BAB 1
PENDAHULUAN
1 Universitas Sriwijaya
2
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa lebih memahami tingkat
kemunduran mutu ikan sehingga dapat membedakan sampai batas mana ikan
layak untuk dikonsumsi.
2 Universitas Sriwijaya
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3 Universitas Sriwijaya
4
4 Universitas Sriwijaya
5
5 Universitas Sriwijaya
6
6 Universitas Sriwijaya
7
7 Universitas Sriwijaya
8
8 Universitas Sriwijaya
9
9 Universitas Sriwijaya
10
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
10 Universitas Sriwijaya
11
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum Instrumentasi alat sebagai berikut :
Tabel 4.1.1. Hasil praktikum Pengamatan mutu ikan
N Ikan Sa Mata Insang Daging Bau Tekstur
o m
0 1 3 0 1 3 0 1 3 0 1 3 0 1 30
pel
5 0 5 0 5 0 5 0 5
1 Lele I 9 7 5 9 6 3 9 7 4 9 8 6 9 8 6
(Claria
II 8 7 4 7 5 3 8 7 3 8 7 5 8 7 5
sbathra
cus) III 7 6 3 6 4 3 7 6 3 7 5 4 6 6 4
2 Patin I 9 8 7 9 7 6 9 8 7 9 7 6 9 7 6
(Pangas
II 9 8 7 8 7 6 8 7 6 9 8 7 9 7 6
ius
pangasi III 9 8 7 9 8 6 9 7 6 8 7 6 9 8 7
us)
3 Nila I 9 9 8 9 9 8 9 9 8 9 9 8 9 9 8
(Oreoch
II 9 9 8 9 8 7 9 8 7 9 8 8 9 8 7
romis
niloticu III 7 6 5 6 5 3 6 5 3 5 4 3 4 3 2
s)
4 Banden I 6 5 4 8 7 6 8 7 6 8 7 6 8 7 6
g
II 5 4 3 7 6 5 6 5 4 6 5 4 8 7 6
(Chann
oschan III 5 4 3 5 4 3 5 4 3 5 4 3 6 5 4
nos)
5 Sarden I 6 5 3 6 5 3 5 4 3 6 4 3 4 3 3
(Sardin
II 6 5 3 7 6 5 7 6 4 6 5 4 5 4 3
ella
lemuru) III 5 4 3 6 5 3 6 5 4 7 6 5 5 4 3
6 Tongko I 6 5 4 7 5 4 6 5 4 7 6 5 6 4 3
11 Universitas Sriwijaya
12
l
(Euthyn
II 6 5 3 6 5 3 5 4 3 7 5 4 5 4 3
nusaffin
is) III 5 4 3 6 4 3 6 5 3 6 5 3 5 3 2
7 Salem I 6 5 3 7 6 4 7 5 4 6 5 4 4 3 2
(Scamb
II 7 6 4 6 5 4 6 5 4 7 6 5 5 4 3
erjavan
icus) III 7 6 5 6 4 3 7 6 5 6 5 4 6 5 4
12 Universitas Sriwijaya
13
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini,dapat mengetahui ikan yang masih segar dan ikan
yang sudah mulai membusuk. Kita dapat melihatnya dengan beberapa aspek yang
perlu diamati dari ikan tersebut. Biasanya ikan yang akan diamati adalah ikan
lele, ikan nila, ikan patin, ikan bandeng,ikan sarden, ikan tongkol dan ikan salem.
Yang kita amati adalah mulai dari mata, insang, daging, bau serta tekstur Pada
praktikum kali ini kami mengamati kemunduran mutu pada ikan salem. Ikan
salem yang tidak segar lagi karna didiamkan selama beberapa menit. Tiga ikan
salem yang mati diamati ikannya serta bentuk tubuhnya. Ikan yang sudah
dibiarkan selama 15 menit akan beda bentuk, bau, insang dan lainnya dengan
yang dibiarkan selama 30 menit. Ikan yang dibiarkan selama 30 menit akan mulai
tercium bau busuk serta tekstur dari badannya akan lembek atau tidak bagus lagi,
warna nya sudah mulai pucat.
Pada akhir praktikum dilakukan kembali pengukuran berat dan panjang ikan.
Pada beberapa ikan akan mengalami penurunan bobot. Penurunan bobot karena
adanya ikan yang sudah disayat. Penyusutan yang dialami ikan disebabkan ole
udara pada lingkungan. Keadaan mata Ikan sarden (Sardinella lemuru) yang kami
amati, dari ketiga ikan Sarden (Sardinella lemuru) yang kami amati memiliki bola
mata yang agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea. Pada waktu yang 30
menit, mata ikan sarden (Sardinella lemuru), menjadi cekung, pupil putih susu,
kornea menjadi keruh. Adapun pada insang Ikan Sarden (Sardinella lemuru), dari
ketiga ikan yang diamati, pada menit 0, Ikan sarden yang pertama dan ketiga
memiliki insang yang merah agak kusam dan terdapat sedikit lender. Sedangkan
pada ikan sarden yang kedua, terdapat insang yang mulai ada di kolorasi merah
muda, merah cokelat, sedikit lendir. Pada 15 menit ketiga sampel ikan sarden
sudah mulai mengalami penurunan, begitu pun pada 30 menit, warna merah dan
lendir sudah mulai tebal.Keadaan perut ketiga sampel Ikan Sarden (Sardinella
lemuru) yang kami bawa dan kami amati adalah ikan sarden sudah tampaknya
sayatan daging mulai pudar, kedua perut lunak, pemerahan pada tulang belakang
bau seperti susu. Terus mengalami penurunan-penrunan pada menit ke 15 hingga
menit ke 30.
13 Universitas Sriwijaya
14
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Kemunduran mutu ikan ditandai dengan adanya perubahan fisik dan kimia yang
disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroorganisme.
2. Kemunduran mutu ikan dibagi atas 3 golongan yaitu, prerigormortis,
rigormortis dan postigormortis.
3. Mutu bahan baku yang sesuai menurut SNI 01-2729.1-1992 adalah bahan baku
harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukkan, bebas
dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain
yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
4. Teknik penanganan ikan pada umumnya menggunakan suhu rendah digunakan
untuk menjaga kesegaran ikan.
5.2. Saran
Pelaksanaan praktikum pengamatan kemunduran mutu ikan, seharusnya
dilakukan dengan lebih kondusif dan tidak terburu-buru saat melakukan
praktikum.
14 Universitas Sriwijaya
15
BAB I
PENDAHULUAN
15 Universitas Sriwijaya
16
1.2. Tujuan
Praktikum peggaraman dan pengeringan bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan berbagai macam konsentrasi garam terhadap mutu ikan
asin yang dihasilkan serta mengetahui metode penggaraman.
16 Universitas Sriwijaya
17
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
17 Universitas Sriwijaya
18
lainnya terletak pada bagian dorsal tubuhnya yang mempunyai pita serong yang
bergelombang berwarna hitam. Ikan salem mempunyai panjang rata-rata 15-50
cm. Berdasarkan ukurannya ikan salem dibagi menjadi tiga kategori, antara lain
kategori juvenil ( dibawah 15 cm), muda (15-28 cm), dan dewasa (diatas 28 cm)
(Hernandez and Ortega, 2000).
18 Universitas Sriwijaya
19
19 Universitas Sriwijaya
20
waktu tertentu. Perbeaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah
kadar air (Susanti, 2015).
20 Universitas Sriwijaya
21
21 Universitas Sriwijaya
22
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
22 Universitas Sriwijaya
23
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Tabel 4.1.2. Hasil Organoleptik Ikan Asin
Spesifikasi Nilai Kelompok
1 2 3 4 5 6 7
M M O O M M O
Kemampuan 5 - 2 - - 2 3
Bau 5 - 1 - - 1 2
Rasa - - 1 - - 2 2
Tekstur 5 - 2 - - 2 3
Jamur ( ada) O - - - - - -
Jamur - - O - - O O
(tidak ada)
Keterangan:
1 = Sangat suka
2 = Suka
3 = Cukup suka
4 = Tidak suka
5 = Sangat tidak suka
23 Universitas Sriwijaya
24
4.2 Pembahasan
Pada praktikum penggaraman dan pengeringan ini, kelompok kami
melakukan proses pengeringan dengan oven. Penggaraman kering ini dilakukan
dengan garam. Sebelum proses pemanasan , harus dilakukan penimbang bahan
antara lain ikan dan garam. Penimbangan sangat penting dilakukan agar kita dapat
menghitung beberapa konsentrasi garam yang akan digunakan untuk proses
penggaraman. Proses penimbangan bahan dilakukan menggunakan neraca
analitik. Pada proses pembuatan ikan asin metode kering, ikan beraroma amis
setelah mengalami penggaraman, ikan beraroma campur garam amis sangat kuat
campur garam (khas ikan asin). Pada metode basah ikan beraroma amis dan
setelah dilakukan penggaraman aroma ikan tidak terlalu amis. Semakin rendah
jumlah kadar air ikan dan semakin lama waktu pengeringan yang diberikan maka
nilai organoleptik untuk bau semakin tinggi. Semakin tingginya nilai bau
disebabkan oleh semakin berkurangnya kadar air dalam daging ikan akibat
pengeringan, sehingga bau asli dai daging ikan (amis) menghilang dan bau yang
ditimbulkan akibat garam lebih terasa. Daya tarik ikan asin terletak pada
aroma/bau yang khas, selain rasa dan tekstur. Kombinasi proses pengolahan ikan
asin adalah dengan proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan saat selesai
proses penggaraman selama 1 hari kemudian dikeringkan selama 3-5 jam
menggunakan mesin cabinet dryer. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan
kadar air dalam daging ikan. Selain dari garam yang membantu mengeluarkan
cairan dalam sel (osmosis) dan mengikat air. Dengan demikian, mikroba dapat
dihambat pertumbuhannya dan dapat memperpanjang umur simpan. penggaraman
merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan di berbagai negara
termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai media
pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Metode penggaraman
dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu Metode penggaraman kering (dry salting),
Metode penggaraman basah (Brine salting) dan Metode Campuran (Kench
salting).
24 Universitas Sriwijaya
25
BAB 5
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Pelaksanaan praktikum pengamatan kemunduran mutu ikan, seharusnya
dilakukan dengan lebih kondusif dan tidak terburu-buru saat melakukan
praktikum.
25 Universitas Sriwijaya
26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi
yang tinggi di antaranya mengandung mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh.
Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita
yang telah rusak. Selain air, protein merupakan bagian utama dari susunan
(komposisi) tubuh kita. Protein dalam ikan berguna untuk mempercepat
pertumbuhan badan, meningkatkan daya tahan tubuh, mencerdaskan
otak/mempertajam pikiran, meningkatkan generasi/keturunan yang baik. Ikan
memiliki kadar protein yang sangat tinggi yaitu sekitar 20%. Dismping itu protein
yang terkandung dalam ikan mempunyai mutu yang baik, sebab mengandung
kolestrol dan sedikit lemak. Ikan peda adalah salah satu hasil olahan ikan yang
diolah melalui cara fermentasi beragam. Ikan peda biasanya dibuat dari ikan
kembung perempuan (Rasterliger neglectus). Ikan peda umumnya dikenal
memiliki dua jenis, yaitu ikan peda merah (peda siam), dan ikan peda putih. Ikan
peda merah dibuat dari ikan kembung berkadar lemak tinggi dan tidak disiangi,
sedangkan ikan peda putih dibuat dari ikan kembung yang berkadar lemak rendah
serta disiangi. Ikan peda yang dibuat secara bertahap, yaitu melalui proses
penggaraman dan dilanjutkan dengan proses fermentasi untuk pembuatan bau
yang spesifik. Tentu saja, hal ini mempengaruhi profesi penduduk sekitar yang
lebih dominan menjadi nelayan. Sebagian besar masyarakat memilih profesi
sebagian nelayan. Proses pengembangan ikan peda sangat sederhana dan dapat
dikembangkan di daerah perikanan seperti Kuala Tungkal. Hal ini dapat
digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan yang berakibat
peningkatan pendapatan nelayan. Pengawetan merupakan cara pengeringan yang
bertujuan untuk pengawetan dan pengolahan makanan (Rashid, 2015).
Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian
secara biologis atau semi biologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama
protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan
terkontrol. Selama proses fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi
asam-asam amino dan peptida, kemudian asam-asam amino akan terurai lebih
26 Universitas Sriwijaya
27
27 Universitas Sriwijaya
28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan morfologi ikan salem
Menurut Hart (1973), klasifikasi ikan Scomber japanicus adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Actinopterygii
ordo : Scombriformes
famili : Scombridae
genus : Scomber
spesies : Scomber japonicus
28 Universitas Sriwijaya
29
serong yang bergelombang berwarna hitam. Ikan salem mempunyai panjang rata-
rata 15-50 cm. Berdasarkan ukurannya ikan salem dibagi menjadi tiga kategori,
antara lain kategori juvenil ( dibawah 15 cm), muda (15-28 cm), dan dewasa
(diatas 28 cm) (Murniyati, 2004).
29 Universitas Sriwijaya
30
30 Universitas Sriwijaya
31
berasal dari budi daya laut, tambak, kolam, keramba, jarring apung, dan budi daya
sawah. Industry perikanan Indonesia berkembang cepat selama decade terakhir
ini, khususnya untuk produk ekspor, seperti tuna, cakalang, dan udang.
Pengembangan produk olahan juga mulai mendapat perhatian dari kalangan
pengusaha yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya variai produk olahan
yang ada di pasaran. Walaupun demikian, proporsi ikan yang di pasar dalam
keadaan segar masih cukup besar, sebagai contoh sekitar 67,1% dari tangkapan
perikanan laut. Proporsi ikan yang diolah menjadi produk ikan fermentasi
jumlahnya relative kecil, yaitu sekitar satu persen dari total produksi. Namun,
produk tersebut memegang peranan penting dalam menu sehari-hari banga
Indonesia. Adapun jenis produk ikan fermentasi yang dapat ditemukan di berbagai
daerah Indoneia tergolong banyak. Produk-produk tersebut mencirikan makanan
khas daerahnya. Produk-produk fermentai ikan biasanya mempunyai konsumen
khusus di Indonesia karena kemampuannya memberikan karakteristik tertentu
yang unik, khuusnya aroma, flavor, dan tekstyur. Hal ini dikarenakan terjadi
transformasi dari bahan-bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana oleh aktivitas mikroorganisme atau enzim yang terdapat di jaringan
daging ikan selama proses fermentai (Eko, 2013).
2.4.1. Peda
Ikan peda merupakan salah satu produk hasil perikanan secara tradisional
yang dapat digolongkan sebagai ikan asin basah. Dalam pembuatannya, ikan peda
sengaja tidak dikeringkan tetapi dibiarkan setengah kering sehingga proses
fermentai yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganime dan proses autolysis
oleh enzim-enzim pencernaan tetap berlangsung. Karena terjadi proses fermentasi
dan autolysis pada daging ikan yang bentuk asam propinoat, ikan peda yang
dihasilkan beraroma khas. Ikan peda yang bermutu baik mempunyai rasa khusus
yang sangat disukai oleh konsumen dan dagingnya berwarna kecoklat-coklatan
akibat proses oksidasi terhadap lemak yang terdapat di dalam tubuh ikan.
Sebenarnya hamper semua jenis ikan dapat dibuat peda, baik yang tubuhnya
mengandung sedikit lemak (kurus) maupun yang mengandung lemak dalam
jumlah banyak (gemuk). Akan tetapi ikan yang dibuat peda umumnya adalah ikan
laut, yaitu ikam kembung, ikan laying, ikan selar, dan ikan tanjan. Meskipun pada
31 Universitas Sriwijaya
32
umumnya hanya ikan laut yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan peda,
ternyata ikan air tawar juga dapat dibuat peda. Adapun ikan air tawar yang biasa
dibuat peda adalah ikan tawes (puntius javanicus) (Afrianto, 1989).
2.4.2. Terasi
Terasi ikan adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang
hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan
asam), kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses fermentasi. Dalam
pembuatan terasi, proses fermentasi dapat berlangsung karena adanya aktivitas-
aktivitas enzim enzim yang berasal dari tubuh ikan atau udang itu sendiri.
Pembuatan terasi sangat dianjurkan untuk memanfaatkan ikan-ikan atau udang
yang kualitasnya sudah tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai makanan
manusia atau produk sampingan dari usaha budidaya (misalnya produksi udang
rebon di tambak bandeng). Ada pula petani-petani yang sengaja menggunakan
ikan-ikan (atau udang) yang masih baik sebagai bahan baku dalam pembuatan
terasi, bila produk-produk terasi yang dihasilkan diharapkan mempunyai mutu dan
harga jual yang lebih baik (Afrianto, 1989).
2.4.3. Rusip
Rusip merupakan produk makanan tradisional khas dari daerah Bangka-
Belitung berupa awetan ikan laut yang berukuran kecil terutama berbahan baku
ikan teri yang diolah dengan cara fermentasi dengan penambahan garam dan pula
aren dalam jumlah tertentu. Rusip merupakan produk fermentasi ikan yang dibuat
dengan penambahan garam antara 20-30% dan penambahan gula aren sekitar
10%, kemudian difermentasi selama kurang lebih satu minggu secara anerob.
Umumnya, ikan yang dijadikan bahan baku pembuatan rusip adalah ikan rucah
yang berukuran kecil dan salah satunya adalah ikan teri (Stolephorus sp). Rusip
dapat dikonsumsi secara langsung ataupun dengan penambahan-penambahan
bumbu-bumbu tertentu untuk meningkatkan daya terimanya, seperti irisan-irisan
bawang merah, cabai, dan perasaan jeruk kunci. Secara umum rusip-rusip yang
dihasilkan oleh masyarakat Bangka Belitung memiliki parameter yang secara
deskriptif yaitu penampakan ikan utuh mulai hancur keruh dan encer, warna abu-
32 Universitas Sriwijaya
33
abu dan coklat, rasa asin dan asam, serta aroma amis dan asam yang merupakan
ciri khas dari produk fermentasi (Efrika, 2014).
2.4.4. Bekasam
Ikan bekasem adalah salah satu produk ikan awetan yang diolah secara
tradisonal dengan metode penggaraman dan dilanjutkan dengan proses fermentasi.
Proses fermentasi pada ikan bekasem afak berbeda, yaitu dilakukan bersamaan
dengan proes fermentasi nasi (karbohidrat). Dalam hal ini, nasi sengaja
ditambahkan ke dalam wadah untuk digunakan sebagai sumber energi oleh
mikroorganime yang akan berperan dalam proses fermentasi daging ikan. Dari
hasil fermentasi karbohidrat segera terbentuk bebrapa senyawa alkohol, seperti
etil alkohol, asam laktat, asam asetat, da asam propionate yang dapat berfungsi
sebagai zat pengawetan terhadap daging ikan. Dengan adanya senyawa tersebut,
ikan bekasem dapat disimpan dalam waktu yang lama tanpa banyak perubahan
kualitas. Karena selama proses pembuatan bekasem terjadi pula proses fermentasi
karbohidrat, bekasem yang dihailkan serupa dengan ikan peda yang mempunyai
aroma dan alkohol. Pembuatan bekasem pertama kali dibuat di daerah Bengawan
Solo dan Surabaya, kemudian menyebar ke daerah Jawa Tengah, Sumatera
Selatan, dan Kalimantan Tengah. Sebenarnya, hampir semua jenis ikan dapat
diproses menjadi bekasem, tetapi setiap daerah mempunyai pertimbangan masing-
masing dalam memilih spesies ikan yang akan diolah menjadi bekasem. Adapun
jenis ikan yang biasa di jadikan bekasem adalah lele (Clarias batrachus), ikan
mas (Cyprinus carpio), tawes (Puntius javanicus), gabus (Ophiocephalus
striatus), nila (Tilapia nilotica), mujair (Tilapia mossambica) (Afrianto, 1989).
33 Universitas Sriwijaya
34
gizi tinggi karena mengandung nitrogen . pada proses kecap ikan , protein ikan
akan terhidrolisis. Berdasarkan hasil penelitian selama proses, amino nitrogen
akan meningkatkan peningkatan tetapi akan terjadi penurunan total nitrogen.
Amino nitrogen merupakan kandungan gizi yang baik di cerna. Terlepas dari itu
selama proses pembuatan kecap ikan, menghadiri mikroorganisme yang sangat
berpengaruh pada produk yang dihasilkan. Menerangkan bahwa pada kecap ikan
sering timbul keberadaan efek bau yang tidak sedap bau amis (Astuti, 2014).
34 Universitas Sriwijaya
35
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.3.Cara Kerja
1. Ikan yang akan diolah menjadi ikan peda dipilih dan disortir menurut jenis,
ukuran, dan tingkat kesegaran.
2. Ikan disiangi dan dicuci bersih di bawah air mengalir.
3. Ikan yang telah dicuci ditiriskan, kemudian ditimbang.
4. Ikan disusun dalam wadah secara berlapis.
5. Taburi lapisan ikan dengan garam sebanyak 20%
6. Tutup wadah dan biarkan selama 1 minggu.
7. Keluarkan ikan dari wadah penggaraman, bersihkan ikan dari garam yang
menempel.
8. Jemur ikan sambil dibolak-balik selama 2 jam.
9. Masukkan ke dalam wadah yang bersih, tutup kembali, dan biarkan selama 1
minggu.
10. Jemur ikan peda yang telah difermentasi selama 6 jam.
11. Lakukan pengamatan terhadap perubahan ikan pada setiap tahapnya.
12. Catat setiap perubahan yang terjadi.
13. Timbang berat ikan peda yang dihasilkan.
14. Kemas ikan peda.
35 Universitas Sriwijaya
36
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berikut hasil yang didapatkan dari praktikum dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1.3. Hasil Organoleptik Ikan Peda
Pengamatan
No Jenis Ikan Penampakan Bau Konsistensi Rasa
20% 30% 20% 30% 20% 30% 20% 30%
1. Kembung 9 9 9 9 8 8 6 6
(Rastrelliger
sp.)
2. Sarden 6 6 7 7 6 6 3 3
(Sardinella
lemuru)
3. Tawes 8 8 8 8 8 8 4 4
(Puntius sp.)
4. Mujair 8 4 9 9 8 6 9 9
(Oreochromis
mossambicus)
5. Kembung 7 7 9 9 5 5 7 7
(Rastrelliger
sp.)
6. Selar 0 0 0 0 0 0 0 0
(Selarouides
leptolepsis)
7. Salem 0 0 0 0 0 0 0 0
(scomber
Japannicus)
36 Universitas Sriwijaya
37
4.2. Pembahasan
Setelah melakukan penelitian ternyata kami dapat menyimbulkan bahwa
fermentasi yang terjadi pada ikan peda terjadi selama 1-2 minggu. Selain itu juga,
dalam proses pembuatan peda ada hal yang harus diperhatikan supaya proses
pembuatan peda berlangsung secara sempurna. Selama proses fermentasi tidak
memerlukan oksigen. Oleh karena itu, proses fermentasi pada ikan yang tertutup
rapat. Lamanya proses fermentasi juga mempengaruhi hasil peda ikan tersebut.
Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi peda, akan tetapi umumnya
ikan yang digunakan sebagai bahan baku peda adalah ikan kembung, ikan laying
dan sebagainya. Tetapi ikan yang hasilnya sangat memuaskan adalah ikan
kembung, baik ikan betina maupun jantan.
Peda merupakan salah satu produk dari hasil fermentasi ikan yang dilakukan
secara tradisional karena pada proses pembuatannya kita tidak memerlukan alat –
alat khusus yang canggih. Pada pembuatan ikan menggunakan garam yang
konsentarasinya berbeda, kegunaan dari konsentrasi yang berbeda adalah agar
dapat mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi garam yang berbeda
terhadap ikan peda. Penambahan garam dilakukan pada proses pembuatan ikan
peda. Garam berfungsi untuk menciptakan kondisi yang terkontrol sehingga
bakteri pembusuk pertumbuhannya dapat terhambat sedangkan ragi dan jamur
dibiarkan tumbuh dengan pesat. Mikroorganisme yang secara alami terdapat
proses fermentasi pada produk ikan fermentasi. Ikan pada lingkungan alaminya
mengandung mikroorganisme pada lender di badan, perut dan insang. Bakteri
yang terdapat pada permukaan kulit ikan. Mikroorganisme yang terdapat pada
ikan hidup didominasi oleh bakteri pikotropika gram negatif yang terdapat pada
bagian permukaan luarnya. Fermentasi adalah proses produksi energy dalam sel
dalam keadaan anaerobic. Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerobik, akan tetapi terdapat defenisi yang lebih jelas yang
mendefenisikan fermentai ebagai respirai dalam lingkungan anaerobic dengan
tanpa akseptor electron eksternal. Selama prose fermentasi terjadi penurunan
kadar air diakibatkan karena adanya penambahan garam yang menarik air bahan.
Garam yang masuk ke dalam daging ikan sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan kimia dan fisik terutama protein.
37 Universitas Sriwijaya
38
BAB 5
5.1. Kesimpulan
1. Fermentasi adalah proses peragian atau proses penguraian makanan oleh jamur
dan bakteri yang berlangsung dalam anaerob dengan bantuan enzim.
2. Kadar alkohol pengaturan lama waktu fermentasi dan mikroorganisme yang
terkandung pada ragi.
3. Cepat atau lamanya fermentasi dipengaruhi oleh banyaknya ragi (fermipan.
4. Saat reaksi fermentasi terjadi pembentukan energy, menghasilkan gas CO2 dan
terjadi di keadaan anaerob serta menghasilkan alkohol.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi anatar lain PH, nutrient,
temperatur.
5.2. Saran
Pelaksanaan praktikum pengamatan kemunduran mutu ikan, seharusnya
dilakukan dengan lebih kondusif dan tidak terburu-buru saat melakukan
praktikum.
38 Universitas Sriwijaya
39
BAB I
PENDAHULUAN
39 Universitas Sriwijaya
40
yang diolah. Kondisi komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan saat panen
merupakan ciri atau kriteria mutu kesegarannya sekaligus merupakan penyebab
dominan kerusakan mutunya dibandingkan penyebab-penyebab lainnya seperti
kontaminasi dan tekanan fisik. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi
konsumen untuk mengkonsumsi olahan tersebut, sehingga pengolahan-
pengolahan ikan asap bisa menjadi usaha yang mempunyai prospek yang bagus
dan menguntungkan untuk ditekuni (Muhammad, 2015).
1.2. Tujuan
Praktikum pengasapan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
berbagai macam konsentrasi asap cair terhadap mutu ikan asap yang dihasilkan
serta mengetahui metode pembuatan ikan asap.
40 Universitas Sriwijaya
41
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
41 Universitas Sriwijaya
42
42 Universitas Sriwijaya
43
43 Universitas Sriwijaya
44
44 Universitas Sriwijaya
45
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
45 Universitas Sriwijaya
46
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berikut hasil yang didapatkan dari praktikum dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.1.4. Tabel Hasil Uji Organoleptik ikan asap
Pengamatan
46 Universitas Sriwijaya
47
4.2. Pembahasan
Pengawetan ikan dengan metode pengasapan merupakan cara pengawetan
dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan, penggaraman dan
pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami yang
berupa asap. Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses pengasapan
diantaranya suhu pengasapan. Agar penempelan dan pelarutan asap berjalan
efektif, suhu awal pengasapan sebaiknya rendah. Pada praktikum kali ini
kelompok kami menggunakan ikan kembung sebagai bahan praktikum. Teknik
pengasapan yang digunakan ialan teknik pengasapan cair. Dengan konsentrasi
asap cair sebanyak 4 persen dari bobot ikan dan 1 persen garam dari bobot ikan.
Pengasapan cair dilakukan perendaman selama 10 menit dan 15 menit, setelah
direndam kemudian ikan dioven untuk menghilangkan kadar air yang terkandung
dalam ikan selama dua jam. Setalah itu ikan dapat langsung dimakan atau
dimasak lagi dengan cara digoreng ataupun ditumis dengan bumbu tambahan.
Hasil yang didapatkan pada perendaman ikan dengan asap cair selama 10
menit yaitu rasa asap yang dihasilkan sedikit, warnanya kurang cerah, namun rasa
gurih yang dihasilkan yaitu enak sekali. Pada perendaman ikan dengan asap cair
selama 15 menit menghasilkan ikan dengan rasa asap yang lebih pekat dan warna
yang lebih coklat. Rasa yang dihasilkan juga enak sekali. Bau yang khas
dihasilkan dari perendaman ikan yang dicampur dengan garam dan asap cair yang
ditambahkan dengan air sebanyak bobot ikan. Pada ikan yang kami buat juga
tidak terdapat jamur dengan tekstur yang kenyal dan padat. Kemampuan daging
ikan yang sangat baik dan tidak terdapat lendir pada tubuh ikan. Tujuan
pengasapan pada ikan adalah salah satu metode mengawetkan ikan yang telah
dilakukan sejak lama untuk menghindari terjadinya pembusukan dan juga
pemberi rasa dan bau yang khas. Pada jaman dahulu, metode pengasapan ikan
dilakukan dengan sangat sederhana yang hanya memanfaatkan tungku kayu bakar
ketika memasak. Namun dijaman sekarang, telah banyak metode pengasapan
yang dapat dilakukan, terlebih lagi para pelaku industri karena mengingat
banyaknya peminat terhadap ikan asap. Disamping memberikan pengaruh yang
baik, ikan asap juga memiliki pengaruh negatif terhadap tubuh jika terlalu sering
mengkonsumsinya, yaitu bersifat karsinogenik yang dihasilkan dari asap tersebut.
Universitas Sriwijaya
47
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum ini ialah:
1. Macam-macam pengasapan yang umum digunakan ada 2 yaitu pengasapan
panas (Hot smoking) dan pengasapan basah (Cold smoking).
2. Tujuan pengasapan ikan adalah untuk mendapatkan daya awet yang
dihasilkan asap dan untuk memberikan aroma yang khas tanpa peduli
kemampuan daya awetnya
3. Pengasapan adalah salah satu teknik pengeringan yang dilakukan untuk
mempertahankan daya awet ikan dengan menggunakan bahan bakar kayu
sebagai bahan penghasil asap.
4. Kualitas terbaik dan memenuhi standar mutu SNI ikan asap adalah ikan asap
yang diasapi selama 3 jam. Hal ini didasarkan pada hasil pengujian
5.2. Saran
Untuk laboratorium, sebaiknya alat yang dibutuhkan dilengkapi lagi untuk
memaksimalkan praktikum. Untuk praktikan, diharapkan untuk lebih kondusif
dan lebih tertib saat asisten menjelaskan agar tidak ada kesalahan saat praktikum
dimulai.
48 Universitas Sriwijaya
47
49 Universitas Sriwijaya