memiliki kaitannya juga dengan
materi proses osmoregulasi dan proses termoregulasi yang terjadi. Respirasi
yang terjadi memiliki kaitan dan hubungan yang sangat erat dengan beberapa
faktor, yaitu salinitas air, suhu, pH, dan faktor kadar oksigen terlarut dalam air.
Respirasi merupakan poses pertukaran oksigen dan karbondioksida
antara suatu organisme dengan lingkungannya. Osmoregulasi adalah proses
untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada di
dalam tubuh hewan, dalam artikel ini yaitu ikan mas. Sedangkan termoregulasi
sendiri adalah proses pengaturan suhu tubuh untuk mencapai kondisi
homeostasis (keadaan tubuh makhluk hidup yang mempertahankan konsentrasi
zat dalam tubuh, khususnya darah agar tetap konstan).
Di dalam artikel menyebutkan dan menjelaskan salah satunya tentang
salinitas yang lebih tinggi pada air akan menyebabkan pertumbuhan cenderung
lebih lambat, hal tersebut disebabkan oleh adaptasi lingkungan yang ekstrem
sehingga lebih banyak energi yang diperlukan untuk proses osmoregulasi. Hal ini
sangat relevan dengan apa yang telah dipelajari bahwa salinitas yang tinggi akan
mengakibatkan laju metabolisme ikan lambat, begitu juga respirasi ikan yang
turut melambat.

6. Refleksi
Setelah membaca dan menganalisis kritis artikel jurnal yang berjudul
“Laju Respirasi, Pertumbuhan, dan Sintasan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Dikultur pada Berbagai Salinitas”, pengetahuan saya menjadi bertambah terkait
bagaimana kecepatan respirasi benih ikan mas, pertumbuhannya, serta individu
yang berhasil bertahan hidup dari beberapa keadaan baik salinitas, temperatur,
ataupun pH habitatnya yang berbeda-beda. Selain itu, menjadikan saya flashback
terkait materi dan praktek yang pernah saya pelajari tentang respirasi yang juga
ada kaitannya dengan proses termoregulasi dan osmoregulasi. Dari hasil
menganalisis kritis artikel ini saya banyak menemukan konsep-konsep dan
informasi baru, serta kosa kata yang baru bagi saya yang menambah
pengetahuan saya, seperti kata sintasan.
Alasan saya memilih artikel jurnal ini karena saya sangat tertarik dengan
bagaimana laju respirasi ikan mas yang mana ikan mas ini banyak saya temui di
daerah saya sebagai ikan yang mudah peliharaannya. Artikel ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari artikel ini yaitu terdapat tabel dan
grafik pengamatan yang jelas yang mendukung hasil pengamatan yang diperoleh.
Selain itu, bahasa yang digunakan juga mudah dipahami dan tidak berbelit-belit,
kesimpulan yang disajikan dalam artikel telah sesuai dengan tujuan penelitian,
metode penelitian dijelaskan secara rinci, serta artikel ini banyak mengambil
kajian literatur dari penelitian nasional dan internasional, sehingga memperluas
wawasan pembaca. Sedangkan kekurangan dari artikel ini yaitu tidak terdapat
gambar pengamatan yang mendukung hasil pengamatan yang diperoleh.
Kekurangan lainnya, pada penelitian ini yaitu pada bagian abstrak tidak disertai
dengan kata kunci, dimana tujuan dari kata kunci ini untuk memudahkan
pembaca dalam memahami isi artikel jurnal.
Dari kekurangan yang ada, saran saya adalah sebaiknya penulis
menambahkan gambar-gambar lagi yang mendukung penelitiannya. Selain itu,
sebaiknya penulis memberikan hasil dan pembahasan secara keseluruhan dari
masalah yang diteliti supaya pembaca tidak setengah-setengah dalam
mendapatkan informasi. Upaya yang akan saya lakukan setelah melakukan
analisis kritis artikel ini adalah, saya tertarik untuk melakukan penelitian pada
hewan yang terdapat di daerah saya terkhusunya berkaitan dengan proses
fisiologinya yang tidak banyak orang ketahui. Upaya lain yang akan saya lakukan
untuk menambah wawasan saya yaitu dengan banyak membaca sumber literatur
terpercaya, seperti buku, artikel penelitian, majalah penelitian, dan juga saya
dapat belajar melalui studi wisata diberbagai tempat yang mendukung dalam
meningkatkan pengetahuan dan wawasan saya, seperti seminar ataupun jelajah
alam sambil belajar.
Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 9(2) - June 2020
DOI : 10.20473/jafh.v9i2.16814

Laju Respirasi, Pertumbuhan, dan Sintasan Benih Ikan Mas


(Cyprinus carpio) Dikultur Pada Berbagai Salinitas

Respiration Rate, Growth, and Survival Rate of Carp (Cyprinus carpio) Fry
Cultured on Various Salinities

Syamsu Alam1, Andi Adam Malik1* dan Khairuddin1


1
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Peternakan dan Perikanan, Universitas
Muhammadiyah Parepare, Jl. Jenderal Ahmad Yani, Soreang, Pare-Pare 91112, Indonesia

Abstrak
*Correspondence :
andiadammalikhamzah@yahoo.
co.id Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
salinitas yang berbeda terhadap laju respirasi, pertumbuhan,
Received : 2019-12-20 dan sintasan ikan mas. Benih ikan mas sebagai sampel
Accepted : 2020-02-25 dengan panjang 3 cm yang diproduksi oleh Balai Benih Ikan
Karrang dengan padat tebar 20 ekor/m2 dengan kadar
Kata Kunci : protein pakan 36% dengan dosis 20% dari biomassa.
Laju respirasi, Pertumbuhan, Salinitas dibuat dengan menambahkan garam pada media
Sintasan, Cyprinus carpio, kultur dengan empat jenis perlakuan salinitas dan 3 kali
Salinitas ulangan. Laju respirasi tertinggi pada perlakuan D dan
terendah pada A. Pertumbuhan berat pada minggu 1
Keywords : seragam, selanjutnya minggu 2 mulai bervariasi. Laju
Respiration rate, Growth, pertambahan bobot tertinggi didapatkan pada perlakuan B
Survival rate, Cyprinus carpio, (1,77 gram/hari). Sintasan benih ikan mas tertinggi pada
Salinity perlakuan A (96%) dan terendah pada perlakuan D (60%)
yang secara umum semakin menurun dengan bertambahnya
waktu penelitian. Konsentrasi salinitas media kultur yang
optimal untuk pemeliharaan benih ikan mas yaitu 4 ppt.

Abstract

This study aims to determine the level of salinity that has


an optimal effect on the rate of respiration, growth, and
survival of carp. Carp seeds samples with 3-5 cm length
produced by Karrang Hatchery with stocking densities of 20
individuals/m2. The feed used is a commercial feed
containing 36% protein with a dose of 20% of body weight.
Salinity is made by adding salt to the culture media with four
types of salinity treatment and three replications. Respiration
rate is highest at treatment D, and lowest at A. Weight
growth at week one was uniform, then week 2 starts to vary.
The highest weight gain rate was obtained in treatment B
(1.77 grams/days). The salinity concentration of culture
media significantly affected the survival of carp seeds. The
optimal salinity concentration of culture media for the
maintenance of carp seeds is 4 ppt.

Alam et al. (2020) 173


Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 9(2) - June 2020
DOI : 10.20473/jafh.v9i2.16814

PENDAHULUAN
Potensi luas areal budidaya air ml/g saat aktif. Hal ini dikarenakan pada
payau saat ini tercatat 2.964.331 Ha, saat aktif, sel-sel tubuh memerlukan lebih
dengan tingkat pemanfaatan 650.509 Ha banyak energi dan karena itu lebih
(21,9%). banyak oksigen (Ashraf et al., 2010; Foss
Tambak udang Indonesia mencapai et al., 2001; Fujaya, 2002; Abdel-Hakim
380.000 hektar dan sekitar 75% masih et al., 2008; Sumeru dan Anna, 1992;
dikelola secara tradisional (Suyanto dan Saravanan et al., 2018; Saputra et al.,
Takarina, 2009). Provinsi Sulawesi 2017).
Selatan memiliki luas areal pertambakan Berdasarkan hal tersebut, maka
± 87.000 hektar dari potensi lahan seluas dipandang perlu melakukan kajian
150.000 hektar. Luas lahan ini mengenai laju respirasi, pertumbuhan
menunjukkan bahwa potensi lahan yang dan sintasan benih ikan mas (Cyprinus
ada belum dimanfaatkan secara optimal carpio Linn) yang dikultur pada berbagai
(Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi salinitas. Tujuan penelitian ini adalah
Sulawesi Selatan, 2018). untuk mengetahui pengaruh salinitas
Guna menjamin produksi yang yang berbeda terhadap laju respirasi,
optimal, target produksi ikan pada tahun pertumbuhan, dan sintasan ikan mas.
2019 yaitu 18,8 juta ton (KKPRI, 2017), Sedangkan keterbaharuannya adalah
maka diperlukan ketersediaan sarana dan sebagai salah satu bahan informasi
prasarana produksi. Penggunaan tambak mengenai kadar salinitas yang optimal
ini untuk membudidayakan spesies ikan untuk budidaya ikan mas.
air tawar adalah sangat mungkin asalkan
ikan dapat mentolerir kondisi salin. METODOLOGI
Ikan mas (Cyprinus carpio Linn) Waktu dan Tempat
merupakan salah satu dari 10 jenis ikan
Penelitian ini dilaksanakan selama
air tawar penting yang dibudidayakan di
3 bulan mulai bulan Maret sampai Mei
Indonesia Ikan mas merupakan salah satu
2018 di Balai Benih Ikan (BBI) Karrang
jenis ikan konsumsi yang mempunyai
Desa Karrang Kecamatan Cendana
nilai ekonomis penting (Saparinto, 2010;
Kabupaten Enrekang.
Boyd, 1982; Tobin dan Dusheck, 2005).
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya Tahun 2014 Materi Penelitian
melaporkan bahwa perkembangan Alat yang digunakan adalah
produksi ikan mas mengalami baskom plastik bulat volume 30 liter
peningkatan produksi rata-rata dari (sebagai media hewan uji), ember plastik
tahun 2010-2014 sebesar 14,44%, begitu 10 liter sebagai tempat pemberian pakan,
pula dengan angka nilai produksi selama timbangan elektrik tipe DS-671 merek
kurun waktu yang sama menunjukkan DIGI kapasitas hingga 30 kg (sebagai alat
kenaikan rata-rata per tahun sebesar untuk menimbang pakan), pH meter
18,67%. Nutron. Tech pH–0,09–A, pen type pH
Pertumbuhan ikan mas tergolong meter buatan Cina (untuk mengukur pH
cepat karena pada umur 5 bulan sejak air), tes kit (untuk mengukur amonia),
telur menetas bibitnya sudah mencapai DO meter spesifikasi DO-5509 Lutron :
500 g/ekor (Cahyono, 2000). Sedangkan range 0-20 mg/L buatan Taiwan untuk
kecepatan pertumbuhan ikan mas di mengukur O2 dan suhu, hand
kolam biasanya 3 cm setiap bulan refractometer V SA1 Salinity 0 – 100 0/00
(Susanto, 2006). Iwama et al. (1997) size 27 x40 x 190 buatan Cina
menyatakan laju konsumsi oksigen ikan (mengukur salinitas), handcounter merek
mas (Cyprinus carpio) adalah sebesar Joyko HC 4 D 0 – 9.999 hitungan buatan
0,14 ml/g/jam saat inaktif, dan 0,255 Cina, dan stop watch menggunakan

https://e-journal.unair.ac.id/JAFH 174 Alam et al. (2020)


Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 9(2) - June 2020
DOI : 10.20473/jafh.v9i2.16814

aplikasi pada Samsung Tablet A6 (untuk panjang dan laju respirasi serta
menghitung respirasi pada ikan). parameter kualitas air dilakukan setiap
minggu.
Rancangan Penelitian Parameter kualitas air yang diamati
Rancangan yang digunakan adalah selama penelitian berupa suhu, pH, CO2,
Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4 jenis O2, salinitas, dan amonia. Data yang
perlakuan salinitas dengan 3 kali diperoleh dalam penelitian ini akan
ulangan. Kadar salinitas perlakuan ditampilkan dalam bentuk grafik dan
didasarkan hasil penelitian Saputra et. al. tabulasi.
(2017) sebagai berikut: Perlakuan A
salinitas 0 ppt; perlakuan B salinitas 4 Analisis Data
ppt; perlakuan C salinitas 8 ppt, dan Parameter penelitian yang diamati
perlakuan D salinitas 12 ppt. yaitu laju respirasi, laju pertumbuhan
panjang spesifik, sintasan, dan parameter
Prosedur Kerja kualitas air. Pengaruh perlakuan
Kadar salinitas dibuat dengan dianalisis menggunakan sidik ragam
menambahkan garam curah (tidak (ANOVA) dan dilanjutkan Uji Lanjut
beryodium) pada media kultur sesuai Tukey guna mengetahui perbedaan
dengan perlakuan yang dicobakan. pengaruh antar perlakuan (Singgih,
Wadah yang digunakan dalam penelitian 2000). Sebagai alat bantu yang
ini adalah baskom kapasitas 30 L yang digunakan SPSS versi 21.0 for Windows,
diisi air sebayak 20 L. Wadah penelitian sedangkan untuk penyajian grafik dan
tersebut ditempatkan secara acak di tabulasi data menggunakan Microsoft
dalam kolam guna menjaga fluktuasi Excel 2007.
suhu media kultur. Penelitian ini Laju respirasi diukur dengan
dilakukan dengan beberapa tahapan, menghitung frekuensi bukaan operkulum
yaitu sebelum digunakan terlebih dahulu per satuan waktu (Ratningsih, 2008)
dicuci dengan detergen, kemudian dibilas sebagai berikut:
dengan air bersih lalu dikeringkan. f
Lr = $
Media kultur yang digunakan t
terlebih dahulu diendapkan selama 3 hari Keterangan :
dan ditampung pada bak fiber glass Lr : Laju respirasi
volume 1000 L. Setelah itu dimasukkan f : Frekuensi bukaan operkulum
t : Waktu (Menit)
ke dalam wadah kultur dengan volume
Laju pertumbuhan panjang spesifik
masing-masing 20 L, selanjutnya
(LPPS) menggunakan rumus Effendie
ditambahkan garam sesuai dengan
(1979) yang dimodifikasi sebagai berikut:
salinitas yang diinginkan. Pk − PA
Sebelum dilakukan penebaran Lpps =
t
benih, ikan uji terlebih dahulu Keterangan :
diadaptasikan secara bertahap, dimana Lpps : Laju Pertumbuhan Panjang Spesies
setiap perbedaan 2 ppt diadaptasikan Pk : Panjang Akhir (cm)
selama 15 menit (Kandjou, 2008). Sesaat PA : Panjang Awal (cm)
setelah penebaran benih dilakukan T : Waktu penelitian (hari)
pengamatan laju respirasi awal pada 5 Sintasan dalam penelitian ini
ekor sampel pada setiap unit percobaan, dihitung berdasarkan rumus Effendie
dengan menghitung frekuensi bukaan (1979) sebagai berikut:
operkulum selama 2 menit (Ratningsih, Nt
S= x 100%
2008). No
Selama proses pemeliharaan Keterangan :
S : Sintasan (%)
dilakukan pergantian air setiap hari
Nt : Jumlah Hewan Uji pada akhir (Ekor)
sebanyak 10% dari total volume. No : Jumlah Hewan Uji pada awal (Ekor)
Sampling populasi dan pengukuran

https://e-journal.unair.ac.id/JAFH 175 Alam et al. (2020)


Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 9(2) - June 2020
DOI : 10.20473/jafh.v9i2.16814

HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertambahan bobot tertinggi


Pertumbuhan Berat didapatkan pada perlakuan B sebesar
1,744 g/hari (Gambar 1). Hasil ini sesuai
Analisis ragam dan uji lanjut Tukey
dengan penelitian Syandri (2018) bahwa
menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
berat rata–rata Osphronemus gouramy
benih ikan mas yang dikultur pada
pada salinitas 12 ppt dan tertinggi secara
berbagai salinitas tidak berpengaruh
signifikan pada salinitas 4 ppt. Sintasan
nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan
tertinggi diperoleh pada 4 ppt diikuti oleh
berat benih ikan mas. Pertumbuhan berat
0 ppt, 8 ppt dan 12 ppt salinitas.
pada minggu pertama relatif seragam,
Salinitas yang lebih tinggi per-
selanjutnya pada minggu kedua mulai
tumbuhan cenderung lebih lambat pada
bervariasi. Hal tersebut disebabkan oleh
awal penelitian, hal tersebut disebabkan
penggunaan energi masih sedikit
oleh adaptasi lingkungan yang ekstrem
terutama dalam pembentukan sel somatik
sehingga lebih banyak energi yang
sehingga pertambahan bobot cenderung
diperlukan untuk proses osmoregulasi
seragam. Sedangkan pada minggu kedua
dibandingkan pertumbuhan somatik.
hingga akhir penelitian pengaruh faktor
Saputra et al. (2017) mendapatkan laju
nutrisi menjadi penting dimana
pertumbuhan berat dan panjang benih
penundaan pemberian pakan
ikan mas ras Wildan pada salinitas 5 ppt
mempengaruhi pertambahan bobotnya.
masing-masing sebesar 1,41 g/hari dan
0,49 cm/hari.

3,00
Pertambahan Berat (Gram)

2,50
2,00 A

1,50 B
1,00 C
0,50 D
0,00
1 2 3 4 5
Lama penelitian (Minggu)

Gambar 1. Pertumbuhan berat benih ikan mas selama penelitian.

Pertumbuhan Panjang panjang benih ikan mas yang dikultur


Hasil analisis ragam dan uji lanjut pada berbagai salinitas tidak berbeda
Tukey pada panjang benih ikan mas nyata (P>-0,05) antar perlakuan
menunjukkan bahwa laju pertambahan terhadap pertumbuhan panjangnya.
5,0
Pertumbuhan panjang (mm)

4,0

3,0 A
B
2,0
C
1,0
D
0,0
0 1 2 3 4
Waktu Penelitian (Minggu)
Gambar 2. Laju pertambahan panjang benih ikan mas pada berbagai perlakuan selama
penelitian.

https://e-journal.unair.ac.id/JAFH 176 Alam et al. (2020)


Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 9(2) - June 2020
DOI : 10.20473/jafh.v9i2.16814

Dari Gambar 2 terlihat bahwa C tidak berbeda nyata (P>0,05),


pertumbuhan panjang meningkat dari sedangkan perlakuan D berbeda nyata
minggu pertama hingga akhir penelitian dengan perlakuan lainnya (P<0,05).
(minggu ke-4). Laju pertumbuhan Dari Gambar 3 terlihat sintasan
panjang tertinggi didapatkan pada benih ikan mas semakin menurun dengan
perlakuan A dan B dengan nilai 1,7777 bertambahnya waktu penelitian, dimana
g/hari. Pertambahan panjang berkaitan sintasan terendah didapatkan pada
dengan perkembangan struktur tulang perlakuan D yaitu 60 % dan tertinggi
belakang. pada perlakuan B sebesar 96%. Hal
tersebut disebabkan oleh tingginya
Sintasan penggunaan energi untuk
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan mempertahankan kelangsungan hidupnya
uji lanjut Tukey, menunjukkan bahwa sehingga kebutuhan untuk regenerasi sel
konsentrasi salinitas media kultur tidak terpenuhi yang pada akhirnya
berpengaruh nyata terhadap sintasan menyebabkan tingkat kematian yang
benih ikan mas (P<0,05). Uji lanjut tinggi.
Tukey menunjukkan perlakuan A, B, dan

120
100
Sintasan (%)

80
60
A
40 B
20 C
D
0
1 2 3 4 5
Waktu pengamatan (Minggu)
Gambar 3. Sintasan benih ikan mas selama penelitian.

Benih ikan mas memerlukan sedikit spesies mempunyai kisaran salinitas


kadar garam dalam media hidupnya optimal yang dapat ditolerir. Kenaikan
dimana kondisi ideal adalah 4 ppt. salinitas yang terlalu tinggi akan
Konsentrasi ini dapat memberikan mengakibatkan tekanan osmotik air
kondisi keseimbangan pada tekanan meningkat dan kematian akan tinggi.
osmotik sehingga energi yang digunakan
untuk mempertahankan cairan tubuhnya Laju Respirasi
lebih sedikit, dan lebih banyak digunakan Hasil analisis ragam dan uji lanjut
untuk pertumbuhan jaringan. Alava Tukey menunjukkan bahwa salinitas
(1998) menyebutkan bahwa salinitas media kultur berpengaruh nyata
secara langsung akan mempengaruhi (P<0,05) terhadap laju respirasi ikan.
kehidupan organisme dalam laju Perlakuan A dan B tidak berbeda nyata
pertumbuhan, jumlah makanan yang (P>0,05), tetapi berbeda nyata dengan
dikonsumsi, nilai konversi makanan dan perlakuan C dan D (P<0,05). Dari
sintasan. Selanjutnya Laiz-Carrión et al. Gambar 4 terlihat laju respirasi tertinggi
(2005) menyatakan bahwa perubahan didapatkan pada perlakuan D dan
salinitas dapat menyebabkan perubahan terendah pada perlakuan A. Hal tersebut
laju metabolisme. Lebih lanjut dijelaskan disebabkan oleh peningkatan kebutuhan
bahwa ikan-ikan yang berukuran sedang oksigen untuk mencapai keseimbangan
lebih tahan terhadap perubahan salinitas fisiologis pada awal fase adaptasi. Setelah
daripada ikan berukuran kecil. Setiap benih beradaptasi, kebutuhan oksigen

https://e-journal.unair.ac.id/JAFH 177 Alam et al. (2020)


Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 9(2) - June 2020
DOI : 10.20473/jafh.v9i2.16814

relatif sama pada berbagai tingkatan salinitas.


250

Bukaan operkulum / menit


200

150

100 A
B
50 C
D
0
0 1 2 3 4
Waktu pengamatan (Minggu)
Gambar 4. Laju respirasi (bukaan operkulum/menit) pada berbagai salinitas benih ikan
mas selama penelitian.

Kualitas Air yang bersifat basa dan netral cenderung


Amri dan Khairuman (2005) lebih produktif dibandingkan dengan air
menyatakan bahwa pH air antara 5–11 yang bersifat asam. Nilai pH yang dapat
dapat ditoleransi oleh ikan mas. Suhu ditolerir antara 5–11, tetapi kehidupan
yang terukur selama penelitian berkisar normal pada pH antara 7-8 (Asnawi,
antara 28–29°C (Tabel 1). Kisaran suhu 1983). Hasil penelitian diperoleh bahwa
tersebut tergolong masih sesuai dan baik nilai pH pada kisaran 7,6–8,3. Hasil
untuk budidaya ikan mas. Hal ini sesuai tersebut tergolong baik untuk budidaya
dengan pendapat Makaminan (2011), ikan mas. Nilai pH yang baik untuk
bahwa kisaran suhu optimum bagi budidaya ikan mas berkisar 6,5-8,5
kehidupan ikan adalah antara 25-32°C, (Wihardi et al., 2015).
sedangkan menurut Kordi dan Tancung Kadar amonia yang terukur berkisar
(2007) adalah 28–32°C. 0,002-0,006 mg/L. Amonia dapat muncul
Suhu merupakan faktor penting secara alami atau diproduksi (Silaban
dalam proses metabolisme dan kelarutan dan Santoso, 2012). Amonia cenderung
oksigen. Fluktuasi suhu pada budidaya meningkat seiring dengan peningkatan
tergolong kecil karena aktivitas pompa salinitas. Rendahnya kadar amonia yang
yang menyirkulasi air dari wadah terukur selama penelitian disebabkan
pemeliharaan ke media filtrasi dan oleh penggantian air secara rutin dan
kembali ke wadah pemeliharaan. Suhu didukung oleh sistem aerasi yang baik.
merupakan salah satu faktor yang Menurut Fazil et al. (2017), nilai standar
mempengaruhi nafsu makan ikan mas amonia yang diperbolehkan dalam
(Jaja et al., 2013) dan mempengaruhi budidaya ikan yaitu 0,5 mg/L, sedangkan
kadar oksigen terlarut (DO) dalam air. menurut Widiastuti (2009), ikan mas
Arie (2007) menyatakan bahwa mulai terganggu pertumbuhannya
derajat keasaman (pH) mempengaruhi apabila air media hidupnya mengandung
daya produktivitas suatu perairan. Air amonia sebesar 1,2 mg/L.

Tabel 1. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian.


Perlakuan
Parameter
A B C D
Suhu (ºC) 28 – 29 28 – 29 28 – 29 28 – 29
Amoniak (mg/L) 0,002 0,005 0,005 0,006
pH 7,6 – 7,9 7,6 – 8,2 7,6 – 8,3 7,6 – 8,3
Oksigen Terlarut(mg/L) 4,6 – 5,7 4,6 – 5,3 4,6 – 5,2 4,6 – 5,2
Karbon dioksida (mg/L) 10 15 10 12
Salinitas (ppt) 0 4 8 12
Keterangan : A : 0 ppt, B : 4 ppt, C : 8 ppt, D : 12 ppt

https://e-journal.unair.ac.id/JAFH 178 Alam et al. (2020)


Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 9(2) - June 2020
DOI : 10.20473/jafh.v9i2.16814

Larva ikan mas yang hidup dalam http://www.aensiweb.com/old/jasr


konsentrasi oksigen rendah sulit makan /jasr/2008/1935-1945.pdf.
sehingga pertumbuhannya melambat, Alava, V.R., 1998. Effect of salinity,
dan jika berlangsung lama maka akan dietary lipid source and level on
berhenti makan. Jika kandungan oksigen growth of milkfish (Chanos chanos)
terlarut dalam media pemeliharaan tidak fry. Aquaculture, 167(3-4), pp.229-
optimal, ikan mas akan membuka 236. https://doi.org/10.1016/
mulutnya dan berada di permukaan air, S0044-8486(98)00317-2.
bahkan bila air tidak segera diganti dapat Amri, K. dan Khairuman, 2005. Budi daya
menimbulkan kematian. Kadar oksigen Ikan Nila secara intensif.
terlarut di perairan atau di kolam yang AgroMedia, Jakarta. p.144.
baik bagi pertumbuhan ikan mas yaitu Arie, U., 2007. Pembenihan & pembesaran
>4 mg/L (Wihardi et al., 2015). Kisaran Nila Gift. Penebar Swadaya, Bogor.
oksigen yang terukur selama penelitian Ashraf, M., Bengtson, D.A. dan Simpson,
4,6 – 5,7 mg/L. Kisaran tersebut masih K.L., 2010. Development of salinity
dalam kondisi yang optimal untuk stress tests for larval striped bass,
pertumbuhan dan sintasan benih ikan Morone saxatilis and inland
mas. Karbon dioksida (CO2), yang terukur silversides, Menidia beryllina, used
yaitu sekitar 8-15 mg/L. Kadar CO2 yang in nutritional studies. Pakistan
tinggi didapatkan pada perlakuan B hal Journal of Nutrition, 9(6), pp.616-
tersebut disebabkan oleh populasi ikan 623. http://dx.doi.org/10.3923/
yang lebih banyak. pjn.2010.616.623.
Asnawi, S., 1983. Memelihara ikan dalam
KESIMPULAN keramba. PT. Gramedia, Jakarta.
Berdasarkan uraian yang telah p.81.
dikemukakan, dapat ditarik beberapa Boyd, C.E., 1982. Water quality
kesimpulan bahwa konsentrasi salinitas management for pond fish culture.
media kultur berpengaruh nyata terhadap Elsevier Scientific Publishing Co.
sintasan dan laju respirasi, tetapi tidak p.318.
berpengaruh terhadap pertumbuhan Cahyono, B., 2000. Budidaya ikan air
benih ikan mas. Selain itu, konsentrasi tawar : Ikan Gurami, Ikan Nila, Ikan
salinitas media kultur yang optimal untuk Mas. Penerbit Kanisius, Jakarta. p.
pemeliharaan benih ikan mas yaitu 4 ppt. 111.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
UCAPAN TERIMA KASIH Sulawesi Selatan, 2018. Laporan
Peneliti mengucapkan terima kasih statistik perikanan Sulawesi Selatan.
kepada Balai Benih Ikan Karrang atas Dinas Perikanan dan Kelautan
dukungan dan bantuan menyelesaikan Provinsi Sulawesi Selatan.
riset ini. Penelitian ini juga tidak akan Makassar.
dapat terlaksana tanpa komitmen dan Effendie, M.I., 1979. Biologi perikanan.
kerja keras dari seluruh tim. Yayasan Dewi Sri, Bogor. p.112.
Fazil, M., Adhar, S. dan Ezraneti, R.,
DAFTAR PUSTAKA 2017. Efektivitas penggunaan ijuk,
Abdel-Hakim, E., Gamal, E., Zeinab, A. jerami padi dan ampas tebu sebagai
dan Greisy, E., 2008. Effect of filter air pada pemeliharaan ikan
removal of eggs adhesiveness on mas koki (Carassius auratus). Acta
hatchability and effect of different Aquatica: Aquatic Sciences Journal,
levels of salinity on survival and 4(1), pp.37-43. https://doi.org/10.
larval development in common carp 29103/aa.v4i1.322.
Cyprinus carpio. Journal of Applied Foss, A., Evensen, T.H., Imsland, A.K. dan
Sciences, 4(12), pp. 1935-1945. Øiestad, V., 2001. Effects of
reduced salinities on growth, food

https://e-journal.unair.ac.id/JAFH 179 Alam et al. (2020)


Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 9(2) - June 2020
DOI : 10.20473/jafh.v9i2.16814

conversion efficiency and https://doi.org/10.1016/j.aquacult


osmoregulatory status in the ure.2005.05.021.
spotted wolffish. Journal of Fish Makaminan, W., 2011. Studi parameter
Biology, 59(2), pp.416-426. https:// kualitas air pada lokasi budidaya
doi.org/10.1111/j.1095-8649.2001. ikan di Danau Tondano Desa Eris
tb00140.x. Kecamatan Eris Kabupaten Mina-
Fujaya,Y., 2002. Fisiologi Ikan : dasar hasa Provinsi Sulawesi Utara.
pengembangan teknologi perikanan. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan
Departemen Pendidikan Nasional, Ilmu Kelautan, Universitas Sam
Jakarta. p.204. Ratulangi Manado.
Iwama, G.K., Takemura, A. dan Takano, Ratningsih, N., 2008. Uji toksisitas
K., 1997. Oxygen consumption molase pada respirasi ikan mas
rates of tilapia in fresh water, sea (Cyprinus carpio L.). J Biotika, 6(1),
water, and hypersaline sea water. pp.22-33.
Journal of Fish Biology, 51(5), Saparinto, C. 2010. Usaha ikan konsumsi
pp.886-894. https://doi.org/10. lahan 100 m2. Penebar Swadaya,
1111/j.1095-8649.1997.tb01528.x. Jakarta. p.171.
Jaja, Suryani, A. dan Sumantadinata, K., Saputra, A., Praseno, O., Sudradjat, A.
2013. Usaha pembesaran dan dan Prasetio, A.B., 2017.
pemasaran ikan lele serta strategi Pertumbuhan beberapa strain ikan
pengembanganya di UD Sumber mas yang dipelihara pada tambak
Rezeki Parung, Jawa Barat. bersalinitas rendah. In Prosiding
Manajemen IKM, 8(1), pp.45-56. Forum Inovasi Teknologi Akuakultur
https://doi.org/10.29244/mikm.8. (pp. 79-86). http://ejournal-
1.45-56. balitbang.kkp.go.id/index.php/fita/
Kandjou, K., 2008. Effect of salinity on article/view/6349/5327.
oxygen consumption and growth of Saravanan, M., Ramesh, M., Petkam, R.
juvenile white steenbras, dan Poopal, R.K., 2018. Influence
Lithognathus lithognathus (Doctoral of environmental salinity and
dissertation, Rhodes University). cortisol pretreatment on gill
Kementerian Kelautan dan Perikanan Na+/K+− ATPase activity and
Republik Indonesia, 2017. survival and growth rates in
Peraturan Menteri Kelautan Dan Cyprinus carpio. Aquaculture
Perikanan Republik Indonesia reports, 11, pp.1-7. https://doi.org/
Nomor : 63/Permen-Kp/2017 10.1016/j.aqrep.2018.04.002.
Tentang Rencana Strategis Silaban, T.F. dan Santoso, L., 2012.
Kementerian Kelautan Dan Pengaruh penambahan zeolit dalam
Perikanan Tahun 2015-2019. peningkatan kinerja filter air untuk
Kordi, M.G.H. dan Tancung, A.B., 2007. menurunkan konsentrasi amoniak
Pengelolaan kualitas air dalam pada pemeliharaan ikan mas
budidaya perairan. Rineka Cipta, (Cyprinus carpio). e-Jurnal
Jakarta. p.210. Rekayasa dan Teknologi Budidaya
Laiz-Carrión, R., Sangiao-Alvarellos, S., Perairan, 1(1), pp.47-56. https://
Guzmán, J.M., del Río, M.P.M., dx.doi.org/10.23960/jrtbp.v1i1.104
Soengas, J.L. dan Mancera, J.M., p47-56.
2005. Growth performance of Singgih, S., 2000. Buku latihan SPSS
gilthead sea bream Sparus aurata in statistik parametrik. PT. Elex Media
different osmotic conditions: Komputindo, Jakarta.
implications for osmoregulation Sumeru, S.U. dan Anna, S., 1992. Pakan
and energy metabolism. udang windu (Penaeus monodon).
Aquaculture, 250(3-4), pp.849-861. Penerbit Kanisius, Jakarta. p.93.

https://e-journal.unair.ac.id/JAFH 180 Alam et al. (2020)


Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 9(2) - June 2020
DOI : 10.20473/jafh.v9i2.16814

Susanto. H., 2006. Budidaya ikan di


pekarangan. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Suyanto, S.R. dan Takarina, E.P., 2009.
Panduan budidaya udang windu.
Penebar Swadaya, Jakarta. p.116.
Syandri, H., 2018. Effects of Salinity on
survival and growth of gurami sago
(Osphronemus goramy, Lacepède,
1801) Juveniles. Pakistan journal of
biological sciences: PJBS, 21(4),
pp.171-178. https://doi.org/10.
3923/pjbs.2018.171.178.
Tobin, A.J. dan Dusheck, J., 2005. Asking
about life. Brooks/Cole-Thomson
Learning, Belmont. p.879.
Widiastuti, I.M., 2009. Pertumbuhan dan
kelangsungan hidup (survival rate)
ikan mas (Cyprinus carpio) yang
dipelihara dalam wadah terkontrol
dengan padat penebaran yang
berbeda. Media Litbang Sulteng,
2(2), pp.126-130. http://jurnal.
untad.ac.id/jurnal/index.php/MLS/
article/download/58/51.
Wihardi, Y., Yusanti, I.A. dan Haris,
R.B.K., 2015. Feminisasi pada ikan
mas (Cyprinus carpio) dengan
perendaman ekstrak daun-tangkai
buah Terung Cepoka (Solanum
Torvum) pada lama waktu peren-
daman berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu
Perikanan dan Budidaya Perairan,
9(1), pp. 23-28. https://jurnal.
univpgri-palembang.ac.id/index.
php/ikan/article/download/338/13
47.

https://e-journal.unair.ac.id/JAFH 181 Alam et al. (2020)


MEKANISME DAN LAJU RESPIRASI BELUT SAWAH (Monopretus
albus) PADA BERBAGAI PERLAKUAN (MEDIA AIR, MEDIA
AQUADEST, DAN MEDIA TANAH BERLUMPUR)

PROPOSAL MINI RISET

disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Fisiologi Hewan yang
Dibina oleh Erna Wijatanti, M.Pd.

Disusun oleh:

Nama : Lena Enjelina

NIM : 2008086080

Kelas : Pendidikan Biologi 4-D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

APRIL 2022
MEKANISME DAN LAJU RESPIRASI BELUT SAWAH (Monopretus
albus) PADA BERBAGAI PERLAKUAN (MEDIA AIR, MEDIA
AQUADEST, DAN MEDIA TANAH BERLUMPUR)

A. Latar Belakang Masalah


Belut adalah salah satu jenis komoditas ekspor andalan Indonesia
(Sarwono, 1983). Belut sawah merupakan salah satu jenis ikan air tawar
yang berpotensial untuk dikembangkan sebagai ikan budidaya di masa
mendatang. Saat ini, ikan belut sawah telah dimanfaatkan sebagai
sumber protein terutama di kawasan pedesaan dan bahkan di beberapa
daerah telah dieksploitasi secara besar-besaran. Seiring dengan
pertambahan penduduk yang pesat, khususnya di pulau Jawa, habitat
ikan belut semakin terancam. Habitat ikan belut yang terancam, selain
akibat penyusutan lahan sawah teknis yang dikonversi ke peruntukan
lain (pemukiman, industri dan fasilitas umum), juga akibat tercemarinya
perairan sungai dari kawasan perkotaan yang masuk ke persawahan
serta maraknya penggunaan pestisida di persawahan sejalan dengan
intensifikasi di bidang pertanian.
Peningkatan ancaman terhadap keberadaan dan populasi ikan belut
sawah di alam, maka perlu segera dikembangkan teknologi budidaya
ikan belut yang dapat diterapkan di masyarakat (Santoso, 2014), serta
perlu pengkajian terhadap mekanisme dan laju repirasi belut sawah
mengingat bahwa belut sawah sudah jarang untuk di temukan di
habitatnya, khususnya di wilayah Kecamatan Kradenan, Kabupaten
Blora, Jawa Tengah. Padahal, potensi yang dimiliki ikan belut sawah
sangat besar baik sebagai komoditas ikan ekonomis penting maupun
sebagai alternatif biomedis (Ikram & Ridzwan, 2013; Atif et. al., 2015),
sehingga sangat disayangkan jika salah satu ikan air tawar dari famili
Sinbrancidae ini tidak dikelola dengan baik atau bahkan diabaikan.

1
Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam mendapatkan oksigen yang cukup dari lingkungan sekitar.
Berkurangnya oksigen terlarut dalam air akan mempengaruhi fisiologi
respirasi dan metabolisme tubuh belut sawah. Pada percobaan ini, akan
mengkaji mekanisme dan laju pernafasan belut sawah dengan
menggunakan alat pernafasan biasa dan dengan menggunakan beberapa
perlakuan tambahan.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mampu membuktikan proses respirasi yang menghasilkan
karbondioksida (CO2).
2. Mampu memahami mekanisme dan laju respirasi dari belut sawah.
3. Mampu mengaitkan keterkaitan pengaruh lingkungan terhadap laju
respirasi belut sawah.

C. Kajian Teori
Belut merupakan salah satu jenis ikan yang tidak memiliki sirip
dada, sirip punggung dan sirip dubur. Belut juga memiliki kulit yang
tidak berjari atau beruas, tidak bersisik dan tidak bersirip perut. Letak
dubur jauh ke belakang badan. Tempat hidupnya adalah perairan air
tawar yang berlumpur, seperti persawahan. Belut juga dapat ditemukan
disungai atau rawa-rawa yang tawar maupun payau (Sarwono, 2011).
Berdasarkan kemampuan belut dalam mempertahankan hidupnya
di dua alam, para ahli menggolongkan belut dalam kelompok air
breathing fishes, yaitu ikan yang mampu mengambil oksigen langsung
dari udara selama musim kering tanpa air di sekelilingnya. Hal tersebut
karena belut memiliki pernafasan tambahan yaitu berupa kulit tipis
berlendir yang terdapat di rongga mulut, yang berfungsi untuk
mengambil oksigen secara langsung dari udara, selain itu insangnya juga
bertugas mengambil oksigen dari air (Sarwono, 2011).

2
Belut sawah berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara Barat. Belut
sekarang bahkan dilaporkan telah menghuni rawa-rawa di Hawaii,
Florida, dan Georgia di Amerika Serikat dan dianggap sebagai hewan
invasif. Belut sawah betina memiliki ukuran kurang dari 25 cm dan untuk
belut jantan lebih dari 30 cm. Belut sawah dengan ukuran 25-30 cm
biasanya adalah belut yang sedang kosong kelamin. Belut jantan
biasanya memiliki ukuran kepala yang lebih besar dari belut betina. Kulit
punggung belut sawah berwarna cokelat kekuningan (agak cerah)
(Warisno, 2010).
Menurut Taufik dan Saparinto (2008), klasifikasi belut sawah
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Synbranchoidae
Famili : Synbranchidae
Genus : Monopterus
Spesies : Monopterus albus
Penelitian terhadap belut sawah telah banyak dilakukan (Affandi,
dkk., 2003). Belut menyukai perairan yang banyak mengandung lumpur
seperti sawah, rawa-rawa, kolam ikan dan pinggiran danau. Hal ini
karena belut merendam atau mengubur diri dalam lumpur dengan cara
membuat lubang persembunyian di dalam lumpur. Belut hidup di air
tawar dan dataran rendah hingga dataran tinggi, yaitu dan 0 sampai lebih
dan 1.200 m di atas permukaan laut (dpl). Belut termasuk jenis ikan yang
memiliki toleransi cukup tinggi dan penyebaran wilayah goegrafi yang
cukup luas. Sekalipun, belut dapat bertahan hidup pada perairan minim
oksigen dan dasar perairan yang mengandung bahan organik tinggi,
namun pada fase larva dan benih, belut tidak dapat bertahan pada
perairan minim oksigen. Karena itu, untuk pembenihan, kualitas air yang

3
dibutuhkan adalah suhu 25-32 ⁰C, dan pH 5-7. Konsentrasi oksigen
terlarut yang baik untuk pertumbuhan belut antara 5-7 mg/l. Sedangkan
pH optimal terhadap pertumbuhan belut dewasa adalah 7,0-8,0
(Ghufran, et. al., 2007 dalam Mashuri, dkk., 2012).
Belut bertahan pada perairan yang minim oksigen dan kekeringan,
asalkan masih becek dan tubuhnya masih basah. Hal ini karena belut
mempunyai alat pernapasan tambahan, yakni berupa kulit tipis berlendir
yang terdapat di rongga mulut. Alat tersebut berfungsi untuk menyerap
oksigen secara langsung dan udara, selain insangnya yang digunakan
untuk menghirup oksigen di dalam air. Organ pernapasan tambahan
pada belut biasanya terdapat pada ikan yang hidup di perairan yang
minim oksigen, seperti ikan yang hidup di perairan bersuhu tinggi, air
tenang, atau perairan yang miskin oksigen akibat adanya penguraian
bahan organik. Organ pernapasan tersebut biasanya berupa arboresen
yang terdapat pada bagian rongga buko-faring dan branchi, dinding
lambung atau usus dan gelembung renang. Pada belut (Monopterus sp.)
rongga buko-faring-nya memiliki lapisan mukosa tipis dan berkapiler
darah yang berfungsi untuk pernapasan di udara. Sering kali belut
menampakkan sebagian tubuhnya di luar air dan membiarkan bagian
ekornya saja yang berada di dalam air, hal ini berarti kapiler-kapiler
darah pada kulitnya (cutane) membantu dalam pernapasan
(Burhanuddin, 2008 dalam Yusriadi, dkk., 2017).
Respirasi (pernapasan) sendiri adalah poses pertukaran oksigen
dan karbondioksida antara suatu organisme dengan lingkungannya.
Peranan oksigen dalam kehidupan ikan merupakan zat yang mutlak
dibutuhkan oleh tubuh, yaitu untuk mengoksidasi zat makanan
(karbohidrat, lemak, dan protein) sehingga dapat menghasilkan energi.
Komponen-komponen pada sistem pernapasan antara lain alat
pernapasan (insang), oksigen dan karbondioksida, dan darah (butirbutir
darah merah, Hb). Prinsip pernapasan yaitu proses pertukaran gas
terjadi secara difusi. Pada proses difusi, terjadi suatu aliran molekul gas

4
dari lingkungan/ruang dengan konsentrasi gas tinggi ke
lingkungan/ruang dengan konsentrasi gas rendah.
Pada ikan (termasuk belut) dengan respirasi akuatik, terdapat
organ respirasi yang terspesialisasi untuk respirasi dengan medium air.
Belut memanfaatkan sistem countercurrent flow untuk optimasi
penyerapan oksigen oleh darah. Ketika air masuk ke insang dan melalui
filamen pada lamellae insang, akan terjadi proses difusi gas (Hickman et
al., 1997; Evans, 2010).
Adapun laju respirasi suatu organisme dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Pertama, perubahan tekanan parsial PCO2, PO2, dan pH dalam
darah jika melewati atau kurang dari ambang akan memengaruhi laju
respirasi. Konsentrasi CO2 di darah bila terdeteksi kadarnya lebih tinggi
daripada yang seharusnya, laju respirasi akan meningkat (Sherwood,
2014). Kedua, kondisi emosi yang akan menstimulasi hipotalamus.
Ketiga, usia akan memengaruhi performa respirasi. Seiring
bertambahnya usia, performanya akan menurun. Keempat, suhu tubuh
pada hewan poikiloterm (berdarah dingin) dan homoiterm (berdarah
panas). Pada hewan berdarah panas, dibutuhkan energi lebih besar
untuk menjaga suhu tubuh agar tetap sehingga laju respirasi pada
organisme homoiterm lebih cepat daripada poikiloterm. Kelima, ukuran
tubuh juga memengaruhi laju respirasi, semakin kecil ukurannya,
semakin cepat pula lajunya (Hill et al., 2012). Seluruh refleks yang akan
menentukan laju respirasi dikendalikan oleh chemoreceptor,
baroreceptor, dan stimulus pada tubuh (Martini et al., 2014).
Ketersediaan oksigen dalam air sangat sedikit oleh karena itu
oksigen sering disebut sebagai faktor pembatas, karena daya larut
oksigen dalam air kecil. Apabila kandungan oksigen dalam air rendah
makaikan dan organism akuatik lain harus memompa air dalam jumlah
tertentu kepermukaan insang untuk mendapatkan oksigen yang cukup
agar kecepatan metabolismenya stabil. Oksigen sebagai bahan
pernafasan di butuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme.
Oleh sebab itu, kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh

5
kemampuannya memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya.
Berkurangnya oksigen terlarut dalam perairan, akan mempengaruhi
fisiologi respirasi organisme air, dan hanya yang memiliki sistem
respirasi yang sesuai dapat bertahan hidup (Fujaya, 2004).
Sebagai mana menurut Zonneveld (1991), bahwa faktor yang
mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan (termasuk belut), yaitu (1)
aktifitas, organisme dengan aktifitas tinggi misalnya yang aktif berenang
akan mengkonsumsi oksigen jauh lebih banyak dari pada yang tidak
aktif; (2) ukuran, organisme yang ukurannya lebih kecil, kecepatan
metabolismenya lebih tinggi daripada yang ukurannya lebih besar
sehingga konsumsi oksigennya lebih banyak; (3) umur, organisme yang
masih berumur masih muda akan mengkonsumsi oksigen lebih banyak
daripada organisme yang lebih tua; (4) temperatur, organisme yang
berada pada temperatur tinggi laju metabolismenya tinggi sehingga
konsumsi oksigennya lebih banyak.

D. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 buah
akuarium/ bak plastik berukuran 30x20x25 cm, alat filtrasi,
thermometer, pH meter, timbangan digital, serok ikan, DO meter,
gelas piala, dan stopwatch.
2. Bahan
Bahan utama penelitian ini adalah ikan belut sawah. Ikan belut
yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan belut (M. albus)
yang memiliki panjang ±15 cm dengan berat ± 6 gram sebanyak 40
ekor. Ikan belut kemudian diadaptasikan dan dipelihara dalam
akuarium/bak plastik dengan ukuran 30x20x25 cm menggunakan
sistem resirkulasi. Bahan lain yang diperlukan yaitu air, aquadest,
dan lumpur.

6
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah
dipaparkan, maka dapat diperoleh hipotesis penelitian ini, yaitu:
1. Pemberian perlakuan pada belut dengan menutup wadah/akuarium
akan mempercepat laju respirasi yang mempengaruhi kebutuhan
konsumsi oksigen pada belut.
2. Belut dengan habitat hidup pada media berlumpur akan
menggunakan alat repirasi tambahan (berupa kulit tipis) karena
kandungan air yang sedikit.
3. Suhu, pH, kandungan oksigen terlarut dalam air berpengaruh
terhadap penurunan atau kenaikan laju respirasi belut sawah.

F. Metode Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Mei 2022.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia
Kampus II Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Walisongo, Semarang.
2. Metode dan Rancangan Penelitian
a. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimental. Kusriningrum (2008) menyatakan bahwa
eksperimen dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
dibatasi dengan nyata dan dapat dianalisis hasilnya. Pengambilan
data penelitian dilakukan berdasarkan hasil uji setelah perlakuan.
Penelitian eksperimental digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel tertentu terhadap suatu kelompok dalam kondisi yang
terkontrol.
Desain eksperimen terdiri dari kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Kelompok kontrol dimaksudkan sebagai
pembanding hingga terjadi perubahan akhir berbagai variabel
eksperimen tersebut. Yang menjadi variabel kontrol adalah air

7
biasa. Sedangkan yang menjadi variabel eksperimen adalah media
air biasa yang ditutup dengan wrap lilin, media aquadest, dan
media lumpur.
b. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
4 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan pertama/ kontrol (A)
adalah belut yang dimasukkan pada media habitat air biasa tanpa
tambahan apapun. Perlakuan kedua (B) adalah belut yang
dimasukkan pada media habitat air biasa namun wadah akuarium
ditutup. Perlakuan ketiga (C) adalah belut yang dimasukkan pada
media habitat aquadest dan dipasang aerator. Perlakuan keempat
(D) adalah belut yang dimasukkan pada media habitat air
berlumpur. Tiap perlakuan terdiri dari 10 ekor belut sawah.
3. Prosedur Kerja
a. Persiapan Alat
Akuarium/bak plastik yang digunakan dalam penelitian ini
berukuran 30 cm x 20 cm x 25 cm sebanyak 4 unit (akuarium A, B,
C, dan D). Akuarium/bak plastik dibersihkan, kemudian dibilas
dan dikeringkan terlebih dahulu. Akuarium/bak plasik kemudian
disusun teratur dan diberi plastik hitam diseluruh sisi akuarium
untuk meminimalkan cahaya yang masuk dikarenakan belut
sawah merupakan ikan nokturnal.
Pemberian tanda nama perlakuan pada tiap akuarium
diberikan setelah dilapisi plastik hitam. Air diendapkan kemudian
ditambahkan daun ketapang untuk membentuk warna air menjadi
kecoklatan atau kehijauan. Daun ketapang juga diketahui
mengandung tannin dan flavonoid yang dapat berfungsi sebagai
antibiotik (Kadarini dkk., 2010). Dosis daun ketapang yang
digunakan adalah 10 g/40 L (Kadarini dkk., 2010).
b. Persiapan Bahan
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut
sawah berjumlah 40 ekor. Belut sawah yang digunakan berasal

8
dari persawahan dan Pasar Kradenan, Blora. Masing-masing
akuarium diisi 10 ekor belut sawah. Belut sawah diadaptasikan
terlebih dahulu dengan penambahan substrat tanaman air dan
diberi pakan cacing.
c. Cara Kerja
1) Disipkan 4 unit akuarium/bak plastik (akuarium A, akuarium
B, akuarium C, dan akuarium D)
2) Akuarium A dan B diisi dengan air biasa (PDAM), akuarium C
diisi dengan aquadest, dan akuarium D diisi dengan air
dengan lumpur. Setiap akuarium/bak plastik diisi media
hingga ketinggian air 10 cm.
3) Kemudian dicatat pH, suhu, dan DO awal pada masing-masing
akuarium.
4) Dikelompokkan belut sebanyak 4 kelompok (masing-masing
kelompok berisi 10 belut) dalam wadah lain.
5) Terlebih dahulu masing-masing belut dalam wadah ditimbang
bobot awalnya dan dilakukan rata-rata.
6) Dimasukkan belut ke dalam akuarium (A, B, C, D) sesuai
dengan kelompok, masing-masing sebanyak 10 belut.
7) Akuarium A dibiarkan sebagai variabel kontrol, akuarium B
ditutup dan dilapisi wrap lilin, akuarium C dibiarkan terbuka
dan diberi aerator, sedangkan akuarium D diisi dengan
lumpur.
8) Hitung bukaan insang belut tiap 3 menit dan dilakukan
selama 30 menit, serta amati perilaku dari masing-masing
perlakuan.
9) Setelah 30 menit, buka penutup akuarium B, dan ukur setiap
DO akhir pada masing-masing akuarium (A, B, C, D).
10)Dilakukan analisis data dan perhitungan kebutuhan oksigen
tiap menit pada belut dengan rumus:
( )
{ }
( )

9
Keterangan:
TKO = tingkat konsumsi oksigen (mg O2/gr
tubuh/jam)
DO awal = oksigen terlarut pada awal pengamatan (mg/L)
DO akhir = oksigen terlarut akhir pengamatan (mg/L)
W = berat belut uji (gr)
t = periode pengamatan (jam)
V = volume air dalam respirometer (L)

10
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R., Y. Ernawati, S. Wahyudi. 2003. Studi Bio-Ekologi Belut Sawah


(Monopterus albus) Pada Berbagai Ketinggian Tempat di Kabupaten
Subang, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
IPB. Bogor.

Atif, A.B., Zahri M.K., Esa A.R., Zilfalil B.A., Rao U.S.M., & Nordin S. 2015.
Comparative Analysis of The Antibacterial, Antifungal,
Antiproliferative and Cyclic Response Element (Cre) Induced
Expression of Downstream Luc Gene Activities of Monopterus albus
and Channa straitus Extracts. Journal of Applied Pharmaceutical
Science, Malaysia.

Evans, D. 2010. A Brief History of Fish Osmoregulation: The Central Role of


The Mt. Desert Island Biological Laboratory. Frontiers in Physiology,
1.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Hickman, C. P., Roberts L. S., & Larson A. 1997. Integrated Principles of


Zoology 18th edition. Boston: McGraw-Hill. 527.

Hill, R. W., Wyse G. A., & Anderson M. 2008. Animal Physiology.


Sunderland, MA: Sinauer Associates. 591 – 604.

Ikram, M.N., Nik Mohd., & Ridzwan B.H. 2013. A Preliminary Screening of
Antifungal Activities from Skin Mucus Extract of Malaysian Local
Swamp Eel (Monopterus albus). International Research Journal of
Pharmacy and Pharmacology, Malaysia.

Kadarini, T., Sholichah. L., dan Gladiyakti. M. 2010. Pengaruh Padat


Penebaran Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Silver
Dolar. Jurnal. Universitas Diponegoro, Semarang.

Kusriningrum, R.S. 2008. Buku Ajar Perancangan Percobaan. Dani Abadi


Cetakan Pertama. Fakultas Kedokteran Hewan. Surabaya: Universitas
Airlangga.

Martini, F., & Nath J. L. 2015. Fundamentals of Anatomy & Physiology 10th
Edition. San Fransisco: Pearson. 860 – 865.

Mashuri., Sumarjan., Z. Abidin. 2012. Pengaruh Jenis Pakan Yang Berbeda


Terhadap Pertumbuhan Belut Sawah (Monopterus Albus Zuieuw).
Jurnal Perikanan Unram, I (1) : 1-7.

11
Santoso, Rachmat. 2014. Penambahan Atraktan yang Berbeda Dalam Pakan
Buatan Pasta Terhadap Pertumbuhan dan Feed Covertion Ratio Belut
(Monopterus albus) dengan Sistem Resirkulasi. [Skripsi]. Program
Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga.

Saparinto, C., & Taufik A. 2008. Usaha Pembesaran Belut. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Sarwono, B. 1983. Budidaya Belut dan Sidat. Jakarta: Penebar Swadaya.

_____________. 2011. Budidaya Belut dan Sidat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sherwood, L. 2014. Introduction to Human Physiology 9th Edition.


UnitedState: Cengage Learning. 479 – 480.

Warisno, K. Dahana. 2010. Budidaya Belut Sawah dan Rawa di Kolam Intensif
dan Drum (Edisi 1). Yogyakarta: Penerbit And.

Yusriadi, A., dkk. 2017. Pengaruh Pergantian Air terhadap Pertumbuhan dan
Kelangsungan Hidup Belut Sawah (Monopterus albus) yang
Dipelihara pada Media Tanpa Lumpur. Media Akuatika, Vol.2 (4):
519-525.

Zonneveld, N. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama.

12

Anda mungkin juga menyukai