DAN
KARSINOGENESIS
Dr. Laela Hayu Nurani, M.Sc., Apt
Dr. Nurkhasanah, M.Si., Apt
KATA PENGANTAR
Penyusun,
KARSINOGENESIS ............................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR........................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 4
PERTEMUAN 1................................................................................................................................. 5
PERTEMUAN 2............................................................................................................................... 15
PERTEMUAN 3............................................................................................................................... 32
PERTEMUAN 4............................................................................................................................... 39
PERTEMUAN 5............................................................................................................................... 49
PERTEMUAN 6............................................................................................................................... 56
PERTEMUAN 7............................................................................................................................... 61
PERTEMUAN 8............................................................................................................................... 68
PERTEMUAN 8............................................................................................................................... 68
PERTEMUAN 9............................................................................................................................... 74
PERTEMUAN 9............................................................................................................................... 74
PERTEMUAN 10............................................................................................................................. 96
PERTEMUAN 11........................................................................................................................... 108
PERTEMUAN 12........................................................................................................................... 111
PERTEMUAN 1
MATERI POKOK:
Materi genetik
1. Pendahuluan
2. DNA sebagai materi genetika
3. Transkripsi dan Translasi
1. Pendahuluan
Genetika disebut juga ilmu keturunan, berasal dari kata genos (bahasa latin), artinya
suku bangsa-bangsa atau asal-usul. Secara “Etimologi”kata genetika berasal dari kata genos
dalam bahasa latin, yang berarti asal mula kejadian. Namun, genetika bukanlah ilmu tentang
asal mula kejadian meskipun pada batas-batas tertentu memang ada kaitannya dengan hal itu
juga. Genitika adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk alih informasi hayati dari generasi
kegenerasi. GENETIKA adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat keturunan (hereditas) serta
segala seluk beluknya secara ilmiah. Orang yang dianggap sebagai "Bapak Genetika" adalah
JOHAN GREGOR MENDEL. Orang yang pertama mempelajari sifat-sifat menurun yang
diwariskan dari sel sperma adalah HAECKEL (1868).
2. Materi Genetika
Materi genetika terdiri dari kromosom dan gen. Salah satu materi genetika yaitu kromosom
yang terdiri atas DNA dan protein. Informasi genetika yang mengatur aktivitas sel terletak
dalam struktur DNA-nya dan bukan pada proteinnya. Makin banyak jumlah kromosom, makin
besar kandungan DNA-nya.
Materi Genetika
A. DNA
DNA (deoxyribonucleic acid) atau asam deoksiribosa nukleat (ADN) merupakan tempat
penyimpanan informasi genetic. DNA (deoxyribonucleic acid) atau asam deoksiribosa nukleat
(ADN) merupakan tempat penyimpanan informasi genetik.
Struktur DNA
Pada tahun 1953, Frances Crick dan James Watson menemukan model molekul DNA
sebagai suatu struktur heliks beruntai ganda, atau yang lebih dikenal dengan heliks ganda
Watson-Crick. DNA merupakan makromolekul polinukleotida yang tersusun atas polimer
nukleotida yang berulang-ulang, tersusun rangkap, membentuk DNA haliks ganda dan berpilin
ke kanan. Setiap nukleotida terdiri dari tiga gugus molekul, yaitu :
- Gula 5 karbon (2-deoksiribosa)
- Basa nitrogen yang terdiri golongan purin yaitu adenin (Adenin = A) dan guanin
(guanini = G), serta golongan pirimidin, yaitu sitosin (cytosine = C) dan timin (thymine = T)
- Gugus fosfat
Berikut susunan struktur kimia komponen penyusun DNA :
Baik purin ataupun pirimidin yang berkaitan dengan deoksiribosa membentuk suatu
molekul yang dinamakan nukleosida atau deoksiribonukleosida yang merupakan prekursor
elementer untuk sintesis DNA.Prekursor merupakan suatu unsur awal pembentukan senyawa
deoksiribonukleosida yang berkaitan dengan gugus fosfat.DNA tersusun dari empat jenis
monomer nukleotida.
Keempat basa nitrogen nukleotida di dalam DNA tidak berjumlah sama rata.Akan tetapi,
pada setiap molekul DNA, jumlah adenin (A) selalu sama dengan jumlah timin (T).Demikian pula
jumlah guanin (G) dengan sitisin(C) selalu sama.Fenomena ini dinamakan ketentuan
Chargaff.Adenin (A) selalu berpasangan dengan timin (T) dan membentuk dua ikatan hidrogen
(A=T), sedagkan sitosin (C) selalu berpasangan dengan guanin (G) dan membentuk 3 ikatan
hirogen (C = G).
Stabilitas DNA heliks ganda ditentukan oleh susunan basa dan ikatan hidrogen yang
terbentuk sepanjang rantai tersebut.karean perubahan jumlah hidrogen ini, tidak
mengehrankan bahwa ikatan C=G memerlukan tenaga yang lebih besar untuk memisahkannya.
DNA merupakan makromolekul yang struktur primernya adalah polinukleotida rantai rangkap
berpilin.Sturktur ini diibaratkan sebagai sebuah tangga. Anak tangganya adalah susunan basa
nitrogen, dengan ikatan A-T dan G-C.Kedua “tulang punggung tangganya” adalah gula ribosa.
Antara mononukleotida satu dengan yang lainnya berhubungan secara kimia melalui ikatan
fosfodiester.
1. Replikasi DNA
Materi genetika berupa DNA mempunyai kemampuan heterokatalik, yaitu mampu
membentuk molekul kimia lain dari sebagian rantainya dan autokatalik, yaitu mampu
memperbanyak diri. Ketika terjadi pembelahan mitosis, pita kembar yang berpilin pada DNA
akan dilepas sebagian oleh enzim DNA polimerase pada ikatan hidrogen antara purin dan
pirimidin. Ikatan tersebut lemah, sehingga mudah pecah dibandingkan dengan ikatan kovalen
antara fosfat dan deoksiribosa. Pada materi genetika, setelah ikatan masing-masing berjauhan,
selanjutnya akan membentuk pasangan baru. Sebagai contoh, rantai A mendapat pasangan
baru B’, sedangkan rantai B mendapat pasangan baru A’ maka terbentuk dua DNA yang masing-
masing memiliki rantai AB’ dan A’B.
2. Kode Genetika
Pada struktur DNA sebagai materi genetika, rangkaian purin dan pirimidin berkelompok-
kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas tiga basa nitrogen (triplet) yang disebut
kodogen (kode genetik). Kodogen tertentu menentukan jenis asam amino yang harus dirangkai.
Gambaran rangkaian tersebut dapat dilihat sebagai berikut. Dalam tubuh manusia terdapat 20
macam asam amino dengan kode-kode genetiknya, seperti pada tabel berikut ini:
Kode Genetika
B.RNA
RNA (ribonucleic acid) atau asam ribonukleat merupakan makromolekul yang berfungsi
sebagai penyimpan dan penyalur informasi genetik. RNA sebagai penyimpan informasi genetik
misalnya pada materi genetik virus, terutama golongan retrovirus. RNA sebagai penyalur
informasi genetik misalnya pada proses translasi untuk sintesis protein. RNA juga dapat
berfungsi sebagai enzim ( ribozim ) yang dapat mengkalis formasi RNA-nya sendiri atau molekul
RNA lain.
Struktur RNA
RNA merupakan rantai tungga polinukleotida.Setiap ribonukleotida terdiri dari tiga
gugus molekul, yaitu:
- 5 karbon.
- basa nitrogen yang terdiri dari golongan purin (yang sama dengan DNA) dan golongan
pirimidin yang berbeda yaitu sitosin (C) dan Urasil (U).
- gugus fosfat
Purin dan pirimidin yang berkaitan dengan ribosa membentuk suatu molekul yang
dinamakan nukleosida atau ribonukleosida, yang merupakan prekursor dasar untuk sintesis
DNA. Ribonukleosida yang berkaitan dengan gugus fosfat membentuk suatu nukleotida atau
ribonukleotida. RNA merupakan hasil transkripsi dari suatu fragmen DNA, sehingga RNA
merupakan polimer yang jauh lebih pendek dibandingkan DNA.
3. Perbedaan DNA dan RNA
Perbedaan antara DNA dan RNA sebagai materi genetika dapat dilihat pada tabel
berikut:
4. Macam-macam RNA
RNA meliputi RNA duta (RNA-d), RNA transfer (RNA-t), dan RNA ribosom (RNA-r).
a. RNA duta (RNA-d) RNA-d dalam materi genetika berfungsi membawa informasi genetis. RNA-
d bertindak sebagai pola cetakan untuk membentuk polipeptida dengan mengatur urutan asam
amino dari polipeptida yang disusun. RNA-d disebut juga kodon, karena bertugas membawa
kode-kode genetik (berupa urutan basa nitrogen) dan sebagai cetakan untuk mensintesis
protein.
Transkripsi merupakan pembentukan/sintesis RNA dari salah satu rantai DNA, sehingga
terjadi proses pemindahan informasi genetik dari DNA ke RNA. Fungsi ini disebut
fungsi heterokatalis DNA karena DNA mampu mensintesis senyawa lain yaitu RNA. Sebuah
rantai DNA digunakan untuk mencetak rantai tunggal mRNA dengan bantuan enzim
polimerase. Enzim tersebut menempel pada kodon permulaan, umumnya adalah kodon untuk
asam amino metionin. Pertama-tama, ikatan hidrogen di bagian DNA yang disalin terbuka.
Akibatnya, dua utas DNA berpisah. Salah satu polinukleotida berfungsi sebagai pencetak
atau sense, yang lain sebagai gen atau antisense. Misalnya pencetak memiliki urutan basa G-
A-G-A-C-T, dan yang berfungsi sebagai gen memiliki urutan basa komplemen C-T-C-T-G-A.
Karena pencetaknya G-A-G-A-C-T, maka RNA hasil cetakannya C-U-C-U-G-A. Jadi, RNA C-U-C-
U-G-A merupakan hasil kopian dari DNA C-T-C-T-G-A (gen), dan merupakan komplemen dari
pencetak.
Transkripsi DNA akan menghasilkan mRNA (messenger RNA). Pada organisme eukariot,
mRNA yang dihasilkan itu tidak langsung dapat berfungsi dalam sintesis polipeptida, sebab
masih mengandung segmen-segmen yang tidak berfungsi yang disebut intron. Sedangkan
segmen-segmen yang berfungsi untuk sintesis protein disebut ekson. Di dalam nukleus terjadi
pematangan/pemasakan mRNA yaitu dengan jalan melepaskan segmen-segmen intron dan
merangkaikan segmen-segmen ekson. Gabungan segmen-segmen ekson membentuk satu
rantai/utas mRNA yang mengandung sejumlah kodon untuk penyusunan polipeptida. Rantai
mRNA ini dikenal sebagai sistron.
Gb. Proses pematangan mRNA dengan membuang bagian intron
Proses transkripsi ini terjadi di dalam inti sel (nukleus). DNA tetap berada di dalam
nukleus, sedangkan hasil transkripsinya dikeluarkan dari nukleus menuju sitoplasma dan
melekat pada ribosom. Ini dimaksudkan agar gen asli tetap terlindung, sementara hasil
kopinya ditugaskan untuk melaksanakan pesan-pesan yang dikandungnya. Jika RNA rusak,
akan segera diganti dengan hasil kopian yang baru
1. Inisiasi (permulaan)
Daerah DNA di mana RNA polimerase melekat dan mengawali transkripsi disebut
sebagai promoter. Suatu promoter menentukan di mana transkripsi dimulai, juga
menentukan yang mana dari kedua untai heliks DNA yang digunakan sebagai cetakan.
2. Elongasi (pemanjangan)
Saat RNA bergerak di sepanjang DNA, RNA membuka untaian heliks ganda DNA dengan
bantuan enzim polimerase, sehingga terbentuklah molekul RNA yang akan lepas dari cetakan
DNA-nya.
3. Terminasi (pengakhiran)
b. Tahap translasi
Setelah pada tahap transkripsi pada materi genetika, RNA-d melekat ke ribosom maka RNA-
t aktif mengikat asam amino yang larut dalam plasma. Tiap RNA-t mengikat asam amino
tertentu, selanjutnya dibawa ke ribosom. Ujung RNA-t berkaitan dengan RNA-d melalui basa
nitrogen pasangannya.
Basa nitrogen RNA-d yang setangkup dengan basa nitrogen RNA-d disebut antikodon.
Skema perjalanan sintesis protein pada materi genetika sebagai berikut:
MATERI POKOK:
Proliferasi sel
1. Definisi
2. Gen – gen yang berperan dalam proliferasi
3. Siklus sel
4. Mekanisme proliferasi
1. Proliferasi Sel
Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif
dan bukan disebabkan karena pertambahan ukuran sel. Proliferasi memiliki keterkaitan dengan
diferensiasi, yaitu proses pertumbuhan spesialisasi susunan dan fungsi. Proliferasi dan
diferensiasi merupakan proses penting dalam perkembangan sel.
Willie (2005), menyatakan, proliferasi sel merupakan pengukuran jumlah sel yang
tumbuh dan membelah dalam medium kultur sel secara in vitro. Proses ini dapat diketahui
dengan adanya viabilitas, konfluenitas dan abnormalitas pada sel kultur. Viabilitas didefinisikan
sebagai jumlah sel-sel yang mampu berkembang dalam medium kultur. Konfluen yaitu
meratanya sel sebagai sel monolayer sampai menutupi tissue disk. Abnormalitas apabila sel
tersebut berukuran melebihi ukuran sel normal dan mengalami perubahan bentuk dari asalnya.
Proliferasi sel menghasilkan dua sel yang berasal dari satu sel. Keadaan ini
membutuhkan pertumbuhan sel yang kemudian diikuti oleh pembelahan (divisi) sel.
pertumbuhan sel yang tidak terkendali merupakan ciri khas kanker. Sel kanker secara umum
berisi biomolekul yang diperlukan untuk bertahan, proliferasi, diferensiasi, kematian sel dan
ekspresi tipe sel dengan fungsi khusus (cell-typespesifics functions). Kegagalan regulasi fungsi
inilah yang menghasilkan perubahan fenotip dan kanker. Pada jaringan normal, proliferasi sel
mengarah kepada penambahan jaringan. Dimana jumlah sel tidak hanya tergantung kepada
proliferasi sel tetapi juga oleh kematian sel. Keseimbangan antara produksi sel baru dan
kematian sel itulah yang mempertahankan sel yang tepat pada jaringan (homeostasis).
2. Gen-gen yang berperan dalam proliferasi sel
Skema tumor gen-gen yang berperan dalam proliferasi (pembelahan sel) serta
apoptosis (kematian sel secara terprogram)
Keterangan:
Sel mengalami proliferasi (pembelahan sel) dan apoptosis.
Proliferasi melalui siklus sel: G1-S-G2-M
Fase G = gap, persiapan fase berikutnya.
Fase S = sintesis
Fase M = Mitosis (meliputi Profase, Metafase, Anafase, dan Telofase).
Siklus sel tersebut dipengaruhi oleh gen-gen yang berperan. Gen yang bertanggung jawab
pada sel, terkait dengan pembelahan sel dan kematian sel terbagi atas dua golongan,
khususnya pada keterjadian sel kanker:
1. Gen yang memacu proliferasi memacu siklus sel
2. Gen yang memacu apopsosis.
Pada Gambar di atas yang harus dicermati adalah ujung tanda panah, apakah:
1. Berupa tanda panah atau tanda pemacuan ()
2. Berupa tanda penghambatan ( --I )
Sebagai contoh:
Jika gen p53 dipacu, maka akan memacu p21. Gen p21 menghambat kinase, dimana kinase
tersebut memacu siklus sel. Sehingga jika p53 dipacu, maka p21 terpacu, gen kinase dihambat,
sehingga siklus sel terhambat. Berdasarkan hal tersebut maka gen p53 merupakan golongan
tumor suppressor gen atau gen yang menekan pembelahan sel.
PERTANYAAN:
1. Jelaskan kerja gen BAX (dimulai dari p53), sampai pada hasil akhir kerja BAX.
2. Jika p16 dipacu, maka akan terjadi proliferasi atau apoptosis? Jelaskan!
3. Jika p57 dipacu, maka akan terjadi proliferasi atau apoptosis? Jelaskan!
4. Jelaskan secara menyeluruh dari p53, p21, p16, Rb, serta p27. Jika gen-gen tersebut
dipacu, hasil kerjanya ke apoptosis atau proliferasi?
3. Siklus Sel
Sel merupakan satuan dasar struktural, fungsional dan hereditas makhluk hidup.
Untuk pertumbuhan dan perkembangannya, setiap organisme hidup tergantung pada
pertumbuhan dan penggandaan sel-selnya. Pada organisme uniseluler, pembelahan sel
diartikan sebagai reproduksi, dan dengan proses ini dua atau lebih individu baru dibentuk dari
sel induk. Pada organisme multiseluler, individu-individu baru berkembang dari satu sel
primordial yang dikenal dengan nama zygot, selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi
individu baru.
Selama rentang hidupnya, sel-sel pada organisme multiseluler sebagian mengalami
penuaan dan kerusakan. Oleh sebab itu perlu diperbaiki melalui pembelahan sel.
- Dengan demikian pembelahan sel berfungsi dalam (i) reproduksi (ii) pertumbuhan, dan (iii)
perbaikan.
- Umumnya, sebelum suatu sel mengalami pembelahan, sel-sel terlebih dahulu mengalami
pertumbuhan hingga mencapai ukuran tertentu.
- Setiap sel mengalami dua periode yang penting dalam siklus hidupnya, yaitu periodeinterfase
atau periode non pembelahan dan periode pembelahan sel (M) yang menghasilkan sel-sel baru.
Kedua periode tersebut secara umum dikenal dengan nama siklus sel. Dengan kata lain,
kegiatan yang terjadi dari satu pembelahan sel ke pembelahan sel berikutnya disebut siklus
hidup (daur) sel . Secara singkat tahapan pada siklus hidup sel dapat dilihat pada gambar.
Interfase terdiri atas tiga fase, yaitu: G1 (Gap pertama), S (Sintesis DNA), dan G2 (Gap
kedua), Pada fase G1, sel anak mengalami pertumbuhan, pada fase S terjadi replikasi dan
transkripsi DNA; sedangkan pada fase G2, merupakan fase post sintesis, dimana sel
mempersiapkan diri untuk membelah. Pembelahan sel meliputi dua tahapan yaitu :kariokinesis
ataumitosis dansitokinesis. Perlu diingat bahwa apabila pembelahan sel menghasilkan dua buah
sel anak yang tidak sama besarnya, maka G1 bagi sel anak yang kecil lebih lama daripada sel
anakan yang besar.
Puncak siklus hidup sel yaitu pembelahan sel, yang secara umum diberi tanda M yang
berarti fase mitosis. Pada waktu yang singkat kromatin di dalam inti sel induk memampat
membentuk kromosom, untuk kemudian bersama-sama dengan seluruh isi sel, dibagi dua ke
masing-masing sel anak. Selama periode interfase, kromosom tidak tampak disebabkan karena
materi kromosom dalam bentuk benang-benang kromatin, dan komponen-komponen
makromolekulnya didistribusikan di dalam inti. Selama siklus sel terjadi perubahan-perubahan
yang sangat dinamis. Perubahan-perubahan tersebut terutama komponen-komponen kimia
dari sel seperti DNA, RNA, dan berbagai jenis protein. Duplikasi DNA berlangsung selama
periode khusus dari interfase yang disebut fase sintesis atau periode S. Periode sintesis
didahului oleh periode G1 dan diikuti oleh periode G2.
Fase pembelahan sel yang terdiri atas fase mitosis dan sitokinesis.
Fase mitosis terdiri atas beberapa fase yaitu fase profase, fase prometafase, fase
metafase, fase anafase, dan fase telofase. Selama pembelahan sel, inti mengalami serangkaian
perubahan- perubahan yang sangat kompleks, terutama peruahan-perubahan kandungan
intinya. Pada saat pembelahan sel berlangsung, salut inti dan nukleus menjadi tidak tampak dan
subtansi kromatin mengalami kondensasi menjadi kromosom.
1. MITOSIS
Mitosis atau pembelahan inti merupakan stadium akhir dari siklus sel dan merupakan
stadium yang paling pendek, yaitu kurang lebih 10% dari keseluruhan waktu yang dibutuhkan
untuk satu kali siklus. Selama pemebelahan inti, struktur kromosom tampak mengalami
perubahan-perubahan secara progresif. DNA pada sel eukariotik sangat panjang. Panjang DNA
pada manusia berkisar 3 m atau kira-kira 300.000 kali lebih besar dari diameter sel tersebut.
Sebelum sel membelah, semua DNA harus disalin dan dibagi rata agar setiap sel anak memiliki
genom lengkap. Replikasi dan distribusi DNA dalam jumlah banyak itu terkelola dengan baik
karena molekul- molekul DNA dikemas menjadi kromosom. Setiap species sel eukariotik
memiliki jumlah kromosom yang khas di dalam setiap nukleus sel. Misalnya sel somatik
manusia (semua sel tubuh kecuali sel reproduktif atau gamet) mengandung 46 kromosom. Sel
sperma dan sel telur manusia memiliki jumlah kromosom setengah kromosom sel somatik,
yaitu 23 kromsom.
Di dalam setiap kromosom eukariotik terdapat satu molekul DNA linear yang sangat
panjang yang mewakili ribuan gen. DNA ini berkaitan dengan berbagai jenis protein yang
mempertahankan struktur kromosom dan membantu mengontrol aktivitas gen. Kompleks
protein-DNA yang lasim disebut kromatin diorganisasi menjadi serat yang tipis dan panjang.
Setelah sel menduplikasi genomnya dalam persiapan pembelahan, kromatin ini memadat.
Kromatin ini tergulung dan terlipat sangat padat sehingga terbentuk kromosom yang tebal yang
dapat diamati dengan mikroskop cahaya.
Kedua kromatid yang mengandung salinan molekul DNA kromosom yang identik, mula-
mula saling berlekatan satu dengan yang lain. Dalam bentuk padatnya, kromosom ini memiliki
“pinggang” yang ramping pada daerah khusus yang disebut sentromer. Pada proses
pembelahan sel selanjutnya, kromatid saudara dari semua kromosom ditarik saling menjauh
dan dikemas kembali sebagai kumpulan lengkap di dalam dua nukleus baru, masing-masing
satu pada setiap ujung sel. Mitosis, yaitu pembelahan nukleus, biasanya segera diikuti oleh
sitokinesis, yaitu pembelahan sitoplasma.
Pada proses pembelahan ini, dari satu sel diperoleh dua sel anak yang memiliki informasi
genetik yang equivalen dengan sel induknya.
- Profase
Profase merupakan transisi dari fase G2 ke fase pembelahan inti atau mitosis (M) dari
siklus sel. Profase adalah stadium pertama dari mitosis.
Kromatin yang menyebar selama interfase secara perlahan-lahan terkondensasi menjadi
kromosom yang mantap. Jumlah kromatin yang tepat merupakan ciri khas dari setiap species,
sekalipun pada species yang berbeda dapat mempunyai jumlah kromatin yang sama. Selain itu
pada profase salut inti mulai berdegenerasi dan secara perlahan-lahan inti menjadi tidak
tampak, dan terjadilah pembentukan spindel mikrotubul.
Sebelum profase masing-masing kromosom mengalami duplikasi selama fase sintesis
dari siklus sel. Setiap kromosom terdiri atas dua kromatid sister yang bergabung pada suatu
tempat yang disebut sentromer atau kinetockor.
Pada awal profase, massa mikrotubul sitoplasma yang merupakan bagian dari
sitoskeleton rusak dan membentuk kelompok molekul-molekul tubulin yang besar. Molekul-
molekul tubulin digunakan kembali untuk konstruksi komponen utama aparatus mitosis atau
spindel mitosis. Spindel mitosis merupakan struktur benang bipolar yang sebagian besar
disusun oleh mikrotubul yang mula-mula terbentuk di luar nukleus. Pusat pembentukan spindel
atau kumparan pada kebanyakan sel hewan ditandai dengan adanya sentriol. Pasangan sentriol
pada sel mula-mula berduplikasi dengan suatu proses yang dimulai tepat sebelum fase sintesis.
Duplikasi menghasilkan dua pasang sentriol. Masing-masing pasangan sentriol sekarang
menjadi pusat mitosis yang membentuk pusat bagi susunan mikrotubul radial yang disebut
aster. Kedua aster tersebut terletak berdampingan dekat salut inti. Pada profase akhir, berkas-
berkas mikrotubul polar berinteraksi diantara dua aster, mula- mula memnajang dan tanpak
mendorong sentriol ke bagian sepanjang sisi salut inti. Dengan cara ini spindel mitosis bipolar
terbentuk.
Spindel mitosis terdiri dari mikrotubul dan mikrofilamen yang berasosiasi dengan
protein. Berdasarkan perlekatannya, spindel mitosis dibagi menjadi dua yaitu serabut-serabut
bipolar yang merentang dari dua kutub spindel ke arah ekuator, dan serabut-serabut kinetokor
yang melekat pada sentromer pada setiap kromatid dan merentang ke arah spindel.
- Prometafase
Prometafse (metafase awal) dimulai secara tiba-tiba dengan rusaknya inti yang pecah
menjadi fragmen-fragmen membran yang tidak dapat dibedakan dengan potongan-potongan
retikulm endoplasma.
Fragmen-fragmen tersebut tetap berada disekitar kumparan atau spindel selama
mitosis. Kumparan-kumparan yang terletak di luar inti sekarang dapat masuk ke daerah inti.
Pada saat prometafase, kromosom-kromosom bermigrasi ke arah pusat spindel. Gerakan
tersebut disebabkan karena adanya gerakan yang beragitasi yang disebabkan oleh adanya
interaksi antara benang-benang kinetokor dengan komponen-komponen lain dari spindel.
- Metafase
Selama metafase, sentromer dari setiap kromosom berkumpul pada bagian tengah
spindel pada bidang ekuator. Pada tempat-tempat ini, sentromer-sentromer diikat oleh
benang-benang spindel yang terpisah, dimana setiap kromatid dilekatkan pada kutub-kutub
spindel yang berbeda.
Kadang-kadang benang-benang spindel tidak berasosiasi dengan kromosom dan
merentang secara langsung dari satu kutub ke kutub yang lain. Pada saat metafase, sentromer-
sentromer diduplikasi dan setiap kromatid menjadi kromosom yang berdiri sendiri atau
independen..
- Anafase
Anafase dimulai secara tiba-tiba ketika pasangan kinetochor pada masing-masing
kromatid terdorong secara perlahan-lahan menuju kutub spindel. Jadi anafase ditandai dengan
terjadinya pemisahan kromatid sister membentuk anak kromosom yang bergerak menuju
kutub spindel yang berlawanan.
- Telofase
Ketika kromatid-kromatid anakan yang terpisah sampai di kutub, benang-benang
kinetochor lenyap, benang-benang kumparan kembali memanjang dan salut inti yang baru
kembali terbentuk disekitar masing-masing kromatid anakan. Kromosom nujkleulus tanpak
kembali dan mitosis berakhir.
2. SITOKINESIS
Sitokinesis Pada Sel Hewan
Sitoplasma terbagi oleh suatu proses yang dikenal sebagai cleavage yang biasanya
dimulai pada akhir anafase dan telofase. Membran pada bagian tengah sel tertarik ke dalam
membentuk alur cleavage yang tegak lurus pada sumbu kumparan diantara nukleus dan secara
bertahap menyempit hingga pada akhirnya putus dan membentuk dua sel anak secara terpisah.
Sitokinesis Pada Sel Tumbuhan
Berbeda dengan sel hewan, sel tumbuhan tidak mampu membentuk lekuk cleavage. Hal
ini disebabkan karena adanya dinding sel yang kaku. Sitokinesis pada dinsing sel tumbuhan
tinggi melibatkan vesikula-vesikula yang berasal dari badan golgi dan mikrotubul-miktotubul
yang tersusun paralel dan disebut fragmoplas. Vesikula-vesikula yang berasal dari badan golgi
berasosiasi dengan mikrotubula fragmoplas dan ditranslokasikan sepanjang mikrotubula ke
arah daerah ekuatorial. Vesikula-vesikula tersebut selanjutnya terakumulasi pada daerah
dimana mikrotubula fragmoplas mengalami overlap.
Vesikula-vesikula selanjutnya berfusi satu sama lain membentuk lempeng sel (Cell
plate). Vesikula-vesikula tadi berisi senyawa-senyaw pembentuk papan sel dan dinding sel
seperti pektin, hemiselulosa dan selulosa.
Lempeng sel meluas secara lateral hingga mencapai dinding sel semula. Hal tersebut mungkin
disebabkan karena mikrotubula- mikrotubula pada fragmoplas awal dirakit dirombak pada
bagian perifer dari lempeng sel awal. Di tempat tersebut mereka menarik vesikula-vesikula lain
dan kembali berfusi pada bidang ekuator sehingga lempeng sel meluas kearah tepi. Proses ini
berulang hingga lempeng sel mencapai membran plasma, dan dua sel baru terpisah secara
sempurna. Pada akhirnya mikrofibril-mikrofibril selulosaditempatkan pada bagian bawah
lempeng sel untuk membentuk dinding sel baru.
3. MIOSIS
Fertilisasi menandai dimulainya fase diploid pada hewan dan tumbuhan yang
berkembang biak secara seksual. Stadium haploid dari siklus seksual dihasilkan dari proses
pembelahan inti yang disebut miosis. Miosis berlangsung pada sel-sel miosit yang terdapat di
dalam jaringan reproduksi pada suatu organisme. Seperti halnya dengan mitosis, miosis
berlangsung setelah fase G1, S dan G2 dari interfase dan menentukan distribusi kromosom yang
tepat ke dalam sel-sel anak. Berbeda dengan mitosis, sebab miosis mencakup dua siklus
pembelahan berturut-turut dan menghasilkan 4 sel anak.
Pembelahan pertama dari miosis disebut pembelahan reduksi. Miosis pertama
mengubah inti dari suatu miosit yang mengandung kromosom diploid menjadi inti haploid yang
mengandung kromosom n. Jumlah kromosom direduksi jika pasangan kromosom homolog
terpisah. Pembelahan kedua disebut equation devision atau miosis kedua. Miosis kedua
mengubah dua hasil dari pembelahan miosis pertama menjadi 4 inti haploid.
- Pembelahan miosis merupakan suatu bentuk pembelahan inti yang penting pada organisme
yang berkembang biak secara seksual. Miosis berlangsung pada organisme eukariota yang
mengandung jumlah kromosom diploid (2n).
Kedua set kromosom yang berpasangan tersebut dinamakan kromosom homolog. Telah
diketahui bahwa manusia m,engandung 46 kromosom atau 23 kromosom homolog (pada
manusia n=23). Ke 46 kromosom yang terdapat pada zygot dibentuk pada saat fertilisasi yang
diturunkan dari sel sperma dan sel telur dari kedua induknya (paternal dan maternal). Sel
sperma dan sel telur mengandung setengah jumlah kromosom induknya dan dinamakanhaploid
(n). Jadi sel haploid adalah sebuah sel dengan satu set kromosom tunggal. Sel diploid adalah sel
yang memiliki dua set kromosom.
Pengujian dengan mikroskop terhadap ke 46 kromosom manusia menunjukkan bahwa
setiap jenis kromosom ada dua dan tersusun berpasang-pasangan dimulai dari kromosom
terpanjang. Tampilan visualnya dinamakankariotipe.
Kromosom yang membentuk pasangan, yang mempunyai panjang, posisi sentromer,
dan pola pewarnaan yang sama dinamakan kromosom homolog. Pengecualian penting
terhadap aturan kromosom homolog untuk sel somatic manusia, yaitu pada kromosom X dan Y.
Karena keduanya menentukan jenis kelamin suatu individu, maka kromosom X dan Y
dinamakan kromosom seks (kromosom jenis kelamin). Kromosom di luar kromosom seks
dinamakan kromosom autosom.
a. Miosis Pertama
Profase I
Profase pertama merupakan fase yang sangat kompleks dari miosis. Kromosom mulai
memadat. Dalam suatu proses yang dinamakan sinapsis, kromosom homolog yang masing-
masing tersusun dari dua kromatid saudara muncul secara bersamaaan sebagai suatu
pasangan. Masing-masing pasangan kromosom terlihat sebagai suatu tetrad, yaitu kompleks
kromosom dengan empat kromatid. Pada banyak tempat di sepanjang kromosom, kromatid
kromosom homolog saling silang menyilang. Persilangan yang membantu mengikat kromosom
agar tetap bersama ini dinamakan kiasmata (tunggal, kiasma). Semenetara itu komponen
seluler lainnya mempersiapkan pemebelahan inti dengan cara yang mirip mitosis. Sentrosom
bergerak saling menjauh dan gelendong mikrotubula terbentuk di antaranya.
Selubung nucleus dan nucleoli menyebar. Akhirnya gelendong mikrotubula menangkap
kinetokor yang terbentuk pada kromosom, dan kromosom mulai bergerak ke arah lempeng
metafase. Biasanya memakan waktu lebih dari 90% waktu yang dibutuhkan untuk miosis.
Secara terinci profase pertama terdiri atas 5 fase yaitu leptonema (leptoten), Zygonema
(zygoten), Pachynema (pachyten), diplonema (diploten), dan diakinesis. •
> Leptonema: Stadium ini ditandai dengan dimulainya kondensasi kromosom., setiap
kromosom tanpak terdiri atas dua kromatid.
> Zygonema: Stadium ini ditandai dengan adanya kromosom homolog yang berpasangan.
Kejadian ini disebut sinapsis. Setiap unit terdiri atas dua synap, dan kromosom homolog yang
telah terduplikasi disebut bivalen atau tetrad. Pada fase ini terbentuk kompleks sinaptonema
dimana terjadi crossing over. Crossing over dihasilkan dari pembelahan oleh endonuklease dari
DNA sesuai posisi dari dua kromatid non sister yang diikuti dengan transposisi dan
penggabungan kembali ujung-ujung bebas dari rantai kromosom homolog. Hasil dari crossing
over adalah kombinasi gen-gen baru, dibentuk pada kromosom homolog.
> Pachynema: Selama stadium ini, kromatid menjadi sangat jelas sebagai hasil kondensasi yang
terus menerus.
> Diplonema dan diakinesis: Stadium ini ditandai dengan terjadinya pemisahan kromosom
homolog kecuali pada titik dimana chiasmata dibentuk.
=>Metafase I
Pada fase ini apparatus spindel terbentuk seperti pada mitosis, dan tetrad berkumpul pada
bidang ekuatorial atau bidang pembelahan atau lempeng metafase.
Kromosom masih dalam pasangan homolognya. Mikrotubula kinetokor dari masing-masing
kutub sel melekat pada satu kromosom, sementara itu mikrotubula dari kutub berlawanan
menempel pada homolognya pada daerah sentromer.
=> Anafase I
Seperti pada mitosis, alat gelendong menggerakkan kromosom ke arah kutub sel, akan tetapi
kromatid saudara tetap terikat pada sentromernya dan bergerak sebagai satu unit tunggal ke
arah kutub yang sama. Kromosom homolog bergerak ke arah kutub yang berlawanan. Berbeda
dengan mitosis, kromosom muncul sendiri- sendiri pada lempeng metafase dan bukan dalam
pasangan, dan gelendong memisahkan kromatid saudara dari masing-masing kromosom.
Dengan kata lain pada miosis fase anafase I, kromosom homolog (bukan kromatid saudara) dari
setiap tetrad terpisah satu dengan yang lain, dan bergerak ke kutub gelendong (spindle) yang
berlawanan.
=> Telofase I
Telofase I menghasilkan pembelahan miosis I. Kumpulan kromosom homolog pada akhirnya
dipisahkan menuju kutubnya masing-masing dan terbentuk dua daerah inti yang dapat
dibedakan secara jelas. Pada beberapa organisme, salut inti yang baru dibentuk, dan
dekondensasi kromosom kadang-kadang terjadi.
Interkinesis adalah periode di antara akhir telofase I dan awal profase II. Periode ini biasanya
sangat singkat. DNA yang dihasilkan dari dua inti pada pembelahan miosis pertama tidak
mengalami replikasi selama fase interkinesis.
b. Miosis Kedua
=> Profase II
Profase II mirip dengan profase pada pembelahan mitosis, walaupun setiap inti sel hanya
memiliki setengah dari jumlah kromosom. Inti haploid dari setiap kromosom disusun atas dua
kromatid saudara yang dibentuk sebelum profase I.
=> Metafase II
Metafase dua mirip dengan metafase pada pembelahan mitosis. Pasangan kromatid bergerak
ke pusat spindel dan melekat pada mikrotubula-mnikrotubula.
=> Anafase II
Mirip dengan anafase pada pembelahan mitosis. Tetapi berbeda dengan anafase I. Pada
anafase II kromatid sister terpisah satu sama lain dan bergerak menuju kutub spindel yang
berlawanan.
=> Telofase II
Telofase II mirip dengan telofase pada pembelahan mitosis. Kelompok-kelompok kromosom
yang telah terpisah kembali dibungkus oleh salut inti yang baru berkembang dan kromosom
mulai mengalami dekondensasi.
Miosis menghasilkan 4 sel haploid. Umumnya pada hewan dan beberap tumbuhan tinggi,
miosis yang berlangsung pada jaringan reproduksi diiringi oleh pembelahan sitoplasma. Contoh
pembelahan miosis adalah pembentukan gamet pada manusia.
# Mitosis dan meiosis merupakan bagian dari siklus sel dan hanya mencakup 5-10% dari siklus
sel. Persentase waktu yang besar dalam siklus sel terjadi pada interfase. Interfase terdiri dari
periode G1, S, dan G2.
Pada periode G1 selain terjadi pembentukan senyawa-senyawa untuk replikasi DNA, juga
terjadi replikasi organel sitoplasma sehingga sel tumbuh membesar, dan kemudian sel
memasuki periode S yaitu fase terjadinya proses replikasi DNA. Setelah DNA bereplikasi, sel
tumbuh (G2) mempersiapkan segala keperluan untuk pemisahan kromosom, dan selanjutnya
diikuti oleh proses pembelahan inti (M) serta pembelahan sitoplasma (C). Selanjutnya sel hasil
pembelahan memasuki pertumbuhan sel baru (G1).
4. Mekanisme Proliferasi
2 kelompok utama
Genes yang membentuk produk yang berperan dalam stimulasi pembelahan dan
“survival” sel
Normal genes : proto-oncogenes
Mutated genes : oncogenes
Genes yang membentuk produk yang berperan dalam pencegahan/inhibisi pembelahan
sel atau memicu kematian sel : suppressor genes
gen DNA repair dan gen regulator apoptosis
Protooncogenes adalah gen normal yang berfungsi dalam pengaturan pertumbuhan sel,
pembelahan sel dan diferensiasi. Oncogenes adalah cancer-causing genes, yang berasal dari
konversi protooncogenes melalui mutasi, retroviral transduction, gene amplifications atau
dislocations
Klasifikasi oncogenes :
o Growth factors
o Growth factor receptors
o Signal transducing proteins
o Nuclear transcription proteins
o Cyclin dan CDKs
Satu kali proses mutasi yang terjadi pada DNA belum dapat menimbulkan kanker. Tetapi
dibutuhkan ribuan mutasi lagi yang terletak pada gen yang tidak sama. Apabila terjadi banyak
mutasi pada DNA, maka sel mulai mengalami perubahan sifat secara perlahan-lahan. Sel yang
bermutasi tersebut mulai membelah diri (proliferasi) dan membentuk grup tertentu (klonal) di
lokasi tertentu dalam tubuh yang dapat membahayakan jaringan sehat.
Tahap dimana sel kanker membentuk klonal inilah yang dinamakan tahap promosi.
Promosi ini akan diikuti proliferasi (pembelahan diri sel kanker menjadi banyak) yang kemudian
satu atau lebih sel bisa memisahkan diri dari kelompok utamanya untuk berpindah ke tempat
lain (metastasis). Untuk memenuhi kebutuhan kelompok sel tersebut, dibentuklah pembuluh
darah baru (neoangiogenesis) yang sebenarnya tidak diperlukan oleh jaringan sehat. Sehingga,
terbentuklah kanker sebagai jaringan baru dalam tubuh.
Suppressor Genes
Gen normal yang menghambat pembelahan sel. Mekanisme kerja : sinyal transduksi,
reseptor di permukaan sel dan nuclear transcriptions regulator.
pRb : mencegah sel di G1 menjadi S
p53 : stop replikasi sel yang rusak (DNA damage)
Jawablah Pertanyaan ini :
1. Apa yang dimaksud poliferasi sel ?
2. Jelaskan secara singkat siklus sel ? dan jelaskan tahapannya !
PERTEMUAN 3
MATERI POKOK :
APOPTOSIS
1. Definisi
2. Gen- gen yang berperan dalam apoptosis
3. Mekanisme apoptosis
Apoptosis berasal dari bahasa Greek , yang artinya gugurnya putik bunga ataupun daun
dari batangnya. Pada tahun 1972 , Kerr J.F , Wyllie A.H , Currie A.R mempublikasikan artikel
Britis h Journal Of Cancer dengan judul : Apoptosis: a basic bioligical phenomen wit h wide
ranging implication in tissue kinetic. Artikel ini menjelaskan tentang proses kematian normal
pada sel yang disebut dengan apoptosis. Apoptosis adalah mekanisme kematian sel yang
terprogram yang penting dalam berbagai proses biologi.
Kematian sel yang terprogram atau apoptosis merupakan suatu komponen yang normal
pada perkembangan dan pemeliharaan kesehatan pada organisme multiseluler. Sel yang mati
ini merupakan respon terhadap berbagai stimulus dan selama apoptosis sel ini dikontrol dan
diregulasi, sel yang mati ke mudian difagosit oleh makrofag.
Apoptosis dapat terjadi pada sel yang mengalami kerusak an yang tidak bisa di repair,infeksi
virus, keadaan yang mengak ibatkan stress pada sel . Kerusakan DNA akibat ionisasi radiasi
maupun bahankimia toxic juga dapat mencetuskan apoptosis melalui aktivasi tumor supresor
gen p53. Keputusan untuk apoptosis dapat berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan disekitarn
ya ataupun dari sel yang termasuk dalam immune system. Pada keadaan ini fungsi apopt osis
adalah untuk mengangkat sel
yang rusak, mencegah sel menjadi lemah oleh karena kurangnya nutrisi dan mencegah
penyebaran infeksi virus.
b. Mempertahankan homeostasis
Pada organisme dewasa, jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan harus berada dalam
keadaan yang relatif konstan. Proses keseimbangan ini termasuk dalam homeostasis yang
dibutuhkan oleh ma khluk hidup untuk mempertahankan lingkungan internalnya.
Keseimbangan (homeostasis) ini dapat te rcapai bila kecepatan mitosis pada jaringan seimbang
dengan kematian sel. Bila keseimbangan ini terganggu, maka akan dapat mengakibatkan :
Bila kecepatan pembelahan sel lebih tinggi daripada kecepatan kematian sel terbentuk tumor
Bila kecepatan pembelahan sel lebih rendah dari kecepatan kematian sel jumlah sel menjadi
berkurang.
c. Perkembangan embryonal
Kematian sel yang terprogram merupak an bagian dari perkembangan jaringan. Pada masa
embryo , perkembangan suat u jaringan atau organ didahului oleh pembelahan sel dan
diferensiasi sel ya ng besar-besaran dan kemudian dikoreksi melalui apoptosis. Contoh: bila
terjadi gangguan proses apoptosis , berupa diferensiasi inkomplit pada pembelahan jari-jari
akan mengakibatkan syndactyly.
d. Interaksi limfosit
Perkembangan limfosit B dan Limfosit T pada tubuh manusia merupakan suatu proses yang
kompleks , yang akan mem buang sel-sel yang berpotensi menjadi rusak. Cytotoksik T sel dapat
secara langsung menginduksi apoptosis pada sel melalui terbukanya suatu celah pada target
membran dan pelepasan zat-zat kimia untuk mengawali proses apoptosis. Celah ini dapat
terjadi melalui adanya sekresi perforin, granul yang berisi granzyme B, serine protease yang
dapat mengaktivasi caspase melalui pemecahan residu aspartat.
e. Involusi hormonal pada usia dewasa.
Apoptosis dapat terjadi misalnya pada pel epasan sel endometrium selama siklus menstruasi,
regresi pada pay udara setelah masa menyusui dan atresia folikel ovarium pada menopause.
3. Mekanisme apoptosis
Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besarnya apoptosis
dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :
1. Adanya signal kematian (penginduksi apoptosis).
2. Tahap integrasi atau pengaturan (transduksi signal, induksi gen apoptosis yang berhubungan,
dll)
3. Tahap pelaksanaan apoptosis (degradasi DNA, pembongkaran sel, dll)
4. Fagositosis.
Signal Penginduksi Apoptosis
Apoptosis tidak memerlukan suatu proses transkripsi atau translasi. Molecular machine
yang dibutuhkan untuk kematian sel dianggap mengalami dormansi dan hanya memerlukan
aktivasi yang cepat. Signal yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari ekstraseluler dan
intraseluler.
Signal ekstraseluler contohnya hormon hormon. Hormon tiroksin menginduksi
apoptosis pada ekor tadpole. Apoptosis juga bisa dipicu oleh kurangnya signal yang dibutuhkan
sel untuk bertahan hidup seperti growth factor. Sel lain, sel berhubungan dengan sel yang
berdekatanjuga bisa memberikan signal untuk apoptosis. Signal intraseluler misalnya radiasi
ionisasi, kerusakan karena oksidasi radikal bebas, dan gangguan pada siklus sel. Kedua jalur
penginduksi tersebut bertemu di dalam sel, berubah menjadi famili protein pengeksekusiutama
yang dikenal sebagai caspase. Sel yang berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap
penginduksi apoptosis. Misalnya sel splenic limfosit akan mengalami apoptosis saat terpapar
radiasi ionisasi, sedangkan sel myocyte tidak mengalami apoptosis untuk pemaparan yang
sama.
Tahap Pelaksanaan Apoptosis
Sinyal apoptosis bisa terjadi secara intraseluler dan ekstraseluler. Jalur ekstrinsik
(ekstraseluler) diinisiasi melalui stimulasi dari reseptor kematian (death receptor) sedangkan
jalur intrinsik diinisiasi melalui pelepasan faktor signal dari mitokondria dalam sel. Proses
apoptosis dikendalikan oleh berbagai tingkat sinyal sel, yang dapat berasal dari pencetus
ekstrinsik maupun intrinsik . Yang termasuk pada sinyal ekstrinsik antara lain hormon, faktor
pertumbuhan, nitric oxide dan cytokine. Semua sinyal tersebut harus dapat menembus
membran plasma ataupun transduksi untuk dapat menimbulkan respon.
Sinyal intrinsik apoptosis merupakan suatu respon yang diinisiasi oleh sel sebagai
respon terhadap stress dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel. Pengikatan reseptor
nuklear oleh glukokortikoid, panas, radiasi, kekurangan nutrisi, infeksi virus dan hipoksia
merupakan keadaan yang dapat m enimbulkan pelepasan sinyal apoptosis intrinsik melalui
kerusakan sel. Sebelum terjadi proses kematian sel melalui enzym, sinyal apoptosis harus
dihubungkan dengan pathway kematian sel melalui regulasi protein. Pada regulasi ini terdapat
dua metode yang telah dikenali untuk mekanisme apoptosis , yaitu : melalui mitokondria dan
penghantaran sinyal secara langsung melalui adapter protein.
1. Ektrinsik Pathway (di inisiasi oleh kematian receptor)
Pathway ini diinisiasi oleh pengikatan receptor kematian pada permukaan sel pada
berbagai sel. Reseptor kematian merupakan bagian dari reseptor tumor nekrosis
faktor yang terdiri dari cytoplasmic domain , berfungsi untuk mengirim sinyal
apoptotic. Reseptor kematian yang diketahui antara lain TNF reseptor tipe 1 yang
dihubungkan dengan protein Fas (CD95) . Pada saat Fas berikatan dengan
ligandnya, membran menuju ligand (FasL). Tiga atau lebih molekul Fas bergabung
dan cytoplasmic death domain membentuk binding site untuk adapter protein,
FADD (Fas –associated death domain). FA DD ini melekat pada reseptor kematian
dan mulai berikatan dengan bentuk inaktif da ri caspase 8. Molekul procaspase 8
ini kemudian dibawa keatas dan kemudian pecah menjadi caspase 8 aktif.
Enzym ini kemudian mencetuskan cascade aktifasi caspase dan kemudian
mengaktifkan procaspase lainnya dan mengak tifkan enzym untuk mediator pada
fase eksekusi. Pathway ini dapat dihambat oleh protein FLIP, tida k menyebabkan pecahnya
enzym procaspase 8 dan tidak menjadi aktif.
2. Intrinsik (Mitokondrial) Pathway
Pathway ini terjadi oleh karena adanya permeabilitas mitokondria dan pelepasan
molekul pro-apoptosis ke dalam sitoplasma,tanpa memerlukan reseptor kematian. Faktor
pertumbuhan dan siinyal lainny a dapat merangsang pembentukan protein antiapoptosis Bcl2,
yang berfungsi sebagai regulasi apoptosis. Protein anti apoptosis yang utama adalah: Bcl-2
dan Bcl-x, yang pada keadaan normal terdapat pada membrane mitokondria dan sitoplasma.
Pada saat sel mengalami stress, Bc l-2 dan Bcl-x menghilang dari membran mitokondria dan
digantikan ol eh pro-apoptosis protein, s eperti Bak, Bax, Bim. Sewaktu kadar Bcl-2, Bc l-x
menurun, permeabilita s membran mitokondria meningkat , beberapa protein dapat
mengaktifkan cascade caspase. Salah satu protein tersebut adalan cytoc hrom-c yang
diperlukan untuk proses respirasi pada mitokondria. Di dalam cytosol, cytochrom c berikatan
dengan protein Apaf-1 (apoptosis activating factor-1) dan mengakti vasi caspase-9. Protein
mitokondria lainnya, seperti Apoptosis Inducing Fa ctor (AIF)memasuki sitoplasma dengan
berbagai inhibitor apoptosis yang pada keadaan normal untuk menghambat aktivasi caspase.
1. Eksekusi
Setelah sel menerima sinyal yang ses uai untuk apoptosis, selanjutnya organela-
organela sel akan mengalami degradasi yang diaktifasi oleh caspase proteolitik. Sel yang mulai
apoptosis , secara mikroskopis akan mengalami perubahan :
a. Sel mengerut dan lebih bulat , karena pemecahan proteinaseous sitoskeleton oleh caspase
b. Sitoplasma tampak lebih padat
c. Kromatin menjadi ko ndensasi dan fragmentasi yang padat pada membran inti
(pyknotik). Kromatin berkelompok di bagian perifer , dibawah membran inti menjadi massa
padat dalam berbagai bentuk dan ukuran.
d. Membran inti menjadi diskontinue dan DNA yang ada didalamnya pecah menjadi fragmen-
fragmen (karyorheksis). Degr adasi DNA ini mengakibatkan inti terpecah menjadi beberapa
nukleosomal unit
e. Membran sel memperli hatkan tonjolan-tonjolan ya ng iregular / blebs pada sitoplasma
f. Sel terpecah menjadi beberapa fragmen , yang disebut dengan apoptotic bodies.
g. Apoptotic bodies ini akan difagosit oleh sel yang ada disekitarnya.
MATERI POKOK :
Mutasi Genetik dan polimorfisme
1. Definisi
2. Mutasi yang menyebabkan terjadinya kanker
3. Mekanisme polimorfisme
Mutasi Gen dan Mutasi Kromosom - Mutasi adalah suatu perubahan yang terjadi pada
bahan genetik yang menyebabkan perubahan ekspresinya. Perubahan bahan genetik dapat
terjadi pada tingkat pasangan basa, tingkat satu ruas DNA, bahkan pada tingkat kromosom.
Peristiwa terjadinya mutasi disebut mutagenesis. Sedangkan, individu yang mengalami
mutasi sehingga menghasilkan fenotip baru disebut mutan. Faktor yang menyebabkan mutasi
disebut mutagen. Untuk lebih mengetahui tentang mutasi, mari cermati uraian di bawah ini.
2. Mutasi Kromosom
Selain terjadi pada tingkat gen, mutasi juga dapat terjadi pada tingkat kromosom, atau
disebut juga aberasi kromosom. Mutasi kromosom ini mengakibatkan perubahan sejumlah basa
yang berdampingan pada rantai DNA atau perubahan runtunan nukleotida dalam suatu ruas
gen sehingga akibat yang ditimbulkan pada fenotip individu menjadi lebih nyata.
Mutasi kromosom dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mutasi yang diakibatkan oleh
perubahan struktur kromosom karena hilang atau bertambahnya segmen kromosom, dan
perubahan jumlah kromosom. Mutasi kromosom ini biasanya diakibatkan oleh kesalahan pada
waktu meiosis melalui peristiwa pautan, pindah silang, atau gagal berpisah.
1) Delesi kromosom
Delesi adalah mutasi akibat hilangnya dua atau lebih nukleotida yang berdampingan.
Apabila rangkaian basa yang hilang merupakan suatu ruas yang lebih kecil dari panjang gen,
maka gen tersebut akan bermutasi, tetapi bila rangkaian nukleotida yang hilang lebih besar dari
ruas suatu gen, maka gen tersebut akan hilang dari kromosom.
Contoh delesi kromosom terjadi pada kromosom X Drosophila melanogaster yang
berukuran lebih pendek. Mutan ini bersifat resesif dan letal, dapat hidup hanya dalam bentuk
heterozigot.
Gambar. Delesi Kromosom
2) Duplikasi kromosom
Duplikasi adalah mutasi yang terjadi karena penambahan ruas kromosom atau gen
dengan ruas yang telah ada sebelumnya. Sehingga, terjadi pengulangan ruas-ruas DNA dengan
runtunan basa yang sama yang mengakibatkan kromosom mutan lebih panjang.
Contoh perubahan fenotip akibat proses duplikasi adalah gen bar pada Drosophila
melanogaster. Penambahan gen pada kromosom lalat buah ini mengakibatkan peningkatan
enzim tertentu yang menyebabkan ketidakseimbangan metabolisme.
3) Inversi kromosom
Inversi adalah penataan kembali struktur kromosom yang terjadi melalui pemutaran
arah suatu ruas kromosom sehingga kromosom mutan mempunyai ruas yang runtunan basanya
merupakan kebalikan dari runtunan basa kromosom liar. Misalnya pada satu ruas kromosom
terdapat urutan ruas ABCDEF, setelah inversi diperoleh ruas AEDCBF. Jadi, terjadi pemutaran
ruas BCDE.
Inversi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: inversi parasentrik dan inversi
perisentrik. Inversi parasentrik, yaitu bila sentromer berada di luar ruas yang terbalik. Dan
inversi perisentrik, yaitu bila sentromer terdapat dalam segmen yang berputar.
Gambar. Inversi Kromosom
4) Translokasi kromosom
Translokasi adalah mutasi yang terjadi akibat perpindahan ruas DNA (segmen
kromosom) ke tempat yang baru, baik dalam satu kromosom atau antarkromosom yang
berbeda. Bila terjadi pertukaran ruas antarkromosom, disebut translokasi resiprok. Sedangkan,
translokasi tidak resiprok adalah berpindahnya segmen kromosom ke kromosom yang lain
tanpa pertukaran sehingga kromosom menjadi lebih panjang.
3. Mekanisme Polimorfisme
Sel kanker adalah sel normal yang mengalami mutasi/perubahan genetik dan tumbuh
tanpaterkoordinasi dengan sel-sel tubuh lain. Proses pembentukan kanker (karsinogenesis)
merupakan kejadian somatik dan sejak lama diduga disebabkan karena akumulasi perubahan
genetic dan epigenetik yang menyebabkan perubahan pengaturan normal kontrol molekuler
perkembangbiakan sel. Perubahan genetik tersebut dapat berupa aktivasi proto-onkogen dan
atau inaktivasi gen penekan tumor yang dapat memicu tumorigenesis dan memperbesar
progresinya.
Sel kanker yang tak mampu berinteraksi secara sinkron dengan lingkungan dan
membelah tanpa kendali bersaing dengan sel normal dalam memperoleh bahan makanan dari
tubuh dan oksigen. Tumor dapat menggantikan jaringan sehat dan terkadang menyebar ke
bagian lain dari tubuh yakni suatu proses pemendekan umur yang lazim disebut metastasis.
Potensi metastasis ini diperbesar oleh perubahan genetik yang lain. Jika tidak diobati,
kebanyakan kanker mengarah ke pesakitan dan bahkan kematian. Kanker muncul melalui
perubahan genetik rangkap/ganda dalam sel induk dari organ tubuh. Sebagian perubahan yang
tidak dapat dihapuskan akan terus menumpuk bersamaan dengan bertambahnya umur dan
tidak dapat dihindari, akan tetapi predisposisi genetik, faktor lingkungan dan yang paling
banyak yakni gaya hidup adalah factor-faktor yang penting. Beberapa orang lahir dengan
mutasi tertentu dalam DNA-nya yang dapat mengarah ke kanker. Sebagai contoh, seorang
wanita lahir dengan mutasi pada gen yang disebut BRCA1 akan membentuk kanker payudara
atau rahim jauh lebih banyak daripada wanita yang tidak mempunyai mutasi demikian.
Karsinogen eksogen (dari luar) dan proses biologik endogen dapat menyebabkan mutasi delesi,
insersi atau substitusi basa baik transisi maupun transversi. Mekanisme endogen kerusakan
DNA yang telah diketahui dengan baik adalah fenomena deaminasi 5-metilsitosin.
Metilasi DNA adalah merupakan mekanisme epigenetik yang melibatkan pengaturan
ekspresi suatu gen. Residu sitosin dan 5-metilsitosin masing-masing dapat secara spontan
dideaminasi menjadi urasil dan timin yang jika tidak diperbaiki akan menyebabkan mutasi
transisi G:C→A:T. Mutasi ini paling banyak terjadi pada dinukleotida CpG (sitosin diikuti oleh
guanin) yang seringkali mengalami metilasi. Studi spektrum mutasi menyatakan adanya corak
khas perubahan DNA yang diinduksi oleh mutagen endogen dan eksogen tertentu dalam gen
yang berhubungan dengan kanker.
Selama masa hidupnya, sel normal senantiasa terkena pajanan berbagai tekanan (stress)
endogen dan eksogen yang dapat merubah karakter normalnya yang melibatkan perubahan
genetik. Perubahan genetik yang dapat menyebabkan mutasi sangat membahayakan sel karena
akan dapat diwariskan ke sel keturunannya dan mengarah ke pembentukan neoplasia
Mutasi p53 adalah perubahan genetik yang paling umum ditemukan pada kanker
manusia dan fungsi p53 hilang secara tidak langsung baik oleh eksklusi inti, interaksi dengan
protein virus seperti pada kanker serviks, ataupun melalui interaksinya dengan overekspresi
protein mdm2. Gen p53 berperan dalam pengaturan siklus sel dengan mengontrol sejumlah
gen termasuk gen untuk apoptosis jika kerusakannya berat.
MATERI POKOK :
Karsinogen
1. Definisi
2. Penyebab kanker :
a. Fisik ( sinar / radiasi)
b. Virus
c. Senyawa kimia
1. Definisi
Karsinogen (cancer-causing agents)adalah bahan yang dapat memicu ataupun
mendorong terjadinya kanker. Beberapa peneliti memperkirakan 99,99% karsinogen yang kita
cerna adalah alamiah. Di antaranya adalah bahan kimia, tetapi hanya ± 30 senyawa yang
diidentifikasi sebagai karsinogen (zat penyebab kanker) manusia. Sekitar 300 senyawa lainnya
menyebabkan kanker pada binatang secara laboratorium.
Karsinogen Alamiah
Tidak semua karsinogen berupa bahan kimia sintetik. Safrole dalam sassafras dan
aflatoksin diproduksi oleh jamur pada makanan, merupakan senyawa alam. Beberapa peneliti
memperkirakan 99,99% karsinogen yang kita cerna adalah alamiah. Tumbuh-tumbuhan
memproduksi senyawa tertentu untuk melindungi mereka terhadap jamur, serangga, dan
binatang termasuk manusia. Beberapa senyawa yang diproduksi ini adalah karsinogen yang
ditemukan pada jamur, basil, seledri, kurma, bumbu, lada, adas, parsnips, dan minyak sitrus.
Karsinogen juga dihasilkan selama pemasakan dan sebagai produk dari metabolisme normal.
Jenis Karsinogen
Senyawa kimia karsinogen bervariasi, yang akan diuraikan di sini hanya beberapa
karsinogen utama. Beberapa karsinogen yang sangat berbahaya adalah hidrokarbon aromatik,
yang paling dikenal adalah 3,4-benzpirena. Hidrokarbon karsinogenik terbentuk selama
pembakaran tidak sempurna dari hampir setiap senyawa organik. Mereka ditemukan dalam
batubara, asap rokok, pembakaran kendaraan bermotor, kopi, gula gosong dan sebagainya.
Tidak semua hidrokarbon aromatik polisiklik merupakan karsinogen. Terdapat korelasi yang
erat kekarsinogenan dengan ukuran dan bentuk tertentu dari molekul. Nampaknya sifat
karsinogen tidak hanya disebabkan oleh hidrokarbon semata tetapi dapat terbentuk karena
produk oksidanya dalam hati.
Jenis karsinogen yang lain adalah amina aromatik. Dua di antaranya adalah b-
naftilamina dan benzidina. Kedua senyawa ini pernah digunakan di industri zat warna. Senyawa
ini bertanggung jawab untuk kanker kandung kemih pada pekerja yang kontak lama dengan
senyawa tersebut.
Beberapa pewarna aminoazo juga menunjukkan karsinogen, misalnya 4-
dimetilaminobenzena. Senyawa ini dikenal sebagai “pewarna kuning mentega”. Senyawa ini
digunakan untuk pewarna mentega sebelum diketahui sifat karsinogennya.
Tidak semua karsinogen merupakan senyawa aromatik, beberapa di antaranya adalah
nitrosamin dan vinil klorida. Senyawa lainnya merupakan cincin heterosiklik tiga- dan empat-
anggota yang mengandung oksigen atau nitrogen, misalnya etilenaimina, epoksida dan
turunannya, ester siklik yang juga disebut lakton.
2. Penyebab kanker :
Penyebab kanker sangat bergantung dari jenis penyakit kanker yang diderita. Namun,
pada umumnya penyebab kanker adalah tidak normalnya sel sehingga terjadi pertumbuhan
yang di luar batas, dan sampai menyerang jaringan di sekitarnya.
Faktor lingkungan: 80% kanker yang menerpa manusia diakibatkan oleh pengaruh
lingkungan, yaitu pengaruh dari zat karsinogen dari luar (eksogen). Sisanya, yang bertanggung
jawab adalah virus dan radiasi.
Faktor keturunan: Sejumlah kanker ternyata dapat diturunkan, a.l: 10-20% dr tumor
buah dada (mamma), 40% dr tumor mata (retinoblastoma).
a.Virus penyebab Kanker
Virus onkogenik mengandung DNA atau RNA sebagai genomnya. Adanya infeksi virus
pada suatu sel dapat mengakibatkan transformasi malignat, hanya saja bagaiamana protein
virus dapat menyebabkan transformasi masih belum diketahui secara pasti. Umumnya jenis
retrovirus, dapat menyisipkan onkogen ke dalam genom, mengubah proto- onkogen menjadi
onkogen, atau merusak gen dengan menyisipkan gen lain di antara gen supresor-tumor.
Beberapa jenis kanker yang disebabkan retrovirus adalah beberapa jenis leukimia, kanker hati,
dan kanker serviks. Seperti infeksi akibat virus (Hepatitis B Virus dan Kanker Hati, Human
Papilloma Virus (HPV) dan Kanker Serviks/Mulut Rahim) dan Bakteri (Helicobater Pylori dan
Kanker Lambung) dan Parasit (Schistosomiasis dan Kanker Kandung Kemih).
Beberapa kanker bisa disebabkan infeksi. Ini bukan saja berlaku pada binatang-binatang
seperti burung, tetapi juga pada manusia. Virus-virus ini berperan hingga 20% terhadap
terjangkitnya kanker pada manusia di seluruh dunia. Virus-virus ini termasuk papillomavirus
pada manusia (kanker serviks), poliomavirus pada manusia (mesothelioma, tumor otak), virus
Epstein-Barr (penyakit limfoproliferatif sel-B dan kanker nasofaring), virus herpes penyebab
sarcoma Kaposi (Sarcoma Kaposi dan efusi limfoma primer), virus-virus hepatitis B dan hepatitis
C (kanker hati), virus-1 leukemia sel T pada manusis (leukemia sel T), dan helicobacter pylori
(kanker lambung).[36]
Jenis tumor yang ditimbulkan virus dapat dibagi menjadi dua, jenis yang bertransformasi
secara akut dan bertransformasi secara perlahan. Pada virus yang bertransformasi secara akut,
virus tersebut membawa onkogen yang terlalu aktif yang disebut onkogen-viral (v-onc), dan
virus yang terinfeksi bertransformasi segera setelah v-onc terlihat. Kebalikannya, pada virus
yang bertransformasi secara perlahan, genome virus dimasukkan di dekat onkogen-proto di
dalam genom induk.
MATERI POKOK :
Metabolisme senyawa – senyawa Karsinogen.
1. Pendahuluan Metabolisme
2. Peran enzim dalam metabolisme
3. Metabilisme senyawa-senyawa :
a. Asetilaminoflurene
b. benzidine
c. Dimetilamin azobenzen
1. Pendahuluan Metabolisme
Metabolisme adalah suatu proses kimiawi yang terjadi di dalam tubuh semua makhluk
hidup, proses ini merupakan pertukaran zat ataupun suatu organism dengan lingkungannya.
Metabolisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu “metabole” yang berarti perubahan, dapat kita
katakana bahwa makhluk hidup mendapat, mengolah dan mengubah suatu zat melalui proses
kimiawi untuk mempertahankan hidupnya.
Jadi bisa disimpulkan bahwa Metabolisme merupakan seluruh rangkaian reaksi kimia
yang berlangsung di dalam sel makhluk hidup. Metabolisme terdiri atas dua proses , yaitu
anabolisme dan katabolisme.
Anabolisme merupakan serangkaian reaksi kimia berupa proses penyusunan zat
kompleks dari zat yang lebih sederhana. Katabolisme merupakan kebalikan dari anabolisme
yakni zat kompleks serangkaian reaksi kimia berupa proses pemecahan zat kompleks menjadi
zat lebih sederhana yang disertai dengan pelepasan energi berupa adenosin triphosphate.
TOKSIKOKINETIKA (ADME)
Proses absorpsi benzidine ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara, yaitu melalui
inhalasi, kontak dermal, dan hanya sedikit melalui ingesti. Walaupun salah satu rute signifikan
untuk pajanan benzidine melalui inhalasi, tetapi itu berasal dari serbuk atau debu benzidine di
udara yang memang secara fisik berbentuk bubuk, karena jika dari uapnya, benzidine
cenderung memiliki tekanan uap rendah.
Secara umum, dengan cepat dinding plasma mengizinkan benzidine untuk terabsorbsi
dan diikuti oleh metabolit benzidine secara bertahap. Tidak studi yang telah dilaporkan yang
mengindikasikan benzidine diserap oleh beberapa proses lain selain dari proses difusi pasif.
Benzidine diserap dan melewati dinding usus. Belum ada bukti yang menunjukkan distribusi
benzidine melalui perantara carrier atau berikatan dengan protein, meskipun konjugasi dari
sebagian metabolit benzidine di bioaktivasi oleh glukoronat yang membantu untuk menuju
target organ. Selanjutnya, sirkulasi enterohepatic berkontribusi untuk membuat toksisitas
metabolit benzidine persisten di empedu. Metabolisme benzidine melibatkan sistem enzim
yang kompleks dan rumit. Di dalam hati benzidine akan dirubah menjadi N-acetylated dan
kemudian N-hydroxylated oleh sitokrom P-450 atau enzim flavin monooksigenase, sedangkan
pada jaringnan ekstrahepatik, peroksidasi oleh prostaglandin H sintase atau oksidasi oleh
lipoxygenases mungkin memainkan peran yang signifikan pada tahap metabolisme benzidine.
Ekskresi benzidine, metabolit, dan konjugatnya kira-kira memiliki jumlah perbandingan yang
sama antara di urin atau di empedu/feses.
c. Dimetilamin azobenzen
Zat warna azo
Dimethylaminoazobenzene (butter yellow) dapat menimbulkan kanker hati pada tikus, bila ada
defisiensi vitamin riboflavin. Vitamin ini merupakan ko-enzim untuk memecag zat warnas
tersebut.
MATERI POKOK:
Metabolisme karsinogen dan enzim – enzim yang berperan:
a. Benzo (a)pyren
b. Benz (a) anrasen
c. Dialkilnitrosamin
d. Aflatoxin
e. Estragol
f. Safrol
A. Benzo(a)pyren
Merupakan komponen asap dari kelompok senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik
(polycyclic aromatic hydrocarbons -PAH) yang bersifat karsinogenik. Struktur kimia dari
senyawa ini relatif stabil karena memiliki sistim pi terlokalisasi (pada gugus aromatiknya).
Ketika daging dimasak di atas bara (pengasapan panas), sebagian lemak daging yang menetes
pada bara api akan teroksidasi oleh CO2 and H20, membentuk hidrokarbon aromatik polisiklik.
Komponen ini lalu dibawa oleh asap ke daging yang sedang diasap dan terakumulasi di
permukaan daging yang diasap.
Jika dikonsumsi, maka hati akan mengoksidasi komponen benzo-a-pyrene dan PAH
lainnya menjadi berbagai komponen, diantaranya adalah epoksida. Bentuk diol epoksida
benzo-a-pyrene merupakan komponen toksik yang jika terdapat dalam jumlah besar bisa
menyerang DNA (membentuk ikatan kovalen dengan DNA).
Konsumsi satu porsi produk pangan dengan kadar benzo-a-pyrene besar (bar-BQ, sate,
ikan asap), mungkin tidak akan menjadi masalah. Tubuh manusia mempunyai enzim khusus
yang bisa mengeliminasi molekul benzo-a-pyrene. Masalah akan terjadi, jika produk ini
dikonsumsi terus-menerus sehingga terjadi akumulasi senyawa ini didalam DNA dalam jumlah
besar, sehingga dapat menyebabkan kanker. Untuk mencegah masalah ini, hendaknya dijaga
agar lelehan lemak daging tidak jatuh ke bara api, sehingga tidak terjadi reaksi pembentukan
komponen PAH yang bersifat karsinogenik ini. Caranya, dengan memisahkan antara proses
pembentukan asap dengan lokasi pengasapan sehingga lelehan lemak daging tidak kontak
dengan bara api.
Reaksi pembentukan benzo-a-pyrene selama pengasapan dan produk turunannya
melalui metabolisme di dalam hati dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar. Benzo(a)antrasen
Definisi: senyawa organic industri pencemar yang berasal dari kelompok hidrokarbon
aromatic dengan polisiklik ( PAHs ).
C. Dialkilnitrosamin
D. Aflatoxin
Aflatoxin merupakan senyawa yang diproduksi oleh jamur dari genus Aspergillus.
Aspergillus ini dapat ditemukan secara luas pada setiap jenis makanan, Aflatoxin merupakan
toxin yang berbahaya bagi liver (hati) kita, pada konsumsi makanan yang mengandung Alfatoxin
dalam jangka waktu lama aflatoxin ini dapat menyebabkan Sirosis hati dan bahkan kanker hati.
Bahan karsinogenik pada aflatoxin memiliki kekuatan 100 kali lipat daripada nitrosamine.
Secara alamiah, Aflatoxin terdiri dari 4 komponen induk yaitu aflatoxin B1 (AFB1), aflatoxin B2
(AFB2), aflatoxin G1 (AFG1) dan aflatoxin G2 (AFG2).
Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Aflatoxin dihasilkan oleh jamur
aspergillus flavus, A. paracitikus dan Penicillium puberulum, bersifat sangat beracun dan
karsinogenik. Jenis jamur ini banyak terdapat di mana-mana sehingga dapat mudah mencemari
tanaman di tempat manapun. Namun, produksi aflatoxin tergantung pada faktor iklim saat
tanaman tertentu tumbuh dan disimpan sebagai bahan baku ransum. Di daerah tropis dan
subtropis, resiko pencemaran Mikotoksin pada tanaman selalu lebih tinggi karena iklim tropika
mempunyai kadar air dan kelembapan yang relatif tinggi. Jamur ini memerlukan suhu 36, 2-37,
8 darjah C dan kelembaban relatif 80-85% untuk pertumbuhan optimal dan memproduksi
racun. Toksin ini pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil
diisolasi pada tahun 1960.
A. flavus sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin B
1 dan B2 (AFB1 dan AFB2) sedangkan A. parasiticus menghasilkan AFB 1, AFB 2, AFG 1, dan AFG
2. A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-
120 C sampai 42-43 0◦C dengan suhu optimum 320-330 C dan pH optimum 6.
Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB 1 memiliki efek toksik yang paling tinggi.
Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian
badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A. Selain itu,
aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Di
Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk- produk
pertanian dan hasil olahan (Muhilal dan Karyadi, 1985, Agus et al., 1999).
Selain itu, residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak
seperti susu (Bahri et al ., 1995), telur (Maryam et al ., 1994), dan daging ayam (Maryam, 1996).
Sudjadi et al (1999) melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pesakit (66 orang pria dan 15
orang wanita) menderita kanser hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng,
bumbu kacang, kecap dan ikan asin.
AFB 1 , AFG 1, dan AFM 1 terdapat pada contoh hati dari 58% pesakit tersebut dengan
kepekatan di atas 400 µg/kg. Perubahan patologi anatomi yang dapat diakibatkan oleh
aflatoksin adalah: hati dan limpa membesar, radang dan bengkak pada duodenum (usus kecil).
Hati kelihatan pucat akibat penimbunan lemak dan perdarahan berbentuk titik-titik. Jaringan
limfoid (bursa Fabricius dantymus) mengecil. Ginjal dan kantung empedu biasanya membesar
dan terjadi perdarahan usus. Lemak pada ampela dan lemak tubuh yang lain berlebihan. Pada
kasus kronis kronis, hati mengecil, keras dan terdapat nodula berisi getah empedu.
E. Estragol
F. Safrol
MATERI POKOK :
Karsinogenesis
1. Definisi karsinogenesis
2. Karsinogenesis karena fisik
3. karsinogenesis karena virus
4. karsinogenesis karena senyawa kimia
KARSINOGENESIS
Pada umumnya, kanker timbul karena paparan terhadap suatu karsinogen secara
berkali-kali dan aditif pada dosis tertentu, tetapi pada keadaan tertentu dapat juga timbul dari
dosis tunggal karsinogen. Penyebab kanker dapat satu karsinogen yang sama misalnya asap
rokok (kanker paru), dapat dua karsinogen yang berlainan misalnya asap rokok dan debu asbes
(kanker paru), asap rokok dan radiasi sinar X (kanker paru), asap rokok dan alkohol (kanker
orofarings, larings dan esofagus) , gen kanker dan karsinogen lingkungan. Dari penyelidikan
epidemiologis didapatkan bahwa asap rokok sebagai karsinogen dan debu asbes sebagai
kokarsinogen menimbulkan kanker paru lebih cepat pada pekerja perokok yang menghirup
debu asbes dibandingkan mereka yang mengisap asap rokok saja, karena kokarsinogen
membantu karsinogen menimbulkan kanker lebih efektif. Dari penyelidikan epidemiologis juga
didapatkan bahwa bahan yang menghambat mekanisme pertahanan tubuh membantu
timbulnya kanker.
Untuk beberapa macam kanker terdapat satu faktor yang dominan misalnya sinar
ultraviolet yang menimbulkan kanker kulit dan kelainan kromosom yang menimbulkan
retinoblastoma. Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia atau fisik maupun biologik
memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari pertama kali terpapar suatu
karsinogen sampai terlihat kanker secara klinis. Periode laten dari kebanyakan kanker seringkali
20 tahun atau lebih. Efek karsinogen yang lemah dapat tidak terlihat, sebab periode latennya
melampaui masa hidup seseorang. Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga fase utama yaitu fase
inisiasi, promosi dan progresi.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jawablah Pertanyaan ini :
1. Jelaskan dengan menggunkan table perbedaan karsinogenesis
MATERI POKOK :
Obat anti Kanker
1. obat herbal ( Flavonoid)
2. obat sintetis (doxorubicin), dan contoh lainya.
Temu putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe syn. Curcuma pallida Lour. (Heyne))
Rimpang temu putih rasanya sangat pahit, pedas dan sifatnya hangat, berbau aroamtik,
dengan afinitas ke meridian hati dan limpa. Temu putih termasuk tanaman obat yang
menyehatkan darah dan menghilangkan sumbatan, melancarkan sirkulasi vital energi (qi) dan
menghilangkan nyeri. Rimpang temu putih berkasiat antikanker, anti radang (antiflogistik),
melancarkan aliran darah, fibrinolitik, tonik pada saluran cerna, peluru haid (emenagong), dan
peluru kentut.
Kandungan Kimia
Rimpangan temu putih mengandung 1-2,5% minyak menguap dengan komposisi utama
sesquiterpene. Minyak menguap tersebut mengandung lebih dari 20 komponen seperti
curzerenone (zedoarin) yang merupakan komponen terbesar, curzerene, pyrocurcuzerenone,
curcumin, curcumemone, epicurcumenol, curcumol (curcumenol), isocurcumenol,
procurcumenol, dehydrocurdone, furanodienone, isofuranodienone, furanodiene, zederone,
dan curdione. Selain itu mengandung flavonoid, sulfur, gum, resin, tepung, dan sedikit lemak.
Curcumol dan curdione berkasiat antikanker.
Indikasi
Doksorubisin Kalbe diindikasikan untuk regresi dalam kondisi neoplastik disebarluaskan seperti
leukemia akut, tumor Wilms, neuroblastoma, jaringan lunak dan sarkoma tulang, karsinoma
payudara, karsinoma ovarium, karsinoma sel kandung kemih transisi, karsinoma tiroid, kanker
paru-paru, penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin , bronchogenic karsinoma dan
karsinoma lambung.
Kontra Indikasi
Myelosupresi · menginduksi oleh perlakuan agen antitumor atau radioterapi.
· Pasien dengan penyakit jantung yang sudah ada.
· Pasien yang menerima pengobatan sebelumnya dengan dosis kumulatif lengkap doxorubicin
atau daunorubisin.
·Pasien yang hipersensitif terhadap hydroxybenzoate.
· Kehamilan.
Peringatan
Untuk menggunakan infus saja. Parah nekrosis jaringan lokal akan terjadi jika ada ekstravasasi
selama administrasi. Doksorubisin tidak harus diberikan oleh tingkat intramuskular atau
subkutan.
· Dosis harus dikurangi pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
· Toksisitas untuk direkomendasikan dosis Doksorubisin adalah enchaned oleh gangguan hati,
karena itu, sebelum dosis individu, evaluasi fungsi hati dianjurkan menggunakan klinis
konvensional.
· Uji laboratorium (seperti SGOT, SGPT, Alkaline fosfat dan Bilirubine).
· Myelosupresi berat dapat terjadi.
· Doksorubisin harus diberikan hanya di bawah pengawasan seorang dokter yang
berpengalaman dalam penggunaan agen kanker chemoterapeutic.
· Doksorubisin dapat mempotensiasi di toksisitas terapi antikanker lain. Eksaserbasi
cyclophospamide cystitis disebabkan perdarahan dan peningkatan hepatotoksisitas 6-
mercaptopurine telah dilaporkan. Radiasi yang disebabkan toksisitas ke, mukosa kulit
miokardium,, dan hati telah dilaporkan meningkat administrasi Doksorubisin.
· Doksorubisin Kalbe dapat menyebabkan gagal jantung meskipun risiko yang sangat rendah
pada batas yang dianjurkan 550 mg/m2. Risiko menjadi lebih tinggi ketika total dosis obat
melebihi batas yang direkomendasikan. Batas yang direkomendasikan menjadi lebih rendah,
400 mg/m2, pada pasien yang menerima radioterapi untuk daerah mediastinum atau terapi
bersamaan dengan agen lain kardiotoksik.
· Kongestif gagal jantung dapat terjadi, beberapa minggu setelah penghentian terapi Kalbe
Doksorubisin, yang tidak menguntungkan dipengaruhi oleh terapi fisik yang sekarang dikenal
untuk dukungan jantung.
Pemantauan EKG sebelum dan sesudah perlakuan, untuk memprediksi cardiotoxicity yang
ditandai dengan penurunan gelombang QRS.
· Karena kejadian depresi sumsum tulang tinggi, pemantauan hematologi dianjurkan hati-hati.
toksisitas hematologi mungkin memerlukan pengurangan dosis atau menunda terapi Kalbe
Doksorubisin.
· Evaluasi atau infus harus dihentikan, bila gejala ekstravasasi telah terjadi. Terapi harus dimulai
kembali dalam vena lain.
· Suka lain agen sitotoksik, Doksorubisin Kalbe telah menunjukkan sifat mutagenik dan
teratogenik dalam evaluasi hewan. Meskipun tidak ada studi yang memadai pada manusia,
penggunaan Doksorubisin Kalbe dalam kehamilan dihindari.
· Doksorubisin Kalbe dapat mendorong hyperuricemia sekunder untuk lisis cepat sel-sel
neoplastik. Oleh karena itu kadar urat harus dimonitor untuk mengontrol masalah.
· Doksorubisin terapi Kalbe menyebabkan warna merah untuk air seni selama 1-2 hari setelah
pemberian.
Adverse Reaksi
· Terutama reaksi merugikan dari Doksorubisin Kalbe adalah myelosupresi dan cardiotoxicity.
Reaksi yang merugikan lainnya adalah:
· Cutaneous: alopecia Reversible, hiperpigmentasi dermal nailbeeds dan lipatan terutama pada
anak-anak. Oncholysis mungkin jarang terjadi.
· Gastrointestinal: Mual, muntah, stomatitis yang dimulai sebagai sensasi terbakar dengan
eritema dari mukosa mulut yang mengarah ke koreng, anoreksia dan diare telah dilaporkan.
· Vascular: Ketika vena kecil yang digunakan untuk administrasi, dapat menyebabkan
phlebosclerosis.
· Lokal: bengkak, nekrosis jaringan, dan selulitis parah kadang-kadang terjadi selama
administrasi. Parah selulitis, eritematosa melesat sepanjang vena proksimal tempat suntikan
telah dilaporkan.
· Hipersensitivitas: Demam, menggigil, urtikaria dan anafilaksis dapat terjadi.
Lainnya o: Jarang konjungtivitis dan lakrimasi terjadi.
Interaksi Obat
pengobatan · Bersamaan dengan Cyclophospamide, Dactinomycin atau Mytomycin dapat
menyadarkan hati untuk efek kardiotoksik dari Doksorubisin.
· Propanolol dapat meningkatkan cardiotoxicity dari Doksorubisin sebagai kedua obat telah
terbukti dapat menghambat jantung mitokondria co-dan 10-enzim.
· Doksorubisin dapat meningkatkan konsentrasi penyesuaian dosis asam urat darah agen
antigout (misalnya Allopurinol, Kolkisin) mungkin diperlukan untuk mengendalikan
hyperuricaemia. Efek depresan leucopenic, thrombocytopenic dan tulang sumsum dari
Doksorubisin akan meningkat dengan terapi bersamaan atau baru-baru ini dengan obat lain
yang menyebabkan efek ini.
· Doksorubisin dapat menurunkan respons antibodi pasien untuk vaksin dan / atau dapat
meningkatkan efek merugikan dari vaksin virus hidup karena imunosupresi. efek ini dapat
bertahan dari tiga bulan sampai satu tahun.
· Hepatotoksik obat (misalnya Metotreksat dosis tinggi) dapat mengganggu fungsi hati dan,
oleh karena itu, meningkatkan toksisitas Doksorubisin subsequantly diberikan.
Dosis
° dosis yang direkomendasikan adalah 60-75 mg/m2 sebagai iv tunggal administrasi selama 21
hari, dosis rendah (60 mg/m2) harus diberikan kepada pasien dengan cadangan sumsum
memadai karena infiltrasi sumsum neoplastik atau usia tua atau terapi sebelumnya.
· Sebuah alternatif dosis 20 mg/m2 mingguan atau 30 mg/m2 setiap hari berturut-turut diulang
setiap 4 minggu untuk mengurangi toksisitas
¨ dosis Doksorubisin Kalbe bila digunakan dalam kombinasi dengan obat myelosuppresive lain
adalah 30-40 mg/m2 setiap 3 sampai 4 minggu dan 60-75 mg/m2 jika digunakan dengan obat
yang tidak myelosuppressive.
· Dosis Doksorubisin Kalbe harus dikurangi jika kenaikan bilirubin sebagai berikut:
½ dosis normal Doksorubisin Kalbe jika bilirubin serum 20-50 mmol / L dan retensi BSP 9-15%.
¼ dosis normal Doksorubisin Kalbe jika bilirubin serum> 50 mmol / L dan retensi BSP> 5%.
° prosedur berikut ini:
kandung kemih harus catheterized dan dikosongkan. Suatu larutan yang mengandung 80 mg
Doksorubisin dalam 100 ml Saline normal, harus ditanamkan melalui kateter ke dalam kandung
kemih. Kateter harus daripada dihapus dan pasien diinstruksikan untuk berbaring di samping.
Pada 15 menit interval, pasien harus diinstruksikan untuk alternatif ke sisi lain selama periode 1
jam. Pasien seharusnya tidak buang air kecil selama 1 jam setelah kandung kemih harus
dikosongkan dari solusi. Prosedur ini diulang pada interval bulanan.
b. Metrotexat
NAMA KIMIA : 4-amino-4-deoxy--10-methylpteoryl-L-glutamic acid
SIFAT FISIKOKIMIA: Serbuk kristal berwarna kuning atau oranye, higroskopis. Praktis tidak larut
dalam air, alkohol, diklorometan, terurai dalam larutan asam mineral, basa hidroksida dan
karbonat.
FARMAKOLOGI: Onset kerja: Antirematik: 3-6 minggu; tambahan perbaikan bisa dilanjutkan
lebih lama dari 12 minggu.;Absorpsi: Oral: cepat : diserap baik pada dosis rendah (<30 mg/m2);
tidak lengkap setelah dosis tinggi ; I.M.: Lengkap; Distribusi: Penetrasi lambat sampai cairan
fase 3 (misal pleural efusi, ascites), eksis lambat dari kompartemen ini (lebih lambat dari
plasma), melewati plasenta, jumlah sedikit masuk kelenjar susu, ;konsentrasi berangsur-angsur
dikeluarkan di ginjal dan hati.;Ikatan protein: 50%.;Metabolisme: <10%: Degradasi dengan flora
intestinal pada DAMPA dengan karboksipeptida, oksidasi aldehid konversi metotreksat menjadi
7-OH metotreksat di hati; ;poliglutamat diproduksi secara mempunyai kekuatan samadengan
metotreksat, produksinya tergantung dosis, durasi dan lambat dieliminasi oleh sel..;T eliminasi:
Dosis rendah: 3-10 jam; I.M.: 30-60 menit.; Ekskresi: Urin (44%-100%); feses (jumlah kecil)
KONTRA INDIKASI :Hipersensitifitas dari metotreksat dan komponan lain dari sediaan;
kerusakan hebat ginjal dan hati,pasien yang mengalami supresi sum-sum tulang dengan
psoriasis atau reumatoid artritits, penyakit alkoholik hati, AIDS, darah diskariasis, kehamilan,
menyusui.
EFEK SAMPING: Efek samping beragam sesuai rute pemberian dan dosis. ;Hematologi dan/atau
toksisitas gastrointestinal biasanya sering terjadi pada penggunaan umum dari dosis umum
metotreksat; reaksi ini lebih sedikit terjadi ketika digunakan pada dosis topikal untuk reumatoid
artritis.;>10%;SSP: (dengan pemberian intratekal atau terapi dosis tinggi): Arachnoides:
Manifestasi reaksi akut sebagai sakit kepala hebat, rigidity nuchal, muntah dan demam, dapat
alleviated dengan pengurangan dosis. ;Subakut toksisitas: 10% pasien diobat dengan 12-15
mg/m2 dari intratekal metotreksat bisa membuat ini dalam minggu kedua atau ketiga dari
terapi; konsis dari paralisis motor dari ekstremites,palsy nerve kranial, seizure, atau koma. ;Hal
ini juga terlihat pada pediatrik yang menerima dosis tinggi IV metotreksat.;Demyelinating
enselopati: telihat dalam bulan atau tahun setelah menerima metotreksat; biasanya
diasosiasikan dengan iradiasi kranial atau kemoterapi sistemik yang lain.;Dermatologi: Kulit
menjadi kemerahan.Endokrin dan metabolik: Hipoerurikemia,detektif oogenesis, atau
spermatogenesis.;GI: Ulserativ stomatitis, glossitis, gingivitis, mual, muntah, diare, anoreksia,
perforasi intestinal, mukositis (tergantung dosis; terlihat pada 3-7 hari setelah terapi, terhenti
setelah 2 minggu);Hematologi: Leukopenia, trombositopenia.Ginjal: Gagal ginjal,
azotemia,nefropati.Pernafasan: Faringitis.;1%-10%;Kardiovaskular: Vaskulitis.SSP: pusing,
malaise, enselopati, seizure, demam, chills.Dermatologi: Alopesia, rash, fotosensitivias,
depigmentasi atau hiperpigmentasi kulit.;Endokrin dan metabolik: Diabetes.Genital:
Cystitis.Hematologi: pendarahan.;Myelosupresif: Terutama faktor batas-dosis (bersama dengan
mukositis) dari metotreksat, terjadi sekitar 5-7 hari setelah terapi, dan harus dihentikan selama
2 minggu. ; WBC: Ringan, Platelet: Sedang, Onset: 7 hari, Nadir: 10 hari, Recovery: 21
hari;Hepatik: Sirosis dan fibrosis portal pernah diasosiasikan dengan terapi kronik metotreksat,
evaliasi akut dari enzym liver adalah biasa terjadi setelah dosis tinggi dan biasanya resolved
dalam 1 hari.Neuromuskular dan skeletal: Arthalgia.Okular: Pandanga;Renal: Disfungsi ginjal:
Manifestasi karena abrupt rise pada serum kreatinin dan BUN dan penurunan output urin, biasa
terjadi pada dosis tinggi dan berhubungan dengan presipitasi dari obat.;Respiratori:
Penumositis: Berhubungan dengan demam, batuk, dan interstitial pulmonari infitrates;
pengobatan dengan metotreksat selama reaksi akut;;interstitial pneumisitis pernah dilaporkan
terjadi dengan insiden dari 1% pasien dengan RA (dosis 7.5-15 mg/minggu).;<1% (terbatas
sampai penting untuk penyelamatan hidup): Neurologi akut sindrom (pada dosis tinggi-
simptom termasuk kebingungan, hemiparesis, kebutaan transisi,dan koma); anafilaksis
alveolitis; disfungsi kognitif (pernah dilaporkan pada dosis rendah), ;penurunan resistensi
infeksi,eritema multiforma, kegagalan hepatik, leukoenselopati (terutama mengikuti irasiasi
spinal atau pengulangan terapi dosis tinggi),disorder limpoproliferatif, osteonekrosis dan
nekrosis jaringan lunak (dengan radioterapi),;perikarditis, erosions plaque (Psoriasis), seizure
(lebih sering pada pasien dengan ALL), sindrom Stevens Johnson, tromboembolisme.
PERINGATAN: Senyawa berbahaya gunakan dengan perhatian penuh untuk penanganan dan
pembuangan limbah . Dapat potensial menyebabkan pneumositis yang membahayakan (bisa
terjadi selama terapi pada dosis berapun); monitoring secara ketat simptom pulmonari,
khususnya batuk kering atau produktif,. Metotreksat potensial menyebabkan reaksi
dermatologi - tanpa tergantung dosis.;Metotreksat pernah diasosiasikan dengan
hepatotoksisitas akut dan kronik, fibrosis dan sirosis. Risiko berhubungan dengan dosis
kumulatif dan pemaparan berkepanjangan. ;Penyalahgunaan alkohol, obesitas, usia lanjut,
diabetes dapat meningkatkan reaksi risiko hepatotoksis.;Metotreksat dapat menyebabkan
kegagalan ginjal, gastointestinal toksisitas, atau supresi sum-sum tulang. Gunakan dengan
peringatan pada pasien dengan kegagalan ginjal, penyakit ulkus lambung, kolitis ulseratif atau
supresi sum-sum tulang. ;Diare dan stomatitis ulseratif dapat menyebabkan interupsi terapi;
kematian akibat hemorargi enteritis atau intestinal perforasi pernah dilaporkan.;Penetrasi
metotreksat lambat pada cairan fase ketiga, seperti efusi pleural atau ascites dan eksis lambat
dari kompartemen ini (lebih lambat dari plasma). ;Pengurangan dosis dapat diperlukan pada
pasien dengan kerusakan ginjal dan hati, ascites, dan efusi pleural. Toksisitas dari metotreksat
atau imunosupresan lain meningkat pada orang dewasa.;Supresi sum-sum tulang berat, anemia
aplastik, dan toksisitas GI pernah terjadi selama pemberian bersama NSAID. ;Gunakan dengan
peringatan ketika digunakan dengan zat hepatotoksik yang lain (azatioprin, retinoids,
sulfasalazin). ;Metotreksat diberikan secara bersama dengan radioterapi dapat meningkatkan
infeksi oportunistik.;Untuk reumatoid artritis dan psoriasis, terapi imunosupresan sebaiknya
hanya digunakan ketika penyakit aktif dan kurang toksis; terapi tradisional tidak efektif.
;Pemberhentian terapi pada reumatoid artritis dan psoriasis jika ada penurunan komponen
hematologi yang signifikan.;Formulasi metotreksat dan/atau pelarut yang mengandung
pengawet sebaiknya tidak digunakan untuk intratekal atau dosis tinggi. ;Injeksi metotreksat bisa
mengandung benzil alkohol dan tidak boleh digunakan pada bayi baru lahir.
MEKANISME AKSI: Metotreksat adalah antimetabolit folat yang menginhibisi sintesis DNA.
Metotreksat berikatan dengan dihidrofolat reduktase, menghambat pembentukan reduksi folat
dan timidilat sintetase, menghasilkan inhibisi purin dan sintesis asam timidilat. ;Metotreksat
bersifat spesifik untuk fase S pada siklus sel.
c. Bleomisin
FARMAKOLOGI: Absorpsi: I.M dan intrapleural: 30% sampai 50% dari konsentrasi serum;
Intraperitonial dan subkutan menghasilkan konsentrasi serum setara dengan IV;Distribusi: Vd:
22L/m2, konsentrasi tertinggi di kulit, ginjal, paru, jantung, kensentrasi rendah di testes dan GI,
tidak dapat melewati sawar otak.;Ikatan protein: 1%;Metabolisme: Melewati beberapa jaringan
termasuk hepatik, saluran GI, kulit, pulmonari, ginjal, dan serum;T eliminasi: Biphasic
(tergantung fungsi ginjal):; Fungsi ginjal normal: Awal: 1-3 jam, terminal 9 jam; End-stage ginjal:
Awal: 2 jam; terminal 30 jam;Waktu puncak, serum: I.M.: Sekitar 30 menit;Ekskresi : Urin (50%-
70% sebagai zat aktif).
KONTRA INDIKASI: Hipersensitifitas terhadap bleomisin sulfat atau komponen lain dalam
sediaan, penyakit pulmonari hebat, kehamilan.
PENGARUH MENYUSUI: Distribusi bleomisin dalam air susu tidak diketahui,bleomisin tidak
direkomendasikan untuk ibu menyusui.
MEKANISME AKSI: Menghambat sintesis DNA, ikatan-ikatan DNA untuk selanjutnya terjadinya
pemutusan untai tunggal dan ganda
f. ARIMIDEX
Anastrazol 1 mg/tablet.
In: Kanker payudara lanjut wanita paska menopause penyakit berkembang setelah penggunaan
tamoksifen atau anti estrogen lain.
KI: Wanita premenopause, wanita hamil atau menyusui; penderita kerusakan ginjal berat
(klirens kreatinin <20 ml/min); penderita penyakit hati sedang dan berat, hipersensitif.
Perh: Tidak dianjurkan untuk anak-anak.
ES: kekeringan vagina, gangguan saluran cerna, astenia, somnolens, sakit kepala.
Ds: Dewasa: Sekali sehari 1 tablet.
g. AVASTIN *(Bevakizumab)*
In: terapi kanker metastatik di kolon atau anus pada kombinasi dengan 5-FU intravena/asam
folat atau 5-FU/asam folat/irinotecan.
KI: kanker metastasis, ibu hamil dan menyusui, produk sel ovari hamster cina atau gen
rekombinan atau antibodi manusia.
Perh: perforasi sistem pencernaan, penyembuhan komplikasi luka, proteinuria, tromboamboli
arteri, hemorhagik, kardiomiopatik.
ES: inflamasi perut bagian dalam, luka lambung, tumor nekrosis, diverticulitis (inflamasi kolon),
pendarahan, hipertensi, proteinuria, tumor yang menyebabkan haemorhagik, tromboemboli
arterial, keadaan abnormal.
Ds: 5 mg/kg/BB dalam infus intravena sekali dalam 14 hari. Dosis awal diberikan 90 menit
setelah kemoterapi infus. Dosis kedua diberikan infus selama 60 menit dan kemudian seluruh
dosis diberikan 30 menit sebelum atau sesudah kemoterapi.
Km: Vial 25 mg/ml x 4 ml x 1’s. 16 ml x 1’s.
h. BREXEL (Doksataxel.)
In: Terapi lini kedua atau kombinasi dengan doxorubicin sebagai terapi lini pertama karsinoma
payudara stadium lanjut/metastatik. Terapi lini kedua (monoterapi) atau terapi lini pertama
dalam kombinasi dengan cisplatin/carboplatin kanker paru jenis bukan sel kecil stadium lokal
lanjut/metastatik. Terapi lini kedua karsinoma ovarium metastatik.
KI: Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap docetaxel atau obat lain yang mengandung
polysorbate 80. Pasien dengan jumlah neutrophil <1500 sel/mm3. Wanita hamil dan menyusui.
Gangguan hati berat. Pemberian kombinasi docetaxel dengan obat lain.
Perh: reaksi hipersensitivitas dapat terjadi beberapa menit setelah dimulainya infus docetaxel.
Hindari kontak dengan bahan PVC. Sebelum diberikan, harus dilakukan prosedur 2 kali
pelarutan. Setelah dilarutkan, preparat harus diberikan dalam 4 jam. Docetaxel tidak boleh
diberikan pada pasien dengan peningkatan kadar bilirubin atau SGOT dan/atau SGPT > 1,5 x
ULN disertai kadar fosfatase alkali > 2,5 x ULN.
IO: Doksorubisin, carboplatin. Obat yang dimetabolisme dengan sitokrom P450 3A4 seperti
cyclosporine, terfenadin, ketokonazol, eritromisin, dan troleandomycin.
ES: Supresi susmsum tulang reversibel. Reaksi hipersensitivitas. Reaksi kutaneus. Retensi cairan.
Gangguan neurologis. Gangguan pencernaan. Hipotensi. Reaksi pada tempat infus. Peningkatan
kadar bilirubin, SGOT, SGPT, alkalin fosfatase serum. Anoreksia, mata berair, mialgia, arthralgia,
dyspneu.
Ds: Kanker payudara monoterapi: 100 mg/m2 IV selama 1 jam setiap 3 minggu. Pada terapi ini
pertama: 75 mg/m2 diberikan kombinasi dengan doxorubicin 50 mg/m2. Kanker paru jenis
bukan sel kecil 75 mg/m2 secara IV selama 1 jam tiap 3 minggu. Kanker ovarium 100 mg/m2
infus 1 jam setiap 3 minggu. Premedikasi: Dexamethasone 16 mg/hari (8 mg 2x/hari) selama 3
hari mulai 1 hari sebelum pemberian docetaxel.
j. CAMPTO (Irinotesan HCl trihidrat 20 mg/ml.)
In: Pengobatan pertama pada pasien dewasa penderita kanker kolorektal, dikombinasikan
dengan 5-fluorourasil dan asam folinat tanpa sebelumnya mendapat kemoterapi; pengobatan
kedua pada pasien dewasa penderita kanker metastatic kolorektal yang telah gagal dengan
pengobatan yang mengandung 5-fluorourasil.
KI: Penyakit inflamasi isi perut kronik, bilirubin > 3 kali normal, wanita hamil dan menyusui.
ES: Diare berkepanjangan, demam kelainan darah, mual, muntah.
Ds: Pengobatan pertama 180 mg/m2 iv diinfuskan selama 30-90 menit setiap 2 minggu, diikuti
oleh infuse dengan asam folinat dan 5-fluorourasil; pengobatan kedua 350 mg/m2 iv diinfuskan
selama 30-90 menit setiap 3 minggu.
Km: Dos 1 vial 40 mg/ml Rp. 1. 331. 429.-; 1 vial 100 mg/5 ml Rp. 2. 911.997.-
q. DACARBAZIN DBL (Dakarbazin 10 mg, asam sitrat 10 mg, manitol 3,75 mg tiap ml
larutan/200 mg vial.)
In: kemoterapi melanoma metastatik dan berbagai sarkoma; untuk jenis kanker lain tidak atau
kurang efektif.
KI: kehamilan, menyusui, peka terhadap dakarbazin; pasien yang sebelumnya menderita
mielosupresi.
Perh: bentuk toksisitas paling lazim adalah depresi kematopoitik dan gangguan hematologi lain.
Ds: dewasa: 4,5 mg selama 10 hari; dapat diulang tiap 4 minggu; atau 250 mg/m2/hari selama 5
hari; dapat diulang tiap 3 minggu.
g. LEUNASE ( L-Asparaginase)
In : leukemia akut termasuk leukemia kronik yang berubah menjadi jauh, lymphoma malignan.
ES : Syok, koagulopati, pankreatitis akut, diabetes, abnormalitas fungsi hati, hipoalbuminemia,
hiperanomia, uremia, gangguan gastrointestinal dan system saraf pusat, koma, gagal ginjal. Ds :
50-200 KU/kg BB IV tiap hari atau selang sehari. Perh : pasien dengan koagulopati, pancreas
akut, diabetes akut, diabetes, penyakit infeksi, tendensi pendarahan.
h. MABCAMPATH (Alemtuzumab.)
In : Leukemia limfositik yang diterapi dengan agen alkilating dan gagal mencapai respons
lengkap atau sebagian atau haya mencapai remisi singkat (< 6 bulan) setelah terapi fludarabin
fostat. KI : Hipersensitivitas atau reaksi terhadap protein murin, infeksi sistemik, HIV, keganasan
sekunder aktif, pemakaian sama dengan obat kemoterapi lain dalam waktu 3 minggu, vaksin
virus hidup min 12 bulan setelah terapi, kehamilan, laktasi. Perh : injeksi, keganasan, gangguan
darah dan linfatik, gangguan imun, metabolism, nutrisi, osikiatrik, SSP, mata, telinga dan labrin,
kardiovaskuler, pernafasan, toraks dan mediastinal, GI, hepatobiler, musculoskeletal da
jaringan konektif, ginjal dan urinary. IO : Obat kemoterapi lain, faksin virus hidup. Ds : Dewasa:
minggu pertama 3 minggu pada hari 1, 10mg pada hari 2 dan 30mg pada hari 3. Dosis yg
dianjurkan : 30mg 3x seminggu slang sehari selama maksimum 12 minggu.
1. Sebutkan contoh senyawa dari tanaman herbal yang dapat digunakan untuk
mengobati kanker selai senyawa yang telah disebutklan!
2. Jelaskan mekanisme aksi dari obat sintetik dan obat herbal dalam pengobatan kanker!
PERTEMUAN 10
MATERI POKOK:
Konsep dan teknis Imunohistokimia
1. Definisi
2. anti gen
3. antibodi
4. ikatan antigen dan antibodi
5. teknis imunohistokimia
1. Definisi Imunohistokimia
Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas
atau kadar antibodi atau antigen dalam sediaan jaringan. Nama imunohistokimia diambil dari
nama immune yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah penggunaan
antibodi dan histo menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Dengan kata lain,
imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel
suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag)
pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan
yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan.
2. Antigen
Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan dapat bereaksi dengan
antibodi. Macam-macam antigen antara lain imunogen adalah bahan yang dapat merangsang
respon imun dan hapten adalah bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi. Antigen tersusun
atas epitop dan paratop. Epitop atau Determinan adalah bagian dari antigen yang dapat
mengenal/ menginduksi pembenntukan antibodi, sedangkan paratop adalah bagian dari
antibodi yang dapat mengikat epitop.
1. Jenis antigen berdasarkan determinannya:
a.Unideterminan, univalen, merupakan jenis epitop satu dan jumlahnya satu
b.Unideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop satu, jumlah lebih dari satu
c.Multideterminan, univalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu dan jumlahnya satu
d.Multideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu, jumlah lebih dari satu
3. Antibodi
Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan dapat bereaksi dengan
antibodi. Macam-macam antigen antara lain imunogen adalah bahan yang dapat merangsang
respon imun dan hapten adalah bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi. Antigen tersusun
atas epitop dan paratop. Epitop atau Determinan adalah bagian dari antigen yang dapat
mengenal/ menginduksi pembenntukan antibodi, sedangkan paratop adalah bagian dari
antibodi yang dapat mengikat epitop.
2. Sifat-sifat Fisik
Agar suatu zat dapat menjadi imunogen, ia harus mempunyai ukuran minimum
tertentu, imunogen yang mempunyai berat molekul yang kecil, respon terhadap hospes
minimal, dan fungsi zat tersebut sebagai hapten sesudah bergabung dengan proten-proten
jaringan. Hapten dapat merangsang terjadinya respon imun yang kuat jika bergabung proten
pembawa dengan ukuran sesuai.Perlu diperhatikan bahwa hapten-proten diarahkan pada
(1)hapten,(2)pembawa, dan (3)daerah spesifikasi tumpang tindih. yang melibatkan hapten dan
unsur yang berdekatan lainnya. Pada imunitas humoral, spesifisitas diarahkan pada
hapten.sedangkan pada imunitas selular, reaktifitas diarahkan baik pada hapten maupun pada
proten pembawa.
3. Kompleksitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas imunogen meliputi baik sifat fisik
maupun kimia molekul. Keadaan aggegasi molekul misalnya dapat mempengaruhi
imunogenitas. Larutan proten-protein monometrik dapat benar-benar merangsang terjadinya
keadaan refraktair atau tolerans bila berada dalam bentuk monometrik, tetapim sangat
imunogen bila dalam berada polimetrik atau keadaan agregasi.
4. Bentuk-bentuk (Conformation)
Tidak adanya bentuk dari molekul tertentu yang imunogen. Polipeptid linear atau
bercabang, karbohidrat linear atau bercabang, serta protein globular, semuanya mampu
merangsang terjadinya respon imun.Meskipun demikian antibodi yang dibentuk dari aneka
macam kombinasi struktur adalah sangat spesifik dan dapat dengan cepat mengenal
perbedaan-perbedaan ini. Bila bentuk antigen berubah, antibodi dirangsang dalam bentuk
aslinya yang tidak bergabung lagi
5. Muatan (charge)
Imunogenitas tidak terbatas pada molekuler tertentu;tidak terbatas pada molekuler
tertentu, zat-zat yang bermuatan positif, negatif, dan netral dapat imunogen. Namun demikian
imunogen tanpa muatan akan memunculkan antibodi yang tanpa kekuatan . Telah terbukti
bahwa imunitas dengan beberapa imunogen bermuatan positif akan menghasilkan imunogen
bermuatan negatif.
6. Kemampuan masuk
Kemampuan masuk suatu kelompok determinan pada sistem pengenalan akan
menentukan hasil respon imun. Perkembangan baru-baru ini telah memungkinkan penelitian
untuk mempersiapkan polipeptid imunogenik sintetik yang berisi sejumlah asam amino
terbatas dan yang susunan kimianya dapat ditentukan.
3. Antibodi
Antibodi adalah protein serum yang mempunyai respon imun (kekebalan) pada tubuh
yang mengandung Imunoglobulin (Ig). Ig dibentuk oleh sel plasma (proliferasi sel B) akibat
kontak/dirangsang oleh antigen. Macam Imunoglobulin: Ig G, Ig A, Ig M, Ig E dan Ig D.
a.Imunoglobulin G
Terbanyak dalam serum (75%). Dapat menembus plasenta membentuk imunitas bayi
sampai berumur 6 sampai dengan 9 bulan. Mempunyai sifat opsonin berhubungan erat dengan
fagosit, monosit dan makrofag. Berperan pada imunitas seluler yang dapat merusak antigen
seluler berinteraksi dengan komplemen, sel K, eosinofil dan neutrofil.
b.Imunoglobulin A
Sedikit dalam serum. Banyak terdapat dalam saluran nafas, cerna, kemih, air mata,
keringat, ludah dan air susu. Fungsinya menetralkan toksin dan virus, mencegah kontak antara
toksin/ virus dng sel sasaran dan mengumpalkan/ mengganggu gerak kuman yang
memudahkan fagositosis.
c.Imunoglobulin M
Tidak dapat menembus plasenta, dibentuk pertama kali oleh tubuh akibat rangsangan
antigen sifilis, rubela, toksoplasmosis. Fungsinya mencegah gerakan mikroorganisme antigen
memudahkan fagositosis dan Aglutinosis kuat terhadap antigen.
d.Imunoglobulin E
Jumlah paling sedikit dalam serum. Mudah diikat oleh sel mastosit, basofil dan eosinofil.
Kadar tinggi pada kasus: alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, trikinosis. Proteksi terhadap invasi
parasit seperti cacing.
e.Imunoglobulin D
Sedikit ditemukan dalam sirkulasi. Tidak dapat mengikat komplemen. Mempunyai
aktifitas antibodi terhadap makanan dan autoantigen.
Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan
sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok
prajurit pejuang dalam sistem kekebalan.
Antibodi akan menghancurkan bakteri atau virus tertentu yang menyerang sistem
pertahanan tubuh manusia. Antibodi mempunyai dua fungsi, pertama untuk mengikatkan diri
kepada sel-sel musuh, yaitu antigen. Fungsi kedua adalah membusukkan struktur biologi
antigen tersebut lalu menghancurkannya. Berada dalam aliran darah dan cairan non-seluler,
antibodi mengikatkan diri kepada bakteri dan virus penyebab penyakit. Mereka menandai
molekul-molekul asing tempat mereka mengikatkan diri. Dengan demikian sel prajurit tubuh
dapat membedakan sekaligus melumpuhkannya.Antibodi bersesuaian dengan antigen secara
sempurna, seperti anak kunci dengan lubangnya yang dipasang dalam struktur tiga dimensi.
Tubuh manusia mampu memproduksi masing-masing antibodi yang cocok untuk hampir setiap
musuh yang dihadapinya. Antibodi bukan berjenis tunggal. Sesuai dengan struktur setiap
musuh, maka tubuh menciptakan antibodi khusus yang cukup kuat untuk menghadapi musuh.
Hal ini karena antibodi yang dihasilkan untuk suatu penyakit belum tentu berhasil bagi penyakit
lainnya.
Membuat antibodi spesifik untuk masing-masing musuh merupakan proses yang luar
biasa dan proses ini dapat terwujud hanya jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya dengan
baik. Dan, di alam ini terdapat jutaan musuh (antigen). Satu sel B yang sedemikian kecil,
menyimpan jutaan bit informasi dalam memorinya, dan dengan sadar menggunakannya dalam
kombinasi yang tepat. Tersimpannya jutaan formula dalam suatu sel yang sangat kecil
merupakan keajaiban yang diberikan kepada manusia. Yang tak kurang menakjubkan adalah
bahwa kenyataannya sel-sel menggunakan informasi ini untuk melindungi kesehatan manusia.
Satu sel B menggandakan antibodi spesifiknya dan mencantolkannya ke permukaan luar
membran selnya. Antibodi memanjang keluar seperti jarum, aerial yang sudah menyesuaikan
diri menunggu berkontak dengan sekeping protein tertentu yang bisa mereka kenali. Antibodi
tersebut terdiri dari dua rantai ringan dan dua rantai berat asam amino yang bersambungan
dalam bentuk Y. Setelah digandakan sampai jutaan, sebagian besar sel B berhenti membelah
dan menjadi sel plasma, jenis sel yang bagian dalamnya berisi alat untuk membuat satu produk
antibodi. Sebagian sel B lain membelah terus tak berhingga, dan menjadi sel memori. Antibodi
bebas yang dibuat oleh sel plasma berkeliling di darah dan cairan limpa. Ketika antibodi
mengikatkan diri pada antigen sasarannya, bentuknya berubah. Perubahan bentuk inilah yang
membuat antibodi "menempel" di bagian luar makrofag.
5. Teknik Imunohistokimia
Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu
antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis kanker. Teknik ini diawali
dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi
antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan antara
antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada
antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi
marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna : Luminescence, zat berfluoresensi :
fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat : colloidal, microsphere, gold,
silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase.
Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen (yaitu
substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat diamati dengan
mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa
direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense.
Metode Direct
Prinsip dari metode imunohistokimia direct adalah menggunakan antibodi primer yang
sudah terlabel dan berikatan langsung dengan antigen target secara langsung. Metode langsung
(direct method) merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya melibatkan 1 jenis
antibodi, yaitu antibodi yang terlabel, contohnya antiserum terkonjugasi fluorescein
isothiocyanate (FITC) atau rodhamin.
Pada metode direct, antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan akan dimodifikasi
dengan mengkonjugasikan molekul indikator pada antibodi tersebut. molekul indikator
tersebut dapat berupa molekul yang berpendar seperti biotin atau enzim peroksidase, sehingga
apabila diberikan substrat akan memberikan warna pada jaringan tersebut.
Metode Indirect
Prinsip metode imunohistokimia indirect menggunakan antibodi primer yang tidak ada
labelnya, namun digunakan juga antibodi sekunder yang sudah memiliki label dan akan bereaksi
dengan IgG dari antibodi primer. Metode tidak langsung (indirect method) menggunakan dua
macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel).
Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer),
sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi
kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan
penambahan substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa
kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu.
Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin, dan Texas-red disebut metode
immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim seperti peroksidase, alkali
fosfatase, atau glukosa oksidase disebut metode immunoenzyme. Pada metode ini antibodi
spesifik yang mengenali antigen jaringan disebut sebagai antibodi primer dan tidak dilakukan
modifikasi pada antibodi ini. Namun diperlukan antibodi lain yang dapat berikatan dengan
antibodi primer yang disebut dengan antibodi sekunder. Antibodi sekunder ini dimodifikasi
sehingga memiliki molekul indikator pada antibodi tersebut. Setiap 1 antibodi primer dapat
dikenali oleh lebih dari 1 antibodi sekunder, oleh karena itu, setelah diberikan substrat akan
terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan tersebut.
MATERI POKOK :
Konsep dan teknis Imunohistokimia
1. Definisi
2. Pembuatan blok Parafin
3. deparafinasi
4. Teknik imunohistokimia
3. Proses deparafinisasi
Deparafinisasi adalah proses penghilangan parafin menggunakan xylol. Adapun langkah-
langkah deparafinisasi adalah :
1. Slide direndam xilol 2 kali, masing-masing selama 5 menit.
2. Rehidrasi menggunakan alcohol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96% dan absolute)
masing-masing 5 menit
3. Bilas dengan dH2O selama 5 menit
4. Teknik Imunohistokimia
Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu
antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis kanker. Teknik ini diawali
dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi
antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan antara
antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada
antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi
marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna : Luminescence, zat berfluoresensi :
fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat : colloidal, microsphere, gold,
silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase.
Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen (yaitu
substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat diamati dengan
mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa
direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense.
Jawablah pertanyaan berikut ini :
1. Jelaskan dengan menggunakan bagan atau skema
a. Pembuatan blok Parafin
b. Deparafinasi
c. Teknik imunohistokimia
PERTEMUAN 12
MATERI POKOK :
Rancangan dan percobaan pencarian antikanker :
1. desain Percobaan Kemopreventif
2. desain Percobaan kemoterapi
Selama ini untuk mengobati kanker, orang lebih cenderung menggunakan metode terapi
modern, seperti kemoterapi dan radiasi. Namun sebenarnya kemoterapi tidak hanya digunakan
untuk mengobati kanker tapi juga untuk mencegahnya. Nah kemoterapi yang digunakan untuk
pencegahan ini disebut kemoterapi preventif. Subjek kemoterapi adalah para penderita kanker.
Targetnya adalah sel kanker yang ada di dalam tubuhnya. Sedangkan kemopreventif, targetnya
adalah masyarakat normal atau masyarakat yang belum menderita kanker.Tujuannya untuk
menghambat tumor atau kanker. Targetnya adalah sel normal (jinak) agar terproteksi atau tidak
terkena kanker. Kemopreventif ini dilakukan dengan mengonsumsi berbagai herbal alami.
Diantaranya, Kunyit, Temu Lawak, Jahe, teh Hijau, Kedele, Anggur, madu, Bawang Putih, Kubis,
dan Brokoli. Sayangnya, banyak diantara tanaman herbal asli Indonesia itu yang diteliti di
Amerika Serikat dan dipatenkan di sana. Beberapa jenis tanaman herbal Indonesia yang bisa
mengatasi sel kanker tersebut adalah Sambiloto, akar Pasak Bumi, herba Ceplukan, daun
Sambung Nyawa, Kunir Putih, dan biji Jarak. Kenyataan yang sering ditemui adalah bahwa
masyarakat yang terkena kanker tidak puas hanya dengan mengkonsumsi obat antikanker
(kemoterapi) yang diberikan oleh dokter saja, tetapi juga masih mencari alternatif lain dari
tanaman (herbal) yang diyakini memiliki senyawa penangkal yang bersifat antioksidan dan
kemopreventif yang berkhasiat antikanker.
Agen Kemopreventif pada umumnya memiliki aktivitas penghambatan perkembangan
kanker serta dapat meningkatkan kemungkinan kesembuhan dan menurunkan rasa sakit yang
dialami oleh penderita kanker. Agen kemoprevensi awalnya ditujukan untuk perkembangan
tumor di awal karsiogenesis sebelum terjadi invasi dan metafisis. Namun, dalam
perkembangan, agen kemoprevensi dapat digunakan sebagai agen komplementer untuk
meningkatkan efikasi agen kemoterapi. Pendekatan ko-kemoterapi adalah kombinasi antara
agen kemopreventif dengan agen kemoterapi agar menghasilkan efek yang lebih baik
dibandingkan dengan agen kemoterapi saja. Kanker, lanjutnya, adalah penyakit yang memiliki
masa laten relatif panjang. Dengan proses yang dinamakan karsinogenesis terjadi mutasi
genetik pada gen berperan pada proses pertumbuhan sel. Kemoprevensi adalah upaya
penggunaan agen sintetik atau bahan alam, baik tunggal maupun campuran untuk mencegah,
menghambat, dan mengembalikan fungsi normal dari proses perkembangan penyakit
Perubahan-perubahan genetik dan ekspresi protein yang semakin banyak pada proses
karsiogenesis, menjadi dasar penting untuk pengembangan agen kemoprevensi kanker. Agen
ini diharapkan dapat menghambat karsiogenesis dan dapat memacu kematian sel kanker
Pengembangan antikanker dan kemopreventif dengan didasarkan pada pengaturan siklus
sel diarahkan pada penghambatan terjadinya proses pembelahan sel kanker sehingga senyawa
ataupun protein yang dihasilkan oleh penderita kanker dapat mencegah terjadinya sintesis DNA
dan mitosis. Pada berbagai kasus kanker, sering ditandai dengan hilangnya pRb, inaktivasi
p16INK4, amplifikasi Cdk-4, dan meningkatnya ekspresi cyc D1 yang akan memacu proliferasi
sel kanker. Hal lain yang juga berpengaruh pada timbulnya kanker adalah terjadinya mutasi
pada gen p53 dan bcl2. Strategi pengembangan obat antikanker pada proses ini dapat
diarahkan untuk menghambat cyc D1, dan bcl2 serta aktivasi untuk meningkatkan ekspresi
p16INK4 dan p53.
Pada penelitian kemopreventif ini akan dimulai dengan bioassay guided fractionation akar
pasak bumi terhadap sel kanker mulai dari ekstrak, fraksi, dan isolat hingga diperoleh isolat
aktif. Selanjutnya untuk mengetahui mekanisme aksi perlu dilakukan uji mekanisme molekuler
secara in vitro dan in vivo.
Mekanisme Senyawa Kemopreventif
Pemahaman tentang proses karsinogenesis merupakan pengembangan strategi dalam
pengobatan penyakit kanker. Pendekatan terapi kanker menggunakan agen kemopreventif
lebih menjanjikan daripada obat antikanker konvensional. Agen kemopreventif sendiri dapat
didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menghambat dan menekan proses karsinogenesis
pada manusia sehingga pertumbuhan kanker dapat dicegah (Kakizoe, 2003).
Pada terapi kuratif kanker, pengembangan agen kemopreventif didasarkan pada regulasi daur
sel termasuk reseptor-reseptor hormone pertumbuhan dan protein kinase, penghambatan
angiogenesis, penghambatan enzim siklooksigenase-2 (COX-2), dan induksi apoptosis. Agen
kemopreventif mempunyai target aksi spesifik melalui mekanisme-mekanisme molekuler
tersebut. Ketidaknormalan pada daur sel dan regulasi apoptosis, peningkatan enzim COX-2, dan
proses angiogenesis hanya terjadi pada sel yang terkena kanker meskipun pada beberapa kasus
angiogenesis terjadi pada jantung. Oleh karena itu, agen kemopreventif relatif aman dan tidak
berpengaruh pada sel normal.
Pendekatan terapi kanker melalui antiangiogenesis dapat dilakukan dengan agen
vaskulostatin yaitu agen yang dapat menghambat proses pembentukan pembuluh darah baru
(Matter, 2001). Sel kanker mengalami kematian karena tidak mendapat suplai nutrisi dan oksigen.
Penghambatan angiogenesis menjadi titik tangkap yang penting dalam pengobatan kanker.
Penyebaran sel kanker secara hematogenik dan limfogenik sangat berhubungan dengan
angiogenesis. Sel-sel tumor mengadakan penetrasi dengan cepat melalui sel endotel dan mengikuti
aliran darah ke seluruh tubuh dan menyebar ke organ lain (Folkman, 1976). Inisiasi, invasi, dan
metastatis kanker diyakini sebagai peristiwa yang sangat tergantung pada angiogenesis.
Berdasarkan sebuah pandangan praktis, sebagian besar inhibitor angiogenesis juga mempunyai aksi
sebagai antiinvasi dan komponen antimetastatis.
Lain hal, terjadinya tumor dan kanker ganas (malignan) akan memicu ekspresi COX-2
yang berlebih. Peningkatan ekspresi COX-2 diikuti produksi prostaglandin E2 (PGE2) yang
berperan dalam proliferasi, dan memacu proses angiogenesis sel kanker (King, 2000). Beberapa
senyawa yang digunakan sebagai kemopreventif mempunyai aktivitas menghambat COX-2
sehingga dapat menurunkan tranformasi sel malignan (Surh et al., 2003).
Salah satu fenotip abnormal dari sel kanker adalah disregulasi dari kontrol daur sel, yaitu
terjadi gangguan mekanisme kontrol sehingga sel akan berkembang tanpa mekanisme kontrol
sebagaimana pada sel normal (Gondhowiardjo, 2004). Retinoblastoma (Rb) dan protein p53
sebagai penekan tumor merupakan protein yang berperan penting dalam pengaturan siklus sel
sebagai materi antiproliferasi maupun sebagai pengatur proses apoptosis karena adanya
kerusakan DNA. Inaktivasi p53 akan mengakibatkan sel berproliferasi secara berlebihan. Efek
antiproliferatif dari beberapa senyawa yang berpotensi sebagai antikanker salah satunya adalah
melalui kemampuannya menunda daur sel dengan menghambat aktivitas cyclin-CDK maupun
protein-protein kinase lainnya. Agen kemopreventif alami, di antaranya adalah flavonoid, dapat
menginduksi penghentian fase G1. Agen kemopreventif lain seperti kurkumin dapat
mempengaruhi siklus sel pada transisi fase G0/G1 dan G2/M. Pengaruh agen kemopreventif
melalui penghambatan siklus sel dapat menyebabkan sel akan berhenti membelah dan
proliferasi sel akan berhenti.
Apoptosis merupakan kematian sel yang diprogram sebagai respon terhadap
rangsangan tertentu. Salah satu kelompok protein yang berperan terhadap kematian sel adalah
Bcl-2. Beberapa anggota keluarga protein Bcl-2 antiapoptosis seperti Bcl-2, Bcl-XL, Mcl1, dan
Bag berfungsi untuk mencegah kematian sel, sedangkan anggota keluarga protein Bcl-2
proapoptosis seperti Bak, Bax, dan Bad menginduksi apoptosis. Selain pembuangan senyawa
obat melalui pompa efflux P-gp (P-glikoprotein), ekspresi berlebihan dari Bcl-2/Bcl-XL pada
kanker juga dapat meningkatkan resistensi terhadap kemoterapi dan radioterapi. Oleh karena
itu, target penting dalam pengobatan kanker adalah penekanan ekspresi protein antiapoptosis
selain penekanan ekspresi P-gp.
B A
Penjelasan :
Desain penelitian Kemopreventif (Penelitian dimulai dari A)
Desain penelitian ini dimulai dengan penyuntikkan senyawa pencegahan kanker kepada mencit
sehat. Kemudian mencit dipaparkan dengan agen penyebab kanker, lalu dilihat berapa sel
normal yang terinduksi menjadi sel kanker.
Desain Penelitian Kemoterapi (Penelitian dimulai dari B)
Desain penelitian ini dimulai dari penginduksian mencit sehat dengan agen penyebab kanker.
Kemudian disuntikkan senyawa yang diduga sebagai anti kanker. Dilihat seberapa besar
penurunan jumlah sel kanker yang ada.
MATERI POKOK :
Penelusuran mekanisme antikanker secara in vitro
Pemanfaatan sel mamalia dalam bidang bioteknologi telah berkembang dengan pesat.
Kultur sel mamalia yang digunakan saat ini, baik kultur sel primer, kultur sekunder maupun lini
sel sangat beragam jenis dan jumlahnya. Pemanfaatan kultur sel mamalia sangat luas, di
antaranya meliputi studi mekanisme penyakit pada aras molekuler, penelusuran mekanisme
aksi obat, ekspresi dan produksi protein rekombinan dan antibodi monoklonal serta penentuan
regimen terapi yang tepat bagi pasien di rumah sakit.
Di dalam bidang farmasi, khususnya dalam penemuan obat, peran kultur sel mamalia
sangatlah penting. Sel mamalia banyak digunakan untuk pengembangan teknik-teknik
pengujian secara in vitro.
Sebut saja penelitian antikanker, pengujian umum yang dilakukan untuk mengetahui
potensi suatu senyawa atau bahan adalah uji sitotoksisitas pada sel kanker. Parameter IC50
digunakan sebagai parameter untuk melihat potensi kandidat antikanker tersebut.
Untuk menguji suatu kandidat antikanker, parameter IC50 hanyalah data awal saja.
Parameter lain yang umum diamati adalah jenis kematian sel yang diakibatkan oleh kandidat
antikanker. Apakah nekrosis atau apoptosis.
Contoh Penelitian :
Bagian ketiga adalah mengkaji mekanisme in vitro antikanker melalui penghambatan
inflamasi, pemacuan apoptosis, dan penghambatan pembelahan sel. Penghambatan
inflamasi melalu penurunan ekspresi COX-2. Pemacuan apoptosis dikaji melalui
mekanisme ekspresi penurunan ekspresi bcl-2, dan peningkatan kaspase 3.
Mekanisme antiproliferasi melalui mekanisme peningkatan ekspresi p53, p21,
GADD45, serta penurunan ras sesudah pemberian isolat paling aktif terhadap cell line
T47D secara in vitro. Penelitian ini termasuk dalam jenis eksperimental.
Senyawa golongan flavonoid mampu menghambat proses karsinogenesis baik secara
in vitro maupun in vivo. Penghambatan terjadi pada tahap inisiasi, promosi maupun
progresi melalui mekanisme molekuler antara lain inaktivasi senyawa karsinogen,
antiproliferatif, penghambatan angiogenesis dan daur sel, induksi apoptosis, dan
aktivitas antioksidan (Ren et al., 2003). Sebagian besar senyawa karsinogen seperti
hidrokarbon aromatik polisiklik (HAP) memerlukan aktivasi oleh enzim sitokrom P450
membentuk intermediet yang reaktif sebelum berikatan dengan DNA. Ikatan kovalen
antara DNA dengan senyawa karsinogen aktif menyebabkan kerusakan DNA.
Flavonoid dalam proses ini berperan sebagai agen pencegah tumorigenesis.
Pengeblokan aksi karsinogen dapat melalui beberapa mekanisme antara lain melalui
inhibisi aktivitas isoenzim sitokrom P450 yaitu CYP1A1 dan CYP1A2 sehingga senyawa
karsinogen tidak reaktif. Mekanisme pencegahan yang lain dapat terjadi melalui
induksi enzim pemetabolisme fase II yang berperan penting dalam detoksifikasi
senyawa karsinogen. Flavonoid juga meningkatkan ekspresi enzim gluthation S-
transferase (GST) yang dapat mendetoksifikasi karsinogen reaktif menjadi tidak
reaktif dan lebih polar sehingga cepat dieliminasi dari tubuh. Selain itu, flavonoid juga
dapat mengikat senyawa karsinogen sehingga dapat mencegah ikatan dengan DNA,
RNA, atau protein target (Ren et al., 2003). Sifat antioksidan dari senyawa flavonoid
juga dapat menginhibisi proses karsinogenesis. Fase inisiasi kanker seringkali diawali
melalui oksidasi DNA yang menyebabkan mutasi oleh senyawa karsinogen (Kakizoe,
2003). Karsinogen aktif seperti radikal oksigen, peroksida dan superoksida, dapat
distabilkan oleh flavonoid melalui reaksi hidrogenasi maupun pembentukan
kompleks (Ren et al., 2003). Peningkatan ekspresi enzim GST memberikan
keuntungan apabila dikombinasikan dengan obat-obat sitostatik. Pada umumnya,
obat-obat sitostatik yang aktif sebagai antikanker adalah bentuk molekulnya, kecuali
tipe alkilator seperti klorambusil, siklofosfamid, bleomisin, dan teotepa. Metabolit
hasil biotransformasi fase I dari obat sitostatik bersifat lebih toksik dan tidak
mempunyai efek farmakologis. Enzim GST akan mendetoksifikasi metabolit tersebut
melalui reaksi konjugasi dengan gluthation sehingga menghasilkan metabolit yang
lebih polar dan mudah diekskresikan dari tubuh. Meiyanto et al. (2007) melaporkan
bahwa ekstrak etanolik daun G. procumbens mampu menghambat pertumbuhan
tumor payudara tikus yang diinduksi karsinogen DMBA (7,12-dimetil
benz(a)ntrazena). Pemberian ekstrak sebelum dan selama fase inisiasi mampu
meningkatkan aktivitas enzim GST. Dengan demikian, detoksifikasi metabolit DMBA
(epoksida) akan meningkat dan dapat diekskresikan dalam bentuk merkapturat
(bentuk yang lebih polar) ke dalam urin atau feses. Penurunan metabolit reaktif
DMBA menyebabkan penurunan insidensi ikatan dengan DNA (DNA adduct) sehingga
proses karsinogenesis dapat dihambat.
MATERI POKOK:
Penelusuran mekanisme antikanker secara in vivo
Fraksi flavonoid daun Sambung Nyawa memiliki prospek yang baik sebagai agen
kemopreventif untuk aplikasi kokemoterapi dengan obat-obat sitostatika
berdasarkan pada uji kombinasi in vitro yang menunjukkan efek sinergisme dengan
doxorubicin. Sebagai agen kemopreventif, ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa
telah diketahui memiliki aktivitas sitotoksik dan antiproliferatif terhadap sel T47D dan
sel HeLa, aktivitas antiangiogenesis, antimutagenik, pencegahan tumorigenesis pada
tahap inisiasi maupun progresi secara in vivo, serta menunjukkan efek sinergisme
pada perlakuan kombinasi dengan doxorubicin secara in vitro.
Jawablah Pertanyaan berikut ini :
1. Apa yang Anda ketahui tentang penelusuran mekanisme Antikanker secara in vivo ?
2. Apa perbedaan penelusuran mekanisme Antikanker secara in vivo dengan penelusuran
mekanisme Antikanker secara in vitro ?
3. Sebutkan contoh peneletian penelusuran mekanisme Antikanker secara in vivo yang lainnya ?
4. Buatlah desain pencarian antikanker secara in vivo, secara berkelompok (3 mhs)!