Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Komoditas pangan secara umum mempunyai sifat mudah mengalami
kerusakan (perisable). Demikian juga dengan ikan, ikan secara alami mengandung
komponen gizi seperti lemak, protein, karbohidrat dan air yang sangat disukai
oleh mikroba perusak sehingga ikan sangat mudah mengalami kerusakan bila
disimpan pada suhu kamar (Djarijah, 2001).
Kemunduran mutu ikan digolongkan menjadi 4 tahap, yaitu prerigor,
rigormortis, postrigor dan pembusukan oleh bakteri. Menurunnya tingkat
kesegaran atau kemunduran mutu pada ikan disebabkan adanya reaksi kimia dan
pembusukan oleh mikroba. Jika dilihat dari keberadaan kandungan dan besarnya
unsur biokimia makro yang terdapat di dalam tubuh ikan, perubahan utama yang
terjadi pada proses kemunduran mutu ikan umumnya bersumberkan dari
perubahan atau kerusakan komponen protein dan lemak yang terdapat dalam
tubuh ikan itu sendiri. Proses kemunduran mutu ikan selama penyimpanan, proses
perubahan tingkat kesegaran ikan pada periode penyimpanan awal didominasi
oleh proses autolisis dan kemudian digantikan oleh perubahan akibat aktivitas
bakteri (Mahmoud et al. 2006).
        Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan
seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat
diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati
ikan akan segera mengalami kemunduran mutu. Segera setelah ikan mati, maka
akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan.
Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim,
kimiawi dan bakteri (BPS, 2011) .
Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian
tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa
(appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi

Universitas Sriwijaya
lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida
lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid) (Asmir, 2012).
Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan
komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia.
Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini
lebih disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan.
(Widyastuti, 2010).
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat
kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan.
Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu
dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan (DKP, 2003).
Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi
yang tinggi di antaranya mengandung mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh.
Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita
yang telah rusak. Selain air, protein merupakan bagian utama dari susunan
(komposisi) tubuh kita. Protein dalam ikan berguna untuk mempercepat
pertumbuhan badan (baik tinggi maupun berat), meningkatkan daya tahan tubuh,
mencerdaskan otak / mempertajam pikiran dan meningkatkan generasi / keturunan
yang baik. Ikan memiliki kadar protein yang sangat tinggi yaitu sekitar 20 %. Di
samping itu protein yang terkandung dalam ikan mempunyai mutu yang baik,
sebab sedikit mengandung kolesterol dan sedikit lemak (Saanin, 2003).

1.2.Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa lebih memahami tingkat
kemunduran mutu ikan sehingga dapat membedakan sampai sebatas mana ikan
layak untuk di konsumsi.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Lele (Clarias bathracus )


Lele atau ikan keli, adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Lele
mudah dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta
memiliki "kumis" yang panjang, yang mencuat dari sekitar bagian mulutnya.
Sistematika ikan ini adalah sebagai berikut :
phylum : Chordata
subphylum : Vertebrata
kelas ` : Pisces
ordo : Ostariophysi
family : Claridae
genus : clarias
spesies : Clarias bathracus
Lele, secara ilmiah terdiri dari banyak spesies. Tidak mengherankan pula
apabila lele di Nusantara mempunyai banyak nama daerah. Antara lain: ikan
kalang (Sumatra Barat), ikan maut (Gayo dan Aceh), ikan pintet (Kalimantan
Selatan), ikan keling (Makassar), ikan cepi (Sulawesi Selatan), ikan lele atau lindi
(Jawa Tengah) atau ikan keli (Malaysia). Dalam bahasa Inggris disebut pula
catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Nama ilmiahnya, Clarias, berasal
dari bahasa Yunani chlaros, yang berarti lincah, kuat, merujuk pada
kemampuannya untuk tetap hidup dan bergerak di luar air (Bahar, 2006).
Tubuhnya yang licin memanjang tak bersisik, dengan sirip punggung dan
sirip anus yang juga panjang, yang kadang-kadang menyatu dengan sirip ekor,
menjadikannya nampak seperti sidat yang pendek. Kepalanya keras menulang di
bagian atas, dengan mata yang kecil dan mulut lebar yang terletak di ujung
moncong, dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) yang amat
berguna untuk bergerak di air yang gelap. Lele juga memiliki alat pernapasan
tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni
duri tulang yang tajam, pada sirip-sirip dadanya (Djuhanda,2002)

Universitas Sriwijaya
2.2. Kemunduran Mutu Ikan
Kemunduran mutu ikan tak dapat dipungkiri sebab ikan merupakan
produk yang high perishable (mudah rusak) sehingga memerlukan penanganan
khusus. Tingkat kemunduran ikan ditentukan sejak penangkapan, pengolahan
sampai penyajian. Proses kemunduran mutu ikan berlangsung cepat di daerah
beriklim tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi ditambah dengan proses
penangkapan yang tidak baik yang menyebabkan ikan mengalami kemunduran
mutu sehinggga penanganan yang baik perlu dilakukan yang bertujuan untuk
mengusahakan agar kesegaran ikan dapat dipertahankan atau kebusukan ikan
dapat ditunda (Nurjannah ,2004).
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan
seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat
diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati
ikan akan segera mengalami kemunduran mutu. Segera setelah ikan mati, maka
akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan.
Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim,
kimiawi dan bakteri. Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak
bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor),
rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya
oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara
mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid) (Asmir,
2012).
Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan
komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia.
Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini
lebih disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan.
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks.
Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk
mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan
terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan. Kemunduran mutu ikan ditandai

Universitas Sriwijaya
dengan adanya perubahan fisik dan kimia yang di sebabkan oleh aktifitas enzim
dan mikoorganisme setelah ikan mati (Saanin, 2003).

2.3. Faktor – Faktor Kemunduran Mutu Ikan


Cara Penangkapan
Ikan yang ditangkap dengan alat trawl, pole, line, dan sebaginya akan
lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan yang ditangkap menggunakan
ill-net dan long-line. Hal ini dikarenakan pada alat-alat yang pertama, ikan yang
tertangkap segera ditarik di atas dek, sedangkan pada alat-alat yang kedua ikan
yang tertangkap dan mati dibiarkan terendam agak lama di dalam air. Kondisi ini
menyebabkan keadaan ikan sudah tidak segar sewaktu dinaikkan ke atas dek.
(Adawyah, 2007).
Reaksi Ikan Menghadapi Kematian
Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, contoh tongkol, tenggiri, cucut,
dan lain-lain, biasanya meronta keras bila terkena alat tangkap. Akibatnya banyak
kehilangan tenaga, cepat mati, rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir.
Kondisi ini menyebabkan ikan cepat membusuk. Berbeda dengan ikan bawal,
ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap alat tangkap, bahkan kadang-
kadang ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Jadi masih mempunyai
banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan lama memasuki rigor mortis dan lama
pula dalam kondisi ini. Hal ini menyebabkan pembusukan berlangsung lambat
(Satria, 2011)
Jenis dan Ukuran Ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, karena perbedaan
komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari pada ikan
yang lebih besar (Satria, 2011)
Keadaan Fisik Sebelum Mati
Ikan dengan kondisi fisik lemah, misal ikan yang sakit, lapar atau habis
bertelur lebih cepat membusuk (Adawyah, 2007).
Keadaan Cuaca

Universitas Sriwijaya
Keadaan udara yang panas berawan atau hujan, laut yang banyak
bergelombang, mempercepat pembusukan (Adawyah, 2007).

2.4. Fase Kemunduran Mutu Ikan


Prerigormortis merupakan fase yang terjadi pada ikan yang baru
mengalami kematian sehingga ciri-cirinya mirip seperti ikan hidup.
Prerigormortis merupakan peristiwa pelepasan lender dari kelenjar dibawah
permukaan kulit ikan yang membentuk lapisan bening tebal di sekeliling tubuh
ikan. (suatu fase antara disaat ikan sedang mengalami kematian sampai ikan mati).
Rigormortis ditandai otot yang kaku dan keras. Mengejangnya tubuh ikan setelah
mati merupakan hasil perubahan-perubahan biokimia yang kompleks dari otot
ikan. Postrigormortis merupakan suatu fase yang menyebabkan jaringan otot
tidak dapat mempertahankan fleksibelitas ( kekenyalannya ), daging ikan menjadi
lunak kembali dan peroses pembusukan akan segera berlangsung (Astawan,
2007).
Penurunan mutu harus dihambat sejak awal, yaitu sejak ikan ditangkap
atau diangkat dari habitat hidupnya, dan tetap dilanjutkan ketika ikan didaratkan,
selama transportasi hingga selama pengolahan. Ada dua cara utama untuk
menghambat kemunduran mutu ikan segar. Yang pertama adalah dengan merusak
atau mematikan agen penyebab kerusakan, yaitu enzim dan bakteri. Dengan
menggunakan suhu tinggi- pemanasan, pemasakan, dan sebagainya- biang
penyebab kerusakan tersebut tidak aktif lagi. Namun cara ini tidak hanya
berpengaruh terhadap agen penyebab kemunduran mutu ikan, tetapi juga
mengubah sifat asli kesegaran ikan (Astawan, 2007).

Universitas Sriwijaya
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan mengenai Pengamatan
Kemunduran Mutu Ikan ini dilaksanakan pada hari Jumat, Tanggal 09 Februari
2017, pukul 08.00 WIB sampai selesai di Laboratorium Teknologi Hasil
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

3.2.Alat dan Bahan


Bahan : Ikan ( masing – masing 2 ekor )
Alat : Baskom, pisau, dan plastik.

3.3.Cara Kerja
       Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum pengamatan kemunduran mutu
ikan ini adalah sebagai berikut:
1. Ikan diamati kondisi fisiknya mulai dari mata, insang,tekstur daging,
keadaan kulit dan lendir, keadaan perut dan sayatan daging serta bau.
2. Data yang di peroleh di masukkan ke dalam table di bawah ini.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
N Nama ikan Parameter Nilai Keterangan Segar Busuk
o
1. Nila 1.mata 9 Cerah
(Orheocromus 2.insang 9 Tanpa lendir 
nilothichus) 3.daging&perut 9 Cemerlang
4.konsistensi 9 Padat

2. Lele 1.mata 8 Cerah


(Clarias 2.insang 8 Tanpa lendir
batracus) 3.daging&perut Cemerlang 
8
4.konsistensi Padat

7
3. Patin 1.mata 7 Mata rata 
(Pangasiu 2.insang 5 Sedikit lendir
pangasius) 3.daging&perut 8 Warna asli
4.konsistensi 9 Padat
4. Gabus 1.mata 8 Kornea jernih 
(Chana 2.insang 8 Tanpa lendir
striata) 3.daging&perut 8 Cemerlang
4.konsistensi 9 Padat
5. Salem 1.mata 7 Agak cerah 
(Phenocoaram 2.insang 5 Merah coklat
mus iteruptus) 3.daging&perut 5 Bau
4.konsistensi 5 Agak lunak
6. Tongkol 1.mata 7 Agak cerah
(Euthinnus 2.insang 6 Agak kusam 
affinis) 3.daging&perut 6 Bau
4.konsistensi 7 Kurang

Universitas Sriwijaya
elastis

7. Kembung 1.mata 5 Agak keruh

(Rastrelliger 2.insang 7 Agak kusam 


kanagurta)
3.daging&perut 7 Perut lunak

4.konsistensi 8 Agak padat

8. Sarden 1.mata 7 Agak cerahh 

(sardenila 2.insang 6 Agak kusam


lemuru)
3.daging&perut 4 Perut lunak

4.konsistensi 4 Lunak

Universitas Sriwijaya
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, kita mengamati perbedaan ikan yang masih segar dan
ikan yang sudah. Seperti yang telah kita ketahui di diktat bahan ikan yang
digunakan dalam praktikum kali ini yaitu, ikan Nila (Oreocromis niloticus), ikan
lele ( Clarias bathracus ), ikan patin ( Pangasius pangasius ), ikan Gabus ( Chana
striata ), ikan salem ( Phenocoaraminus interuptus ), ikan Tongkol ( Euthynnus
affini ), ikan kembung (Rastrelliger kanagurta ), ikan Sarden ( sardenilla lemuru )
Pada percobaan ini kami melakukan pengamatan pada ikan Gabus. Pada
ikan Gabus setelah di amati keadaannya masih segar. Pengamatan yang kami
lakukan yaitu mengamati mata, insang, tekstur daging, keadaan kulit, dan lender,
keadaan perut dan sayatan, serta bau ikan segar. Keadaan insang ikan Gabus yang
kami amati, dua ekor ikan gabus warna insangnya merah tua atau merah
cemerlang tanpa adannya lendir. Keadaan Tekstur daging ikan Gabus yang kami
amati, dua ekor di antaranya keadaannya masih elastik dan jika ditekan tidak
meninggalkan bekas jari serta padat atau kompak. Keadaan kulit dan lender ikan
Gabus yang kami amati, dua ekor diantaranya masih segar warnanya masih sesuai
dengan aslinya dan cemerlang. Lender dipermukaan jernih dan transparan dan
baunya segar. Keadaan perut dan sayatan daging ikan Gabus yang kami bawa, dua
ekor diantaranya masih segar parutnya masih utuh, tidak pecah dan warna sayatan
daging cemerlang serta jika ikan di belah maka daging melekat kuat pada tulang
terutama rusuk
Ikan yang sudah di amati kemudian kami catat hasil pengamatannya di
tabel, setelah di catat barulah terlihat jelas perbedaan antara ikan yang masih segar
dan sudah busuk. Ternyata ikan yang dihasilkan pada percobaan Pengamatan
Kemunduran Mutu Ikan adalah sebagai berikut, untuk ikan nila (Oreochromis
niloticus), mata cerah , daging elastic, bau segar. Untuk ikan lele (Clarias
bathracus) adalah mata cerah, insang merah, daging elastic,bau segar. Untuk ikan
patin (Pangasius pangasius) mata agak cerah, insang sedikit lender, daging
elastic. Untuk ikan salem ( Phenocoaraminus interuptus ) mata agak cerah, insang
merah coklat, daging agak lunak. Untuk ikan tongkol ikan Tongkol ( Euthynnus
affini ) mata agak cerah, insang kusam, daging agak lunak. Untuk ikan kembung

Universitas Sriwijaya
ikan kembung (Rastrelliger kanagurta ) mata agak cekung, insang merah agak
kusam, daging elastic.
Kemudian hasil dari ikan sarden ( Sardinella lemuru ) mata agak cerah,
insang agak kusam dan daging lunak.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Kemunduran mutu ikan ditandai dengan adanya perubahan fisik dan kimia
yang disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroorganisme.
2. Fese kemunduran mutu ikan setelah ikan mati terdiri dari 3 fase yaitu
prerigormortis, rigormortis dan postrigormortis.
3. Penurunan mutu ikan juga dapat terjadi oleh pengaruh fisik. Misal
kerusakan oleh alat tangkap waktu ikan berada di atas kapal dan selama
ikan disimpan di kapal. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini
disebabkan karena penanganan yang kurang baik. Sehingga menyebabkan
luka-luka pada badan ikan dan ikan menjadi lembek.
4. Ciri ikan yang masih segar atau busuk dapat di lihat dari mata, insang,
tekstur daging, keadaan kulit dan lender, keadaan perut dan sayatan daging
serta bau ikan.
5. Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, karena perbedaan
komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari
pada ikan yang lebih besar.

5.2. Saran
Pelaksanaan praktikum pengamatan kemunduran mutu ikan penggunaan
waktu harus lebih di perbaiki lagi, agar praktikan tidak terburu – buru melakukan
praktikum.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, 2007. Jenis – Jenis Ikan Olahan. Bandung : Armico


Asmir. 2012. Kemunduran Mutu Pada Ikan dan Faktor – Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta : Erlangga
Astawan. 2007. Proses Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : Erlangga.
Bahar. 2006. Pembenihan Ikan Patin. Bandung: Gravindo
BPS. 2011. Pengembangan Ikan Air Tawar. Jambi : Salim Media Indonesia.
Djarijah. 2001. Jenis-jenis Ikan. Bandung : Gramedia.
Djuhanda. 2002. Perikanan Laut. Yogjakarta : Kanisius.
DKP. 2003. Biota Laut. Pustaka: Bandung.
Mahmoud et al. 2006. Budidaya Ikan Betok. Yogyakarta : Purtaka pelajar.
Nurjannah . 2004. Penanganan Hasil Perikanan. Jakarta : Erlangga.
Saanin. 2003. Nama Latin Ikan. Bandung.: Angkasa.
Satria.2011. Mengenali Proses Budidaya Ikan. Jakarta : Sinar Baru.
Widyaastuti. 2010. Fase Kemunduran Mutu Ikan. Jakarta.: Sinar Baru.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai