Anda di halaman 1dari 44

EVALUASI PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN

KEAMANAN PANGAN FSSC 22000 VERSI 4.1 DI INDUSTRI


PENGOLAHAN SUSU STERIL

ANDINI KESUMA DEWI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penerapan


Sistem Manajemen Keamanan Pangan FSSC 22000 Versi 4.1 di Industri
Pengolahan Susu Steril adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2018

Andini Kesuma Dewi


NIM F24140078
ABSTRAK
ANDINI KESUMA DEWI. Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keamanan
Pangan FSSC 22000 Versi 4.1 di Industri Pengolahan Susu Steril. Dibimbing oleh
ELVIRA SYAMSIR dan AZIS BOING SITANGGANG.

Kebutuhan pangan yang meningkat dari waktu ke waktu, mendorong


munculnya inovasi dan teknologi dalam bidang tersebut. Di sisi lain, isu keamanan
pangan menjadi salah satu perhatian global. Hal ini dapat dilihat dari data yang dikaji
oleh WHO (2015) bahwa setiap tahunnya di kawasan Asia Tenggara, lebih dari 150
juta orang mengalami jatuh sakit akibat mengonsumsi produk pangan yang
terkontaminasi. Oleh sebab itu, para ahli di bidang kesehatan dan pangan
mengharmonisasikan sistem manajemen keamanan dalam produksi pangan menjadi
suatu sistem yang dapat diterapkan di seluruh dunia. Industri XYZ merupakan salah
satu perusahaan yang sudah mulai menerapkan sistem manajemen keamanan pangan
yang sudah diharmonisasi, yaitu FSSC 22000 versi 4.1 yang terdiri dari ISO
22000:2009 dan ISO/TS 22002- 1:2009 serta persyaratan tambahan. Hasil evaluasi
penerapan menghasilkan nilai kesesuaian sebesar 79.62%. Dari temuan
ketidaksesuaian dalam evaluasi ini dilakukan identifikasi penyebab dan rekomendasi
tindakan perbaikan. Tindakan perbaikan direncanakan untuk dilakukan dalam jangka
waktu tertentu yang disertai dengan aktifitas evaluasi untuk mengetahui efektivitas
dari tindakan perbaikan tersebut.

Kata kunci: FSSC 22000 versi 4.1, sistem manajemen keamanan pangan, ISO 22000:
2009, ISO/TS 22002-1:2009, persyaratan tambahan.

ABSTRACT
ANDINI KESUMA DEWI. The Evaluation of Food Safety Management System
FSSC 22000 Version 4.1 Implementation at Sterilized Milk Processing Industry.
Supervised by ELVIRA SYAMSIR and AZIS BOING SITANGGANG.

Food demands are increasing over time, encouraging the emergence of


innovation and technology in the field. On the other hand, the issue of food safety has
become one of the global concerns. This can be seen from data reviewed by WHO
(2015) that every year in Southeast Asia, more than 150 million people suffer from
food-borne illnesses due to consumption of contaminated food products. Therefore,
experts in the field of health and food try to harmonize various food safety and
management systems along the food chains into a hollistic system which can be
applied universally. The XYZ industry is one of the food manufactures that have
implemented such a harmonized food security management system, namely FSSC
22000 version 4.1 consisting of ISO 22000: 2009 and ISO / TS 22002-1: 2009 and
also additional requirements. Based on the gap analyses conducted, the conformity
level of this company to fulfill the requirements needed in that harmonized system
was about 79.62%. The responsible factors for the profound non-conformities were
evaluated and such recommendations were identified. The corrective actions are
planned within the designated time as well as their monitoring-evaluation activities to
assess the effectiveness of such corrective actions.

Keywords: FSSC 22000 versi 4.1, food safety management system, ISO 22000: 2009,
ISO/TS 22002-1:2009, additional requirements.
EVALUASI PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN
KEAMANAN PANGAN FSSC 22000 VERSI 4.1 DI INDUSTRI
PENGOLAHAN SUSU STERIL

ANDINI KESUMA DEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2018 ini ialah sistem jaminan
mutu dengan Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keamanan Pangan FSSC
22000 Versi 4.1 di Industri Pengolahan Susu Steril.
Skripsi ini dapat tersusun atas bantuan dari berbagai pihak, maka penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua dan seluruh keluarga tercinta atas doa dan dukungannya.
2. Dr. Elvira Syamsir, STP, M.Si selaku dosen pembimbing utama tugas
akhir
3. Dr.-Ing. Azis Boing Sitanggang, S.TP, MSc selaku dosen pembimbing
kedua tugas akhir
4. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc selaku dosen penguji
5. Mbak Nur Fitriana Dewi selaku pembimbing lapang yang sudah
memberikan banyak ilmu, baik yang bersifat akademik maupun non
akademik
6. Kak Dini Puteri Khairani selaku staf dari departemen Quality Assurance
yang sudah mendukung penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini
7. Mas Fajar Gilang, Mas Imal, Mas Herman, Iskandar, Mbak Dina, Mbak
Lilis, Mbak Kintan, Mbak Puput, Mbak Echa, Mbak Maya, Mas Wahyu,
Mas Rakhmat, Mba Gloria, Pak Yus, Mbak Putri, Mbak Kiki, Mas
Adlan, Kak Erik, dan Mas Daska selaku staff, supervisor dan manager di
industri yang telah membantu penulis dalam melaksanakan magang.
8. Theresia, Diori Hizkia, Andi Rizal, Andre Yosua, Jeje, Irfan, Rara,
Kyput, Daniel, Andyho, Abi, David, Aldo selaku sahabat selama kuliah.
9. BPH, Kadiv, dan Staff Kominfo Himitepa Kabinet Genggam atas
pengalaman berharganya.
10. Ilham Billy dan Eka Rizky selaku teman magang di industri
11. Teman-teman ITP 51 atas doa dan dukungannya
12. Mohammad Athif Virtino atas dukungan dan semangatnya kepada
penulis
13. Seluruh pihak yang sudah membantu penulis dan tidak bisa disebutkan
satu-persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh sebab itu, kritik dan saran untuk penerapan FSSC 22000 versi 4.1 di industri
ini dapat dilanjutkan dan semoga bermanfaat untuk seluruh pihak.

Bogor, Juni 2018

Andini Kesuma Dewi


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan dan Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Sistem Manajemen Keamanan Pangan FSSC 22000 versi 4.1 2
ISO 22000 : 2009 - Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan 3
ISO/TS 22002-1 : 2009 sebagai Pre-Requisite Program (PRP) 4
Persyaratan Tambahan 4
METODE 5
Waktu dan Tempat 5
Tahapan Penelitian 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Sistem Penerapan FSSC 22000 Tahun 2015 Versi 4.1 di Industri 8
Hasil Analisis Kesenjangan Penerapan FSSC 22000 Tahun 2015
versi 4.1 di Industri 11
Identifikasi Penyebab Temuan Ketidaksesuaian 16
Identifikasi Rekomendasi dan Tindakan Perbaikan untuk Temuan
Ketidaksesuaian 20
Uji Tindakan Perbaikan 23
SIMPULAN DAN SARAN 27
Simpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL

1 Klausul sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000:2009 3


2 Klausul program persyaratan dasar - ISO/TS 22002-1:2009 4
3 Bobot skor klausul analisis kesenjangan FSSC 22000 versi 4.1 6
4 Bobot skor penilaian kategori temuan ketidaksesuaian pada
analisis kesenjangan 6
5 Range kesesuaian penerapan FSSC 22000 versi 4.1 7
6 Kategori produk pangan berdasarkan FSSC 22000 9
7 Kategori persyaratan tambahan 10
8 Contoh scoresheet analisis kesenjangan FSSC 22000 versi 4.1 yang
digunakan 12
9 Hasil analisis kesenjangan penerapan FSSC 22000 versi 4.1 di industri 11
10 Tabulasi hasil temuan ketidaksesuaian dalam penerapan FSSC 22000
versi 4.1 di industri 17
11 Perubahan pada prosedur penanganan ketidaksesuaian dan tindakan
pencegahan 21
12 Ketentuan penyaji vendor katering berdasarkan Permenkes No.
1096/MENKES/PER/VI/2011 23
13 Perubahan dokumen analisis risiko food defense 22
14 Hasil wawancara efektivitas penerapan revisi prosedur klausul 7.10
ISO 22000:2009 tentang pengendalian ketidaksesuaian 25

DAFTAR GAMBAR

1 Persentase ketidaksesuaian pada ISO 22000:2009 14


2 Persentase ketidaksesuaian pada ISO/TS 22002-1:2009 14
3 Persentase ketidaksesuaian pada persyaratan tambahan 15
4 Persentase pemenuhan klausul pada ISO 22000:200 15
5 Persentase pemenuhan klausul pada ISO/TS 22002-1:2009 15
6 Persentase pemenuhan klausul pada persyaratan tambahan 16
7 Persentase akibat yang ditimbulkan dari analisis kesenjangan
FSSC 22000 versi 4.1 di industri 16
8 Tabulasi data monitoring implementasi ketentuan penyaji katering
vendor A 26
9 Tabulasi data monitoring implementasi ketentuan penyaji katering
vendor B 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Revisi alur pengendalian ketidaksesuaian di industri pengolahan susu


steril 30
2 Ketentuan untuk penyaji katering 33
3 Checklist monitoring untuk penyaji katering vendor A 34
4 Checklist monitoring untuk penyaji katering vendor B 35
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok yang tidak dapat dipisahkan dari


manusia sehingga kebutuhan manusia akan pangan semakin meningkat dari waktu
ke waktu yang mendorong munculnya berbagai inovasi dan teknologi dalam
bidang teknologi pangan. Di sisi lain, isu keamanan pangan menjadi salah satu hal
yang menjadi perhatian dunia. Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO (2015)
bahwa setiap tahunnya di kawasan Asia Tenggara, lebih dari 150 juta orang
mengalami jatuh sakit (60 juta orang diantaranya merupakan anak-anak) akibat
mengonsumsi produk pangan yang terpapar kontaminasi. Selain itu, di Indonesia
juga dilaporkan di 3 (tiga) provinsi, terdapat kasus keracunan obat dan makanan
dengan angka tertinggi di DKI Jakarta (830 kasus), Jawa Barat (596 kasus), dan
Sulawesi Tenggara (112 kasus). Data keracunan tertinggi disebabkan oleh
konsumsi produk minuman (814 kasus), obat (679 kasus), dan makanan (507
kasus) (Kemenkes RI 2017). Populasi yang rentan terkena keracunan akibat
konsumsi pangan, antara lain orang lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, serta
orang yang daya tahan tubuhnya rentan. Umumnya, keracunan tersebut
disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme jenis Salmonella, Clostridium
perfringens, Bacillus cereus, and Staphylococcus (McCabe-Sellers 2004).
Mikroorganisme penyebab keracunan tersebut umumnya terdapat pada produk
pangan yang pada proses pengolahannya tidak mencapai tingkat kematangan yang
sesuai dan berasal dari unggas serta berbasis susu (WHO 2015). Saat ini, sebagian
besar produk pangan sudah mulai diperdagangkan secara internasional sehingga
para ahli di bidang regulasi pangan yang tergabung dalam Global Food Safety
Intiative (GFSI) mengharmonisasikan sistem manajemen keamanan pangan
(SMKP) yang dapat diterapkan di seluruh dunia. Penerapan SMKP sendiri dalam
industri pangan memiliki beberapa keuntungan, antara lain faktor keamanan sudah
menjadi parameter yang sangat penting dalam industri pangan sehingga
mempermudah dalam meningkatkan mutu keamanan produk. Selain itu,
penerapan SMKP ini dapat mengurangi produk pangan yang tidak sesuai dengan
standar yang ditentukan sehingga dapat mengurangi biaya kegagalan. GFSI
mengakui beberapa SMKP yang sudah ditetapkan di dunia antara lain, British
Retail Consortium (BRC) dan Food Safety System Certification (FSSC) 22000
(GFSI 2018).
Industri pengolahan susu steril yang menjadi tempat penelitian ini
merupakan salah satu perusahaan yang sudah mulai menerapkan SMKP yang
diakui oleh GFSI. Industri XYZ ini merupakan industri jasa maklon yang
memproduksi produk pangan berbasis susu. Salah satu produknya merupakan
minuman susu sterilisasi berperisa. Susu sterilisasi berperisa merupakan minuman
berbahan dasar susu segar, susu rekonstitusi atau susu rekombinasi dengan
penambahan perisa, dapat ditambahkan gula, bahan pangan lain dan disterilisasi
atau dipasteurisasi serta dikemas secara kedap (hermetis) (BPOM 2016a). Industri
ini telah disertifikasi dengan Sistem Manajemen Keamanan Pangan (FSSC
22000:2013) dan sertifikasi halal dengan menerapkan Sistem Jaminan Halal (HAS
23000), dan GM5P.
2

SMKP FSSC 22000 merupakan sistem manajemen keamanan pangan yang


cakupannya hampir di seluruh rantai pasok pangan sehingga dapat dipastikan
bahwa sistem yang diterapkan akan selalu sesuai dengan persyaratan internasional
sehingga dapat terus menghasilkan produk yang aman untuk konsumen di seluruh
dunia (FSSC 22000 2017). Dalam penerapannya, penyimpangan dari standar yang
diterapkan dapat terjadi sehingga menimbulkan potensi turunnya mutu keamanan
produk yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya fasilitas yang
disediakan oleh pihak industri dalam menerapkan standar dan kurangnya
pemahaman dari pekerja. Produk yang memiliki mutu keamanan tidak sesuai
dengan spesifikasi dan standar, maka dikategorikan menjadi produk yang tidak
sesuai (reject). Produk tersebut akan menyebabkan kerugian dalam bentuk biaya
dan material untuk industri. Selain itu, produk reject akan menimbulkan potensi
meningkatnya angka keluhan konsumen dan hal tersebut dapat mengakibatkan
hilangnya kepercayaan konsumen terhadap industri yang bersangkutan. Oleh
sebab itu, evaluasi penerapan FSSC 22000 versi 4.1 ini dilakukan agar
penerapannya sesuai dan lebih baik dari sebelumnya. Evaluasi ini dilakukan
dengan melakukan analisis kesenjangan antara sistem yang diterapkan dengan
kejadian aktual di lapangan.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Kegiatan magang ini bertujuan melakukan evaluasi terhadap penerapan


sistem manajamen keamanan pangan FSSC 22000 versi 4.1 di industri
pengolahan susu steril serta memberikan rekomendasi dan tindakan perbaikan
yang diharapkan dapat membantu penerapan SMKP menjadi lebih baik sehingga
dapat terus menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi. Selain itu,
penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi pihak industri untuk mengambil
keputusan pada tingkat manajemen yang berkaitan dengan penerapan SMKP
FSSC 22000 versi 4.1.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Manajemen Keamanan Pangan FSSC 22000 versi 4.1

Sistem manajemen keamanan pangan FSSC 22000 adalah skema sertifikasi


yang berdasarkan ISO untuk penilaian dan sertifikasi sistem manajemen
keamanan pangan di seluruh rantai suplai (supply chain). Sistem ini
menggabungkan ISO 22000:2009 tentang sistem manajemen keamanan pangan,
Program Persyaratan Dasar (PPD) berupa ISO/TS 22002-1:2009, dan beberapa
persyaratan tambahan. Sebelumnya, Sistem Manajemen Keamanan Pangan
ISO 22000:2009 merupakan persyaratan yang diperuntukkan organisasi dalam
rantai pangan. Tetapi, mengingat bahaya keamanan pangan dapat terjadi pada
setiap tahapan rantai pangan, maka pengendalian yang cukup di seluruh rantai
pangan menjadi sangat hal penting. Dengan demikian keamanan pangan dapat
dijamin melalui berbagai upaya yang terpadu oleh seluruh pihak dalam rantai
pangan (BSN 2009). Sedangkan, dalam FSSC 22000 ditambahkan acuan teknis
berupa ISO/TS 22002-1:2009 dan juga beberapa persyaratan tambahan untuk
lebih menjamin keamanan secara keseluruhan dalam rantai produksi pangan.
3

Dalam penerapan SMKP ini, ketidaksesuaian keadaan aktual dengan klausul


yang ditetapkan disebut sebagai temuan. Temuan tersebut dikategorikan ke
dalam 3 jenis, yaitu temuan mayor, minor, dan kritis. Temuan mayor
merupakan ketidaksesuaian yang berpengaruh secara signifikan terhadap
penerapan SMKP FSSC 22000. Temuan minor merupakan ketidaksesuaian
yang tidak berpengaruh terhadap penerapan SMKP FSSC 22000. Sedangkan,
temuan kritis merupakan ketidaksesuaian yang berpengaruh langsung terhadap
mutu keamanan pangan dari produk tersebut (FSSC 22000 2017).

ISO 22000 : 2009 - Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan

SMKP ISO 22000:2009 adalah suatu sistem manajemen keamanan pangan


yang secara umum terdiri atas 8 klausul seperti yang terdapat Tabel 1. Pada
dokumen ISO 22000 : 2009 membahas secara lebih rinci tentang Program
Persyaratan Dasar (PPD) dan Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP)
pada klausul 7 tentang perencanaan produk dan realisasi produk yang aman (BSN
2009).
Tabel 1 Klausul sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000:2009
Nomor Klausul
1 Ruang Lingkup
2 Acuan Normatif
3 Istilah dan Definisi
Sistem Manajemen Keamanan Pangan
4 4.1 Persyaratan Umum
4.2 Persyaratan Dokumentasi
Tanggung Jawab Manajemen
5.1 Komitmen Manajemen
5.2 Kebijakan Keamanan Pangan
5.3 Perencanaan Sistem Manajemen Keamanan Pangan
5 5.4 Tanggung Jawab dan Wewenang
5.5 Ketua Tim Keamanan Pangan
5.6 Komunikasi
5.7 Kesiapan dan Tanggapan darurat
5.8 Tinjauan Manajemen
Manajemen Sumber Daya
6.1 Ketentuan tentang Sumberdaya
6 6.2 Sumberdaya Manusia
6.3 Infrastruktur
6.4 Lingkungan Kerja
Perencanaan dan Realisasi Produk yang Aman
7.1 Umum
7.2 Program Persyaratan Dasar (PPD)
7.3 Tahap Awal untuk Melakukan Analisis Bahaya
7.4 Analisis Bahaya
7.5 Penetapan PPD Operasional
7
7.6 Penetapan Rencana HACCP
7.7 Pemutakhiran Informasi Awal dan Dokumen yang Dispesifikasikan
PPD dan Rencana HACCP
7.8 Perencanaan Verifikasi
7.9 Sistem Ketertelusuran
7.10 Pengendalian Ketidaksesuaian
Validasi, Verifikasi, dan Perbaikan Sistem Manajemen
Keamanan Pangan
8.1 Umum
8 8.2 Validasi Kombinasi Tindakan Pengendalian
8.3 Pengendalian Pemantauan dan Pengukuran
8.4 Verifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan
8.5 Perbaikan
Sumber : BSN 2009
4

ISO/TS 22002-1: 2009 sebagai Program Persyaratan Dasar (PPD)

ISO/TS 22002-1:2009 digunakan sebagai Program Persyatan Dasar (PPD)


atau Pre-Requisite Program (PRP). PPD merupakan kondisi dan kegiatan dasar
yang penting untuk memelihara lingkungan yang higienis di seluruh rantai pangan
yang sesuai untuk produksi, penanganan, dan penyediaan produk akhir yang aman
untuk konsumsi manusia (BPOM 2016b). PPD berfungsi sebagai benteng
perlindungan tahap pertama dalam sistem keamanan pangan seperti dijelaskan di
dalam ISO 22000 (Oktari 2017). Selain itu, PPD merupakan salah satu klausul
yang harus dipenuhi dalam ISO 22000: 2009. ISO/TS 22002-1: 2009 terdiri dari
18 klausul seperti yang terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2 Klausul program persyaratan dasar - ISO/TS 22002-1:2009


Nomor Klausul
1 Ruang Lingkup
2 Acuan Normatif
3 Definisi
4 Konstruksi Bangunan
5 Tata Letak dan Ruang Kerja
6 Utilitas – Udara, Air, dan Energi
7 Pembuangan Limbah
8 Keberlanjutan Alat, Pembersihan, dan Pemeliharaan
9 Manajemen Pembelian Material
10 Perhitungan terhadap pencegahan kontaminasi silang
11 Pembersihan dan Sanitasi
12 Pengendalian Hama
13 Higienitas personel dan fasilitas karyawan
14 Rework
15 Prosedur Penarikan Produk
16 Pergudangan
17 Informasi Produk/kesadaran konsumen
18 Food Defence, Biovigilance, and Bioterrorism
Sumber : ISO/TS 22002-1:2009

Persyaratan Tambahan

Selain itu, FSCC 22000 juga menambahkan beberapa persyaratan yang


disebut sebagai persyaratan tambahan. Persyaratan tersebut mengatu hal-hal yang
belum terdapat pada dua komponen sebelumnya, yaitu ISO 22000:2009 dan
ISO/TS 2002-1:2009. Persyaratan tambahan tersebut meliputi spesifikasi jasa
pihak ketiga yang terlibat langsung dalam operasional perusahaan, label produk,
food defense, food fraud prevention, penggunaan logo, manajemen alergen, dan
pengawasan lingkungan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bersih di
sekitar area produksi (FSSC 22000 2017).
5

METODE

Waktu dan Tempat

Kegiatan magang dilaksanakan di salah satu industri pengolahan susu steril


XYZ. Kegiatan magang berlangsung selama 4 bulan atau 120 hari kerja efektif
mulai 29 Januari sampai dengan 31 Mei 2018 dibawah pengawasan departemen
Quality Assurance dan di bawah divisi Quality Management System (QMS).

Tahapan Penelitian

Tahapan Penelitian dilaksanakann dalam beberapa tahap, antara lain studi


pustaka, analisis kesenjangan (gap analysis), dan identifikasi faktor penyebab
ketidaksesuaian serta perumusan rekomendasi tindakan perbaikan (corrective
actions).

Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan sebelum melakukan penelitian secara langsung di


lapangan. Tahap ini dilakukan untuk memperkaya informasi mengenai standar
FSSC 22000 tahun 2015 versi 4.1, penerapan SMKP secara langsung di industri,
metode yang dilakukan untuk melakukan penelitian, dan persiapan penyusunan
rekomendasi serta tindakan perbaikan. Selain itu, pada tahap ini juga akan
dipelajari dokumen-dokumen dan alur pembagian kerja dari industri ini yang
terkait penerapan FSSC 22000. Dokumen tersebut terdiri dari manual mutu
perusahaan, rencana HACCP, catatan mutu dan juga dokumen pendukung lainnya
yang merupakan bagian dari pelaksanaan Sistem Manajemen Keamanan pangan
(SMKP) di industri pengolahan susu steril ini.

Analisis Kesenjangan

Analisis kesenjangan (gap analysis) bertujuan membandingkan kondisi


aktual dengan kondisi yang diharapkan. Dengan danya gap analysis, dapat
digunakan untuk menentukan tindakan perbaikan yang sesuai untuk
menghilangkan kesenjangan tersebut (Muscham et al. 2011). Pada tahap ini,
analisis kesenjangan dilakukan dengan menggunakan tools berupa score sheet.
Score sheet ini akan berisi pertanyaan berdasarkan klausul dari setiap komponen
pada SMKP FSSC 22000, yaitu ISO 22000:2009, ISO/TS 22002-1:2009, dan
persyaratan tambahan. Analisis kesenjangan akan dilakukan dengan memberikan
skor untuk setiap pertanyaan berdasarkan klausul sesuai dengan bobot skor yang
telah ditentukan. Penggunaan bobot skor ini diadopsi dari checklist audit internal
yang dilaksanakan oleh industri. Penilaian dilakukan berdasarkan frekuensi
ditemukannya ketidaksesuaian dan kategori dari temuan ketidaksesuaian. Bobot
skor berdasarkan frekuensi ditemukannya ketidaksesuaian dapat dilihat seperti
pada Tabel 3. Ketidaksesuaian tersebut dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu
temuan mayor, temuan minor, dan temuan kritis. Bobot skor kategori temuan
dapat dilihat pada Tabel 4. Penggunaaan bobot skor kategori temuan merupakan
hasil
6

pengembangan sendiri berdasarkan penilaian sebelumnya yang sudah diterapkan


oleh industri. Hal ini untuk memudahkan untuk identifikasi prioritas temuan yang
diberikan dilakukan tindakan perbaikan.

Tabel 3 Bobot skor berdasarkan frekuensi ditemukan ketidaksesuaian pada


analisis kesenjangan FSSC 22000 versi 4.1

Penilaian Analisis Kesenjangan FSSC 22000 versi 4.1 Bobot Skor


Ditemukan lebih dari 3 ketidaksesuaian dengan klausul 1
Ditemukan 3 ketidaksesuaian dengan klausul 2
Ditemukan 2 ketidaksesuaian dengan klausul 3
Ditemukan 1 ketidaksesuaian dengan klausul 4
Tidak ditemukan ketidaksesuaian dengan klausul 5

Tabel 4 Bobot skor berdasarkan kategori temuan ketidaksesuaian pada analisis


kesenjangan

Penilaian Kategori Temuan Analisis Kesenjangan FSSC Bobot Skor


22000 versi 4.1
Kategori Temuan Minor 1
Kategori Temuan Mayor 0.5
Kategori Temuan Kritis 0.25

Masing-masing kategori memiliki bobot skor yang telah ditentukan dikalikan


dengan skor pada masing-masing pertanyaan berdasarkan frekuensi ditemukannya
ketidaksesuaian menjadi skor pertanyaan.

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑎𝑛 = (𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝑡𝑒𝑚𝑢𝑎𝑛 )

Skor kesesuaian untuk setiap komponen dihitung dengan melakukan penjumlahan


pada skor untuk setiap pertanyaan klausul kemudian dibagi oleh jumlah
pertanyaan pada masing-masing komponen sehingga diperoleh skor kesesuaian
dari komponen tersebut. Skor tersebut kemudian dikonversikan menjadi
presentase agar memudahkan penyajian data. Hasil tersebut akan digunakan
sebagai bahan evaluasi penerapan SMKP sehingga dapat dilakukan penyusunan
rekomendasi dan tindakan perbaikan terkait dengan penerapan FSSC 22000 versi
4.1 di industri ini. Tahap ini akan dilakukan dengan cara observasi lapang dan
wawancara dengan pihak terkait.

(Σ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑎𝑛)
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖𝑎𝑛 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛 =
(Σ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑙𝑎𝑢𝑠𝑢𝑙)

(𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛)


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖𝑎𝑛 (%) = 𝑥 100
(𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚)
7

Selain itu, ketidaksesuaian yang ditemukan dikelompokkan berdasarkan


klausulnya dan akibat yang dapat ditimbulkan bagi penerapan SMKP maupun
mutu keamanan produk. Hal ini dapat membantu dalam menentukan prioritas
temuan untuk dilakukan tindakan perbaikan.

Penyelesaian Masalah Terpilih

Pada tahap ini dilakukan penentuan kategori kesesuaian penerapan


dilakukan berdasarkan range penilaian yang telah dikategorikan menjadi 4
kelompok (Bakhtiar dan Purwanggono 2009). Range penilaian dapat dilihat pada
Tabel 5. Komponen yang memiliki presentase dan skor dengan nilai terendah
menjadi prioritas untuk dipilih menjadi masalah yang akan dilakukan penyusunan
tindakan perbaikan. Selain penilaian analisis kesenjangan, pemilihan masalah juga
didasarkan pada rasio perbandingan antara temuan mayor dan minor pada masing-
masing klausul, persentase pemenuhan persyaratan dari masing-masing klausul,
dan akibat yang ditimbulkan dari ketidaksesuaian. Pemilihan masalah juga
dilakukan dengan mendiskusikannya pada pihak perusahaan untuk mengetahui
masalah yang paling memungkinkan untuk dilakukan tindakan selanjutnya.

Tabel 5 Range kesesuaian penerapan FSSC 22000 versi 4.1

Kesesuaian Penerapan FSSC 22000 Versi 4.1 Range


Perusahaan telah menerapkan SMKP dengan baik 75%-100%
Perusahaan telah menerapkan SMKP dengan cukup baik 50%-74%
Perusahaan telah menerapkan SMKP dengan kurang baik 25%-49%
Perusahaan telah menerapkan SMKP dengan tidak baik 1%-24%

Diskusi tersebut diawali dengan memaparkan hasil analisis kesenjangan


dengan melihat skor dari komponen dan masing-masing pertanyaan. Kemudian,
dilanjutkan dengan memaparkan hasil dan akibat yang dapat timbul dari temuan
ketidaksesuaian. Dari diskusi tersebut dipilih 5 temuan yang dianggap paling
merugikan. Masalah yang terpilih dilakukan identifikasi penyebab dengan
melakukan wawancara dengan pihak terkait serta dilakukan penyusunan
identifikasi rekomendasi dan tindakan perbaikan. Dari 5 temuan tersebut, dipilih 2
temuan yang dilakukan tindakan perbaikan. Temuan-temuan tersebut dipilih
karena paling memungkinkan diterapkannya tindakan perbaikan berdasarkan
perizinan dari pihak industri dan jangka waktu yang tersedia.
Penerapan tindakan perbaikan diuji coba dalam jangka waktu tertentu yang
disesuaikan dengan keputusan perusahaan dan keadaan aktual di lapangan.
Monitoring tindakan perbaikan dilakukan untuk melihat implementasi perbaikan
dan menentukan efektivitas dari tindakan tersebut. Monitoring dari tindakan
perbaikan dilakukan dengan metode wawancara dan penilaian dalam bentuk
checklist kepada pihak terkait. Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan acuan dan
informasi untuk perbaikan berkelanjutan kepada industri dalam meningkatkan
kualitas penerapan sistem manajemen keamanan pangan.
8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian yang diperoleh meliputi, sistem penerapan FSSC 22000
versi 4.1 di industri, hasil analisis kesenjangan penerapan FSSC 22000 versi 4.1 di
industri, identifikasi penyebab temuan ketidaksesuaian, identifikasi rekomendasi
dan tindakan perbaikan, dan uji tindakan perbaikan.

Sistem Penerapan FSSC 22000 Tahun 2015 Versi 4.1 di Industri

Industri XYZ ini menerapkan FSSC 22000 tahun 2015 versi 4.1 sebagai
acuan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP) karena di dalamnya sudah
mencakup beberapa komponen penting dalam menjaga dan meningkatkan mutu
keamanan pangan, antara lain Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP),
Program Persyaratan Dasar (PPD), dan beberapa persyaratan tambahan yang
sudah disesuaikan dengan regulasi keamanan pangan yang berlaku di seluruh
dunia. HACCP merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menilai bahaya
dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan
(Muhandri dan Kadarisman 2012). HACCP dan PPD dibahas secara rinci pada
klausul 7 tentang perencanaan dan realisasi produk yang aman dalam komponen
ISO 22000: 2009 tentang Sistem Manajemen Keamanan Pangan sebagai
Persyaratan untuk Organisasi atau Industri Pangan (BSN 2009). PPD yang
digunakan untuk perusahaan ini merupakan ISO/TS 22002-1: 2009. Pemilihan
PPD ini telah disesuaikan berdasarkan kategori produk yang dihasilkan oleh
industri ini. Terdapat beberapa kategori yang dijadikan acuan dalam memilih PPD
yang akan digunakan seperti pada Tabel 6. Produk yang dihasilkan oleh
perusahaan ini merupakan susu sterilisasi berperisa yang memiliki karakteristik
mudah rusak dan penyimpanannya berada di suhu ruang. Selain itu, produk ini
merupakan produk turunan dari hewan dan juga tumbuhan. Menurut kategori
produk yang terdapat pada FSSC 22000 (2017), produk susu sterilisasi berperisa
di industri ini termasuk dalam kategori C yang direkomendasikan menggunakan
PPD berupa ISO/TS 22002-1: 2009.
Persyaratan tambahan yang ditetapkan dalam FSSC 22000 disesuaikan
dengan kategori produk. Terdapat beberapa persyaratan tambahan yang
dipersyaratkan seperti pada Tabel 7. Persyaratan tambahan yang harus dipenuhi
oleh industri ini, meliputi spesifikasi jasa pihak ketiga yang terlibat langsung
dalam operasional perusahaan, label produk, food defense, food fraud prevention,
penggunaan logo, alergen manajemen, dan pengawasan lingkungan untuk
menciptakan lingkungan yang aman dan bersih di sekitar area produksi (FSSC
22000 2017). Tetapi, dari persyaratan yang telah disebutkan terdapat beberapa
persyaratan yang tidak dilakukan, seperti: product labelling, food fraud
prevention, dan logo use. Hal ini dikarenakan industri ini merupakan perusahaan
jasa maklon sehingga persyaratan-persyaratan tersebut sudah terpenuhi oleh
perusahaan induk (principal).
9

Tabel 6 Kategori produk pangan berdasarkan FSSC 22000


Food Safety /
Quality Pre-Requisite Additional
Category Sub-Category Supply Chain Sector
Management Programs Requirements
System

Farming of animals for ISO 22000:2005 ISO/TS 22002-


AI Lihat tabel 7.
meat/milk/eggs/honey / ISO 9001:2015 3:2011
A
Farming of fish and ISO 22000:2005 ISO/TS 22002-
AII Lihat tabel 7.
seafood / ISO 9001:2015 3:2011
Processing of perishable ISO 22000:2005 ISO/TS 22002-
CI Lihat tabel 7.
animal products / ISO 9001:2015 1:2009
ISO/TS 22002-
Processing of perishable ISO 22000:2005
CII 1:2009 Lihat Lihat tabel 7.
C plant products / ISO 9001:2015
tabel 7.
Processing of perishable
ISO 22000:2005 ISO/TS 22002-
CIII animal and plant products Lihat tabel 7.
/ ISO 9001:2015 1:2009
(mixed products)
Processing of ambient ISO 22000:2005 ISO/TS 22002-
CIV Lihat tabel 7.
stable products / ISO 9001:2015 1:2009
ISO/TS 22002-
ISO 22000:2005 6:2016
DI Production of animal feed Lihat tabel 7.
/ ISO 9001:2015 (BSI/PAS
222:2011*)
D Production of pet food for ISO 22000:2005 ISO/TS 22002-
DII Lihat tabel 7.
dogs and cats / ISO 9001:2015 1
ISO/TS 22002-
Production of pet food for
ISO 22000:2005 6:2016
DII other pets than dogs and Lihat tabel 7.
/ ISO 9001:2015 (BSI/PAS
cats
222:2011*)

ISO 22000:2005 ISO/TS 22002-


E N/A** Catering Lihat tabel 7.
/ ISO 9001:2015 2:2013

ISO 22000:2005 BSI/PAS


F FI Retail Lihat tabel 7.
/ ISO 9001:2015 221:2013

Provision of transport and


ISO 22000:2005 NEN/NTA
GI storage services for Lihat tabel 7.
/ ISO 9001:2015 8059:2016
perishable food and feed
G
Provision of transport and
ISO 22000:2005 NEN/NTA
GII storage services for Lihat tabel 7.
/ ISO 9001:2015 8059:2016
ambient food and feed
Production of food and
ISO 22000:2005 ISO/TS 22002-
I N/A** feed packaging and Lihat tabel 7.
/ ISO 9001:2015 4:2013
packaging material

Production of ISO 22000:2005 ISO/TS 22002-


K N/A** Lihat tabel 7.
(bio)chemicals / ISO 9001:2015 1:2009

N/A** : Not applicable


Sumber : FSSC 22000 (2017)
10

Tabel 7 Kategori persyaratan tambahan


Category Additional Requirements
All Categories Management of services
All Categories Product labelling
All Categories Food defense
All Categories Food fraud prevention
All Categories Logo use
C, I, K only Management of allergens
C, I, K only Environmental monitoring
DIII only Formulation of products
A only Management of natural sources
Sumber : FSSC 22000 (2017)

Industri ini terbagi menjadi beberapa departemen, antara lain Departemen


Produksi, Departemen Quality Assurance, Departemen Engineering, Departemen
Utility, Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC),
Departemen Human Resource-General Affair (HRGA), Departemen Finance and
Information-Technology (FA-IT). Seluruh departemen berkomitmen untuk turut
berpartisipasi dalam mewujudkan penerapan SMKP FSSC 22000 versi 4.1 yang
sesuai dengan membentuk food safety team (FST) yang dipimpin oleh Food
Safety Team Leader (FSTL). Dalam penerapannya, divisi Quality Management
System (QMS) dibawah departemen Quality Assurance memiliki peran untuk
menjaga penerapan SMKP agar tetap berjalan dengan baik dan sesuai dengan
syarat yang sudah ditentukan. Dalam divisi QMS memiliki bagian untuk mengatur
seluruh dokumen terkait dengan FSSC 22000 versi 4.1 yang disebut pengendali
dokumen atau document control.
Hierarki dokumen yang terdapat di industri ini terdiri dari manual mutu,
prosedur, ketentuan, dan Perusahaan ini membuat instruksi kerja yang disebut
dengan Lembar Urutan Kerja (LUK). Dalam dokumen tersebut dijelaskan secara
lebih rinci mengenai langkah-langkah dalam melakukan suatu pekerjaan dengan
menambahkan potensi risiko yang dapat timbul dari aspek kualitas mengenai
produk, keamanan untuk pekerja, dan juga waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan tersebut.
Selain dokumen yang mengatur dan membantu penerapan SMKP,
penerapan secara aktual merupakan hal yang cukup penting, antara lain
diadakannya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai
keamanan pangan, membentuk gugus kendali mutu (GKM) atau circle group
(CG) untuk mempermudah pengawasan penerapan SMKP. GKM adalah
kelompok kecil karyawan (5-8 orang) yang melakukan kegiatan pengendalian dan
oeningkatan mutu secara teratur, sukarela dan berkesinambungan,sesuai dengan
bidang pekerjaannya dengan menerapkan prinsip-prinsip dan teknik pengendalian
mutu (Muhandri dan Kadarisman 2012). Pengawasan dilakukan dengan cara
melakukan cross audit antar CG setiap minggunya. Penerapan SMKP di industri
ini masih memiliki potensi terjadinya ketidaksesuaian sehingga analisis
kesenjangan dilakukan untuk dapat menentukan tindakan perbaikan.
11

Hasil Analisis Kesenjangan Penerapan FSSC 22000 versi 4.1 di Industri

Evaluasi penerapan SMKP FSSC 22000 versi 4.1 dilakukan dengan


menganalisis kesenjangan terjadi. Periode analisis kesenjangan berlangsung dari
bulan Februari hingga Maret 2018. Analisis kesenjangan dilakukan dengan cara
menilai 8 klausul ISO 22000: 2009, 18 klausul ISO/TS 22002-1: 2009, dan 9
klausul persyaratan tambahan menggunakan tools berupa scoresheet. Scoresheet
berisi pertanyaan yang mengacu pada klausul masing-masing komponen dan
mengadopsi checklist audit internal perusahaan yang diberi modifikasi sehingga
checklist tersebut sudah divalidasi oleh pihak perusahaan. Contoh dari checksheet
yang digunakan seperti pada Tabel 8.
Hasil analisis kesenjangan penerapan FSSC 22000 versi 4.1 menunjukkan
bahwa jumlah ketidaksesuaian yang ditemukan berjumlah 61 temuan yang terdiri
dari 14 temuan pada penerapan ISO 22000:2009, 45 temuan pada penerapan
ISO/TS 22002-1:2009, dan 2 temuan pada penerapan persyaratan tambahan.
Ketidaksesuaian yang ditemukan selama analisis kesenjangan dikategorikan
menjadi temuan mayor, temuan minor, dan temuan kritis. Temuan yang
ditemukan dalam analisis kesenjangan secara keseluruhan berjumlah 20 temuan
mayor, 41 temuan minor, dan tidak ada temuan kritis.
Selain itu, hasil analisis kesenjangan juga menunjukkan persentase
kesesuaian penerapan FSSC 22000 versi 4.1 sebesar 79.62% dan dikategorikan
sebagai penerapan SMKP yang sudah baik. Hasil penilaian tersebut diperoleh dari
hasil rataan nilai komponen-komponen FSSC 22000 versi 4.1 dengan hasil ISO
22000: 2009 sebesar 82.08%, ISO/TS 22002-1: 2009 sebesar 81.08%, dan
persyaratan tambahan sebesar 75.71%. Hasil dapat dilihat pada Tabel 9. Penilaian
tesebut menunjukkan bahwa persyaratan tambahan memiliki nilai yang paling
rendah. Hasil tersebut disebabkan oleh penerapannya yang masih kurang
konsisten dari pihak industri.

Tabel 9 Hasil analisis kesenjangan penerapan FSSC 22000 versi 4.1 di industri

Komponen Skor Persen Kesesuaian (%)


ISO 22000 : 2009 4.10 82.08
ISO/TS 22002-1 : 2009 4.04 81.08
Persyaratan Tambahan 3.79 75.71
Rataan 3.98 79.62

Dari scorecheet yang digunakan dapat diperoleh data ketidaksesuaian yang


ditemukan dari analisis kesenjangan. Pada ISO 22000:2009, persentase temuan
ketidaksesuaian tertinggi terdapat pada klausul 7 tentang perencanaan dan
realisasi produk yang aman sebesar 28.57% dengan rasio perbandingan antara
temuan mayor dan minor masing-masing bernilai 50%. Klausul ini mencakup
tentang program persyaratan dasar (PPD), analisis bahaya, dan pengendalian
ketidaksesuaian yang dapat terjadi dalam penerapan SMKP.
12
Tabel 8 Contoh scoresheet analisis kesenjangan FSSC 22000 versi 4.1 yang digunakan
Ditemukan lebih Kategori Temuan
Tidak ditemukan Ditemukan 1 Ditemukan 2
Ditemukan 3 dari 3
No. Klausul Pertanyaan kestidaksesuaian ketidaksesuaian ketidaksesuaian Skor
ketidaksesuaian (2) ketidaksesuaian Mayor Minor Kritis
(5) (4) (3)
(1) (0.5) (1) (0.25)

ISO 22000:2009- 7.10 Pengendalian Ketidaksesuaian

1. 7.10.1 Apakah ada prosedur


Koreksi terdokumentasi
tentang pengendalian
non-conforming
√ √ 0.5
items? Penerapannya
sudah sesuai dengan
prosedur yang
ditetapkan?

2. 7.10.2 Apakah tindakan


Tindakan korektif dicatat dengan
√ 5
Koreksi benar?

Persyaratan Tambahan

3. Spesifikasi Bagaimana cara


Jasa maintain peralatan,
Dengan kendaraan, dan 1
√ √
kebersihan? Jika
pihak
menggunakan vendor,
ketiga bagaimana
prosedurnya?
13

Presentase ketidaksesuaian tertinggi selanjutnya terdapat pada klausul 4 tentang


sistem manajemen keamanan pangan sebesar 28.57% dengan kategori temuan mayor
pada semua subklausul. Klausul ini mencakup persyaratan umum dan persyaratan
dokumentasi tentang keamanan pangan yang harus dipenuhi. Persentase
ketidaksesuaian pada ISO 22000:2009 dapat dilihat pada Gambar 1.
Pada ISO/TS 22002-1:2009, persentase temuan ketidaksesuaian tertinggi terdapat
pada klausul 13 tentang higienitas personel dan fasilitas karyawan sebesar 22.22%
dengan rasio perbandingan antara temuan mayor sebesar 30% dan temuan minor
sebesar 70%. Klausul ini mencakup tata cara menjaga kebersihan dari para pekerja
yang melakukan kontak langsung dengan proses produksi agar dalam pekerjaannya
tidak menimbulkan potensi yang berbahaya terhadap mutu keamanan produk.
Selanjutnya, ketidaksesuaian pada ISO/TS 22002-1:2009 ditemukan pada klausul 5
tentang tata letak bangunan dan ruang kerja dengan persentase sebesar 20% dengan
kategori temuan minor untuk seluruh subklausul. Klausul ini mencakup syarat tata letak
bangunan dan ruang kerja yang tidak menimbulkan potensi yang berbahaya dalam
meningkatkan mutu keamanan produk. Persentase ketidaksesuaian pada ISO
22000:2009 dapat dilihat pada Gambar 2.
Persentase ketidaksesuaian pada persyaratan tambahan dapat dilihat pada Gambar
3. Gambar ini menunjukkan bahwa persentase ketidaksesuaian yang terdapat pada
klausul spesifikasi jasa dengan pihak ketiga sebesar 50% dan klausul food defense
sebesar 50%. Temuan pada klausul spesifikasi jasa dengan pihak ketiga dikategorikan
sebagai temuan minor. Sedangkan, temuan pada klausul food defense dikategorikan
sebagai temuan mayor. Persentase ketidaksesuaian pada ISO 22000:2009 dapat dilihat
pada Gambar 3. Berdasarkan data tersebut, klausul yang memiliki persentase temuan
ketidaksesuaian tertinggi dapat dijadikan prioritas untuk dilakukan tindakan perbaikan.
Temuan tersebut meliputi klausul 7 pada ISO 22000:2009 tentan perencanaan dan
realisasi produk yang aman, klausul 13 pada ISO/TS 22002-1:2009 tentan higienitas
personel dan fasilitas karyawan, dan klausul food defense dan spesifikasi jasa dengan
pihak ketiga pada persyaratan tambahan yang memiliki persentase yang sama.
Selain data tersebut, pada analisis kesenjangan juga diperoleh data untuk
menunjukkan kontribusi pemenuhan dari masing-masing klausul berdasarkan dari
temuan ketidaksesuaian pada pertanyaan yang dapat dilihat pada Gambar 4, Gambar 5,
dan Gambar 6. Pada komponen ISO 22000:2009 menunjukkan bahwa persentase
pemenuhan klausul yang tertinggi merupakan klausul 5 tentang tanggung jawab
manajemen. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun masih ditemukan ketidaksesuaian
dalam klausul ini tetapi kontribusi pemenuhan klausulnya masih baik. Hal ini
disebabkan oleh pihak industri secara konsisten masih menjaga penerapan dari klausul
ini dan terus melakukan kajian dan tinjauan dari pihak manajemen. Persentase
pemenuhan klausul terendah merupakan klausul 6 tentang manajemen sumber daya
yang menunjukkan bahwa klausul ini memberikan kontribusi terbesar dalam
ditemukannya ketidaksesuaian. Hal ini juga menunjukkan bahwa industri masih kurang
konsisten dalam mengatur dan melakukan manajemen terhadap pekerja yang terlibat
langsung dalam penerapan sistem manajemen keamanan pangan. Pada komponen
ISO/TS 22002-1:2009, persentase pemenuhan klausul tertinggi merupakan klausul 16
tentang pergudangan. Persentase tersebut menunjukkan bahwa walaupun masih
ditemukannya ketidaksesuaian dalam penerapan SMKP ini tetapi kontribusi pemenuhan
klausul ini masih cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa industri sudah cukup
konsisten dalam mencoba melaksanan pemenuhan klausul ini dengan cara menyiapkan
14

prosedur, melakukan pelatihan, dan pengawasan yang baik. Sedangkan, presentase


pemenuhan klausul terendah merupakan klausul 10 tentang perhitungan terhadap
pencegahan kontaminasi silang. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan klausul ini
masih belum konsisten dari pihak perusahaan dalam melakukan pengawasannya. Pada
komponen persyaratan tambahan, presentase pemenuhan klausul tertinggi merupakan
klausul food defense yang menunjukkan bahwa industri telah mencoba dengan baik
untuk memenuhi klausul tersebut.
Validasi, Verifikasi, dan
Perbaikan Sistem 100% Presentase Temuan Minor
Manajemen Keamanan…
Presentase Temuan Mayor
Tanggung Jawab Manajemen 50% 50%

Manajemen Sumber Daya 100%

Sistem Manajemen
Keamanan Pangan 100%

Perencanaan dan Realisasi


Produk yang Aman 50% 50%
Persentase Ketidaksesuaian
0% 10% 20% 30% 40% 50%

Gambar 1 Persentase ketidaksesuaian pada ISO 22000:2009 (n=14)

Konstruksi Bangunan 100%


Presentase Temuan Minor
Food Defense, Biovigilance, dan
Bioterrorism 100%
Presentase Temuan Mayor
Pergudangan 100%

Pembersihan dan Sanitasi 75% 25%


Keberlanjutan Alat, Pembersihan, dan
Pemeliharaan 50% 50%
Pembuangan Limbah 100%
Perhitungan Terhadap Pencegahan
Kontaminasi Silang 40%60%
Utilitas, Udara, Air, dan Energi 100%
Tata Letak Bangunan dan Ruang
Kerja 100%
Higienitas Personel dan Fasilitas
Karyawan 70% 30%
Persentase Ketidaksesuaian
0% 10% 20% 30% 40% 50%

Gambar 2 Persentase ketidaksesuaian pada ISO/TS 22002-1:2009 (n=44)


15

Food Defense 100%


Presentase Temuan Minor
Spesifikasi Jasa dengan Pihak Presentase Temuan Mayor
Ketiga 100%

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Gambar 3 Persentase ketidaksesuaian pada persyaratan tambahan (n=2)

Validasi, Verifikasi, dan Presentase Pemenuhan Klausul


Perbaikan Sistem Manajemen… 50.00%

Tanggung Jawab Manajemen 88.24%

Manajemen Sumber Daya 25.00%

Sistem Manajemen Keamanan


Pangan 55.56%

Perencanaan dan Realisasi


Produk yang Aman 80.00%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Gambar 4 Persentase pemenuhan klausul pada ISO 22000:2009

Konstruksi Bangunan 50.00%


Food defense, biovigilance, dan Presentase Pemenuhan Klausul
bioterrorism 50.00%

Pergudangan 80.00%

Pembersihan dan Sanitasi 42.86%


Keberlanjutan alat, pembersihan, dan
pemeliharaan 55.56%

Pembuangan Limbah 33.33%


Perhitungan terhadap pencegahan
kontaminasi silang 28.57%

Utilitas, Udara, Air, dan Energi 64.29%

Tata letak bangunan dan ruang kerja 40.00%


Higienitas personel dan fasilitas
karyawan 44.44%

0% 50% 100%

Gambar 5 Persentase pemenuhan klausul pada ISO/TS 22002-1:2009


16

Food Defense 50.00% Presentase Pemenuhan


Klausul

Spesifikasi Jasa dengan Pihak Ketiga

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Gambar 6 Persentase pemenuhan klausul pada persyaratan tambahan

Analisis kesenjangan menghasilkan 2 hal, yaitu akibat yang akan timbul dan
rencana tindakan perbaikan yang akan dilakukan. Analisa akibat yang akan timbul
dilakukan dengan mencantumkannya pada scorecheet. Akibat tersebut dianalisa
berdasarkan arahan dari perusahaan dan hasil wawancara dengan pihak terkait.
Berdasarkan tabulasi data pada Gambar 7, akibat yang ditimbulkan oleh
ketidaksesuaian dalam penerapan SMKP dengan jumlah tertinggi merupakan potensi
terbentuknya kontaminasi silang. Hal ini dapat menganggu tujuan dari penerapan
SMKP itu sendiri, yaitu meningkat mutu keamanan produk. Berdasarkan data dan hasil
diskusi dengan pihak industri, terpilihlah 5 temuan ketidaksesuaian untuk diberikan
rekomendasi tindakan perbaikan dalam penerapan SMKP FSSC 22000 versi 4.1 di
industri.
Potensi Meningkatnya Keluhan
Konsumen 1.54% Persentase Kontribusi
Potensi Ancaman Keselamatan Kerja 3.08%
Potensi Kesalahan dalam Proses
Produksi 4.62%
Kesulitan dalam Menerapkan SMKP
yang Baik dan Benar 6.15%
Potensi Terjadinya Sabotase 7.69%
Ketidakakuratan Hasil Analisa 7.69%
Kesulitan dalam Penelusuran,
Menentukan Tindakan Perbaikan dan… 12.31%
Potensi Terjadinya Kontaminasi Silang 56.92%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

Gambar 7 Persentase akibat yang ditimbulkan dari analisis kesenjangan FSSC 22000
versi 4.1 di industri

Identifikasi Penyebab Temuan Ketidaksesuaian

Temuan ketidaksesuaian penerapan FSSC 22000 versi 4.1 pada 5 klausul


terpilih di industri dapat dilihat pada Tabel 10. Temuan ketidaksesuaian tersebut
kemudian dianalisa penyebabnya untuk mempermudah identifikasi penyusunan
rekomendasi dan tindakan perbaikan. Ketidaksesuaian yang ditemukan pada klausul
tersebut, yaitu masih belum dicantumkannya Person In Charge (PIC) dan departemen
yang memberikan tag status untuk produk atau material yang tidak sesuai atau reject.
17

PIC dan departemen yang memberikan tag menjadi hal yang sangat penting dalam alur
pengendalian ketidaksesuaian. Hal tersebut menyebabkan status produk reject menjadi
kurang jelas dan membuat komunikasi antar pihak yang terkait menjadi kurang efisien.
Produk atau material reject dengan pemberian status yang kurang jelas menyebabkan
tindakan disposisi menjadi terhambat. Selain itu, pencantuman expired date dari produk
pada form Non-Conformity Report (NCR) belum dilakukan. Hal tersebut juga
menyebabkan terhambatnya dilakukan penanganan yang lebih lanjut karena kurangnya
data expired date yang diberikan kepada pihak principal untuk dilakukan verifikasi
ketidaksesuaian dan tindakan disposisi. Selain itu, ketidaksesuaian yang ditemukan
yaitu belum dicantumkan dengan jelas di dalam prosedur untuk departemen yang
melakukan analisa verifikasi ketidaksesuaian. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan dari
deskripsi kerja departemen yang terkait. Skor untuk klausul ini bernilai 0.5 karena
memiliki frekuensi ditemukan sebanyak lebih dari 3 temuan dan dikategorikan sebagai
temuan mayor. Temuan ketidaksesuaian ini disebabkan oleh prosedur yang berlaku
tidak memuat alur yang mendukung penanganan ketidaksesuaian dan ketidaksesuaian
ini juga mengakibatkan timbulnya potensi kesulitan dalam penelusuran untuk produk
yang berpotensi tidak aman dan menghambat proses disposisi sehingga temuan ini
dikategorikan temuan mayor karena berpengaruh secara signifikan dalam penerapan
SMKP.
Klausul Food Defense memuat standar bahwa perusahaan harus memiliki tabulasi
identifikasi potensi ancaman tehadap mutu keamanan produk, mengembangkan cara
dan menyusun rencana untuk meminimalisir potensi-potensi yang dapat terjadi (FSSC
22000 2017). Ketidaksesuaian yang ditemukan pada klausul ini, yaitu rencana
perusahaan untuk meminimalisir potensi ancaman dalam bentuk analisis risiko food
defense atau food defense risk assesment. Analisis risiko yang sudah ada masih
dianggap sulit untuk diterapkan karena masih ditemukan beberapa penerapan secara
aktual yang tidak sesuai dengan analisis risiko yang sudah ada, antara lain security
masih tidak memeriksa kendaraan yang keluar atau masuk ke area pabrik. Hal ini dapat
memperbesar kemungkinan adanya sumber bahaya berupa sabotase yang dapat
menganggu penerapan SMKP FSSC 22000 versi 4.1 dan keamanan proses produksi.
Selain itu, masih ditemukannya ketidaksesuaian pihak yang melakukan monitoring.
Pada analisis risiko disebutkan bahwa pihak yang berwenang untuk melakukan
monitoring dengan cara memeriksa matriks akses kontrol fingerprint dan monitoring
lewat CCTV di area produksi merupakan leader produksi. Dalam penerapannya, leader
produksi tidak memiliki matriks akses kontrol dan tidak adanya akses CCTV. Hal ini
meyebabkan tidak terlaksananya proses monitoring seperti yang telah dicantumkan
pada analisis risiko. Skor untuk klausul ini bernilai 0.5 karena memiliki frekuensi
ditemukan sebanyak lebih dari 3 temuan dan dikategorikan sebagai temuan mayor.
Temuan ketidaksesuaian ini disebabkan oleh kurangnya konsistensi dari pihak
perusahaan dalam penerapan food defense seperti yang sudah dicantumkan di analisis
risiko dan mengakibatkan timbulnya potensi terjadinya sabotase yang membahayakan
proses produksi dan penerapan SMKP.
18
Tabel 10 Tabulasi hasil temuan ketidaksesuaian dalam penerapan FSSC 22000 versi 4.1 di industri
No Klausul - Komponen Deskripsi Temuan Frekuensi Kategori Skor Tindakan Perbaikan
1. 7.10 Penanganan Ketidaksesuaian a. Belum dicantumkan dengan jelas Person In >3 Mayor 0.5 Melakukan revisi atau perubahan
(Non-Conformity) – ISO 22000 : Charge (PIC) pemberian tag ketidaksesuaian pada dokumen terkait
2009 – acuan tentang pengendalian b. Belum dicantumkan penambahan info expired
produk atau material yang tidak date untuk produk atau material yang tidak sesuai ke
sesuai dalam form penanganan ketidaksesuaian.
c. Belum dicantumkan dengan jelas di dalam
prosedur untuk departemen yang melakukan analisa
verifikasi ketidaksesuaian
2. Food Defense – Persyaratan a. Security masih tidak memeriksa kendaraan yang >3 Mayor 0.5 Melakukan revisi atau perubahan
Tambahan – acuan tentang keluar/masuk ke dalam area pabrik. pada dokumen terkait
penanggulangan dan pengawasan b. Monitoring untuk beberapa area produksi tidak
terhadap bahaya yang disengaja dilakukan oleh leader produksi.
dalam rantai industri
3. 13.7 Kebersihan Personal dan 13.8 a. Ditemukan beberapa pekerja tidak melaksanakan >3 Mayor 0.5 Menunjuk satu orang yang
Perilaku Personal – ISO/TS seluruh tahap mencuci tangan sebelum masuk ke berwenang untuk menjadi
22002-1:2009 - acuan tentang area produksi pengawas dan memberikan sanksi
kebersihan dan perilaku pekerja b. Ditemukan beberapa pekerja masih memiliki kuku yang tegas bagi pekerja yang
yang kontak dengan produk panjang dan tidak bersih masuk ke dalam area melanggar
produksi
c. Ditemukan beberapa pekerja masih menggunakan
jilbab dengan jarum pentul

4. Spesifikasi jasa dengan pihak a. Seragam penyaji katering masih tidak sesuai >3 Minor 1 Membuat ketentuan seragam
ketiga – Persyaratan Tambahan – dengan ketentuan Permenkes penyaji katering berdasarkan
acuan tentang mengenai pihak ketiga No.1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene ketentuan Permenkes
agar bisa menjaga penerapan SMKP Jasa Boga No.1096/MENKES/PER/VI/2011
tetap berjalan dengan baik. b. Tempat sampah yang digunakan masih belum
tertutup
5. 13.4 Seragam Kerja dan alat Masih ditemukan pekerja yang berpakaian kotor dan 2 Mayor 1.5 Membuat ketentuan pemakaian
pelindung diri – acuan tentang benang mencuat seragam berdasarkan hasil analisa
seragam kerja dan APD pekerja swab
19

Klausul spesifikasi jasa berisi standar bahwa perusahaan harus memiliki


persyaratan untuk pihak ketiga yang ditinjau secara berkala. Dalam persyaratan
tersebut memuat bahwa pihak ketiga harus memiliki sertifikat yang berkaitan
dengan keamanan pangan (FSSC 22000 2017). Pada klausul tersebut ditemukan
ketidaksesuaian pada persyaratan vendor penyaji katering untuk pekerja di
perusahaan ini, antara lain terdapat beberapa ketidaksesuaian tentang fasilitas
higiene yang dibawa oleh dua vendor katering. Penyaji katering belum memenuhi
ketentuan dari Permenkes No.1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Jasa
Boga. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa penyaji katering wajib dalam
keadaan sehat, memakai penutup rambut dan mulut, memakai alat pelindung diri
(APD) berupa celemek tau apron, tidak memakai aksesoris, dan selalu mencuci
tangan ketika akan memasuki area kantin. Selain itu, pihak vendor katering
diwajibkan membawa tempat sampah yang memiliki penutup untuk menghindari
potensi kontaminasi silang pada makanan. Skor untuk klausul ini bernilai 1 karena
memiliki frekuensi ditemukan sebanyak lebih dari 3 temuan dan dikategorikan
sebagai temuan minor. Temuan ketidaksesuaian ini disebabkan oleh belum adanya
ketentuan tertulis dari pihak perusahaan tentang seragam penyaji katering dan
ketidaksesuaian ini mengakibatkan timbulnya potensi terjadinya gangguan
kesehatan pada pekerja sehingga dapat membawa kontaminasi menuju area
produksi.
Sedangkan, Klausul 13.7 tentang kebersihan personal dan 13.8 tentang
perilaku personal dalam ISO/TS 22002-1:2009 berisi acuan tentang kebersihan
dan perilaku dari pekerja yang melakukan kontak langsung dengan proses
produksi. Kebersihan pribadi yang berlaku di perusahaan ini meliputi tidak
memelihara jenggot dan kumis, tidak memelihara kuku panjang dan kotor, tidak
memakai jilbab yang menggunakan jarum, dan selalu mencuci tangan sesuai
dengan instruksi yang berlaku. Dalam penerapannya, masih ditemukan pekerja
yang tidak mengikuti ketentuan tersebut. Hal ini disebabkan masih kurangnya
kesadaran diri dari para pekerja tentang pentingnya menjaga mutu keamanan dari
produk pangan dan juga monitoring yang dilakukan masih kurang efektif.
Monitoring masih dilakukan secara manual dengan cara mengisi self assesment
form mengenai kebersihan diri sebelum masuk ke area produksi sehingga masih
banyak pekerja yang tidak mau mengisi form tersebut dikarenkan memakan waktu
lebih lama dalam melakukan pengisian. Skor untuk klausul ini bernilai 0.5 karena
memiliki frekuensi ditemukan sebanyak lebih dari 3 temuan dan dikategorikan
sebagai temuan mayor. Temuan ketidaksesuaian ini disebabkan oleh masih
kurangnya efektivitas dari pengawasan terhadap kebersihan dn perilaku dari
pekerja secara langsung oleh pihak yang memiliki kewenangan dan temuan ini
mengakibatkan timbulnya potensi terjadinya kontaminasi silang dan juga
kontaminasi fisik yang dapat menurunkan mutu keamanan produk dan
menganggu penerapan SMKP.
Klausul 13.4 tentang pakaian dan alat pelindung diri (APD) dalam ISO/TS
22002-1 : 2009 menyatakan bahwa pakaian pekerja diharuskan bersih, tidak
memiliki kancing, melindungi bagian tubuh seperti rambut agar tidak
mengontaminasi produk, dan terbebas dari benang yang mencuat. Hal tersebut
disebabkam oleh pihak laundry yang datang terlambat sehingga para pekerja
terpaksa mengenakan pakaian yang sebelumnya sudah dipakai. Selain itu, pakaian
yang memiliki benang mencuat diakibatkan oleh kurangnya kesadaran pekerja
20

dalam menjaga kondisi pakaian. Dalam penerapannya, masih ditemukan pekerja


yang mengenakan pakaian yang kotor dan benang mencuat. Skor untuk klausul ini
bernilai 1.5 karena memiliki frekuensi ditemukan sebanyak 2 temuan dan
dikategorikan sebagai temuan mayor. Temuan ketidaksesuaian ini disebabkan
oleh belum adanya ketentuan mengenai jadwal pergantian seragam dan
mengakibatkan timbulnya potensi terjadinya kontaminasi silang dan juga
kontaminasi fisik yang dapat menurunkan mutu keamanan produk dan
menganggu penerapan SMKP. Berdasarkan identifikasi penyebab
ketidaksesuaian, 5 temuan tersebut disusun rekomendasi dan tindakan perbaikan
untuk perbaikan implementasi SMKP FSSC 22000 versi 4.1 di industri ini.

Identifikasi Rekomendasi dan Tindakan Perbaikan untuk Temuan


Ketidaksesuaian

Rekomendasi dan tindakan perbaikan diberikan untuk 5 klausul yang


ditemukan ketidaksesuaian seperti pada Tabel 10, yaitu klausul 7.10 dalam ISO
22000:2009 tentang pengendalian ketidaksesuaian, klausul food defense dalam
persyaratan tambahan, dan klausul 13.7 tentang kebersihan personal dan 13.8
tentang perilaku personal dalam ISO/TS 22002-1:2009, klausul spesifikasi jasa
dengan pihak ketiga dalam persyaratan tambahan, dan klausul 13.4 tentang
pakaian dan alat pelindung diri (APD) dalam ISO/TS 22002-1 : 2009.

Klausul 7.10 dalam ISO 22000 : 2009 tentang pengendalian ketidaksesuaian


Tindakan perbaikan yang diterapkan kepada ketidaksesuaian di klausul
7.10 tentang pengendalian ketidaksesuaian pada ISO 22000 : 2009, yaitu
melakukan revisi prosedur sebelumnya. Terdapat beberapa perubahan dan
penambahan poin-poin pada prosedur seperti pada Tabel 10. Perubahan dokumen
tersebut dilakukan agar proses disposisi maupun tindakan lanjutan dari
ketidaksesuaian yang ditemukan dapat menjadi lebih efisien. Expired date atau
tanggal kadaluwarsa untuk material ditambahkan menjadi salah satu data yang
harus dimasukkan ke dalam form non-confirmity report (NCR) oleh karyawan
penemu. Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah tindakan lanjutan dari pihak
principal. Selain itu, pada prosedur yang baru telah ditambahkan PIC untuk
pemberian tag status pada produk yang mengalami ketidaksesuaian, yaitu
departemen QC. Perbaikan terakhir untuk revisi prosedur telah dicantumkan
bahwa departemen QC akan memberikan status akhir untuk produk yang
mengalami ketidaksesuaian setelah dilakukan analisa.
Perbaikan pada prosedur penanganan ketidaksesuaian kemudian diajukan
kepada document control agar dapat didistribusikan ke seluruh departemen terkait.
Setelah dokumen didistribusikan, maka akan dilakukan sosialisasi yang berisi
penjelasan lebih lengkap mengenai perubahan yang terdapat di dalam prosedur
tersebut. Perbaikan pada prosedur penanganan ketidaksesuaian kemudian diajukan
kepada document control agar dapat didistribusikan ke seluruh departemen terkait.
Setelah dokumen didistribusikan, maka akan dilakukan sosialisasi yang berisi
penjelasan lebih lengkap mengenai perubahan yang terdapat di dalam prosedur
tersebut.
21

Tabel 10 Perubahan pada prosedur penanganan ketidaksesuaian dan tindakan


pencegahan
No. Prosedur Lama Perubahan
1. Pada alur proses dan alur material belum Sudah dicantumkan untuk
dicantumkan untuk penambahan data expired date menambahkan data expired date
produk/material pada form NCR yang dilakukan pada form NCR yang dilakukan
oleh karyawan penemu oleh karyawan penemu

2. Belum dicantumkan PIC untuk pemberian tag Sudah dicantumkan PIC untuk
status pada produk/material yang mengalami pemberian tag status pada
ketidaksesuaian produk/material yang mengalami
ketidaksesuaian oleh departemen
Quality Control
3. Belum dicantumkan bahwa departemen QC akan Sudah dicantumkan departemen
melakukan analisis dan memberikan status untuk QC melakukan analisis dan
produk (release/reject) memberikan status untuk produk

Food defense dalam persyaratan tambahan


Rekomendasi tindakan perbaikan yang dilakukan untuk klausul food defense
dalam persyaratan tambahan adalah melakukan revisi terhadap dokumen analisis
risiko untuk penerapan food defense di indutsri ini. Beberapa perubahan yang
dilakukan agar analisis risiko lebih mudah untuk diterapkan dapat dilihat pada
Tabel 12. Dalam dokumen sebelumnya, verifikasi belum dilakukan secara berkala
oleh pihak yang berwenang. Verifikasi bertujuan memeriksa ulang mengenai
kesesuaian monitoring yang diterapkan. Hal ini mengakibatkan tidak
dilakukannya monitoring food defense oleh PIC sehingga dapat berpotensi
terbentuknya ancaman dan menjadi temuan ketidaksesuaian dalam penerapan
SMKP FSSC 22000 versi 4.1 di industri ini. Rekomendasi perubahan dokumen
yang dapat diberikan mengenai hal tersebut, yaitu penambahan kolom
dokumentasi verifikasi yang dilakukan oleh supervisor masing-masing
departemen. Selain itu, pada dokumen sebelumnya dicantumkan bahwa PIC yang
bertugas melakukan monitoring di area produksi, yaitu leader produksi. Hal
tersebut mengakibatkan kurangnya efektivitas dari monitoring yang dilakukan
karena beberapa penyebab yang sudah dijelaskan sebelumnya sehingga dapat
berpotensi terbentuknya ancaman dan menjadi temuan ketidaksesuaian dalam
penerapan SMKP FSSC 22000 versi 4.1 di industri ini. Rekomendasi perubahan
dokumen yang dapat diberikan mengenai hal tersebut, yaitu melakukan perubahan
PIC untuk melakukan monitoring di area produksi masing-masing menjadi
operator yang sedang bertugas.
Dokumen sebelumnya juga mencantumkan bahwa waktu monitoring untuk
departemen utility dilakukan setiap saat. Hal tersebut mengakibatkan tidak
terlaksananya monitoring untuk daerah departemen utility sehingga berpotensi
terbentuknya ancaman dan juga akan menjadi temuan ketidaksesuaian dalam
penerapan SMKP FSSC 22000 versi 4.1 di industri ini. Rekomendasi perubahan
dokumen yang dapat diberikan untuk hal tersebut, yaitu melakukan perubahan
22

waktu monitoring untuk departemen utility menjadi bersamaan dengan monitoring


operasional yang selalu dilakukan setiap pagi.

Tabel 12 Perubahan dokumen analisis risiko food defense


No. Dokumen Lama Perubahan
1. Belum adanya kolom dokumentasi verifikasi Penambahan kolom
sebagai bukti bahwa sudah dilakukannya dokumentasi verifikasi telah
verifikasi monitoring untuk penerapan food dilakukan monitoring untuk
defense penerapan food defense.
2. Dalam food defense risk assesment untuk Dilakukan pergantian untuk
departemen produksi, masih dicantumkan PIC yang bertugas melakukan
bahwa PIC yang bertugas melakukan monitoring di area produksi
monitoring menjadi operator yang berada
di area produksi merupakan leader produksi di area produksi.
3. Dalam food defense risk assesment untuk Dilakukan pergantian untuk
departemen utility, dicantumkan bahwa waktu waktu monitoring dilakukan
monitoring keamanan dilakukan setiap saat. bersamaan dengan monitoring
operasional.

Klausul 13.7 tentang personal cleanliness dan 13.8 tentang personal behavior
dalam ISO/TS 22002-1:2009

Kebersihan diri dan juga perilaku dari pekerja yang melakukan kontak
langsung dengan proses produksi harus dijaga kebersihan agar mutu keamanan
dari produk tetap terjaga. Penerapan klausul ini cukup sulit untuk dilakukan secara
merata untuk seluruh pekerja karena beberapa penyebab yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Rekomendasi tindakan perbaikan yang dapat diberikan untuk klausul
ini, antara lain menunjuk salah satu pekerja yang cukup berwenang untuk
dijadikan pengawas untuk menerapkan klausul ini secara baik. Pengawas tersebut
melakukan pengawasan tanpa sepengetahuan dari para pekerja agar mendapatkan
hasil yang sebenarnya. Selain itu, sanksi atau peringatan mengenai penerapan
klausul ini lebih diperketat dari sebelumnya agar menimbulkan kesadaran diri dari
masing-masing pekerja.

Spesifikasi jasa dengan pihak ketiga dalam persyaratan tambahan


Tindakan perbaikan yang dilakukan untuk klausul spesifikasi jasa dengan
pihak ketiga dalam persyaratan tambahan adalah membuat ketentuan untuk
vendor katering yang dikhususkan kepada penyaji dari katering. Ketentuan yang
dibuat didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Jasa Boga seperti pada Tabel
11. Di dalamnya, disebutkan bahwa katering untuk pabrik dikategorikan jasa boga
golongan B. Jasa boga golongan B merupakan jasa boga yang melayani kebutuhan
masyarakat
23

Tabel 11 Ketentuan penyaji vendor katering berdasarkan Permenkes No.


1096/MENKES/PER/VI/2011
No. Ketentuan
Badan harus dalam keadaan yang sehat dan bebas penyakit yang berpotensi
1.
menjadi sumber kontaminasi
2. Kuku harus dalam keadaan bersih dan tidak panjang
3. Bebas dari jenggot dan kumis bagi penyaji pria
4. Tidak memakai bulu mata palsu atau extensions bagi wanita
5. Tidak memakai aksesoris yang berpotensi menjadi sumber kontaminasi
6. Menggunakan sepatu yang kedap air
7. Menggunakan celemek atau apron ketika menyajikan makanan
8. Menggunakan penutup kepala atau hairnet
9. Menggunakan penutup mulut atas masker
10. Selalu mencuci tangan ketika keluar/masuk/dari toilet
Menggunakan sarung tangan disposal ketika melakukan kontak langsung
11.
dengan makanan
12. Menggunakan alat makan yang bersih ketika mengambil makanan
Sumber : Permenkes 2011

Klausul 13.4 tentang pakaian dan alat pelindung diri (APD) dalam ISO/TS
22002-1 : 2009

Pakaian dan alat pelindung diri (APD) merupakan salah satu hal yang cukup
penting dalam menjaga mutu keamanan pangan dan juga keamanan dari pekerja
itu sendiri. Pakaian yang bersih dan terbebas dari potensi kontaminasi merupakan
syarat pakaian yang seharusnya diterapkan. Rekomendasi tindakan perbaikan
yang dapat diberikan untuk perbaikan implementasi klausul ini, antara lain
pembuatan ketentuan mengenai jadwal pergantian seragam kerja berdasarkan hasil
analisa swab dari laboratorium dan menyediakan pakaian kerja darurat untuk
pekerja jika terjadi ketidaksesuaian pakaian secara mendadak yang sesuai syarat
yang ditentukan. Saat ini pihak industri sudah melakukan analisa swab pada baju
pekerja yang dilakukan pergantian 3 hari dan 2 hari. Hasil analisa tersebut akan
dijadikan dasar dalam membuat ketentuan pergantian seragam pekerja.
Dari 5 temuan tersebut, dipilih 3 temuan yang dilakukan tindakan perbaikan.
Temuan tersebut meliputi klausul 7.10 dalam ISO 22000:2009 tentang
pengendalian ketidaksesuaian dan klausul management of services dalam
persyaratan tambahan. Sedangkan, 3 temuan yang tidak dilakukan tindakan
perbaikan karena keterbatasan waktu untuk dilakukan monitoring dan keadaan
dari pihak perusahaan yang tidak memungkinkan.

Uji Tindakan Perbaikan

Uji tindakan perbaikan akan diterapkan dalam jangka waktu tertentu yang
disesuaikan dengan pihak perusahaan. Temuan yang dilakukan uji tindakan
perbaikan, antara lain klausul 7.10 dalam ISO 22000:2009 tentang pengendalian
ketidaksesuaian dan klausul management of services dalam persyaratan tambahan.
24

Evaluasi uji tindakan perbaikan dilakukan untuk memperoleh hasil dari


tindakan perbaikan. Hasil ini akan dijadikan acuan untuk menentukan efektivitas
dari tindakan yang diterapkan.

Klausul 7.10 dalam ISO 22000 : 2009 tentang pengendalian ketidaksesuaian


Uji tindakan perbaikan yang diterapkan untuk klausul 7.10 dalam ISO
22000:2009 tentang pengendalian ketidaksesuaian, yaitu revisi prosedur. Revisi
prosedur yang dilakukan seperti yang sudah ditabulasikan pada tabel 10.
Dokumen yang sudah direvisi kemudian diajukan menuju bagian pengendalian
dokumen di divisi Quality Management System (QMS) dari departemen Quality
Assurance (QA). Dokumen yang sudah diajukan dan disetujui oleh pihak
manajemen kemudian didistribusikan ke departemen dan divisi terkait, seperti
Produksi, Warehouse, PPIC, dan QMS. Uji tindakan perbaikan dilakukan dalam
rentang waktu 3 minggu. Prosedur yang sudah dilakukan revisi terdapat pada
Lampiran 1. Pihak-pihak yang menjadi narasumber dalam wawancara uji tindakan
perbaikan ini, antara lain, admin warehouse packaging material (PM), admin
Production Planning and Inventory Control (PPIC), admin shift produksi, dan
staff Quality Management System (QMS).
Wawancara dengan admin warehouse PM diperoleh hasil bahwa
implementasi dari prosedur yang sudah dilakukan revisi dianggap berjalan dengan
baik tanpa ada kendala yang berarti. Admin warehouse PM mengatakan bahwa
dengan dilakukannya revisi prosedur mempermudah tindakan untuk pengendalian
ketidaksesuaian karena data yang diinput sudah sesuai dengan data pada principal
sehingga tindakan disposisi menjadi lebih cepat. Wawancara dengan admin PPIC
diperoleh hasil bahwa mencantumkan expired date material dan nomor lot serta
adanya tag status pada produk yang tidak sesuai mempermudah data yang diinput
oleh PPIC untuk diteruskan ke principal. Hal ini menyebebkan proses untuk status
closing berjalan lebih cepat. Tetapi, masih ditemuka beberapa hal yang menjadi
kendala yaitu, masih adanya perbedaan nomor lot produk yang tidak sesuai
dengan data output-input material dari departemen warehouse sehingga
mempersulit penelusuran untuk material packaging. Wawancara dengan admin
shift produksi diperoleh hasil bahwa tidak ditemukan kendala yang berarti dalam
menerapkan revisi prosedur karena alur yang diubah menjadi lebih tertata. Selain
itu, hasil wawancara dengan admin QMS memperoleh hasil bahwa proses
disposisi sudah mulai berjalan lancar karena data yang dipersyaratkan oleh pihak
principal sudah lengkap dan jika keadaan aktual sudah berjalan sesuai dengan
prosedur, maka dapat disimpulkan bahwa tindakan pengendalian ketidaksesuaian
dapat berjalan dengan baik. Masing-masing dari user yang dilakukan wawancara
diberikan pertanyaan mengenai efektivitas revisi prosedur dari pengendalian
ketidaksesuaian. Data efektivitas revisi prosedur untuk klausul 7.10 ISO 22000:
2009 tentang pengendalian ketidaksesuaian berdasarkan hasil wawancara terdapat
pada Tabel 13.
Berdasarkan tabulasi data tersebut dari pihak tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa revisi prosedur yang sudah dilakukan sudah efektif dan
dapat diimplementasikan di industri ini. Hal tersebut disebabkan oleh 3 dari 4 user
mengatakan bahwa revisi prosedur tersebut sudah efektif dan mempermudah
sistem untuk pengendalian ketidaksesuaian. Tetapi, staff QMS mengatakan bahwa
revisi prosedur tersebut masih kurang efektif karena staff QMS belum merasakan
25

secara langsung perubahan dari alur pada dokumen. Hal ini disebabkan perubahan
yang dilakukan tidak bersinggungan langsung dengan alur yang terkait dengan
divisi QMS.

Tabel 8 Hasil wawancara efektivitas penerapan revisi prosedur klausul 7.10 ISO
22000:2009 tentang pengendalian ketidaksesuaian

Apakah revisi prosedur dianggap


No. User Wawancara efektif?
Ya Belum
1. Admin Warehouse Packaging
Material (PM) √
2. Admin Production Production
Planning and Inventory Control √
(PPIC)
3. Admin Shift Produksi √
4. Staff Quality Management

System (QMS)

Spesifikasi jasa dengan pihak ketiga dalam persyaratan tambahan

Ketentuan tersebut ditempatkan didalam kantin agar terlihat oleh penyaji


kantin. Monitoring dari uji tindakan perbaikan ini akan didokumentasikan dalam
bentuk checklist. Sebelum dilakukan pengambilan data, dilakukan sosialisasi
tentang ketentuan yang sudah diterapkan kepada penyaji katering dari vendor
yang bersangkutan. Sosialisasi dihadiri oleh seluruh penyaji katering dan
dilakukan penjelasan mengenai masing-masing dari poin yang tertera pada
ketentuan tersebut.
Uji tindakan perbaikan dilakukan dalam rentang waktu 5 hari kerja untuk 2
vendor yang berada di industri ini. Pengambilan data uji tindakan perbaikan pada
vendor katering A dilakukan sebanyak dua kali, yaitu di hari ke-1 dan hari ke-5
setelah sosialisasi dan pengambilan data uji tindakan perbaikan pada vendor
katering B dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada hari ke-1 dan ke-2 setelah
sosialisasi. Hal tersebut berkaitan dengan jadwal katering yang disesuaikan
dengan jangka waktu pengambilan data untuk monitoring. Pengambilan data
pertama dilakukan untuk melihat perubahan setelah dilakukannya sosialisasi dan
pengambilan data kedua dilakukan untuk melihat konsistensi dari penerapan
ketentuan tersebut. Hasil monitoring disajikan seperti pada vendor A dapat dilihat
pada Gambar 8 serta pada vendor B dapat dilihat pada Gambar 9.
Berdasarkan dari data pada Gambar 8, persentase penggunaan apron pada
hari ke-1 dan hari ke-2 menunjukkan data 0% yang berarti penyaji tidak
menggunakan apron pada saat pengambilan data. Hal ini disebabkan oleh tidak
disediakannya apron dari pihak perusahaan maupun dari pihak katering setelah
dilakukan wawancara untuk mengetahui penyebab tidak menggunakan apron saat
menyajikan makanan. Hal ini dapat dijadikan saran untuk kedepannya bahwa
untuk memenuhi ketentuan penyaji katering berdasarkan Permenkes
No.1096/MENKES/PER/VI/2011 baik pihak perusahaan maupun vendor dapat
26

menyediakan apron untuk para penyaji kateringnya. Selain itu, persentase


pemenuhan ketentuan tidak memakai aksesori dan tidak memiliki kuku panjang
mengalami peningkatan dari hari ke-1 menuju hari ke-2. Berdasarkan hasil dapat
dipastikan bahwa para pekerja sudah mengerti tentang ketentuan tersebut dan
mengetahui akibat dari yang ditimbulkan jika tidak memenuhi ketentuan tersebut.
Menggunakan Peralatan yang Bersih
Menggunakan Sarung Tangan Disposal
Mencuci Tangan
Menggunakan Masker
Menggunakan Penutup Kepala
Menggunakan Apron
Hari 2
Menggunakan Sepatu Kedap Air
Hari 1
Tidak Memakai Aksesoris
Tidak Memakai Bulu Mata Palsu
Tidak Memiliki Kumis dan Jenggot
Tidak Memiliki Kuku Panjang
Keadaan Badan Harus Sehat

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Gambar 8 Hasil monitoring implementasi ketentuan penyaji katering vendor A

Menggunakan Peralatan yang Bersih


Menggunakan Sarung Tangan Disposal
Mencuci Tangan
Menggunakan Masker
Menggunakan Penutup Kepala
Menggunakan Apron
Hari 2
Menggunakan Sepatu Kedap Air
Tidak Memakai Aksesoris
Hari 1
Tidak Memakai Bulu Mata Palsu
Tidak Memiliki Kumis dan Jenggot
Tidak Memiliki Kuku Panjang
Keadaan Badan Harus Sehat

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Gambar 9 Tabulasi data monitoring implementasi ketentuan penyaji katering


vendor B
Berdasarkan dari data pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa persentase
pemenuhan ketentuan menggunakan sepatu kedap air saat dilakukan monitoring
tidak dipenuhi. Hal ini disebabkan oleh tidak disediakannya sepatu kedap air dari
pihak perusahaan maupun dari pihak katering. Ketidaksesuaian ini dapat dijadikan
saran untuk kedepannya untuk memenuhi ketentuan penyaji katering berdasarkan
Permenkes No.1096/MENKES/PER/VI/2011, baik pihak perusahaan maupun
vendor dapat menyediakan sepatu kedap air untuk para penyaji kateringnya.
Selain itu, berdasarkan data dapat dipastikan bahwa para pekerja dari vendor B
sudah mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan.
27

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Evaluasi penerapan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP) FSSC


22000 versi 4.1 di industri pengolahan susu steril diperoleh hasil kesesuaian
senilai 79.62% yang dikategorikan sudah menerapkan SMKP dengan baik.
Rincian hasil untuk setiap komponennya, antara lain ISO 22000:2009 memperoleh
hasil kesesuaian senilai 82.08%, ISO/TS 22002-1:2009 memperoleh hasil senilai
81.08%, dan persyaratan tambahan memperoleh hasil senilai 75.71%. Dari
evaluasi tersebut dipilih 5 temuan yang memiliki ketidaksesuaian.
Ketidaksesuaian tersebut terdapat pada klausul 7.10 pada ISO 22000:2009 tentang
pengendalian ketidaksesuaian, food defense pada persyaratan tambahan
spesifikasi jasa dengan pihak ketiga pada persyaratan tambahan, klausul 13.7
tentang kebersihan pribadi dan klausul 13.8 tentang perilaku personal, serta
klausul 13.4 tentang pakaian kerja dan alat pelindung diri (APD) pada ISO/TS
22002-1:2009.
Tindakan perbaikan diimplementasikan pada 2 temuan, antara lain pada
klausul 7.10 pada ISO 22000:2009 tentang pengendalian ketidaksesuaian dan
management of services pada persyaratan tambahan. Pada klausul 7.10 tentang
pengendalian ketidaksesuaian dalam ISO 22000:2009 dilakukan tindakan
perbaikan berupa revisi dokumen dan pada klausul spesifikasi jasa dengan pihak
ketiga dalam persyaratan tambahan dilakukan tindakan perbaikan berupa
pembuatan ketentuan berdasarkan Permenkes No.1096/MENKES/PER/VI/2011
. Uji tindakan perbaikan dilakukan dalam rentang waktu yang sudah
ditentukan perusahaan dan dilakukan evaluasi sehingga diperoleh hasil bahwa
revisi dokumen untuk klausul 7.10 pada ISO 22000:2009 tentang pengendalian
ketidaksesuaian dinilai efektif dan pembuatan ketentuan untuk klausul spesifikasi
jasa dengan pihak ketiga pada persyaratan tambahan sudah dapat dipahami
sehingga dapat diimplementasikan untuk penerapan FSSC 22000 versi 4.1 yang
lebih baik.

Saran

Perlu diadakan perbaikan pada penerapan sistem manajemen keamanan


pangan FSSC 22000 versi 4.1 di industri pengolahan susu steril berdasarkan hasil
presentase kesesuaian. Perusahaan harus memastikan bahwa seluruh persyaratan
terkait penerapan FSSC 22000 versi 4.1 terus terpenuhi agar dapat menjamin mutu
keamanan produk yang dihasilkan. Selain itu, tinjauan ulang dari pihak
perusahaan mengenai penerapan FSSC 22000 versi 4.1 ini harus dilakukan agar
jika terjadi temuann ketidaksesuaian dapat segera dilakukan tindakan perbaikan.
28

DAFTAR PUSTAKA

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2016a. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016
Tentang Kategori Pangan. Jakarta (ID) : BPOM
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2016b. Peraturan Kepala BPOM
RI Nomor 16 Tahun 2016 tentang Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan Olahan.
Jakarta (ID): BPOM
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI ISO 22000:2009 tentang Sistem
Manajemen Keamanan Pangan. Jakarta (ID): BSN
[FSSC] Food Safety System Certification. 2017. Food Safety System Certification
22000 Part I: Scheme Overview. Gorinchem (NE) : Food Safety System
Certification
[GFSI] Global Food Safety Initiative. 2018. GFSI-recognised certification
programmes. [Internet]. [diunduh 2018 may 24]. Tersedia pada :
http://www.mygfsi.com
[ISO] International Standardization Organtization. 2009. Technical Specification-
Prerequisite programmes on food safety part 1 : food manufacturing. Geneva
(SW) : ISO
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta(ID) : Kemenkes RI
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/Vi/2011
Tentang
Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta (ID) : Kemenkes RI
[WHO] World Health Organization. 2015. WHO Estimates of The Global Burden
of Foodborne Diseases. Geneva (SW) : World Health Organization
Arafat W. 2005. The Real Power of Marketing Audit. Jakarta (ID): PT Elex Media
Komputindo.
Bakhtiar A, Purwanggono B. 2009. Analisis implementasi sistem manajemen
kualitas ISO 9001:2000 dengan menggunakan gap analysis tools. Jurnal Teknik
Industri Universitas Diponegoro. 4(3): 185-193.
Mccabe-Sellers BJ dan Samuel EB 2004. Food safety: Emerging trends in
foodborne illness surveillance and prevention. J. Am. Diet. Assoc. 104: 1708-
1717.
Muhandari T dan Kadarisman D. 2012. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.
Bogor (ID) : IPB Press
Muscham Y, Falahah, Galih IS.2011. Penerapan gap analysis pada pengembangan
sistem pendukung keputusan penilaian kinerja karyawan (studi kasus
INDUSTRI INI). Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi
2011(SNATI 2011). 2 (1) ISSN: 1907-5022
Oktari RT. 2017. Evaluasi PRP untuk perbaikan implementasi sistem manajemen
keamanan pangan FSSC 22000:2013 di PT Dairy Indonesia [skripsi] Bogor
(ID) : Institut Pertanian Bogor
29

LAMPIRAN
30

Lampiran 1 Revisi alur pengendalian ketidaksesuaian di industri pengolahan susu


steril

Karyawan Penemu

Menemukan ketidaksesuaian RM/PM/FG bermasalah

Form NCR

Distributor Principal
HOLD Proses

Proses RMPM
B C
Karyawan Penemu

Membuat NCR dengan mencatumkan item


code + item description FG, No lot dan batch,
A
expired date, jumlah NC & Satuan serta
deskripsi detail ketidaksesuaian

Form NCR
QC

Verifikasi ketidaksesuaian yang


ditemukan
QC Karyawan Penemu

Analisis ketidaksesuaian dengan Menginformasikan NCR kepada Form NCR dan Foto/Bukti
standar yang diterapkan QC

Form NCR dan Foto/Bukti Form NCR dan Foto/Bukti


QC

Memberikan tag pada produk NCR untuk status


QC produk (hold) dan menuliskan disposisi
sementara pada form NCR

Menetapkan status produk


Tag produk dan Form NCR
berdasarkan analisis ketidaksesuaian

Produk yang tidak sesuai

Departemen Terkait
QA Principal
Menganalisis penyebab dan
Ya melakukan tindakan perbaikan
QC Principal akan
menginformasikan surex Release
release Form NCR

Surex Release Tidak

QC Supervisor QC & Manager QA

QC QC Principal akan menginformasikan Verifikasi tindakan perbaikan


surex reject kepada QC
Update status produk
Form NCR dan Foto/Bukti
menjadi release Form NCR dan Tag Foto/Bukti

Tag Release, Bukti


QMS

Melaporkan ketidaksesuaian
Selesai kepada principal
Ya Produk sudah
masuk inventori?
Form NCR dan Foto/Bukti

QA Principal Tidak

Menginformasikan disposisi Admin QC QC, GA, WHS


Departemen Terkait

Quality Disposition Foto/Bukti Membuat Quality Disposition Melakukan disposisi terhadap


Melakukan tindakan pencegahan
produk NC
Form NCR dan Quality Disposition Form NCR
Form NCR
Foto/Bukti
PPIC Principal &PPIC
QC dan QC Principal
Mengirimkan MEMO pemusnahan Admin QC QC, GA, WHS
ke PPIC
Melakukan verifikasi tindakan
Menginformasikan quality Verifikasi disposisi produk NC pencegahan
Quality Disposition Foto/Bukti disposition ke WHS dan GA
Form NCR dan Foto/Bukti Form NCR dan Foto/Bukti
Form NCR dan Quality Disposition

QMS

Selesai Memberikan status Close pada


NCR

NCR, Berita acara dan Foto

Selesai
31

Karyawan Penemu

Membuat NCR dengan mencatumkan jenis RMPM


(item code + item descreption), supplier, jenis NG, No
lot, expired date dan satuan serta foto bukti

Form NCR dan foto/bukti

Karyawan Penemu

Memisahkan material NC dan menginformasikan kepada


QC

Form NCR dan Foto/Bukti

QC Karyawan Penemu

Verifikasi ketidaksesuaian yang Menuliskan dugaan penyebab


ditemukan ketidakssuaian

Form NCR Bukti/Foto RM Form NCR dan Bukti/Foto

Karywana Penemu, QC
QC
Melaksanakan tindakan perbaikan
Memberikan tag reject sesuai
dengan nomor NCR yang telah
dibuat
Form NCR dan Bukti/Foto

Form NCR dan Bukti/Foto

QMS

Menginformasikan ke QA Principal, PPIC dan QA


RMPM dengan mengirimkan email serta fisik
NCR&RMPM ke QA RMPM Principal di H+2 by
email, kirim sampel

Form NCR dan Bukti/Foto

QA Principal Produksi

Verifikasi ketidakesuaian yang Memberikan informasi data reject (inventory transfer form)
dilaporkan H+3 kepada WHS,

Form NCR dan Foto/Bukti


Form NCR, Foto, dan Material

Principal
Produksi

CAPA Supplier dan melaporkan ketidakesuaian ke supplier, (10HK Mengembalikan material ke WHS RM/PM dan memberikan rekap
lokal,30HK import) material reject ke WHS (setiap minggu)

Form NCR Bukti/Foto


Form NCR dan Material

Supplier WHS

Melakukan Tindakan Pencegahan sesuai Menginformasikan pengembalian material dengan


dengan CAPA nomor NCR dan kuantitas kepada PPIC

Form NCR Form NCR

PPIC & Principal


QMS PPIC

Melakukan diposisi, H+10 dari


PPIC menginformasikan ke principal
Verifikasi hasil tindakan perbaikan dari supplier (dengan PPIC
memperketat sampling pada masalah)
Form NCR dan Material Memo penarikan
CAPA, Form NCR dan Bukti/Foto CAPA

QMS QC &QA Principal

Memberikan status Close pada NCR Melakukan verifikasi disposisi

Berita acara, NCR dan Foto Form NCR dan Bukti/Foto

Selesai
32

B B C

Principal Principal

Principal mengirimkan Principal membuat BAP


complain kepada distributor mengenai ketidaksesuaian
mengenai ketidaksesuaian
BAP
Surat Komplain

PPIC

QMS PPIC menerima BAP dari


principal mengenai
Membuat NCR terkait dengan ketidaksesuaian (H+1)
komplain

BAP
Form NCR

PPIC
Departemen Terkait

Melakukan verifikasi
Melakukan Tindakan ketidaksesuaian (H+1)
Pencegahan

Form NCR
BAP

QMS & QA Principal


PPIC PPIC

Verifikasi tindakan pencegahan


Membuat NCR kepada pihak Memberikan jawaban mengenai verifikasi kepada principal
oleh QC&QA Principal
terkait (PRD/WHS) (H+2) dan membuat jadeal untuk proses rework

Form NCR BAP

QMS

Memberikan status Close pada Produksi/WHS Produksi


NCR
Melakukan CAPA terkait dengan Melakukan rework
Form NCR dan Foto ketidaksesuaian pada NCR

Form NCR

Selesai

QC
Produksi/WHS
Melakukan verifikasi rework
Menginformasikan CAPA
kepada QMS

Form NCR

QMS

Mengirim hasil rework kepada


QMS principal (H+7)

Menginformasikan hasil
tindakan kepada principal

Form NCR dan Evidence

Selesai
33

Lampiran 2 Ketentuan untuk penyaji katering


34

Lampiran 3 Checklist monitoring untuk penyaji katering vendor A

Nama Penyaji
Ketentuan Hari ke-
Nunita Sari Skor M. Sutisna Skor Bayu Skor

Keadaan badan harus 1 Yes Yes Yes


2 2 2
sehat 2 Yes Yes Yes

Kuku dalam keadaan 1 no yes Yes


bersih dan tidak 1 2 2
2 Yes yes yes
panjang

Tidak memiliki 1 yes yes yes


2 1 2
kumis dan jenggot 2 yes no yes

Tidak memakai bulu 1 yes yes yes


2 2 2
mata palsu 2 yes yes yes

Tidak memakai 1 no Yes Yes


1 2 2
aksesoris 2 Yes Yes Yes

Menggunakan sepatu 1 Yes Yes Yes


2 2 2
kedap air 2 Yes Yes Yes

1 no no no
Menggunakan apron 0 0 0
2 no no no

Menggunakan 1 yes yes yes


2 2 2
penutup kepala 2 yes yes yes

Menggunakan 1 yes yes yes


2 2 2
masker 2 yes yes yes

1 yes yes yes


Mencuci tangan 2 2 2
2 yes yes yes

Menggunakan sarung 1 yes yes yes


2 2 2
tangan disposal 2 yes yes yes

Menggunakan 1 yes yes yes


2 2 2
peralatan yang bersih 2 yes yes yes
35

Lampiran 4 Checklist monitoring untuk penyaji katering vendor B


Hari Ke- Nama Penyaji
Ketentuan
M. Panji Skor Fian Skor Haikal Skor

1 Yes Yes Yes


Keadaan badan harus
2 2 2
sehat
2 Yes Yes Yes

Kuku dalam keadaan 1 no yes Yes


bersih dan tidak 2 2 2
panjang 2 Yes yes yes

1 yes yes yes


Tidak memiliki kumis
2 2 2
dan jenggot
2 yes no yes

1 yes yes yes


Tidak memakai bulu
2 2 2
mata palsu
2 yes yes yes

1 no no Yes
Tidak memakai
2 1 2
aksesoris
2 Yes Yes Yes

1 no Yes no
Menggunakan sepatu
0 0 0
kedap air
2 no Yes no

1 no no no
Menggunakan apron 1 1 1
2 yes Yes Yes

1 no no no
Menggunakan penutup
1 1 1
kepala
2 yes yes yes

1 yes yes yes


Menggunakan masker 2 2 2
2 yes yes yes

1 yes yes yes


Mencuci tangan 2 2 2
2 yes yes yes

1 yes yes yes


Menggunakan sarung
2 2 2
tangan disposal
2 yes yes yes

1 yes yes yes


Menggunakan peralatan
2 2 2
yang bersih
2 yes yes yes
36

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 31 Mei 1996.


Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Dr. Ir. I
Wayan Nurjaya M.Sc dan Yani Haryati. Penulis
menyelesaikan jenjang pendidikannya dari SD Negeri
Polisi 4 Bogor, SMP Negeri 1 Bogor, SMA Negeri 5
Bogor, dan dilanjutkan studi ke Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.
Selama masa kuliah, penulis aktif di organisasi dan
berbagai kepanitiaan. Dalam bidang organisasi, penulis pernah menjadi anggota
Biro Komunikasi dan Informasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Teknologi Pertanian (BEM Fateta) Kabinet Keluarga Harmonis tahun 2016.
Selain itu, penulis pernah menjadi Ketua Biro Komunikasi dan Informasi dari
Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) Kabinet Genggam
tahun 2017. Dalam kepanitiaan, salah satunya penulis pernah menjadi Ketua
Divisi Desain, Dekorasi, dan Dokumentasi dari Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan
(LCTIP) ke-24 serta pernah menjadi Ketua Divisi Desain dan Multimedia dari
Food Product Development Competition (FPDC) 2017.
Penulis pernah mengikuti kegiatan praktik lapang di PT Tirta Investama,
Gunung Putri mempelajari proses produksi dari minuman isotonik. Selain itu,
penulis pernah melaksanakan magang sebagai social media intern di PT Lingkar
Edukasi Indonesia (Circledoo Indonesia).

Anda mungkin juga menyukai