Anda di halaman 1dari 40

I.

Definisi Stroke
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other
Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi
neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi
secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat
(dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan
daerah fokal otak yang terganggu.
Definisi stroke menurut WHO Monica Project
Manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24
jam, atau berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada
gangguan vaskular.
II. Epidemiologi Stroke
Insiden Stroke di negara maju cenderung menurun karena usaha prevensi
primer yang berhasil terutama dalam hal pencegahan terhadap hipertensi. Akan
tetapi di negara berkembang insiden ini justru menaik akibat pengaruh urbanisasi,
perubahan gaya hidup, dan bertambahnya umur harapan hidup (Alex Kalache
1995). Insiden stroke pada daerah perkotaan (urban) di Indonesia diperkirakan 5
kali lebih besar daripada insiden di daerah pedesaan (rural) (Medical Research
Unit. FK Unpad 1994). Hal ini dapat dilihat dari jumlah pasien stroke yang
dirawat di rumah sakit terutama RS tipe B yang merupakan rumah sakit yang
berada didaerah perkotaan.
Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi dengan perbaikan
penatalaksanaan di rumah sakit menyebabkan dalam dekade terakhir stroke
merupakan penyebab kematian nomor 1 di rumah-rumah sakit di Indonesia
(Informasi Rumah Sakit. Depkes RI 1997).
Usia merupakan faktor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke.
Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia. Di
Oxfordshire, selama tahun 1981 1986, tingkat insiden (kasus baru per tahun)

stroke pada kelompok usia 45-54 tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk
dibanding 1987 kasus per 100.000 penduduk pada kelompok usia 85 tahun keatas
(Lumbantobing, 2001). Sedangkan di Aucland, Seland ia Baru, insiden stroke
pada kelompok usia 55 64 tahun ialah 20 per 10.000 penduduk dan di
Soderhamn, Swedia, insiden stroke pada kelompok usia yang sama 32 per 10.000
penduduk.
Pada kelompok usia diatas 85 tahun dijumpai insiden stroke dari 184 per
10.000 di Rochester, Minnesota, dan 397 per 10.000 penduduk di Soderhamn,
Swedia. Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per
100.000 pada pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke
270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens
stroke 174 per 100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia,
insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita.
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan
insidens stroke. Di Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit
dari 1 Januari 1991 sampai dengan 31 Desember 1991 dilaporkan sebagai
berikut :
(1) angka insidensi stroke adalah 84,68 per 10.000 penduduk,
(2) angka insidensi stroke wanita adalah 62,10 per 100.000 penduduk, sedangkan
laki-laki 110,25 per 100.000 penduduk,
(3) angka insidensi kelompok umur 30 50 tahun adalah 27,36 per 100.000
penduduk,

kelompok umur 51 70 tahun adalah 142,37 per 100.000

penduduk; kelompok umur > 70 tahun adalah 182,09 per 100.000 penduduk,
(4) proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke
perdarahan intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarakhnoid
III. Anatomi Pembuluh Darah

Terdiri dari 2 sistem :


1) Sistem karotis
Segala sesuatu yang berkenaan dengan arteri utama leher arteri carotis communis
2) Sistem Vertebrobasiler
Segala sesuatu yang berkenaan dengan atau yang melibatkan arteri vertebralis
dan arteri basilaris.
Tabel 1. Percabangan dari arteri karotis interna, arteri vertebralis dan arteri
basilaris
Cabang-cabang dari
cerebral arteri karotis
interna
Arteri ophthalmica

Cabang-cabang dari
bagian kranial arteri
vertebralis
Cabang meningea

Cabang-cabang dari
arteri basilaris

Arteri communicans
posterior
Arteri cerebralis anterior

Arteri spinalis anterior

Arteri labyrinthi

Arteri choroidea

Arteri pontis

Arteri cerebellaris pesterior Arteri cerebellaris inferior


inferior
Arteri medullaris
Arteri cerebellaris superior

Arteri cerebralis media

Arteri cerebralis posterior

Tabel 2. Arteri-arteri dan distribusinya


Arteri

Distribusi

Internal carotid
Anterior cerebral

Dinding sius cavernosus, pituitary gland, ganglion


trigeminal dan menyediakan suplai primer ke otak
Hemisfer cerebral kecuali lobus occipitalis

Anterior communicating

Cerebral arterial circle

Middle cerebral
Vertebral

Mayoritas dari pemukaan lateral dari hemisfer


cerebral
Cranial meninges dan cerebellum

Basilar

Brain stem, cerebellum dan cerebrum

Posterior cerebral

Bagian inferior dari hemisfer cerebral dan lobus


occipitalis
Traktus optikus, cerebral peduncle, internal
capsule, dan talamus

Posterior communicating

TERRITORIES OF THE MAJOR CEREBRAL ARTERIES

IV. Klasifikasi Stroke


Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas
gambaran klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya.
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun
patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut, antara lain :
A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
Stroke Infark
a. Infark aterotrombotik
b. Infark kardioemboli
c. Infark lakuner
Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarakhnoid
HAEMORRHAGIC STROKE vs ISCHEMIC STROKE

STROKE INFARK & STROKE HAEMORRHAGE

B. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu :


a. Serangan iskemik sepintas/ TIA

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. RIND
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau SIE (stroke in evolution)
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
d. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.
C. Berdasarkan sistem pembuluh darah :
a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler.
V. Faktor resiko stroke
Dalam penanganan pasien stroke perlu dicari faktor-faktor resiko yang
mendasari terjadinya perubahan patologik pembuluh darah otak.

Non-Modifiable
- Umur

semakin tua, semakin beresiko

- Jenis Kelamin

sering pada pria dibanding wanita. Namun, kematian


akibat stroke terjadi pada wanita

- Ras dan etnik

sering pada orang berkulit hitam karena berpotensi


untuk terkena hipertensi, diabetes mellitus dan
obesitas

- Herediter

terdapat stroke di kalangan anggota keluarga

Modifiable / Modification
hipertensi

antihipertensi

penyakit jantung

antiplatlet, antikoagulan, antiaritmia

diabetes mellitus

kontrol glukosa

hiperkolestrolemia

obat penurun lipid

rokok

berhenti merokok

peminum alkohol berat

reduksi

TIA atau stroke sebelumnya

antiplatelet, antikoagulan

stenosis karotis asimptomatik

antiplatelet, endarterektomi

VI. Patofisiologi dan Gambaran Klinis


Stroke Infark
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan
durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan
jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka
metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron
akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika
oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan
bersifat reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit
(normal 55 ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat
menyebabkan infark. Nilai kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100 gram per menit. Pada nilai tersebut
terjadi keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang marginal (ischemic
penumbra), kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin
fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat
kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium
dan kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan
makanan ke otak.
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat
dan aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Keadaan inilah yang mendorong jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan
penurunan ATP, peningkatan

kalium

ekstraseluler, peningkatan

kalsium

intraseluler, dan asidosis seluler. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan


menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara
lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin
dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah
agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi
trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini
terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal
bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan
kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik
terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan
glikolisis dalam keadaan iskemia.
A. Infark Atherotrombotik
Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan
atherosklerosis dan hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi.
Atherosklerosis akan mengurangi kelenturan arteri besar, dan stenosis
atherosklerotik

yang

terjadi

pada

arteri

ginjal,

keduanya

dapat

mengakibatkan tekanan darah yang meningkat. Sedangkan hipertensi akan


mendorong atherosklerosis ke dinding arteri cabang kecil.
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi
pada aorta, arter koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan
progresif, berkembang tanpa gejala dalam waktu puluhan tahun, dan dapat
dipercepat oleh hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes. Profil lipoprotein
darah dengan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol yang
rendah dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga
mempercepat proses terjadinya plak atheromatous. Faktor resiko lainnya
adalah merokok, yang akan menurunkan kadar HDL kolesterol darah dan
aliran darah otak.

Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk terbentuk pada


percabangan dan cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:

A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis


communis.

A. vertebralis pars cervicalis

dan pada peralihannya yang

membentuk a. basiler

Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial

Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah

A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum

Gambaran Klinis

Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk


menegakkan diagnosis trombosis otak, berupa serangan yang
sifatnya sementara dan reversibel.

Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala


yang mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah
mata, hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa,
bingung dan lain-lain.

Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode


pusing, diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang
pandang dan dysarthria.

Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang wakt beberapa


menit hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.

Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu:


a. Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk
beberapa jam, setelahnya terjadi perubahan cepat menuju
stroke lengkap. Episode awal dapat berlangsung lebih lama
dan berulang sebelum terjadi stroke yang lengkap.
b. Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga,
pasien lumpuh pada tengah malam atau pagi. Pasien dapat
bangkit dari tempat tidur, lalu terjatuh dan tidak berdaya.
10

c. Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt,


sehingga menyerupai tumor otak, abses ataupun subdural
hematoma. Untuk menegakkan diagnosis stroke pada kasus
ini, riwayat penyakit terdahulu harus didapat dengan
lengkap.

Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada,


lokasi nyeri berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas
nyeri tidak parah dan rlebih regional dibandingkan dengan
perdarahan intraserebral maupun perdarahan subarachnoid.

Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum


ditemukan apda pasien dengan stroke infark atherotrombotik.

B.

Infark Embolik

Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di


jantung. Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah
sampai pada percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati.
Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:

Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung


rematik, atherosklerotik, hipertensi, kongenital aupun
sifilis)

Infark miokard dengan trombus mural

Endokarditis bakterial akut dan sub aut

Penyakit

jantung

tanpa

aritmia

maupun

trombus

mural(stenosis mitral, miokarditis)

Komplikasi bedah jantung

Katup jantung buatan

Vegetasi trombotik endokardial non bakterial

Prolaps katup mitral

Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont:


patent foramen ovale)
11

Myxoma

Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:

Atherosklerosis aorta dan a. carotis

Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a.


vertebrobasiler

Trombus pada v. pulmonalis

Lemak, tumor, udara

Komplikasi bedah leher dan thoraks

Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada rightto-left cardiac shunt

Gejala Klinis

Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang


berkembang paling cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas,
dan timbul mendadak, seperti saat di kamar mandi.

Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau


isolated aphasia

Pada pencitraan otak :


o Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan
a. cerebri medial
o Terdapat kemungkinan infark perdarahan

C. Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan
daerah kecil yang mengalami iskemia dan terbatas pada daerah
pembuluh darah tunggal yaitu pembuluh darah yang berpenetrasi ke
otak yang menembus kapsula interna, basal ganglia, thalamus,
korona radiata, dan daerah paramedian dari batang otak.
Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara
hipertensi, atherosklerosis dengan diabetes melitus.
Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala
klinisnya yaitu hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni,
12

clumsy hand, dysarthria, hemiparesis dengan ataksia, sindrom


sensorimotor.
Stroke Perdarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri
ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan
tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman
kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya
hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil
kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas
Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah
yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini
mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke
dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan
serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat
beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran,
kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia
pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi
memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah
dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut,
penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia
darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil
anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,
serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga
mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral
lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya

13

Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer


serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup,
adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan
otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh
darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan.

Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.


Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang
pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi
jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena
jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi
berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging
(xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT
Scan.
Stroke Perdarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid.
Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran
dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan
lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat
rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa,
dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan
percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid
atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat
penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya
aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan
kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif berupa kaku kuduk
akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, Perdarahan subhialoid pada

14

funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan


menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa
vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark
otak dan defisit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam
beberapa minggu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70%
dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.
Tabel 3. Diagnosis banding stroke hemoragik
Onset
Jenis Kelamin
Etiologi
Lokasi
Gambaran klinik

Pemeriksaan
Penunjang

Perdarahan Intraserebri
Usia pertengahan - usia tua
>>
Hipertensi
Ganglia
basalis,
pons,
thalamus, serebelum
Penurunan kesadaran, nyeri
kepala, muntah
Defisit neurologis (+)
-

Perdarahan Subarachnoid
Usia muda
>>
Ruptur aneurisma
Rongga subarachnoid

Penurunan kesadaran, nyeri


kepala, muntah
Deficit neurologist (-)/ ringan
Rangsang meningen (+)
CSS seperti air cucian
- Perdarahan subhialoid
daging/ xantochrome
(Funduskopi)
(Pungsi lumbal)
- CSS
gross
Area hiperdens pada
hemorrhagic (Pungsi
CT Scan
lumbal)
- Perdarahan
dalam
rongga subarachnoid
(CT Scan)

15

Kiri : Berry aneurysm, penyebab umum perdarahan subarachnoid. Kanan : Microaneurysms, penyebab umum perdarahan intraserebral.

16

17

VII. Penegakan Diagnosis


Dalam menegakkan diagnosis, harus ditemukan empat hal yang menjadi
pengertian stroke sendiri :
Defisit neurologis fokal atau global
Berlangsung > 24 jam atau menyebabkan kematian
Akut atau mendadak
Dikarenakan semata-mata kelainan pembuluh darah otak
Jika terdapat empat ciri khas stroke di atas, maka bisa dikatakan bahwa
pasien mengalami stroke. Langkah selanjutnya adalah menentukan diagnosis
etiologi, lokalisasi, dan faktor resiko stroke. Untuk itu diperlukan anamnesa,
pemeriksaan fisik, neurologis. Berkut tabel yang menampilkan perbedaan masingmasing jenis stroke :
Tabel 4. Diagnosis Banding antara Stroke Infark, PIS dan PSA
KRITERIA
INFARK
PIS
1. Anamnesa
TIA
+
Istirahat
+
Aktivitas
+
Nyeri kepala
+
2. Pemeriksaan Fisik
Defisit neurologik
+
+
Penurunan kesadaran
+
Kaku kuduk
+
Tekanan darah
sedang
variasi
3. Pemeriksaan
tambahan
Punksi lumbal
Jernih
Xantochrome

PSA
+
++
+
+
+
Sedang
Gross
haemorrhagic

Tabel 5. Diagnosis Banding berdasarkan Anamnesis


ANAMNESIS
TROMBOSIS
EMBOLI
PIS
Umur
50-70 tahun
Semua umur 40-60 tahun

18

PSA
Tak tentu
(20-30
tahun)

Awitan
Gejala
Peringatan
Sakit kepala
Muntah
Kejang
Vertigo

Bangun tidur
Bertahap
+
+/-

Aktivitas
Cepat
+
-

Aktivitas
Cepat
++
++
++
-

Tabel 6. Diagnosis banding berdasarkan gambaran klinis


Klinis
Trombosis
Emboli
PIS
Kesadaran
Normal
Normal
Menurun
GCS
Kaku kuduk
Kelumpuha
n
Aphasia
Angiografi
Parese
3,4,6
LP
CT Scan

>7
Hemiparese

++/Oklusi/stenosi
s
N Hipodens ke
sentral setelah
4-7 hari

Aktivitas
Cepat
++++
++++
++++
-

>7
Hemiparese

<6
-/+
Hemiplegia

PSA
Menurun/Norma
l
<6
+
Hemiplegia

++/Oklusi/stenosi
s
-

Midline shift

Aneurisma/AVM

+/-

+/++++
Hipodens
Hiperdensita Hiperdensitas di
perifer
khas s
seperti subarachnoid
seperti
baji massa darah
setelah
4-7
hari

Tabel 7. Diagnosis Banding berdasarkan faktor risiko


FAKTOR
TROMBOSIS
EMBOLI
RISIKO
Hipertensi
+/Kardial
ASHD
RHD
Diabetes
++
Melitus
Dislipidemia
++
-

PIS

PSA

HT Maligna
HHD
-

+/-

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. CT scan

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan


stroke infark dengan stroke perdarahan.

19

Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah


didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.

2. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif).
3. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi
atau aneurisma pada pembuluh darah.

4. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

20

5. Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging

atau

berwarna kekuningan.
Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik.
Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
6. Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi
hepar), elektrolit darah, Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.

21

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan
diastolik)-(3 x atheroma) 12
Nilai SSS
Diagnosa

>1
: Perdarahan otak

< -1
: Infark otak

-1 < SSS < 1 : Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :

Penurunan Kesadaran

Nyeri Kepala

Refleks Babinski

IX. MANAJEMEN TERAPI


Pedoman pada stroke iskemik akut
Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik
akut kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap, yaitu tekanan darah sistolik
>220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg.
Pendapat lain menyebutkan obat-obat anti-hipertensi yang sudah ada sebelum
serangan stroke, diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian obat
anti-hipertensi yang baru sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.

22

Tekanan darah diastolik > 140 mmHg atau > 110 mmHg bila akan
dilakukan terapi trombolisis, diperlakukan sebagai penderita hipertensi
emergensi, berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin, dll.

Tekanan darah sistolik > 230 mmHg dan atau tekanan diastolik 121-140
mmHg, diberikan labetalol IV selama 1-2 menit. Dosis labetalol dapat
diulang tiap 10-20 menit sampai penurunan darah yang memuaskan.
Setelah pemberian dosis awal, labetalol dapat diberikan 6-8 jam, bila
diperlukan (bila emergensi).

Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik 105-120 mmHg terapi darurat harus ditunda tanpa adanya tanda
perdarahan intraserebral atau gagal ventrikel jantung kiri. Jika tekanan
darah menetap pada dua kali pengukuran selang 60 menit, maka diberikan
200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari. Pengobatan alternative, selain
labetalol, adalah nifedipin oral 10 mg tiap 6 jam atau captopril 6,25-12,5
mg tiap 8 jam (urgensi).

Tekanan sistolik < 180 mmHg dan atau tekanan diastolik < 105 mmHg,
terapi hipertensi biasanya tak diperlukan.

Obat Trombolitik rtPA


Biasanya obat ini digunakan untuk infark jantung akut untuk melarutkan
bekuan darah yang diperkirakan menyumbat arteri yang terlibat dalam proses
stroke iskemik. Syarat utama adalah waktu pemberian adalah harus sesegera
mungkin setelah stroke iskemik terjadi (< 3 jam), agar belum terjadi perubahan
sekunder pada dinding pembuluh darah yang tersumbat dan terutama daerah otak
yg diperdarahinya.
Kriteria Eksklusi
-

Bila ada riwayat penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa
tromboplastin partial memanjang.

Trombosit < 100.000/mm

Stroke sebelumnya atau trauma kapitis hebat 3 bulan sebelumnya

23

Operasi besar dalam waktu 14 hari

Sistolik sebelum pengobatan > 185 mmHg atau diastolik > 110 mmHg

Defisit neurologis ringan

Riwayat perdarahan intrakranial

Glukosa darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/dL

Kejang pada permulaan stroke

Perdarahan GI atau urin dalam 21 hari

Infark miokard baru

Permulaan stroke tidak dapat dipastikan

Dosis rtPA IV 0,9 mg/kg BB (maksimal 90 mg). 10% dari dosis sebagai bolus
pada menit pertama, sisanya sebagai infus selama 60 menit monitor terus di
ICU 24 jam akan adanya perburukan neurologis dan perdarahan.
Peranan neuroprotektif pada stroke iskemik akut
Obat-obat ini diperkirakan dapat melindungi neuron dari zat-zat destruktif
yang dihasilkan oleh proses biokimia yang terjadi pada kematian neuronal, seperti
glutamat, kalnat dan lain-lain yang toksik terhadap neuron. Di samping itu
kerusakan sel-sel neuron dapat menyebabkan gangguan membran sel akibat
kerusakan pada pompa ion Ca, Na, K.
Ada dua jenis neuroproteksi :
-

Neuroproteksi yang mencegah kematian sel akibat iskemik injury:


.. Free Radical Scavenger (tirilazad, citicoline, cerovive)
.. Stabilisasi Membran (citicholine dan piracetam)

Neuroprotektan yang mencegah reperfusi injury: Abelximab

Neuroprotektan yang ada di Indonesia, yaitu:


-

Piracetam

Citicholin

Terapi bedah :
-

Carotid endarterectomy

Angioplasty

Catheter embolectomy
24

Merupakan terapi terpilih saat ini. Kriteria inklusinya adalah :


NIHSS > 10, maksimal 8 jam sejak onset serangan.
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan banyak
penyebabnya. Tujuan terapi antara lain mencakup:
1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Mencegah komplikasi sekunder akibat menurunnya kesadaran, misalnya
gangguan pernapasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan
tindakan bedah.
Terapi Umum
1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30, paling
sedikit dua minggu
2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan
dalam dua minggu pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
4. Monitoring tanda-tanda vital
Terapi Hipertensi pada Stroke Perdarahan
Tekanan darah pada fase akut tidak boleh diturunkan lebih dari 20%. Penurunan
tekanan darah rata-rata tidak boleh lebih dari 25% dari tekanan darah arteri ratarata. Kriteria penurunan:
1. Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140
mmHg pada dua kali pengukuran tekanan darah selang 5 menit, berikan
natrium nitroprusid atau nitrogliserin drip.
2. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140
mmHg atau tekanan darah arteri rata-rata 130 mmHg pada dua kali
pengukuran tekanan darah selang 20 menit berikan labetalol injeksi atau
enalapril.
3. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg,
maka pemberian obat anti-hipertensi ditangguhkan.

25

Terapi Khusus
1. Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital
30-60 mg/p.o atau IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan analgetik untuk
nyeri kepala.
2. Nyeri kepala hebat narkotika. Misalnya demetol 100-150 mg IM tiap 4
jam. Dapat digunakan kodein 30-60 mg p.o tiap 2-3 jam
3. Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari
karena dapat memperpanjang perdarahan.
4. pemberian manitol 20% 1 gr/kgBB diberikan dalam 20 menit diikuti 0,25
gr/kgBB tiap 4 jam untuk edema serebri.
5. Bila terdapat fasilitas pemantaun tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak
harus dipertahankan lebih dari 70 mmHg.
6. Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan -blocker seperti
propanolol yang dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.
7. Untuk perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan lavage lambung dengan
NaCl, transfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.
8. H2-blocker, misalnya ranitidin, untuk mengurangi resiko terjadinya stress
ulcer.
9. Untuk mual muntah dapat diberikan antiemetik.
10. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV
(loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam atau
phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.
Pedoman tatalaksana hiperglikemia pada stroke akut
-

Indikasi dan syarat pemberian insulin:


1. Stroke hemoragik dan non-hemoragik dengan IDDM dan NIDDM
2. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus

Kontrol gula darah selama fase akut stroke

26

Tabel Insulin reguler dengan Skala Luncur


Glukosa (mg/dl)
Insulin tiap 6 jam subkutan
< 80
Tidak diberikan Insulin
80-150
Tidak diberikan Insulin
151-200
2 unit
201-250
4 unit
251-300
6 unit
301-350
8 unit
351-400
10 unit
> 400
12 unit
1. Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan
infus kontinyu dengan dosis dimulai dengan 1 unit/jam dan dapat
dinaikkan sampai 10 unit/jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan
ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan.
2. Bila hiperglikemia hebat >500 mg/dL diberikan bolus pertama 6-10 unit
insulin reguler tiap jam.
3. Setelah kadar glukosa darahg stabil dengan insulin skala luncur atau infus
kontinyu maka dimulai pemberian reguler subkutan.
-

Kontrol gula darah masa kesembuhan

Bila penderita stabil makan biasa, dan motorik dan kognitif sudah pulih, mulai
berikan insulin basal (NPH atau lente insulin)
1. NPH insulin diberikan tiap 12 jam dengan dosis awal kira-kira 0,2 0,3
unit/kgBB per hari
2. Insulin reguler tambahan sebelum makan dapat diteruskan untuk
disesuaikan tergantung pada kadar glukosa darah waktu puasa (sasaran
kadar glukosa darah 100-200 mg/dL).
3. Bila kadar glukosa darah pada pemantauan stabil (<200 mg%) dengan
kebutuhan insulin <15 unit/hari, terapi dimulai dengan anti-diabetika oral
sebelumnya (pada penderita DM tipe II)
Terapi Pembedahan

27

Dikeluarkan dalam keadaan darurat untuk penanganan tekanan tinggi intra


kranial, mengeluarkan hematoma dan penanganan hidrosefalis akut, juga untuk
mencegah perdarahan ulang dan meminimalkan terjadinya vasospasme.
-

Untuk hidrosefalus akut, dapat dilakukan pemasangan ventriperitoneal


shunt. Hidrosefalus akut dapat diterapi dengan steroid, manitol, atau
pungsi lumbal berulang.

AVM tidakan pembedahan berupa block en resectio atau obliterasi


dengan cara ligasi pembuluh darah atau embolisasi melalui kateter intraarterial lokal. Kala resiko perdarahan sekunder < pada AVM, dibandingkan
aneurisma, maka tindakan pembedahan dilakukan secara efektif setelah
episode perdarahan.

Aneurisme terapi perdarahan definit terdiri dari clipping atau wrapping


aneurisme. Pada pasien dengan kesadaran penuh atau hanya dengan
penurunan kesadaran ringan, tindakan pembedahan memperlihatkan hasil
yang baik. Sebaliknya pada pasien yang stupor atau koma tidak diperoleh
keuntungan dari tindakan tersebut.

X. Pencegahan Stroke
Mengatur Pola Makan Yang Sehat
1. Makan yang membantu menurunkan kadar kolesterol

Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah,
jagung dan gandum.

Obat akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan


tekanan darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari
(memperlambat pengosongan usus)

Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid


serum, menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida.

Mekanisme kerja : menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan


aktivitas estrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan
meningkatkan aktivitas antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL

28

Kacang-kacangan : menurunkan kolesterol LDL dan mungkin


mencegah aterosklerosis

2. Makanan Lain Yang Berpengaruh Terhadap Prevensi Stroke

Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat


vitamin B6, B12 dan riboflavin

Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke

Ikan terutamanya yang berlemak (tuna,salmon) mangandung omega-3,


eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoeic acid (DHA) yang
merupakan pelindung jantung dengan efek melindungi terhadap risiko
kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan kadar
trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi platelet, sebagai
prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi
NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali/minggu.

Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten buahan dan bijibijian adalah sebagai sumber antioksidan

Buah-buahan dan sayuran

3. Rekomendasi Tentang Makanan :

Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium

Minimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans


fatty acids seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan
mentega.

Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty


acids, monosaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.

Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang

Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal

Hindari makan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi


rendah

Utamakan makanan yang mengandung polisakarida (nasi, roti, pasta,


sereal dan kentang)

Menghentikan Rokok

29

Bisa

menyebabkan

peninggian

koagubilitas,

viskositas

darah,

meninggikan tekan darah, menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL.


Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat

Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin penilpropanolamin dan


mengkonsumsi alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse
alcohol) akan memudahkan terjadinya stroke.

Melakukan Olahraga yang Teratur

Melakukan aktivitas fisik aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll)


secara teratur minimum 3 kali seminggu akan dapat menurunkan tekanan
darah, memperbaiki kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.

Efek biologis: penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan


menaiknya aktivitas tissue plasminogen activator dan konsentrasi HDL.

Menghindari Stres dan Beristirahat yang Cukup

Istirahat yang cukup dan tidur teratur 6-8 jam sehari

Mengendalikan stress dengan cara berfikir positif sesuai dengan jiwa sehat
menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah
dan mendekatkan diri pada Tuhan YME.

TINDAKAN MEDIS PADA PREVENSI SEKUNDER STROKE


Sebagian penderita stroke atau dengan riwayat TIA berisiko untuk terserang
stroke atau TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya
TIA atau stroke berulang dan kejadian vaskular lainnya.
Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke selain dari pengendalian dengan
gaya hidup sehat, juga mengendalikan faktor risiko yang dapat diubah, terapi
farmakologi dan terapi bedah.
Obat-Obatan Anti Trombotik Untuk Prevensi Sekunder Stroke
1. Antiplatelet
a) Aspirin

Dosis dan cara pemberian: 50-325 mg peroral sekali sehari

Mekanisme kerja: anti platelet, menghambat jalur siklooksigenase


30

Efek samping: iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal

b) Clopidogrel

Dosis dan cara pemberian: 75mg peroral sekali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan


gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.

c) Ticlopidin

Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral 2 kali sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat

Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan


gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.

d) Aspirin + Dipiridamol

Dosis dan cara pemberian: aspirin 25mg + Dipiridamol SR 200mg 2 kali


sehari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase,


fosfodiesterase, dan ambilan kembali adenosin

Efek samping: sakit kepala, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal

e) Cilostazol

Dosis dan cara pemberian : 100mg peroral 2 kali sehari

Mekanisme kerja: anti platelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara


menghambat aktivitas fosfodiesterase III

Efek samping: palpitasi, infak miokad, unstable angina, sakit kepala, mual,
gangguan fungsi hati, rash.

2. Anti Koagulan
Tujuan: pencegahan sekunder stroke dengan factor risiko fibrilasi atrium

Warfarin

Dikumarol

3. Lain-lain:

Statin

Ace inhibitor

31

XI. KOMPLIKASI STROKE


1. Komplikasi Neurologik :
A. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada
intra dan extraseluler. Edema mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark,
diikuti dengan mengaburnya alur gyrus kortikal dan seiring pembesaran infak,
terjadi pergeseran garis tengah otak (midline shift). Setelah terjadi midline shift,
herniasi transtentorial pun terjadi dan mengakibatkan iskemia serta perdarahan di
batang otak bagian rostral.
B. Infark berdarah (pada emboli otak)
Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah
besar ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher,
biasanya dibentuk dari kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol.
Atheroma akan mengenai intima, awalnya terdapat deposit dari fatty streak, lalu
diikuti oleh plak fibromuskuloelastis pada sel otot intima yang diisi lemak.
Atheroma ini biasanya memiliki ukuran yang lebih besar daripada ukuran
pembuluh darah. Jika terjadi pelebaran yang mendadak dari plak akibat
meningkatnya perdarahan pada tempat tersebut, maka endotel yang mengandung
fibrin dan bekuan darah tadi akan robek, dan terjadi perdarahan. Kebanyakan
cenderung sepanjang perbatasan yang diperdarahai oleh anastomosis A.meningeal
atau bila di A.serebri media terdapat di ganglia basalis. Kesadaran pasien tiba-tiba
menurun dan pernafasan mengorok. Pada pemeriksaan pungsi lumbal ditemukan
cairan serebrospinal berdarah.
C. Vasospasme (terutama pada PSA)
Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah
arteri yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini
timbul sebagai akibat langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti
hematin atau produk keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah
arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung,
disorientasi, drowsiness) dan defisit neurologis fokal tergantung pada daerah

32

yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa


hari atau secara gradual menjadi lebih berat.
Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik
langsung terhadap pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif
seperti serotonin, prostaglandin dan katekolamin.
D.Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah,
merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian
basal, darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana
pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari
hidrosefalus akut. Gejala akan membaik jika dilakukan draining ventrikel, dengan
ventrikulostomi eksternal, atau pada beberapa kasus dapat dilakukan punksi
lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan
serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya
didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.
E. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat
kelainan osmotik.
2. Komplikasi Non-neurologik (Akibat Proses di Otak) :
A. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis
terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi oatk
membaik kembali. Selian itu tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi
iskemia batang otak atau penekanan batang otak. Bila neuron yang menghambat
aktivitas simpatis di batang otak menjadi tidak aktif karena penekanan batang otak
maka akan terjadi hipertensi.
B. Hiperglikemi
Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi
hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak
memerlukan

pengobatan.

Penderita

33

dengan

perdarahan

subarakhnoid

ditemukan gangguan fungsi vegetatif yang bersifat glukosuria dan keadaan ini
berhubungan dengan konsentrasi katekolamin yang tinggi dalam sirkulasi.
C. Edema paru
Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi
kardiovaskuler secara primer, misalnya infark miokard atau sekunder akibta
kelainan susunan saraf pusat; atau edema paru akibat langsung dari pusat
edemagenic seebral. Proses terjadinya edema paru akibat kelaianan susunan
saraf pusat yaitu secara langsung melalui sistem saraf otonom terutama
mekanisme vagal. Mekanisme lain disebutkan, bahwa edema paru merupakan
akibat pelepasan simpatis berlebihan disertai hipertensi sistemik dan hipertensi
pulmonal mengakibatkan peninggian permeabilitas vaskuler pada paru. Pelepasan
simpatis tersebut dicetuskan oleh tekanan tinggi intrakranial, hipoksia otak atau
lesi di hipothalamus.
D. Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung,
terjadi pada strok fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik
berat, kelainan lain berupa ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik.
Kelainan ini lebh sering pada gangguan sirkulasi anterior (sistem karotis). Pada
penderita perdarahan subarakhnoid, aritmia jantung dapat menyebabkan kematian.
Kelainan jantung lainnya pada penderita strok fase akut berupa kerusakan
miokard disertai peninggian kadar enzim jantung pada serum, aritmia jantung dan
peninggian kadar katekolamin plasma.
E. Kelainan EKG
Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan
susunan saraf pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal,
gelombang T besar atau terbalik, pemanjangan interval QT dan gelombang U
yang menonjol. Kelainan EKG sering menyerupai penyakit jantung iskemia dan
kadang miokard infark. Frekuensi saat dan lamanya kelainan tersebut tidak dapat
dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya timbul selambat-lambatnya dalam 8
hari setelah onset.

34

EKG normal
ST-T abnormal
Biasanya terlihat terutama pada hipokalemi dan berbagai gangguan metabolik.

Gelombang T besar atau terbalik


T terbalik biasanya menandakan adanya suatu iskemia miokard transmural atau
aneurisma
Gelombang T yang sangat tinggi paling sering ditemukan

pada

hiperkalemia dan hiper kalsemia. Juga ditemukan pada bradikardi,iskemi


subendokardi, cerebrovaskular accident dan left ventricle overload

35

Pemanjangan interval QT
Pemanjangan interval QT disebabkan oleh obat-obatan seperti Type 1A
anti-arrhythmic agents (quinidine, procainamide, disopyramide) & tricyclic
antidepressants/phenothiazines (hipnotik dan major tranquilizer).
Gangguan keseimbangan elektrolit Hypokalemia, hypocalcemia atau
hypomagnesemia juga menyebabkan pemanjangan interval QT.
Untuk CNS, cerbrovaskular accidents, stroke, seizure, coma, intracerebral
atau brainstem bleeding. Hipertensi,hipotermi dan diet protein cair juga dapat
menyebabkan pemanjangan interval QT.

Gelombang U yang menonjol.


Gelombang U yang terbalik paling sering disebabkan oleh penyakit jantung
koroner dan hipertensi.

F. Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon (SIADH)

36

Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes


insipidus atau SIADH, dengan gejala sebagai berikut:
Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium,
bahkan koma).
G. Natriuresis.
Perdarahan

subarakhnoid

pada binatang

percobaan,

menimbulkan

hiponatremia dan natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik.


Keadaan ini terjadi pada hari ke 5-6 setelah onset dan dapat dijumpai pada setiap
penderita dengan kelainan intrakranial.
H. Retensi cairan tubuh.
I . Hiponatremia.
Komplikasi non-neurologik (Akibat imobilisasi) :
A. Bronkopneumonia
Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada
strok. Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama
disertai gangguan menelan, gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan akibat
gerakan paru yang berkurang. Riwayat merokok dan infeksi paru misalnya
bronkhitis kronis dakan meningkatkan resiko terjadinya bronkopneumonia.
B.Tromboplebitis
Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada
paha dan betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian suhu.
Trombosis vena dalam paha pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang
lumpuh dan sering bersifat subklinis. Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan
disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena dalam. Insidensi kelainan ini
terjadi pada penderita strok fase akut. Trombosis vena dalam terjadi selama 14
hai sesudah onset strok dengan puncaknya pada hari ke-5 atau sekitar hari ke-10
setelah onset. Pada penderita yang dirawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi
pada betis, 35% pada paha dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha.
Trombosis vena dalam dapat menyebabkan bekuan dalam darah dan bila menjalar
ke kranial dapat menyebabkan emboli paru.

37

C. Emboli paru
Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilioingiuinal lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi
secara mendadak dan merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan
pada 50% penderita strok yang meninggal dan kadang-kadang sebagai penyebab
kematian.
D. Depresi
Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan
masalah tersering pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan
motivasi yang kurang, terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi
bermakna. Umumnya depresi yang terjadi karena adanya masalah-masalah yang
kompleks misalnya biaya, pekerjaan, kemungkinan cacat seumur hidup (menetap)
dan hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun pada
penderita strok dengan cacat yang ringan, karean apada dasarnya setiap cacat akan
mengganggu kehidupan normal yang ada sebelumnya.
E. Nyeri dan kaku pada bahu
Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering
dijumpai dan biasanya akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi
anggota gerak yang lumpuh pada fase akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat
terjadi akibat:

Kontraktur akibat spastis

Shoulder-hand syndrome atau post-hemiplegic reflex sympathetic


dystrophy. Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum
humerus.

Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di


akromio-klavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa
subdeltoid.

Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler

Fraktur kollum humerus.

Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.

38

F. Spastisitas umum
Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.
G. Radang kandung kemih
Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan
kateter.
H. Kelumpuhan saraf tepi
Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang
bervariasi, terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam
posisi yang baik. Saraf tepi yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N.
Peroneus komunis dan N. Iskhiadikus.
I. Kontraktur dan deformitas
Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung
lama. Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar
sendi yang bersifat ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi
kontraktur dan spastisitas, misalnya deformitas equinovarus dan deformitas
pronasi-fleksi lengan dan tangan.
J. Dekubitus
Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.
K. Atrofi otot
Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.

39

Daftar Pustaka

40

Anda mungkin juga menyukai