Anda di halaman 1dari 44

PENENTUAN KADAR PROTEIN BAKSO IKAN DENGAN

METODE KJELDAHL DI LABORATORIUM UPT-PMHP


(UNIT PELAKSANA TEKNIS PENERAPAN MUTU HASIL
PERIKANAN) MEDAN

KARYA ILMIAH

INDAH UTARI BR SIDABUKKE

162401050

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENENTUAN KADAR PROTEIN BAKSO IKAN DENGAN
METODE KJELDAHL DI LABORATORIUM UPT-PMHP
(UNIT PELAKSANA TEKNIS PENERAPAN MUTU HASIL
PERIKANAN) MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar


Ahli Madya

INDAH UTARI BR SIDABUKKE

162401050

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ii

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR PROTEIN PADA BAKSO IKAN DENGAN


METODE KJELDAHL DI UPT-PMHP (UNIT PELAKSANA TEKNIS
PENERAPAN MUTU HASIL PERIKANAN) MEDAN

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil saya sendiri. Kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2019

INDAH UTARI BR SIDABUKKE


162401050

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


iii

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini
dengan judul Penentuan Kadar Protein pada Bakso Ikan dengan Metode Kjeldahl
di UPT-PMHP (Unit Pelaksana Teknis Penerapan Mutu Hasil Perikanan) Medan.

Terimakasih Penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Kerista Sebayang, MS


selaku Dekan FMIPA USU. Terimakasih kepada Ibu Dr.Cut fatimah Zuhra, M.Si
selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU. Terimakasih kepada Bapak
Dr.Minto Supeno, M.S selaku Ketua Program Studi D-III Kimia. Terimakasih
kepada Bapak Dr. Tarsim Tarigan,M.Si selaku dosen pembimbing saya yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulisan karya ilmiah
ini. Terimakasih kepada kedua orang tua yang sangat saya sayangi Bapak
J.Sidabukke dan Ibu S.Sitanggang serta kepada keluarga yang telah memberi
semangat penuh seta doa. Terimakasih kepada Bapak Sakeus,Amd selaku kepala
Laboratorium Kimia dan seluruh pegawai di UPT-PMHP Medan yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan Praktek
Kerja Lapangan. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan D-III Kimia
stambuk 2016, untuk sahabat dan rekan-rekan saya Cristina Sinaga, Try elista
Sembiring Dedy Renaldi Ketaren dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.

Medan, Juli 2019

INDAH UTARI BR SIDABUKKE

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


iv

PENENTUAN KADAR PROTEIN PADA BAKSO IKAN


DENGAN METODE KJELDAHL DI LABORATORIUM
UPT-PMHP (UNIT PELAKSANA TEKNIS PENERAPAN
MUTU HASIL PERIKANAN) MEDAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar protein pada masing-masing bakso ikan gabus,
ikan tongkol dan ikan kembung di Laboratorium UPT-PMHP Medan. Penentuan
kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl yang meliputi tiga tahap yaitu
Tahap Destruksi, Destilasi dan Titrasi. Sampel di destruksi dengan H2SO4 pekat
dan ammonia yang dihasilkan ditangkap oleh asam borat dan dititasi dengan HCl
0,1 N. Kadar protein total yang diperoleh dari masing-masing bakso ikan adalah
bakso ikan gabus 7,878 % , ikan tongkol 7,177 % dan ikan kembung 7,440 %.
Hasil yang diperoleh dari ketiga bakso ikan tersebut kadar proteinnya lebih besar
dari standar mutu SNI yang menetapkan kadar protein bakso ikan minimal 7,00
%.

Kata Kunci : Bakso Ikan, Protein, Metode Kjeldahl

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


v

DETERMINATION OF PROTEIN CONTENT IN FISH


MEATBALL WITH THE METHOD KJELDAHL IN UPT-
PMHP (TECHNICAL IMPLEMENTATION UNIT-
APPLICATION OF QUALITY OF FISHERIES RESULTS)
FIELD

ABSTRACT

has been conducted to determination the protein content on cork fish meatballs,
tuna fish and mackerel fish at the UPT-PMHP Medan Laboratory. Determination
of protein content is done by the Kjeldahl method which includes three stages,
namely the Destruction stage, Distillation and Titration. The samples were
destroyed with concentrated H2SO4 and the resulting ammonia was captured by
boric acid and titrated with HCl 0,1 N. The total protein content obtained from
each fish meatball was cork fish meatball 7.878%, tuna fish 7.177% and mackerel
fish 7.440% . The results obtained from the three fish meatballs have a greater
protein content than the SNI quality standard which sets the fish meatball protein
level at least 7.00%.

Key Words : Fish Meatballs, Protein, Method Kjeldahl

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vi

DAFTAR ISI
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Tujuan 4
1.4 Manfaat 4

BAB 2 TINJAUN PUSTAKA


2.1 Ikan 5
2.1.1 Ikan Gabus 9
2.1.2 Ikan Tongkol 10
2.1.3 Ikan Kembung 10
2.2 Keuntungan dan Kelemahan Memanfaatkan 12
Ikan sebagai Sumber Makanan
2.3 Protein pada Ikan dan Manfaatnya 13
2.4 Bakso Ikan 14
2.5 Syarat Mutu Bakso Ikan 15
2.6 Bahan dan Proses Pembuatan Bakso Ikan 15
2.6.1 Bahan Baku dan Bahan Tambahan 16
2.6.1.1 Bahan Baku 16
2.6.1.2 Bahan Tambahan 16
2.6.2 Proses Pembuatan 17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vii

2.7 Protein 17
2.8 Tahap Analisa kadar Protein dengan cara Kjeldahl 19

BAB 3 METODE PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan 21
3.1.1 Alat 21
3.1.2 Bahan 22
3.2 Prosedur Percobaan 22
3.2.1 Pembuatan Larutan Indikator MR 0,1 % 22
3.2.2 Pembuatan Larutan Indikator BCG 0,1 % 22
3.2.3 Pembuatan Larutan H3BO3 4 % 23
3.2.4 Analisa Kadar Protein dengan Metode Kjedahl 23
3.2.4.1 Analisa Kadar Protein pada Bakso Ikan Gabus 23
dengan Metode Kjedahl
3.2.4.2 Analisa Kadar Protein pada Bakso Ikan Tongkol 23
dengan Metode Kjedahl
3.2.4.3 Analisa Kadar Protein pada Bakso Ikan Kembung 24
dengan Metode Kjedahl

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Percobaan 25
4.2 Perhitungan 26
4.3 Pembahasan 28

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 30
5.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel

2.1 Komposisi kimia daging ikan 6


2.2 Kandungan zat gizi ikan gabus tiap 100 gram 9
2.3 Kandungan zat gizi pada ikan gembung 11
2.4 Kandungan omega 3 dan omega 6 pada berbagai jenis ikan 12
2.5 Syarat mutu dan keamanan bakso ikan 15
4.1 kadar protein dalam bkaso ikan gabus, ikan kembung 25
, dan ikan tongkol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bakso adalah makanan yang terbuat dari daging yang dihaluskan, dan
diolah dengan menggunakan bahan-bahan lainnya, dibentuk sedemikian rupa
(umumnya berbentuk bulat) dan selanjutnya direbus.

Pembuatan bakso terdiri dari tahap pemotongan daging, penghalusan


daging sekaligus pencampuran dengan bahan pembantu dan bumbu tambahan,
pencampuran dengan tepung tapioka, pembentukan bakso dan perebusan.
Perebusan bakso dilakukan dalam dua tahap agar permukaan bakso yang
dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat.
Tahap pertama, bakso dipanaskan dalam panci berisi air hangat sekitar 60ºC
sampai 80ºC, sampai bakso mengeras dan terapung. Tahap kedua, bakso direbus
sampai matang dalam air mendidih (Wibowo, 2006).

Bahan-bahan yang pada umumnya digunakan dalam pembuatan bakso


ikan yaitu daging ikan segar, tepung tapioka, garam, gula pasir, telur ayam
(diambil putih telurnya saja), bawang putih, es batu yang sudah dihaluskan, air
bersih dan bumbu tambahan seperti merica bubuk. Alat-alat yang digunakan
dalam pembuatan bakso ikan umumnya talenan, pisau, gilingan (seperti blender),
baskom, sendok makan, sendok sayur, kompor, panci, dan timbangan. Mutu bakso
sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran dari daging ikan. Semakin segar daging
ikan yang digunakan semakin bagus mutu bakso yang dihasilkan.

Bakso merupakan salah satu daging olahan secara tradisional yang


digemari oleh semua lapisan masyarakat karena memiliki rasa yang khas, enak
dan kaya gizi. Bahan baku bakso dapat berasal dari berbagai daging jenis ternak,
seperti: sapi, babi, ayam dan ikan (Purnomo, 1998).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Biasanya bakso terbuat dari daging sapi, tapi saat ini, harga daging sapi
yang umumnya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bakso semakin
mahal dipasar. Oleh karena itu, penganekaragaman bahan dasar pembuatan bakso
perlu diupayakan agar bakso tetap berkualitas namun dari segi harga dapat
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Salah satu cara juga untuk mengurangi ketergantungan terhadap daging


adalah mencari bahan pengganti dengan memanfaatkan bahan makanan yang lain
yang tetap memiliki kandungan gizi yang baik untuk pembuatan bakso. Dalam hal
ini alternatif lain yang bisa digunakan untuk bahan pembuatan bakso ialah ikan.
Karena ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan
mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh.

Daging ikan umumnya tersusun atas dua jenis daging yaitu daging merah
yang terdapat disepanjang tubuh bagian samping dibawah kulit dan daging putih
yang terdapat diseluruh bagian tubuh ikan. Seperti halnya paada ikan gabus dan
ikan kembung umumnya memiliki jenis daging berwarna putih. Sedangkan pada
ikan tongkol terdapat dua jenis daging yaitu daging merah atau gelap dan daging
putih atau terang. Baik ikan gabus, ikan kembung maupun ikan tongkol memiliki
sedikit tulang sehingga dapat diolah menjadi produk olahan yang lebih modern
seperti bakso.

Seperti ikan tongkol dan hasil perikanan lainnya termasuk bahan pangan
yang sangat cepat membusuk (high perishable food). Sebagai bahan pangan yang
cepat rusak, maka kualitas ikan harus dapat dipertahankan semaksimal mungkin
hingga sampai ke tangan konsumen. Untuk itu perlu adanya penanganan yang
baik seperti pengawetan dan pengolahan menjadi produk yang siap dimakan tetapi
daya awetnya lebih lama. Salah satu cara pengolahan yang sudah lama dikenal
masyarakat adalah bakso ikan.

Dibuat dari bahan ikan, cita rasa bakso ikan juga tidak kalah nikmat
dengan bakso daging dan kandungan gizi dari bakso ikan tidak kalah dengan
bakso yang berasal dari daging jenis ternak seperti sapi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

Bakso ikan yang dianalisa adalah bakso ikan yang dijual dipasar
tradisional yang tidak dalam kemasan dan tidak memiliki merek. Berbeda dengan
bakso ikan yang dijual sudah memiliki mereknya yang dimana dalam kemasannya
sudah dicantumkan nilai kandungan gizinya. Sedangkan bakso ikan yang dianalisa
dijual dipasar tidak memiliki merek dan belum mencantumkan kandungan gizinya
sehingga belum diketahui kandungan gizinya pada bakso ikan tersebut. Tetapi
walaupun tidak dicantumkan merek dan kandungan gizinya, bakso yang dijual
dengan campuran ikan sangat laris dipasaran karena rasanya yang enak,
teksturnya yang kenyal dan kandungan gizinya juga tidak kalah dengan bakso
daging sapi atau ayam. Dengan begitu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
standart mutu dari bakso ikan yang sesuai dengan SNI 01-7266-2014. Jadi kita
dapat mengetahui kadar protein dalam bakso ikan tersebut sudah mencukupi atau
tidak berdasarkan SNI 01-7266-2014.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kami ingin melakukan analisa untuk


mengetahui kadar protein yang terdapat pada bakso ikan yang sesuai dengan SNI
01-7266-2014. Jadi kita dapat mengetahui kadar protein dalam bakso ikan
tersebut sudah mencukupi atau tidak berdasarkan SNI 01-7266-2014 dengan
menggunakan metode Kjeldahl. Hal-hal inilah yang mendasari penulis untuk
melakukan penelitian mengenai protein pada bakso ikan yang dijual dipasar tanpa
ada dicantumkan kandungan gizinya dan mendorong penulis memilih judul
“Penentuan Kadar Protein Pada Bakso Ikan dengan Menggunakan Metode
Kjeldahl di UPT-PMHP (Unit Pelaksana Teknis Penerapan Mutu Hasil Perikanan)
Medan” yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Berapa kadar protein total dari masing-masing bakso ikan gabus, ikan
tongkol dan ikan kembung?
2. Apakah kadar protein total bakso ikan gabus, ikan tongkol dan ikan
kembung memenuhi SNI?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Untuk mengetahui kadar protein total dari masing-masing bakso ikan


gabus, ikan tongkol dan ikan kembung
2. Untuk mengetahui kadar protein total bakso ikan gabus, ikan tongkol dan
ikan kembung apakah sudah memenuhi SNI

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Memberikan informasi kadar protein total yang terdapat pada masing-


masing bakso ikan gabus, ikan tongkol dan ikan kembung
2. Memberikan informasi apakah kadar protein total yang terdapat pada
bakso ikan gabus, ikan tongkol dan ikan kembung minimal 7,0% sesuai
syarat mutu SNI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan

Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan
pangan sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai bahan pangan, ikan mengandung
zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral. Protein ikan
menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan
oleh manusia. Kandungan protein ikan relatif besar yaitu antara 15-25%/100 g
daging ikan. Kandungan lemak daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan
daging putih ikan. Jumlah mineral pada daging ikan hanya sedikit. Ikan juga
dipandang sebagai sumber kalsium, besi, tembaga, dan yodium (Junianto, 2003).

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai


macam zat, selain harga yang umumnya lebih murah, absorpsi protein ikan lebih
tinggi dibandingkan dengan produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam,
karena daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-
serat protein daging sapi atau ayam. Jenisnya pun sangat beragam dan mempunyai
beberapa kelebihan, diantaranya adalah mengandung omega 3 dan omega 6, dan
kelengkapan komposisi asam amino (Pandit, 2008).

Menurut Budiarso (1998), Ikan merupakan bahan pangan yang sangat baik
mutu gizinya, karena mengandung kurang lebih 18 gram protein untuk setiap 100
gram ikan segar. Sedangkan ikan yang telah dikeringkan dapat mencapai kadar
protein 40 gram dalam 100 gram ikan kering.

Didukung dengan Astawan (2004), dibandingkan dengan bahan makanan


lainnya, ikan mengandung asam amino essensial yang lengkap dan sangat
diperlukan oleh tubuh manusia, oleh karena itu mutu protein ikan sebanding
dengan mutu protein daging.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Ikan adalah bahan pangan yang mengandung protein tinggi, yang sangat
dibutuhkan oleh manusia karena selain mudah dicerna, juga mengandung asam
amino dengan pola yang hampir sama dengan asam amino yang terdapat dalam
tubuh manusia (Suhartini dan Hidayat, 2005).

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Daging Ikan

Komposisi Jumlah Kandungan (%)


Air 60-84
Protein 18-30
Lemak 0,1-0,2
Karbohidrat 0,0-1,0
Vitamin dan Mineral Sisanya
Sumber : Suhartini dan Hidayat (2005)

Ikan pada dasarnya merupakan sumber protein, selain menyehatkan ikan


juga ternyata dapat dijadikan makanan alternatif yang murah dan bergizi, ikan
dapat pula dijadikan makanan substitusi pengganti daging dan telur, kandungan
gizi dalam ikan juga tidak kalah tinggibahkan kandungan omega 3 pada berbagai
jenis ikan laut yang tidak terdapat pada makanan jenis daging dan telur. Ikan
mengandung 18% protein terdiri dari asam-asam amino essensial yang tidak rusak
pada waktu pemasakan. Kandungan lemak pada ikan adalah asam lemak tak jenuh
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat menurunkan kolestrol darah.
Secara garis besar komposisi zat gizi yang terkandung dalam ikan dapat
dikelompokkan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

1. Protein
a) Kandungan protein ikan lebih tinggi dari protein serealia dikacang-
kacangan, setara dengan daging, sedikit dibawah telur.
b) Protein ikan sangat mudah dicerna,sehingga baik bagi balita yang
sistem pencernaannya belum sempurna orang dewasa.
c) Protein ikan mengandung berbagai asam amino dalam bentuk yang
mendekati asam amino didalam tubuh manusia. Komposisi asam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

amino protein ikan juga lebih lengkap dibanding bahan makanan


lain.
2. Lemak
a) Asam lemak ikan merupakan asam lemak essensial yang sifatnya
tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat bermanfaat untuk
mempertahankan kesehatan tubuh dan menjaga kestabilan kadar
kolestrol.
3. Vitamin
a) Vitamin A : banyak terdapat pada minyak ikan bermanfaat
mencegah kebutaan pada anak
b) Vitamin D : selain terdapat pada daging ikan, juga pada telur serta
minyak hati ikan. Vitamin ini penting bagi pertumbuhan dan
kekuatan tulang.
c) Vitamin B6 : membantu metabolisme asam amino dan lemak serta
mencegah anemia dan kerusakan syaraf.
d) Vitamin B12 : bermanfaat dalam pembentukan sel-sel darah
merah, membantu metabolisme lemak, dan melindungi jantung
juga kerusakan syaraf.
4. Mineral
a) Zat besi : jauh lebih mudah diserap tubuh ketimbang dari sumber
lain seperti serealia atau kacang-kacangan. Zat besi membantu
mencegah terjadinya anemia.
b) Yodium : mencegah terjadinya penyakit gondok serta hambatan
pertumbuhan anak,bahkan juga kecerdasannya.
c) Selenium : berperan membantu metabolisme tubuh dan sebagai
antioksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas, antioksidan
bisa mencegah terjadinya penyakit degeneratif seperti jantung
koroner.
d) Seng : membantu kerja enzim dan hormon.
e) Fluor : menguatkan serta menyehatkan gigi.
Seperti halnya makhluk hidup pada umumnya ikan juga tidak dapat
dikonsumsi terlalu lama pada saat mati hal ini diakibatkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

perubahan struktur dan komposisi kimiawi dan biologi dalam


tubuh ikan, setelah kematian ikan akan mengalami beberapafase
pembusukan dan setiap fase pembusukan akan mengurangi mutu
ikan (Abriana, 2017).

Ikan laut merupakan ikan yang hidup dan berkembang biak di air asin. Jenis
ikan air laut dibagi atas 2 kelompok, yaitu:

1) Ikan demersal
Ikan-ikan demersal tersebar di perairan dasar kontinen Sunda dan Arafura
sampai kedalaman 200 meter. Ikan-ikan demersal merupakan ikan-ikan
yang berada dan tinggal di dasar perairan atau dekat dasar, antara lain:
ikan petek, ikan kurisi, ikan layur, ikan bambangan, ikan beloso, ikan
sebelah, ikan lidah, ikan manyung, ikan gulamah, dan ikan pari. Ikan-ikan
demersal yang menempati terumbu karang antara lain jenis ikan kakap,
ikan kerapu dan udang barong.
2) Ikan pelagis
Jenis ikan pelagis dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a) Pelagis kecil, antara lain ikan kembung (Thunnus sp), ikan lemuru
(Sardinella sp), ikan layang (Decapterus sp), dan ikan cucut (Squalidae
sp). Ikan-ikan ini tersebar di seluruh perairan pantai dan pedalaman
Nusantara, khususnya ikan lemuru yang terpusat di perairan selat Bali.
b) Pelagis besar, antara lain ikan tongkol (Euthynnus sp), ikan cakalang
(Karsymonus sp), ikan marlin (Makaria sp), ikan tenggiri (Scomberomorus
sp) dan ikan layaran (Isthioporus oriental). Ikan pelagis besar tersebar di
daerah perairan ZEE di Samudera Indonesia, Laut Banda dan Samudera
Pasifik (Anjarsari,B.2010)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

2.1.1 Ikan Gabus

Di Indonesia, ikan gabus banyak ditemukan di daerah sungai, danau, dan


rawa-rawa di Sumatera dan Kalimantan. Beberapa tahun terakhir ini, keberadaan
ikan gabus mulai ditemukan didaerah Pulau Jawa. Ikan gabus disebut snakehead
atau ikan kepala ular karena memiliki kepala besar dan agak gepeng, mulut besar
dengan gigi-gigi besar dan tajam serta memiliki sisik besar diatas kepalanya.
Tubuhnya berbentuk bulat gilig memanjang, seperti peluru kendali. Sirip
punggung memanjang dan sirip ekor membulat di ujungnya. Sisi atas tubuh dari
kepala hingga ekor berwarna gelap, hitam kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah
tubuh berwarna putih, mulai dari dagu sampai ke belakang. Sisi samping bercoret-
coret tebal (striata, bercoret-coret) yang agak kabur. Warna ini sering kali
menyerupai lingkungan disekitarnya (Ardianto, 2015).

Kandungan zat gizi tiap 100 gram ikan gabus segar dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 2.2 Kandungan zat gizi ikan gabus tiap 100 gram ikan gabus segar

Kandungan Zat Gizi Satuan Jumlah


Energi Kkal 74,00
Protein g 25,20
Lemak g 1,70
Karbohidrat g 0,00
Kalsium mg 62,00
Fosfor mg 176,00
Fe mg 0,90
Vitamin A SI 150
Vitamin B1 mg 0,04
Vitamin C mg 0,0
(Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan,2005)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

2.1.2 Ikan Tongkol

Menurut Oktaviani (2008), ikan tongkol mempunyai ciri-ciri yakni tubuh


berukuran sedang, memanjang, mempunyai dua sirip punggung yang dipisahkan
oleh celah sempit. Sirip punggung pertama diikuti oleh celah sempit, sirip
punggung kedua diikuti oleh 8-10 sirip tambahan. Ikan tongkol tidak memiliki
gelembung. Warna tubuh pada bagian punggung ikan ini adalah gelap kebiruan
dan pada sisi bada dan perut berwarna putih.

Daging ikan tongkol memiliki cita rasa yang enak dan memiliki
kandungan gizi yang sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi tubuh. Kandungan
gizi daging ikan tongkol per 100 gram yaitu terdiri dari air 69,40%, lemak 1,50%,
protein 21,00%, mineral 2,25%, dan karbohidrat 0,03%. Protein pada ikan tongkol
memiliki komposisi asam amino yang lengkap yang sangat diperlukan oleh tubuh
manusia (Andini, 2006).

Mineral yang terkandung dalam daging ikan tongkol terdiri dari


magnesium, fosfor, yodium, fluor, zat besi, copper, zinc, kalsium, dan selenium.
Omega 3 dan omega 6 yang terkandung dalam asam lemak pada ikan tongkol
berguna untuk memperkuat daya tahan otot jantung, meningkatkan kecerdasan
otak, melenturkan pembuluh darah, menurunkan kadar trigliserida, dan mencegah
penggumpalan darah (Susanto dan Fahmi, 2012).

2.1.3 Ikan Kembung

Ikan kembung merupakan ikan air laut yang banyak pada musim dingin.
Pemanfaatan ikan kembung banyak digunakan oleh masyarakat luas karena ikan
kembung banyak mengandung Omega 3 dan Omega 6 yang baik bagi pencegahan
penyakit dan kecerdasan otak. Omega 3 dan Omega 6 termasuk dalam asam
lemak tak jenuh jamak esensial yang berguna untuk memperkuat daya tahan otot
jantung, meningkatkan kecerdasan otak, menurunkan kadar trigliserida dan
mencegah penggumpalan darah (Irmawan,2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Ikan kembung tergolong ikan pelagis yang menghendaki perairan yang


bersalinitas tinggi. Ikan ini suka hidup secara bergerombol, kebiasaan makanan
adalah memakan plankton besar/kasar, Copepode atau Crustacea (Kriswantoro
dan Sunyoto, 1986).

Ikan kembung sebagai salah satu bahan pangan memiliki kandungan gizi
yang memenuhi sejumlah besar unsur kesehatan. Kandungan gizi ikan kembung
dan kandungan omega 3 dan omega 6 /100 g ikan kembung dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 2.3 Kandungan zat gizi pada Ikan Kembung

Kandungan Zat Gizi

Air (gram) 76,0 g

Protein (gram) 22,0 g

Energi (K) 103,0 K

Lemak (gram) 1,0 g

Kalsium (mg) 20,0 mg

Besi (mg) 1,5 mg

Fosfor 200,0 mg

Vitamin A (SI) 30,0

Vitamin B1 0,05

(Sumber: Anonim,1972)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Tabel 2.4 Kandungan Omega 3 dan Omega 6 pada berbagai jenis ikan/100
g ikan
Jenis Ikan Omega 3 (gram) Omega 6 (gram)

Ikan Sarden 1,2 2,2


Ikan Tuna 2,1 3,2
Ikan Cakalang 1,5 2,7
Ikan Kembung 5,0 3,0
Ikan Tenggiri 2,6 3,7
Ikan Tongkol 1,5 1,8
Ikan Teri 1,4 1,6
(Sumber: Anonim,1972)

2.2 Keuntungan dan Kelemahan Memanfaatkan Ikan sebagai Sumber


Makanan

Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila kita lebih


memanfaatkan ikan sebagai sumber makanan daripada produk hewani lainnya.
Keuntungan itu ialah:

1. Perairan Indonesia sangat luas dan banyak mengandung ikan, tetapi


potensinya belum dimanfatkan secara maksimal. Dengan demikian,
pemenuhan kebutuhan akan protein hewani melalui pemanfaatan
sumberdaya perikanan masih sangat memungkinkan.
2. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi (20%) dan tersusun oleh
sejumlah asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino
di dalam tubuh manusia. Dengan demikian, ikan mempunyai nilai biologis
yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan mempunyai nilai
biologis sebesar 90%. Adapun yang dimaksud dengan nilai biologis adalah
perbandingan antara jumlah protein yang dapat diserap dengan jumlah
protein yang dikeluarkan oleh tubuh. Artinya, apabila berat daging ikan
yang dimakan adalah 100 gram, jumlah protein yang akan diserap oleh
tubuh lebih kurang 90% dan hanya 10% yang terbuang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

3. Daging ikan relatif lunak karena hanya mengandung sedikit tenunan


pengikat (tendon) sehingga lebih mudah dicerna.
4. Meskipun daging ikan mengandung lemak cukup tinggi (0,1-2,2%), akan
tetapi karena 25% dari jumlah tersebut merupakan asam-asam lemak tak
jenuh yang sangat dibutuhkan manusia dan kadar kolestrol sangat rendah,
daging ikan tidak berbahaya bagi manusia juga bagi orang-orang yang
kelebihan kolestrol.

Disamping keuntungan-keuntungan diatas, ternyata ikan juga memiliki


beberapa kelemahan, seperti:

1. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh
mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroorganisme lain, bahkan
lebih cepat dibandingkan dengan sumber protein hewani lain.
2. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon),
sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini
menyebabkan daging menjadi sangat lunak sehingga merupakan media
yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme.
3. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sifatnya
sangat mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul
bau tengik pada tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan
yang disimpan tanpa menggunakan antioksidan (Afrianto,1989).

2.3 Protein pada Ikan dan Manfaatnya

Ikan mengandung protein tinggi yang terdiri atas asam amino esensial
yang tidak rusak pada waktu pemasakan. Kandungan protein pada ikan bervariasi,
tergantung kandungan lemak dan airnya. Namun secara umum, ikan mengandung
13-20% protein. Protein ini dapat membantu pertumbuhan sel otak, sehingga ikan
sering disebut makanan penunjang kecerdasan. Karena serat proteinnya lebih
pendek, protein pada ikan gampang dicerna bahkan bagi bayi sekalipun. Proporsi
protein konektifnya (kolagen) juga jauh lebih rendah dari hewan ternak, yaitu 3-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

5% dari total protein. Makanya dibandingkan daging sapi, daging ikan terasa
empuk dan lebih mudah hancur saat dikunyah (Andriani dan Bambang, 2012).

Ikan yang sering disebut sebagai makanan untuk kecerdasan, berfungsi


sebagai sumber protein yang tinggi. Daging ikan mempunyai serat-serat protein
lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi dan ayam. Oleh karena itu
ikan dan hasil produknya banyak dimanfaatkan oleh yang mengalami kesulitan
pencernaan sebab mudah dicerna.

2.4 Bakso Ikan

Bakso merupakan salah satu produk olahan hasil ternak yang bergizi tinggi
dan banyak digemari masyarakat. Produk olahan bakso pada umumnya
menggunakan bahan baku daging dan tepung. Daging yang biasanya dipakai
adalah sapi, ayam dan ikan sedangkan tepung yang biasanya dipakai yaitu tepung
tapioka. (Kusnadi, dkk., 2012).

Penambahan tepung sebagai bahan pengisi bakso berguna untuk


memperbaiki tekstur, meningkatkan daya ikat air, menurunkan penyusutan akibat
pemasakan dan meningkatkan elastisitas produk. Umumnya tepung yang
digunakan adalah tapioka.

Bakso dibuat dari pembentukan adonan yang dibentuk menjadi bulat-


bulat, dilakukan dengan menggunakan tangan atau mesin pencetak bola bakso.
Jika menggunakan tangan caranya sangat sederhana hanya dengan menggenggam
adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke arah ibu jari (Wibowo, 2006).

Bakso pada umumnya merupakan daging yang dihaluskan dan


ditambahkan dengan bumbu-bumbu, pengisi (tepung), dan bahan pengikat (putih
telur). Dibentuk bulat-bulat baik secara manual ataupun dengan menggunakan
mesin pembuatan bakso dan dimasak dengan air panas untuk siap saji
(Zulkarnain, 2013).

Sedangkan bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan


berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan dengan
atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (Syahril,2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

Dalam membuat bakso ikan, daging ikan yang baik untuk digunakan
adalah daging ikan yang segar. Sehingga daging memiliki daya ikat air yang
tinggi, dalam arti kemampuan protein daging mengikat dan mempertahankan air
tinggi sehingga menghasilkan bakso dengan kekenyalan tinggi (Prastuti, 2010).

Secara teknis pengolahan bakso ikan cukup mudah. Bila ditinjau dari
upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai sarana yang
tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan
masyarakat (Kurniawan dan Kusrahayu, 2012).

2.5 Syarat Mutu Bakso Ikan

Bakso ikan yang aman untuk dikonsumsi harus sesuai dengan syarat mutu.
Syarat mutu dan keamanan untuk bakso ikan berdasarkan SNI 7266:2014 dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2.5 Syarat Mutu dan Keamanan Bakso Ikan (SNI 7266:2014)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

a. Kimia:
Kadar Air % b/b Maks. 65
Kadar Abu % b/b Maks. 2,0

Kadar Protein % b/b Min. 7,0

Histamin* mg/kg 100

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2014)

2.6 Bahan dan Proses Pembuatan Bakso Ikan

Berdasarkan Suwarni (2014) bahan yang diperlukan dalam pembuatan


bakso ikan terdiri atas bahan baku dan bahan tambahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

2.6.1 Bahan Baku dan Bahan Tambahan

2.6.1.1 Bahan Baku

Persyaratan bahan baku utama dalam pembuatan bakso ikan yaitu ikan,
ialah kesegarannya. Semakin segar ikan yang digunakan, semakin baik pula mutu
bakso yang dihasilkan. Berbagai jenis ikan yang digunakan untuk membuat bakso,
terutama ikan yang berdaging tebal dan mempunyai daya elastisitas, seperti
tenggiri, kakap, cucut, bloso, ekor kuning dan lain-lain. Selain bahan baku dari
ikan segar atau pre rigor mortis, bakso juga dapat dibuat dari produk yang sudah
setengah jadi yang dikenal dengan nama Surimi (daging ikan lumat). Penggunaan
daging pre rigor mortis bertujuan untuk menciptakan produk bakso ikan dengan
nilai sensori dan kadar proksimat yang sesuai dengan syarat mutunya. Pada fase
pre rigor mortis, kemampuan daging untuk menahan air masih tinggi sehingga
dapat menghasilkan bakso yang kenyal.

2.6.1.2 Bahan Tambahan

Bahan tambahan pembuatan bakso ikan ialah tapioka dan beberapa bumbu
diantaranya garam 2 – 3 %, merica 0,5 %, bawang putih 2 %, serta bumbu masak
0,75 % (bila disukai). Tepung tapioka merupakan salah satu bahan penunjang
dalam pembuatan bakso. Tepung tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi
ketela pohon (Manihot utilissima). Penambahan tepung tapioka pada pembuatan
bakso berfungsi sebagai bahan pengikat dan pengisi, untuk menambah volume
(substitusi daging), sehingga meningkatkan daya ikat air dan memperkecil
penyusutan. Penambahan garam sewaktu penggilingan bukan hanya berfungsi
sebagai bumbu atau penambah cita rasa, tetapi untuk meningkatkan kekuatan
ionik daging dan melarutkan aktomiosin sehingga terbentuk padat. Oktavia (2011)
menyatakan larutan garam sangat berpengaruh nyata terhadap kekuatan gel dan
kekompakan tekstur.

Penambahan air es penting dalam pembentukkan tekstur. Air es berfungsi


untuk mempertahankan suhu daging agar tetap rendah sehingga protein daging
tidak mengalami kerusakan akibat gerakan mesin pada saat proses penghalusan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

atau penggilingan. Penggunaan air es juga berfungsi untuk menambahkan air ke


adonan sehingga adonan tidak kering dan dapat meningkatkan rendemennya.

2.6.2 Proses Pembuatan

Proses pembuatan bakso ikan meliputi langkah-langkah sebagai berikut


(Suwarni, 2014) :

1. Filet ikan yang telah bersih dilumatkan menggunakan alat penggiling


daging dengan penambahan air es sehingga diperoleh daging lumat. Jika
masih mengandung serat dan duri, dipisahkan terlebih dahulu.
2. Daging lumat kemudian digiling dengan garam dan bumbu hingga rata.
Selanjutnya ditambahkan tepung tapioka sedikit demi sedikit sambil
diaduk, sampai diperoleh adonan yang homogen.
3. Adonan yang sudah homogen dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap
direbus. Ukuran dapat dibuat super, sangat besar, besar, sedang, dan kecil.
4. Bola-bola bakso direbus dengan air mendidih hingga matang. Bila bakso
sudah mengapung dipermukaan air (± 15 menit), berarti bakso sudah
matang dan siap diangkat, ditiriskan, kemudian didinginkan.
5. Bakso yang telah dingin dikemas dengan kantong plastik dan ditutup
rapat.

2.7 Protein

Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan


atau manusia. Oleh karena itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein
yang terdapat dalam bahan makanan berfungsi sebagai zat utama dalam
pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Kita memperoleh protein dari makanan
yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut
protein hewani, sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati.
Beberapa makanan sumber protein ialah daging, telur, susu, ikan, beras, kacang,
kedelai, gandum, jagung, buah-buahan. Tumbuhan membentuk protein dari CO2
dan H2O dan senyawa Nitrogen. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

dalam protein ialah sebagai berikut: karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen 23%,
nitrogen 16%, belerang 0-3%, dan fosfor 0-3%.

Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16%, dapat dilakukan


penentuan kadar protein dalam suatu bahan makanan, misalnya dengan cara
Kjeldhal, yaitu dengan cara destruksi dengan asam pekat. Berat protein yang
ditentukan ialah 6,25 kali berat unsur nitrogen. Protein merupakan polimer dari
asam-asam amino baik esensial dan non-esensial. Asam amino esensial yaitu
valin, leosin, dan isoleusin yang mempunyai sifat kimia yang hampir sama.
Sedangkan asam amino non esensial adalah prolin, fenilamin, tirosin, triptofan,
treonin, metionin, glutamin, asparangin, asam glutamat, arginin, dan histidin
(Poedjiadi,A.1994).

Protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul


daripada sebagai sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang
kekurangan energi, maka protein ini terpaksa dapat juga dipakai sebagai sumber
energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kilokalori/gram atau setara dengan
kandungan energi karbohidrat.

Protein dalam bahan makanan sangat penting dalam proses kehidupan


organisme yang heterotroph seperti hewan dan manusia. Proses alamiah mula-
mula dibentuk dari unit asam-asam amino yang dirakit sama sekali baru oleh
organisme autotroph (tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme tertentu) dari unsur-
unsur anorganik C,H,O,N dan S yang ada dalam tanah atau udara (Sudarmadji. S,
1989).

Mutu protein ditentukan dari perbandingan asam-asam amino yang


terkandung dalam protein tersebut. Protein hewani menyediakan asam-asam
amino esensial dalam jumlah yang lengkap sehingga disebut protein dengan mutu
tinggi (Winarno, 1997).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

2.7 Tahap Analisa kadar Protein dengan cara Kjedahl

Analisa protein cara Kjedahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan titrasi.

1. Tahap Destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga
terjadi destruksi menjadi unsure-unsurnya. Elemen karbon, hydrogen teroksidasi
menjadi CO, CO2, H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan diubah menjadi
(NH4)2SO4. Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan
adanya bahan protein lemak dan karbohidrat. Untuk mendestruksi 1 gram protein
diperlukan 9 gram asam sulfat, untuk 1 gram lemak perlu 17,6 gram, sedangkan 1
gram karbohidrat perlu asam sulfat sebanyak 7,3 gram. Karena lemak
memerlukan destruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak dihilangkan dahulu
sebelum destruksi dilakukan. Asam sulfat yang digunakan minimum 10 ml (18,4
gram). Sampel yang dianalisa sebanyak 0,4-3,5 gram atau mengandung nitrogen
sebanyak 0,02-0.04 gram. Untuk cara mikro Kjedhal bahan tersebut lebih sedikit
lagi yaitu 10-30 mg.

2. Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)


dengan penambahan NaOH 30% sampai alkalis dan dipanaskan agar supaya
selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau
timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam Zink (Zn).
Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standart.
Asam standart yang berlebihan supaya kontak antar asam dan ammonia lebih baik
maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam.
Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih maka diberi indikator misalnya
BCG + MR atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi
sempurna dengan ditandai destilasi tidak bereaksi basis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

3. Tahap Titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam klorida nmaka sisa asam


klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1
N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi nmerah
muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indicator PP. selisih
jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam


borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan
asam klorida 0,1 N dengan indicator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi
sampel dan blanko merupakan junmlah ekuivalen nitrogen.

)
) )

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan


suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada
persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. (Sudarmadji. S, 1989)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

Adapun alat yang digunakan antara lain :

Nama Ukuran Merk

1. Neraca analitis - -

2. Spatula - -

3. Lemari asam - -

4. Kertas timbangan bebas N - -

5. Batang pengaduk - -

6. Statif dan klem - -

7. Buret 50 ml Pyrex

8. Pipet volumetrik 25 ml : 5 ml Pyrex

9. Erlenmeyer 250 ml Pyrex

10. Alat destilasi uap - Vapodest

11. Beaker glass 250 ml Pyrex

12. Alat destruksi - -

13. Gelas ukur 50 ml ; 25 ml Pyrex

14. Gelas labu destruksi - -

15. Labu ukur 100 ml Pyrex

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

3.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan antara lain:

1. Batu didih

2. Pereaksi katalis (7,0 gram K2SO4 dan 0,5 gram CuSO4)

3. H2SO4(p)

4. Aquadest(l)

5. H3BO3(s)

6. HCl 0,1 N

7. H2O2

8. Na2S2O3

9. Etanol

10. Indikator bromcresol green

11. Indikator methyl red

12. Bakso ikan gabus

13. Bakso ikan tongkol

14. Bakso ikan kembung

3.2. Prosedur Percobaan

3.2.1. Pembuatan Larutan Indikator MR (Methyl Red) 0,1 %

Ditimbang sebanyak 0,1 gram Methyl Red, kemudian dilarutkan dalam


100 ml etanol dan dihomogenkan.

3.2.2. Pembuatan Larutan Indikator BCG ( Beromcresol Green) 0,1 %

Ditimbang sebanyak 0,1 gram BCG ( Beromcresol Green), kemudian


dilarutkan dalam 100 ml etanol dan dimogenkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

3.2.3. Pembuatan Larutan H3BO3 4 %

Ditimbang sebanyak 4 gram H3BO3, tambahkan 0,7 ml larutan indikator


methyl red 0,1 % dan tambahkan 1 ml larutan indikator bromcresol green 0,1 %
dan diencerkan sampai 100 ml dengan aquadest.

3.2.4. Analisa Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl

3.2.4.1.Analisa Kadar Protein pada Bakso Ikan Gabus dengan Metode


Kjeldahl

Ditimbang bakso ikan gabus sebanyak 2 gram dengan kertas timbangan


bebas nitrogen, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi yang disusun pada
rak tabung reaksi, setelah itu ditambahkan pereaksi katalis (7,0 gram K2SO4 dan
0,5 gram CuSO4) dan batu didih sebanyak 4 butir. Lalu dimasukkan sebanyak 15
ml H2SO4 pekat dan larutan H2O2 sebanyak 3 ml. Kemudian dinyalakan alat
destruksi hingga suhu mencapai 4100C selama kurang lebih 2 jam sampai
cairannya bening dan setelah itu diamkan hingga mencapai suhu kamar, lalu
tambahkan aquadest sebanyak 50 ml dan Na2S2O3 sebanyak 50 ml. Kemudian
hasil destruksi tersebut, didestilasi menggunakan alat destilasi uap. Saat proses
destilasi, hasil destilat ditampung sampai volumenya mencapai 150 ml dalam
erlenmeyer yang telah berisi larutan H3BO3 4% sebanyak 25 ml. Kemudian hasil
destilat tersebut dititrasi menggunakan HCl 0,1 N sampai mengalami perubahan
warna dari kuning menjadi merah lembayung. Kemudian diulangi percobaan yang
sama.

3.2.4.2.Analisa Kadar Protein pada Bakso Ikan Tongkol dengan Metode


Kjeldahl

Ditimbang bakso ikan tongkol sebanyak 2 gram dengan kertas timbangan


bebas nitrogen, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi yang disusun pada
rak tabung reaksi, setelah itu ditambahkan pereaksi katalis (7,0 gram K2SO4 dan
0,5 gram CuSO4) dan batu didih sebanyak 4 butir. Lalu dimasukkan sebanyak 15
ml H2SO4 pekat dan larutan H2O2 sebanyak 3 ml. Kemudian dinyalakan alat
destruksi hingga suhu mecapai 4100C selama kurang lebih 2 jam sampai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

cairannya bening dan setalah itu diamkan hingga mencapai suhu kamar, lalu
tambahkan aquadest sebanyak 50 ml dan Na2S2O3 sebanyak 50 ml. Kemudian
hasil destruksi tersebut, didestilasi menggunakan alat destilasi uap. Saat proses
destilasi, hasil destilat ditampung sampai volumenya mencapai 150 ml dalam
erlenmeyer yang telah berisi larutan H3BO3 4% sebanyak 25 ml. Kemudian hasil
destilat tersebut dititrasi menggunakan HCl 0,1 N sampai mengalami perubahan
warna dari kuning menjadi merah lembayung. Kemudian diulangi percobaan yang
sama.

3.2.4.3.Analisa Kadar Protein pada Bakso Ikan Kembung dengan Metode


Kjeldahl

Ditimbang bakso ikan kembung sebanyak 2 gram dengan kertas


timbangan bebas nitrogen, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
disusun pada rak tabung reaksi, setelah itu ditambahkan pereaksi katalis (7,0 gram
K2SO4 dan 0,5 gram CuSO4) dan batu didih sebanyak 4 butir. Lalu dimasukkan
sebanyak 15 ml H2SO4 pekat dan larutan H2O2 sebanyakb 3 ml. Kemudian
dinyalakan alat destruksi hingga suhu mecapai 4100C selama kurang lebih 2 jam
sampai cairannya bening dan setalah itu diamkan hingga mencapai suhu kamar,
lalu tambahkan aquadest sebanyak 50 ml dan Na2S2O3 sebanyak 50 ml. Kemudian
hasil destruksi tersebut, didestilasi menggunakan alat destilasi uap. Saat proses
destilasi, hasil destilat ditampung sampai volumenya mencapai 150 ml dalam
erlenmeyer yang telah berisi larutan H3BO3 4% sebanyak 25 ml. Kemudian hasil
destilat tersebut dititrasi menggunakan HCl 0,1 N sampai mengalami perubahan
warna dari kuning menjadi merah lembayung. Kemudian diulangi percobaan yang
sama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Adapun hasil percobaan dari penentuan kadar protein total pada masing-
masing bakso ikan gabus, ikan kembung dan ikan tongkol dengan menggunakan
metode kjeldahl, diperoleh data kadar protein total dari masing-maisng bakso ikan
tersebut berdasarkan tabel dibawah ini:

Tabel 4.1 Kadar Protein dalam Bakso Ikan Gabus, Ikan Kembung dan Ikan
Tongkol

No Sampel Berat Sampel Kadar Protein Kadar Protein


(g) (%) rata-rata (%)

A B A B

1 Bakso ikan 2,0001 2,0002 7,966 7,790 7,878


gabus

2 Bakso ikan 2,0001 2,0001 7,265 7,090 7,177


tongkol

3 Bakso ikan 2,0001 2,0001 7,528 7,353 7,440


kembung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

4.2 Perhitungan

Dimana :

V1= Volume HCl 0,1 N untuk titrasi sampel

V2= Volume HCl 0,1 N untuk titrasi blanko

N= Normalitas HCl 0,1 N

W= Berat sampel

Fp= Faktor pengenceran (6,25)

1. Sampel Bakso Ikan Gabus

Kadar Protein 1:
)
%N=
)

= 7,966 %

Kadar Protein 2:

)
%N=

)
= x100%

= 7,790 %

)
Jadi, rata-rata kadar protein bakso ikan gabus : ̅ =

=7,878

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

2. Sampel Bakso Ikan Tongkol

Kadar Protein 1:
)
x100%
)
= x100%

= 7,265 %
Kadar Protein 2:
)
%N =
)

= 7,090 %

)
Jadi, rata-rata kadar protein bakso ikan tongkol: ̅

= 7,177

3. Sampel Bakso Ikan Kembung

Kadar Protein 1:
)
%N = x100%
)
=

= 7,528 %

Kadar Protein 2:
)

= 7,353 %
)
Jadi, rata-rata kadar protein bakso ikan kembung: ̅

= 7,440

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

4.3 Pembahasan

Pada analisa ini, penentuan kadar protein menggunakan metode kjeldahl,


karena pada umumnya metode ini digunakan untuk analisis protein pada
makanan. Metode ini merupakan metode untuk menentukan kadar protein kasar
karena terikat senyawa N bukan protein seperti urea, asam nukleat, purin,
pirimidin dan sebagainya. Metode ini dipilih karena sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung protein
(Usysus,Z.2009). selain itu juga, metode ini dipilih karena mendukung juga di
tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL) untuk menentukan kadar protein
menggunakan metode kjeldahl. Selain metode kjeldahl, masih ada metode
konvensional lainnya yaitu titrasi formol. Hanya saja metode tersebut digunakan
untuk protein tidak terlarut. Metode modern untuk pemeriksaan protein juga
masih ada, hanya saja metode ini jarang digunakan. Metode modern ini terdiri dari
metode Lowry dan Spektrofotometri UV.

Pada penentuan kadar protein bakso ikan, metode yang digunakan untuk
analisa adalah metode Kjedahl dengan menggunakan prinsip dimana senyawa
nitrogen dilepaskan dari jaringan daging melalui destruksi menggunakan asam
sulfat pekat dengan bantuan panas pada suhu 410oC selama + 2 jam (sampai
diperoleh larutan jernih) dimana senyawa nitrogen terikat oleh sulfat membentuk
ammonium sulfat. Selanjutnya ammonium sulfat diubah menjadi garam basa
NH4OH dengan penambahan NaOH. NH4OH didestilasi menggunakan panas uap
untuk memisahkan senyawa ammonia. Ammonia yang dibebaskan ditangkap oleh
asam borat dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan asam klorida. Penetapan
jumlah nitrogen dihitung secara stokiometri dan kadar protein diperoleh dengan
mengalikan jumlah nitrogen dengan faktor konversi.

Umumnya, ikan yang memiliki daging berwarna putih lebih banyak


mengandung protein dibandingkan yang berwarna merah (Mustafa, 2012). Seperti
halnya pada ikan gabus dan ikan kembung memiliki jenis daging berwarna putih
seluruhnya dibandingkan dengan ikan tongkol, ikan tongkol memiliki dua jenis
daging yaitu daging merah dan daging putih. Sehingga sesuai dengan hasil yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

didapat dari analisa bahwa kadar protein dari bakso ikan gabus dan ikan kembung
lebih besar dari pada bakso ikan tongkol.

Dari percobaan penentuan kadar protein pada tiga jenis bakso ikan,
dilakukan dua kali perlakukan pada masing-masing bakso ikan. Pada bakso ikan
gabus diperoleh kadar protein pada perlakuan A sebesar 7,966, pada perlakuan B
sebesar 7,790 dan rata-rata kadar protein pada bakso ikan gabus sebesar 7,878 %,
pada sampel bakso ikan tongkol diperoleh kadar protein pada perlakukan A
sebesar 7,265, pada perlakuan B sebesar 7,090 dan rata-rata kadar protein pada
bakso ikan tongkol sebesar 7,177% dan pada bakso ikan kembung diperoleh kadar
protein pada perlakukan A sebesar 7,528, pada perlakuan B sebesar 7,353 dan
rata-rata kadar protein pada bakso ikan kembung sebesar 7,440%, dimana sampel
yang dianalisis merupakan bakso yang terbuat dari ikan gabus, ikan kembung dan
ikan tongkol dan sesuai dengan data percobaan diatas kadar protein pada ketiga
jenis bakso ikan tersebut telah memenuhi standar mutu SNI 7266 tahun 2014 yang
dimana menyatakan bahwa kadar protein bakso ikan minimal 7,00 %.

Perbedaan kadar protein pada masing-masing bakso ikan tersebut dapat


disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya yaitu faktor kualitas bahan
baku dari bakso ikan tersebut yaitu faktor dari jenis ikan. Penggunaan bahan baku
ikan yang mengandung protein tinggi akan menghasilkan produk yang tinggi.
Begitu juga sebaliknya penggunaan bahan baku yang memiliki protein rendah
akan menghasilkan produk yang olahan dengan kandungan protein yang juga
rendah. Bahan tambahan yang mengandung protein akan mempengaruhi kadar
protein produk akhir produk bakso ikan. Kandungan protein juga dipengaruhi oleh
proses pemanasan yang dilakukan didalam proses pembuatan bakso ikan, semakin
lama proses pemasakan dan semakin tinggi suhu yang digunakan akan
menurunkan kadar protein (Poernomo et al. 2013). Selain itu, menurunnya kadar
protein disebabkan oleh meningkatnya kadar air dalam bakso. Karena air semakin
banyak, maka persentase protein dalam bakso semakin menurun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh kadar protein total dari
masing-masing bakso ikan tersebut yaitu bakso ikan gabus 7,878 %,
ikan tongkol 7,177% dan ikan kembung 7,440%.
2. Kadar protein total pada bakso ikan gabus, ikan tongkol dan ikan
kembung memenuhi SNI sesuai dengan standart mutu SNI 01-7266-
2014 yaitu kadar protein bakso ikan minimal 7,00%.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan analisa menggunakan metode lain dan sampel yang


digunakan sebaiknya menggunakan jenis ikan lain dengan membandingkan
protein daging merah dan daging putih pada ikan tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

DAFTAR PUSTAKA

Abriana, A. 2017. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit CV.SAH


MEDIA, Makasar

Afrianto, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta

Andini, Y. 2006. Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan


Tongkol. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Andriani, M dan Bambang, W. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group

Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi.


Graha Ilmu, Yogyakarta

Anonim. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Brathara karya Aksar. Jakarta

Ardianto, D. 2015. Buku Pintar Budidaya Ikan Gabus. Yogyakarta: Flashbooks

Astawan, M. 2004. Ikan yang Sedap dan Bergizi.Tiga serangkai. Solo

Irmawan, s. 2009. Status Perikanan Ikan Kembung di Kabupaten Baru. Laporan


Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya
Malang

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar swadaya. Jakarta

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi


2 (Oktober 2015)

Kriswantoro,M dan Y.A. Sunyoto. 1986. Mengenal Ikan Laut. Tirta raga karya.
Jakarta

Kusnadi, dkk. 2012. Daya Ikat Air, Tingkat Kekenyalan, dan Kadar Protein pada
Bakso Kombinasi Daging Sapi dan Daging Kelinci. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. Vol.1 No. 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Oktaviani, A. 2008. Studi Keragaman Cacing Parasitik pada Saluran Pencernaan


Ikan Gurami dan Ikan Tongkol. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor

Pandit,dkk. 2008. Pengaruh Penyiangan dan Suhu Penyimpanan terhadap Mutu


Kimiawi, Mikrobiologis dan Organoleptik Ikan Tongkol. Bali. Universitas
Udayana

Persagi. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Persatuan Ahli Gizi
Indonesia

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press

Standar Nasional Indonesia. No.7266:2014 Persyaratn Mutu Bakso Ikan. Dewan


Standarisasi Indonesia

Sudarmadji, S.dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:


Liberty

Suhartini, S dan Nur Hidayat. 2005. Olahan Ikan Segar. Surabaya: Trubu
Agrisarana

Susanto, E dan A.S.Fahmi. 2012. Senyawa Fungsional dari Ikan, Aplikasinya


dalam Pangan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Diponegoro. Semarang

Wibowo. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya.
Jakarta

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama, Jakarta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai