Anda di halaman 1dari 20

apt. Widyastuti, S.Si., M.Farm.

HUBUNGAN
FARMAKOKINETIKA DAN
FARMAKODINAMIKA
FARMAKOKINETIKA & FARMAKODINAMIKA
• Sebagian besar respon farmakologi berkaitan dengan interaksi antara
obat dan reseptor, sifat interaksi pada umumnya dianggap reversible
dan sesuai dengan hokum aksi-massa
• Satu atau beberapa molekul obat dapat berinteraksi secara simultan
dengan reseptor untuk menghasilkan suatu respon farmakologis
• Suatu molekul obat tunggal berinteraksi dengan suatu reseptor dengan
suatu site ikatan tunggal untuk menghasilkan suatu respon
farmakologis

• Tanda [ ] menunjukkan konsentrasi molar.


Skema ini mengilustrasikan teori okupasi dan interaksi dari
suatu molekul obat dengan suatu molekul reseptor. Asumsi
berikut dibuat dengan model ini:
1. Molekul obat berkombinasi dengan molekul reseptor
sebagai suatu asosiasi bimolekuler dan menghasilkan
kompleks obat-reseptor berdisosiasi sebagai unimolekuler
2. Ikatan obat dengan reseptor adalah reversible
sepenuhnya
3. Model dasar menganggap satu jenis site ikatan reseptor
tunggal, dengan satu site ikatan per molekul reseptor. Juga
dianggap bahwa suatu reseptor dengan site ganda dapat
dimodel sesudahnya
HUBUNGAN DOSIS DENGAN EFEK FARMAKOLOGIS
DAN AKTIVITAS
• Mula kerja, intensitas dan lama efek farmakologis bergantung
pada dosis dan farmakokinetika obat
• Suatu gambaran efek farmakologis terhadap dosis pada suatu
skala linear , umumnya menghasilkan suatu kurva hiperbolik
dengan efek maksimal pada plateu.
• Data yang sama dapat dikompresi dan digambarkan pada suatu
skala log linear dan menghasilkan suatu kurva sigmoid
• Untuk beberapa obat , grafik kurva log dosis-respon menunjukkan
suatu hubungan linear pada suatu rentang dosis antara 20% dan
80% dari respon maksimum, yang secara khas meliputi rentang
dosis terapeutik untuk beberapa obat
• Secara matematika, dapat dinyatakan dalam persamaan berikut, m adalah
slop, e adalah suatu intersep eksrapolasi dan E adalah efek obat pada
konsentrasi C
• Suatu dosis intravena, konsentrasi suatu obat dalam
tubuh dalam suatu model kompartemen satu terbuka
digambarkan sebagai:

• Melalui substitusi persamaan didapatkan E0 = efek


pada konsentrasi C0:
Hubungan antara dosis dan lama aktivitas
(teff) injeksi IV Bolus tunggal
• Waktu yang diperlukan untuk berbagai obat menurun ke
suatu konsentrasi C diberikan oleh persamaan (dengan
menganggap obat menghasilkan efek dengan segera):
Pengaruh dosis dan waktu paruh
eliminasi pada lama aktivitas
• Suatu persamaan tunggal dapat
diperoleh untuk
menggambarkan hubungan
dosis (D0) dan waktu paruh
eliminasi (t1/2) pada waktu
efektif untuk aktivitas
terapeutik (teff)
• Peningkatan waktu paruh akan
meningkatkan waktu efektif
untuk aktivitas terapeutik
• Peningkatan dosis tidak
meningkatkan waktu efektif
untuk aktivitas terapeutik
Pengaruh waktu paruh eliminasi
pada lama aktivitas
• Oleh karena eliminasi obat disebabkan oleh proses ekskresi dan metabolism,
perubahan dari berbagai proses eliminasi ini akan mempengaruhi t½ obat.
• Pada penyakit tertentu, perubahan patofisiologis dalam fungsi hepatic dan
renal akan menurunkan eliminasi suatu obat, sebagaimana teramati melalui
perpanjangan t½
• Perpanjangan t½ akan menyebabkan retensi obat dalam tubuh sehingga
meningkatkan lama aktivitas obat (teff) dan juga peningkatan kemungkinan
toksisitas obat
• Pengaruh perpanjangan waktu paruh eliminasi mempunyai pengaruh yang
sangat penting pada pengobatan infeksi, terutama pada pasien-pasien dengan
metabolism atau klirens antibiotika yang tinggi
• Akibatnya, suatu peningkatan sederhana dalam dosis akan menempatkan
konsentrasi darah pasien dibawah kadar antibiotika efektif pada sebagian
besar waktu selama terapi obat
TOLERANSI OBAT DAN KETERGANTUNGAN FISIK
• Toleransi obat merupakan suatu perubahan kuantitatif dalam sensitifitas
obat dan ditunjukkan oleh suatu penurunan dalam efek farmakodinamik
setelah paparan berulang terhadap obat yang sama
• Tingkat toleransi dapat sangat bervariasi, toleransi obat digambarkan
dengan baik untuk nitrat organic, opioid dan obat-obat lain
• Besarnya toleransi obat merupakan fungsi dari dosis dan frekuensi
pemberian
• Toleransi silang dapat terjadi untuk obat-obat yang serupa yang beraksi
pada reseptor yang sama
• Toleransi tidak berkembang secara merata pada semua aksi farmakologis
atau toksik obat
• Mekanisme toleransi obat dapat berhubungan dengan disposisi atau
toleransi farmakokinetika atau toleransi farmakodinamika
• Toleransi farmakokinetika sering berhubungan dengan induksi enzim
dimana klirens hepatic obat meningkat pada paparan obat yang berulang
• Toleransi farmakodinamika berhubungan dengan suatu perubahan
seluler atau reseptor yang respon obatnya lebih kecil daripada apa yang
diramalkan pada pasien yang diberi dosis obat berturutan
• Pengukuran konsentrasi obat dalam serum dapat membedakan antara
toleransi farmakokinetika dengan toleransi farmakodinamika
• Toleransi akut (takhifilaksis) merupakan perkembangan cepat dari
toleransi, dapat terjadi sehubungan dengan suatu perubahan dalam
sensitivitas reseptor atau deplesi dari suatu kofaktor hanya setelah
suatu dosis tunggal atau beberapa dosis obat
• Toleransi obat dapat dibedakan dari faktor genetic yang bertanggung
jawab untuk variabilitas normal dalam respon obat
• Ketergantungan fisik ditunjukkan oleh munculnya gejala withdrawal
setelah penghentian obat
• Faktor-faktor yang mempengaruhi ketergantungan obat meliputi dosis
atau jumlah obat yang digunakan (intensitas efek obat), lama
penggunaan obat dan dosis total (jumlah obat x lama)
HIPERSENSITIVITAS DAN RESPON
YANG MERUGIKAN
• Beberapa respon obat seperti respon hipersensitivitas dan alergi
tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh farmakodinamika dan
farmakokinetika
• Pada umumnya respon alergi tidak berkait dengan dosis, walau
beberapa pasien sensitive penisilin dapat merespon terhadap
konsentrasi ambang kulit, tetapi sebaliknya telah ditetapkan tidak
ada hubungan dosis respon
• Erupsi kulit merupakan suatu gejala yang lazim dari alergi obat,
reaksi alergi dapat terjadi pada konsentrasi obat yang sangat
rendah
• Reaksi alergi merupakan data penting yang harus dicatat pada
profil pasien bersamaan dengan reaksi merugikan yang lain
• Sensitivitas silang terhadap golongan kimia yang serupa dari
obat-obat dapat terjadi
• Reaksi alergi dapat segera atau tertunda dan berkait dengan
mekanisme IgE. Pada alergi obat penisilin, reaksi segera
terjadi dalam waktu 30 – 60 menit, tetapi reaksi tertunda
atau reaksi akselerasi dapat terjadi dari 1 – 72 jam setelah
pemakaian
• Dalam praktek klinis hendaknya mengevaluasi resiko alergi
obat terhadap pemilihan obat alternative
• Beberapa kasus menunjukkan bahwa sensitivitas silang
antara penisilin dan sefalosporin sehubungan dengan
adanya trace penisilin ada dalam produk sefalosporin
DISTRIBUSI OBAT DAN RESPON FARMAKOLOGIS
• Setelah absorpsi sistemik, obat dibawa keseluruh tubuh.
• Sebagian besar dosis obat akan mencapai jaringan target yang tidak diinginkan,
tempat obat dapat disimpan secara pasif, menghasilkan suatu efek merugikan
atau dieliminasi
• Suatu fraksi dosis akan mencapai sisi target dan terjadi suatu kesetimbangan
• Site resptor tidak diketahui pada sebagian besar waktu, tetapi secara kinetic
dikenal sebagai kompartemen efek
• Perjalanan penghantaran obat ke kompartemen efek akan menentukan apakah
mula respon farmakologis segera atau tertunda
• Penghantaran obat ke kompartemen efek dipengaruhi oleh laju alir darah, difusi
dan sifat partisi obat dan molekul reseptor
• Pada site reseptor, mula, lama dan intensitas respon farmakologi dikendalikan
oleh konsentrasi reseptor dan konsentrasi obat dan/atau metabolit aktifnya
• Keseluruhan respon farmakologi (efek) sangat bergantung pada sifat
stereospesifik interaksi obat dengan reseptor dan laju asosiasi dan disosiasi
kompleks obat-reseptor
• Bergantung pada lokasi dan topografinya, tidak semua molekul reseptor
ditempati oleh molekul obat saat respon farmakologis maksimum dihasilkan
• Variabel lain seperti usia, gender, genetic, nutrisi dan toleransi juga dapat
memodifikasi respon farmakologis, membuat sulit untuk mengkaitkan respon
farmakologis dengan konsentrasi obat dalam plasma
• Untuk mengendalikan fluktuasi data dan menyederhanakan pencocokan
farmakodinamik, respon farmakodinamik sering dinyatakan sebagai persen
respon diatas garis dasar atau persen respon maksimum
• Melalui kombinasi farmakokinetika dan farmakodinamika, beberapa obat
dengan respon farmakologis yang relative kompleks dideskripsikan melalui
model farmakodinamik yang bertanggung jawab untuk mula, intensitas dan
lama aksi
• Setelah farmakodinamika suatu obat dikarakterisasi, perjalanan respon
farmakologis dapat diramalkan setelah pemakaian obat
• Dari data tersebut memungkinkan untuk menentukan dari parameter
farmakokinetika, apakah suatu perubahan respon farmakologi yang teramati
berhubungan dengan faktor farmakodinamika seperti takhifilaksis atau
toleransi atau faktor farmakokinetika seperti perubahan ADME
Teori obat-reseptor yang mengkaitkan efek
farmakologis dan dosis
• Hubungan antara efek farmakologis dan dosis diberikan oleh Wagner
(1968) yang menurunkan suatu pernyataan kinetic yang
menghubungkan konsentrasi obat dengan efek farmakologis
• Pengembangan teritikal ini mengubah hubungan semi empiris dosis-
efek ke dalam suatu persamaan teoritis yang mengkaitkan efek
farmakologis ke farmakokinetik (Model FK/FD)
• Karena persamaan dikembangkan untuk suatu reseptor obat baik
dengan ikatan obat tunggal atau ganda, beberapa obat dengan profil
konsentrasi efek sigmoid dapat digambarkan oleh model ini
• Slop profil juga memberi pemahaman yang mendalam mengenai
interaksi obat-reseptor
• Persamaan dasar meniru persamaan kinetika untuk ikatan obat protein
• Satu atau lebih molekul obat dapat berinteraksi dengan suatu reseptor
untuk membentuk suatu kompleks yang selanjutnya menghasilkan suatu
respon farmakodinamik
• Laju perubahan dalam angka kompleks obat reseptor dinyatakan sebagai
db/dt sehingga diperoleh persamaan diferensial sebagai berikut:
• Korelasi respon farmakologis dengan farmakokinetika tidak
selalu memungkinkan pada semua obat
• Kadang-kadang tahap intermediate terlibat dalam mekanisme
aksi obat yang lebih kompleks disbanding yang diasumsikan
dalam model
• Sebagai contoh warfarin, menghasilkan suatu respon yang
tertunda dan tidak ada korelasi langsung dari aktivitas
antikoagulan dengan konsentrasi obat dalam plasma. Kadar
warfarin dalam plasma berkorelasi dengan penghambatan laju
produksi kompleks protrombin
• Akan tetapi, beberapa korelasi antara efek farmakologis dan
konsentrasi obat dalam plasma dilakukan melalui model yang
diusulkan yang dapat dikeluarkan setelah banyak data
diperoleh
• Proses pemodelan farmakokinetika dapat sangat meningkatkan
pemahaman mengenai cara obat bereaksi dalam suatu cara
kuantitatif

Anda mungkin juga menyukai