Anda di halaman 1dari 22

FARMAKOTERAPI

PENATALAKSANAAN PADA PENYAKIT PSIKIATRIK

• NAMA : MILA SEPTIANA


• NIM : 1804073
• KELAS : B
• DOSEN PENGAMPU : Apt. Sanubari Rela Tobat M. Farm
A. SKIZOFRENIA

• Etiologi
Menurut pendapat para ahli, skizofrenia merupakan
aktivitas dopamine otak yang berlebiham. Dilaporkan juga
bahwa kadar 5-hydroxyindoleacetic acid menurun pada
skizofrenia kronik pada pasien skizofrenia dengan pelebaran
ventrikel.Seseorang mempunyai kecenderungan skizoferenia
bila mempunyai keluarga seorang pasien skizofrenia.
Demikian juga pada kembar monozigot. Factor lingkungan
dan psikologis juga berperan.
• Patofisiologi
Skizofrenia antara lain disebabkan oleh pembesaran ventrikel
otak, penurunan ukuran otak dan perubahan bentuk otak menjadi
asimetri, penurunan volume Hippokampal dapat mempengaruhi
pengujian neuropsikologikal serta kurang memberikan respon terapi
yang signifikan terhadap pemberian terapi antipsikotik generasi
pertama. Hal ini termasuk adanya gangguan reseptor dopamin .
Difisiensiaktifitas glutamanergik dapat menunjukkan gejala yang
mirip dengan hiperaktivitas dopaminergic dan hal tersebut Nampak
dalam skizofrenia. Abnormalitas serotonin , penderita skizoferenia
dengan hasil pemindaian diketahui bentuk otaknya abnormal, akan
memiliki kadar serotonin yang lebih tinggi dalam darah.
• Tatalaksana terapi
1. Pendekatan per individu
2. Farmakoterapi (antipsikotik) harus ditunjang oleh psikoterapi
3. Satu macam pendekatan terapi tidak cukup
• Tujuan utama perawatan di RS adalah ikatan efektif antara
pasien dan system pendukung masyarakat.
• Indikasi rawat :
1. Keperluan diagnostic dan terapi
2. Keamanan pasien karna ide-ide bunuh diri atau homisidal
3. Disorganisasi yang jelas dan perilaku inappropriate, termasuk
hendaya dalam fungsi pribadi
4. Khusus untuk gangguan skizopital, seringkali pasien juga
menderita depresi dan ansietas yang perlu ditangani . psikoterapi
pada umummhya bersifat suportif dan edukatif dengan tujuan
rehabilitas social.
B. ANSIETAS

• Etiologi
Ditemukannya neuroendokrin yang sama pada gangguan
depresi dan gangguan kecemasan, khususnya gangguan panic,
Hiperaktivitas system noradrenergic relavan sebab menyebab
pada beberapa pasien dengan gangguan depresi dan pada beberpa
pasien dengan gangguan panik,Obat serotonergik berguna dalam
mengobati ganguan deprei maupun kecemasan, Gejala
kecemasan dan depresi berhubungan secara genetic pada
beberapa keluarga
• Patofisiologi
Model noradrenergic. Model ini menunjukkan bahwa system
saraf otonomik pada penderita ansietas, hipersensitif dan bereaksi
berlebihan terhadap berbagai rangsangan. Model
serotonin,Penderita PTSD mengalami hipersekresi factor
pelpasan kortikotropin, tetapi menunjukkkan tingkat kortisol
yang subnormal pada saat trauma dan kronis.
• Tatalaksana terapi
Tujuan pengobatan gangguan kepanikan/panic disorder meliputi
meniadakan serangan panic (tidak selalu tercapai),menurunkan
secra signifikan kecemasan yang berulang dan ketakutan fobia,
mengambalikan aktivitas normal penderita Tujuan pengobatan
SAD adalah untuk menurunkan gejala-gejla utama,
ketidakmampuan, dan komorbiditas dan meningkatkan kualitas
hidup dan kemampuan untuk mengatasi stress. Contohnya ,
Benzodiazepin
C. DEPRESI

• Etiologi
Ditemukannya neuroendokrin yang sama pada gangguan
depresi dan gangguan kecemasan, khususnya gangguan
panik,Hiperaktivitas system noradrenergik relavan sebab
menyebab pada beberapa pasien dengan gangguan depresi dan
pada beberpa pasien dengan gangguan panik,Obat serotonergik
berguna dalam mengobati ganguan deprei maupun kecemasan,
Gejala kecemasan dan depresi berhubungan secara genetic pada
beberapa keluarga
• Patofisiologi
1. Hipotesis amina biogenik,
2. Perubahan post-sinaptik pada sensitivitas reseptor,
3. Hipotesis deregulasi,
4. Diperlukan system serotonergik dan noradrenegik yang
fungsional agar efek antidepresan dapat optimal,
5. Peranan dopamine (DA),
• Tatalaksana terapi
a. Farmakologi
• Secara umum, obat antidepresan memiliki efikasi yang setara
jika diberikan pada dosis yang sebanding,
• Faktor yang mempengaruhi pemilihan obat antidepresan
meliputi : riwayat pasien terhadap respons obat, riwayat
keluarga terhadap respons obat, subtype depresi, riwayat
medis pada saat itu, potensi terjadinya interaksi obat-obat,
profil efek samping obat dan biaya obat,
• Antara 65% sampai 70% pasien dengan depresi mayor dapat
membaik dengan pemberian obat,
Lanjutan, terapi farmakologi
• Depresi melankolik terlihat memberikan respons yang baik
dengan pemberian obat antidepresan trisiklik, penghambat
ambilan kembali serotonin secara selektif (selective serotonin
reuptake inhibitor-SSRI), dan ECT,
• Dilaporkan bahwa pemberian obat penghambat monoamine
oksidase (penghambat MAO) memberikan respons yang baik
pada pasien dengan depresi atipikal,
• Pasien yang gagal memberikan respons terhadap Antidepresan
trisiklik, kemungkinan dapat memberikan respons yang baik
terhadap SSRI, dan juga sebaliknya,
• Individu yang mengalami depresi psikosis pada umumnya
akan memerlukan ECT atau terapi kombinasi antara obat
antidepresan dan obat antipsikotik.
b. Non-Farmakologi
• Efikasi psikoterapi dan obat antidepresan dapat dikatakan
saling menambahkan.
• Terapi elektrokonvulsif (Electroconvulsive therapy-ECT)
merupakan terapi yang aman dan efektif untuk semua sub-tipe
gangguan depresi mayor,
• Terapi cahaya (yaitu : pasien melihat kedalam suatu kotak
lampu) dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan efektif
musiman.
D. BIPOLAR

• Etiologi
Etiologi pasti dari gangguan bipolar masih belum diketahui,
namun diperkirakan merupakan kombinasi dari kerentanan
genetik, perubahan biologis, dan stressor psikososial. Faktor
Biologis yaitu, angka konkordansi pada kembar monozigot 2-4
kali lipat kembar dizigot.
• Patofisiologi
Patofisiologi gangguan bipolar masih belum diketahui secara
pasti. Penelitian biokimia menunjukkan bahwa patofisiologi
gangguan bipolar melibatkan interaksi antara berbagai
neurotransmiter, hormon, dan steroid. Episode manik
diperkirakan dipicu oleh kelebihan neurotransmiter katekolamin,
sedangkan depresi akibat kekurangan neurotransmiter
katekolamin.
• Tatalaksana terapi
1. Quetiapine
Quetiapine adalah satu-satunya antipsikotik yang disetujui
FDA untuk depresi bipolar. Litium adalah obat pilihan untuk
gangguan bipolar dengan mania euforia, sedangkan valproat
memiliki kemanjuran yang lebih baik untuk keadaan
campuran, mania iritabel/disforik, dan siklus cepat
dibandingkan dengan litium.
2. Terapi kombinasi (misalnya, litium plus valproat atau
karbamazepin; litium atau valproat plus antipsikotik atipikal)
dapat memberikan respons akut yang lebih baik dan pencegahan
kekambuhan dan kekambuhan jangka panjang daripada
monoterapi pada beberapa pasien bipolar terutama mereka
dengan keadaan campuran atau siklus.
E. SULIT TIDUR

• Etiologi
Etiologi pasti gangguan tidur belum diketahui, namun
diperkirakan mencakup faktor biologis,  psikologis, dan
sosiodemografik. Faktor Biologis Pola tidur, yang mencakup
durasi dan waktu tidur, diatur oleh banyak gen dan bersifat
diwariskan. Sehingga terdapat individu-individu yang secara
genetik rentan mengalami gangguan tidur.
• Patofisiologi
Salah satu model yang digunakan untuk menjelaskan tentang
patofisiologi gangguan tidur, Model ini menerangkan bahwa
factor predisposisi, presipitasi, perpetuas
predisposisi, presipitasi, perpetuasi, dan neurokognitif adalah
faktor-faktor yang mendasari, dan neurokognitif adalah faktor-
faktor yang mendasari berkembangnya insomnia dan
menjadikannya gangguan kronik. Otomatisasi artinya bahwa
inisiasi tidur dan maintenance tidur bersifat involunter, yang
dikendalikan oleh homeostatis dan regulasi sirkadian. Pada
kondisi normal, tidur terjadi secara pasif .
• Tatalaksana terapi
Insomnia adalah merupakan suatu gejala, bukan merupakan suatu
diagnosis, maka terapi yang diberikan adalah secara simtomatik.
Walaupun insomnia merupakan suatu gejala, namun gejala ini
bisa menjadi sangat mengganggu aktivitas dan produktivias
penderita, terutama penderita dengan usia produktif.
1. Farmakologi
Terdapat beberapa pertimbangan dalam memberikan pengobatan
insomnia : memiliki efek samping yang minimal; mempunyai
onset yang cepat dalam mempersingkat proses memulai tidur;
dan lama kerja obat tidak mengganggu aktivitas di siang hari.
Obat tidur hanya digunakan dalam waktu yang singkat, yaitu
sekitar 2-4 minggu.4,5 Secara dasarnya, penanganan dengan
obat-obatan bisa diklasifikasikan menjadi : benzodiazepine, non-
benzodiazepine dan miscellaneous sleep promoting agent.
2. non- Farmakologi
Terapi tanpa obat-obatan medis bisa diterapkan pada insomnia
tipe primer maupun sekunder. Banyak peneliti menyarankan
terapi tanpa medikamentosa pada penderita insomnia karena
tidak memberikan efek samping dan juga memberi kebebasan
kepada dokter dan penderita untuk menerapkan terapi sesuai
keadaan penderita.5,6 Terapi tipe ini sangat memerlukan
kepatuhan dan kerjasama penderita dalam mengikuti segala
nasehat yang diberikan oleh dokter.
DAFTAR PUSTAKA

• Hilty DM, Leamon MH, Lim RF, Kelly RH, Hales RE. A
review of bipolar disorder in adults. Psychiatry
(Edgmont). 2006;3(9):43-55.
• Levenson JC, Kay DB, Buysse DJ. The Pathophysiology
of Insomnia. Chest 2015;147:1179–92.
[https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25846534]
• Masjoer Arif, dkk. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN;
EDISI KETIGA JILID 1,fakultas kedokteran UI,2001.
• Prof.Dr. Elin Yulinah Sukandar, Apt dkk. ISO
FARMAKOTERAPI :, pt. isfi penerbit Jakarta, 2008.

Anda mungkin juga menyukai