b. Plastik
Jenis plastik yang dignakan adalah Cellophane filin, Acetyl cellalosa,
Pulyethylene filin, Polyproylene filin, Polyvinil, Chlorida filin, Polyethylene
– terepthacate filin (myler), Ruher hydrochloride filin, Poliamida filin, dan
Aluminium foil.
c. Kertas
Kertas yang digunakan adalah kertas parchmement (Parchement paper)
yang terbuat dari pencelupan kertas yang bermutu baik selama 1,5-15 detik
dalam suatu konsentrasi larutan asam sulfide, kemudia dicuci sampai
mengeluarkan ion-ion SO4.
Adapun sifat-sifat dari kertas ini adalah : tahan terhadap lemak dan air,
dapat digunakan untuk semua tipe pengepakan dari produk-produk perikanan.
Kertas berwarna putih dengan berat 55-8- gr, fleksibel dan kuat. Dapat
membatasi air sampai 80%, abu 0,5 %, asam asetil bebas 0,04 % dan
subtansi-subtansi pelarut organic 1 %. Tahan terhadap uap air dan
udara,mempunyai tingkat ‘denset’ yang tinggi yaitu 50 pori-pori/m2.
Kertas ini digunakan untuk crab meat yang kontak dengan kaleng. Jadi
baru mempunyai ketebalan 0,02-0,03 mm, tidak mengandung aam asetil
bebas 0,1 % dan bila direbus tidak menghasilkan perubahan warna dan bau,
warna kertas yang putih tidak mempengaruhi rasa, aroma dan warna dari
Crab meat.
Adanya asam asetil bebas sebesar 0,01 % akan memberikan perubahan
warna pada produk dari hidrolisasi sellulosa.
6.2. Penentuan Masa Simpan Untuk Makanan yang Dikemas
Faktor yang mempengaruhi masa simpan dari makanan yang dikemas
adalah :
1. Pertukaran Air
Penetapan suatu “moisture sorpyion isotherm” dari makanan yang dikemas
merupakan prasayarat yang diperlukan untuk menduga masa simpannya bila
perubahan air mempengaruhi mutu makanan. Bila pengaruh praktis dari kadar
air spesifik diketahui, prasyarat ini sudah cukup untuk masa simpan dengan
permebilitas uap air dari bahan kemasan diketaui.
Perubahan-perubahan fisik makanan dapat berlangsung dengan cepat,
sedangkan perubahan-perubahan kimia dan mikrobiologis biasanya terjadi lebih
lambat. Bila diinginkan masa simpan yang lebih lama bagi produk-produk yang
berubah dengan cepat pada kadar air yang lebih tinggi, maka diperlukan kadar
air yang lebih rendah, demikian pula sebaliknya.
Kadar air yang diinginkan adalah tingkat kadar air dimana produk yang
dikemas dapat dijual selama waktu tertentu dibawah kondisi yang telah
ditetapkan. Titik bahaya dicapai bila tingkat penurunan mutu yang masih
diperbolehkan baru saja dilewati. Kadar air kritis terletak diantara kedua tingkat
kadar air ini. Kadar air optimum adalah tingkat kadar air yang memberika masa
simpan paling lama. Tetapi, karena proses perubahan sangat tergantung pada
waktu, maka kadar air ini tidak menjadi ekonomis lagi. Kadar air ekonomis
adalah kadar air yang melebihi kadar air kritis untuk masa simpan yang
diharapkan. Kadar air kritis berbeda-beda untuk produk yang sama tergantung
pada jenis reaksi perubahan yang dipertimbangkannya, misalnya pertumbuhan
mikroba, “browning” nonenzimatik, oksidasi dan lain-lain.
Penentuan masa simpan dapat dilakukan dalam laboratorium dengan
menguji mutu makanan bila disimpan dalam kemasan tertentu untuk waktu yang
berbeda-beda di bawah kondisi standar. Bila penyerapan uap air adalah faktor
penentu dalam membatasi masa simpan, maka masa simpan juga dapat diduga
dari data di bawah ini :
(a) Permeabilitas uap air dari bahan kemasan (P dalam g/m2 d pada 25OC, RH
75% atau 37OC, RH 90%).
(b) Luas permukaan dari seluruh kemasan (A, cm2).
(c) Kadar air kritis dari produk (mc, persen basis berat kering)
(d) Kadar air kesetimbangan dari produk (m1) atau ERH (E) dari produk bila
dikemas, dan
(e) Berat produk (
Dugaan dari masa simpan produk yang dikemas dapat diperoleh dari
perhitungan ERH dari produk asal dan dari atmosfer, yang dimasukan dalam
persamaan masa simpan. Kadar air yang sesuai dengan RH ini (diperoleh dari
moisture sorption isotherm) dapat juga digunakan. Dengan demikian bila
produk disimpan pada suhu 25OC dan RH 75% masa simpan (S) dapat dihitung
sebagai berikut :
(𝑚 − 𝑚1) × 1,5 × 10.000
S1 + hari
(P × A × 150) − (75 + E)
2. Pertukaran Gas
Kebutuhan oksigen bagi makanan yang peka terhadap oksigen tidak dapat
ditetapkan dengan cara yang serupa seperti untuk kebutuhan air dari makanan.
Kesulitan yang dihadapi adalah dalam menetapkan hubungan antara
pengambilan oksigen secara kuantitatif dan pengaruhnya pada makanan. Sebagai
contoh keripik kentang, kacang asin dan makanan berlemak lainnya bersifat
peka terhadap oksigen, tetapi jumlah oksigen yang sebenarnya dibutuhkan untuk
menghasilkan cita rasa yang menyimpang, umunya tidak diketahui. Oleh karena
itu seleksi bahan-bahan yang mempunyai permeabilitas oksigen yang cocok
ditentukan berdasarkan percobaan-percobaan yang empiric. Biasanya dipilih
beberapa bahan kemasan yang diduga cocok, kemudia bahan-bahan tersebut
diuji dengan studi masa simpan. Cara-cara yang tepat untuk menentukan
permeabilitas oksigen dari berbagai macam kemasan fleksibel sudah ada, tetapi
masih diperlukan penelitian mengenai aplikasi kemasan tersebut pada makanan-
makanan yang peka terhadap oksigen.
Masalah permeabilitas lain adalah pengemasan dari buah-buah kering dalam
kantong-kantong film fleksibel. Produk-produk ini dikemas pada kadar air kira-
kira 25 persen yang sesuai dengan kelembaban relative kesetimbangan 65
persen. Oleh karena keadaan ini mendekati kelembaban realatif dari daerah-
daerah pemasaran dan produknya relatif tidak peka terhadap perubahan kecil
dari kadar air, maka kebutuhan akan proteksi terhadap pengambilan atau
pengeluaran air sudah cukup terpenuhi.
Akan tetapi masa simpan dari buah kering ditentukan oleh kecepatan
“browning” dapat dihambat dengan penambahan sulfur oksida dan dalam buah-
buahan kering ditambahkan sebanyak 2000-3000 mg/kg. Selama penyimpanan,
SO2 hilang sehingga buah menjadi gelap dan tidak dapat diterima. Dengan
demikian, permeabilitas oksigen dan SO2 dari bahan kemasan harus
dipertimbangkan bila memilih bahan-bahan untuk pengemasan makanan yang
mengandung SO2, karena sifat ini mempengaruhi kecepatan hilangnya SO2 dan
masa simpan dari produk. Sebagai contoh buah apricots kering yang kecepatan
hilangnya SO2 sebanyak 45 persen, dibandingkan bila digunakan polietilen yang
sangat permeabilitas baik terhadap SO2 maupun oksigen.